Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap orang, apalagi lansia (lanjut usia), tentu pernah

merasakan nyeri selama perjalanan hidupnya. Perasaan nyeri ini

kualitas dan kuantitasnya berbeda dari satu orang ke orang lain,

tergantung dari tempat nyeri, waktu dan penyebab. Pada lansia rasa nyeri ini

sudah menurun, sehingga keluhan akan berkurang, karena kepekaan

sarafnya sudah mulai berkurang bahkan bisa sampai hilang sama sekali.

Karena berkurangnya rasa nyeri inilah maka diagnosis nyeri pada lansia

seringkali sulit atau bahkan kabur untuk menentukan tempat asal nyeri. 1

Perubahan karakteristik demografi dari populasi di dunia merupakan

tantangan kritis bagi para klinisi. Jumlah penduduk berusia ≥65 tahun

semakin meningkat dengan rate yang sangat cepat. Definisi lanjut usia

(lansia) menurut United Nations adalah mereka yang berusia ≥65 tahun

termasuk usia lebih dari 80 tahun. Di Indonesia yang dimaksud dengan lanjut

usia (lansia) adalah mereka yang berusia ≥ 60 tahun. Di negera berkembang

terjadinya peningkatan populasi lansia berlangsung sangat cepat. Pada tahun

2050, rasio antara populasi berusia ≥65 tahun dibandingkan populasi berusia

15-64 tahun akan menjadi tiga kali lebih besar. 2

1
2

Sejalan dengan meningkatnya populasi lansia, maka meningkat pula

jumlah kasus nyeri terkait disabilitas dan perubahan degeneratif pada

kelompok ini. Dokter umum sebagai tenaga pelayanan kesehatan lini pertama

mendapat tantangan cukup signifikan terkait penatalaksanaan nyeri pada

lansia. Prevalensi kasus nyeri terutama nyeri persisten (kronis) pada lansia

berkisar antara 25 – 80%. Prevalensi nyeri pada lansia di komunitas adalah 25

– 50%, sementara yang berada di sarana perawatan khusus 45 – 80%. 3


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia

2.1.1 Definisi

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki dan mempertahankan struktur

dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas

(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang terjadi. Dengan

begitu secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan

akan makin banyak terjadi distorsi metabolik dan struktural yang disebut

sebagai “penyakit degeneratif” (seperti hipertensi, aterosklerosis, diabetes

melitus dan kanker). 1

2.1.2 Batasan Usia Lanjut

WHO (1980) telah mencapai konsentrasi bahwa yang dimaksud

dengan lanjut usia adalah orang yang berumur 60 tahun atau lebih.

Menurut departemen kesehatan RI, batasan lanjut usia adalah seseorang

dengan usia 60-69 tahun. Sedangkan usia >70 tahun dan lanjut usia

berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan seperti kecacatan

akibat sakit disebut lanjt usia resiko tinggi. 4

Menurut Depkes umur lansia digolongkan menjadi : 4

a) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun);


4

b) Kelompok lansia (65 tahun ke atas); dan

c) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70

tahun. Sedangkan menurut WHO (1999) lansia digolongkan

berdasarkan usia kronologis/biologis yaitu : usia pertengahan (middle

age) antara usia 45 sampai 59 tahun; lanjut usia (elderly) berusia

antara 60 dan 74 tahun; lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun dan usia

sangat tua (very old) di atas 90 tahun. 4

2.2 Nyeri

2.2.1 Definisi Nyeri

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri

adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan yang

berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial akan menyababkan

kerusakan jaringan. Persepsi yang disebabkan oleh rangsangan yang

potensial dapat menimbulkan kerusakan jaringan disebut nosiseption .

Nosiseptor merupakan langkah awal proses nyeri. Reseptor neurologik

yang dapat membedakan antara rangsangan nyeri dengan rangsangan lain

disebut Nosiseptor . 5

2.3 Epidemiologi

Prevalensi kasus nyeri terutama nyeri persisten (kronis) pada lansia

berkisar antara 25 – 80%. Prevalensi nyeri pada lansia di komunitas adalah

25 – 50%, sementara yang berada di sarana perawatan khusus 45 – 80%. 3


5

Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional 2001 didapatkan bahwa

prevalensi penyakit sendi pada usia ≥55 tahun sebesar 40%, dengan

keluhan utama yang datang ke pusat pelayanan kesehatan (Puskesmas)

karena nyeri punggung (back pain), pusing, nyeri persendian, nyeri

abdomen atau nyeri pinggang.2

2.4 Klasifikasi Nyeri


I. Berdasarkan sifat

1. Nyeri tajam (Sharp pain), nyeri ini berupa perasaan yang menyengat,

lokasinya jelas dan rangsangan sangat cepat di jalarkan ke pusat. Nyeri

jenis ini biasanya terdapat di kulit dan rangsangan bersifat tidak terus

menerus. 1

2. Nyeri tumpul (Dull Pain), biasanya didahului oleh sharp pain. Nyeri

ini dirasakan di kulit sampai jaringan yang lebih dalam, terasa

menyebar dan lambat dijalarkan sedangkan rangsangan bersifat terus

menerus. 1

II. Berdasarkan kronologi

1. Nyeri Akut

Nyeri akut terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi

bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang

bervariasi ( ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu

singkat. 1
6

Nyeri akut adalah nyeri yang berlangsung kurang dari 6 bulan

nyeri yang mereda setelah intervensi atau penyembuhan. Nyeri akut

biasanya mendadak dan berkaitan dengan masalah spesifik yang

memicu individu untuk segera bertindak menghilangkan nyeri dan

menghilang apabila faktor internal dan eksternal yang merangsang

reseptornya di hilangkan. 1

Nyeri akut ditandai oleh peningkatan frekuensi jantung,

peningkatan tanda-tanda vital, wajah meringis, menarik diri, dan

menangis. Terjadi dilatasi pupil dan pengeluaran keringat. Individu

yang mengalami nyeri akut biasanya berfokus pada nyerinya. 1

2. Nyeri Kronis

Nyeri kronis adalah Nyeri yang berlangsung lama, intensitasnya

bervariasi dan biasanya lebih dari 6 bulan. Kata “kronis “berasal dari

kata yunani yang berarti” waktu” dan di hubungkan dengan rasa nyeri

yang menetap dan biasanya terus-menerus,bukan yang berlangsung

sewaktu-waktu. 1

Karakteristik nyeri kronis adalah area nyeri tidak mudah

diidentifikasi, intensitas nyeri sukar di turunkan, rasa nyerinya

biasanya meningkat, sifatnya kurang jelas dan kemungkinan kecil

untuk sembuh/hilang,biasa terjadi perubahan kepribadian dan

penurunan berat badan. 1

Nyeri kronis, cenderung sirkuler; awal nyeri dengan cepat

terlupakan karena siklus nyerinya tidak pernah berakhir. Nyeri kronis


7

tidak mempunyai tanda-tanda dan gejala klinis, sehingga patofisiologi

yang mendasarinya biasanya tidak terdeteksi pada pemeriksaan fisik

atau radiologis. Nyeri kronis dapat muncul dari lokasi viscera, jaringan

miofasial, atau penyebab-penyebab neurologis, dan biasanya

dibedakan menjadi nyeri maligna (kanker atau keganasan) dan nyeri

non-maligna (jinak). Nyeri maligna dapat merupakan kombinasi dari

beberapa komponen nyeri akut, intermiten (berselang/hilang-

muncul/sementara) dan kronis. 6

III. Pembagian nyeri secara patofisiologik

1. Nyeri Nosiseptik

Nyeri nosiseptik berasal dari rangsangan reseptor nyeri dan bisa

timbul akibat peradangan, deformasi mekanik atau perlukaan

progresif. Jenis nyeri ini biasanya bereaksi baik dengan obat analgesik

dan upaya non-farmakologik. 1

a. Nyeri Somatik adalah nyeri yang timbul pada organ non viseral,

misal nyeri pasca bedah, nyeri tulang, nyeri artritis.5

 Artritis

Ada dua bentuk artritis yang utama pada usia lanjut, yakni

osteoartritis dan artritis rematoid, yang penting bagi ahli

psikiatri terutama karena keduanya dapat menyebabkan

kecacatan kronik pada usia lanjut, mempengaruhi satu dari 65

tahun. Gangguan mood, komplikasi psikiatri yang paling sering


8

dari artritis degeneratif, terjadi hingga 25% pasien dan terutama

merupakan penentu utama terjadinya disabilitas fungsional.

Oleh karena luasnya komorbiditas artritis dan depresi, maka

diagnosis dan terapi gangguan mood secara bermakna dapat

turut memperbaiki fungsi kesehatan pada lanjut usia.

Kadang,gejala psikiatri terjadi sebagai komplikasi terhadap

terapi dengan obat antiinflamasi (NSAID) atau prednison. 7

 Osteoartritis (OA)

Salah satu klasifikasi dari artritis adalah

Osteoartritis. OA merupakan penyakit degeneratif yang

menyebabkan kerusakan jaringan tulang rawan pada sendi

yang ditandai dengan perubahan pada tulang. Faktor resiko

terjadinya penyakit ini adalah genetik, perempuan, riwayat

benturan pada sendi, usia dan obesitas.5

Gejala yang dapat ditemukan pada penyakit ini adalah:5

1. Nyeri pada sendi terutama setelah beraktivitas dan

membaik setelah beristirahat

2. Kadang dapat ditemukan kekakuan di pagi hari, durasi

tidak lebih dari 30 menit. Gejala tersebut menyebabkan

kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari - hari dan

bekerja. Umumnya sendi yang terkena adalah sendi -

sendi yang menopang tubuh seperti lutut, panggul, dan

punggung. 5
9

Pemakaian obat-obat analgesik yang dapat dibeli bebas

seperti asetaminofen, aspirin dan ibuprofen biasanya

cukup untuk menghilangkan nyeri. 8

b. Nyeri Viseral

Nyeri yang berasal dari organ visera, biasanya akibat distensi

organ yang berongga, misalnya usus, kandung empedu, pankreas,

jantung. Nyeri viseral seringkali diikuti referred pain dan sensasi

otonom, seperti mual dan muntah. (IPD3) Sensasi nyeri yang

berasal dari organ dalam sering dipersepsikan sebagai nyeri yang

berasal dari bagian tubuh yang lebih supersifial/permukaan,

biasanya daerah-daerah yang dipersarafi oleh saraf spinal yang

sama; lokasi nyeri di bagian superfisial atau bagian dalam yang

berjauhan dengan sumber patologi yang sebenarnya biasa disebut

sebagai referred pain (nyeri alih). 6

Contohnya : irritable bowel syndrome, pancreatitis, noncardiac

chest pain dan rasa nyeri abdominal. 2

 Pankreatitis akut

Kejadian pankreatitis akut pada penderita diatas usia 50

tahun 2-3 kali lebih tinggi dibanding penderita muda. Insiden

pada pria sama dengan wanita. 1

Gambaran klinis :1

1. Nyeri epigastrik yang dijalarkan ke punggung


10

2. Konfusio atau tidak sadar

3. Kadang terdapat efusi pleura

4. Pada pemeriksaan amilase serum meningkat

5. Lipase gula darah dan bilirubin meningkat.

Faktor penyebabnya adalah batu empedu, iskemia, hipotermia

dan keracunan karbon monoksida.

 Gastritis

Gastritis adalah suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa

dan submukosa lambung. Etiologi gastritis yang amat penting

adalah infeksi kuman Helicobacter Pylori. Terdapat beberapa jenis

virus yang dapat menginfeksi mukosa lambung, misalnya enteric

rotavirus. Virus biasanya menyebabkan gastritis akut selain virus

dan kuman Helicobacter pylori. Pada usia lanjut gastritis kronis

seringkali asimtomatik . Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan

endoskopi dan histopatologik. Keluhan yang sering dihubungkan

dengan gastritis adalah nyeri panas dan pedih di ulu hati disertai

mual kadang kadang sampai muntah.1

Pengobatan antibiotik yang dianjurkan adalah klaritomisin,

amoksisilin, metronidazol dan tetrasiklin. 1

c. Nyeri Neuropatik

Nyeri neuropatik diakibatkan oleh kerusakan dari syaraf pusat

atau saraf perifer. Jenis nyeri ini biasanya bereaksi buruk terhadap
11

analgesik konvensional akan tetapi baik terhadap pengobatan

antikonvulsan, anti depresan dan anti aritmik, juga terhadap

strategi non farmakologis. Contohnya seperti neuropati diabetika,

neuralgia pasca-herpes, neuralgia trigeminal, nyeri sentral pasca-

stroke, dan nyeri radikuler akibat penyakit degeneratif tulang

belakang.1

 Neuropati Diabetik.

Merupakan polineuropati yang sering diadapatkan di

negara-negara maju. Penelitian epidemiologik menunjukkan

bahwa insidensi polineuropati diabetik meningkat dengan

meningkatnya usia, dan bahwa setelah 25 tahun menderita DM

akan timbul polineuropati pada 50% penderita.1 Dapat

mengenai semua bagian sistem saraf, kecuali otak. Gambaran

klinis meliputi, rasa baal, parestesia, hiperalgesia berat, dan

nyeri yang biasanya dirasakan seperti, “terbakar”. 8

 Neuralgia Trigeminal

Gangguan ini umumnya mengenai pasien berusia lebih dari

50 tahun,disebabkan oleh kompresi radiks sensoris trigeminus

yang dekat dengan batang otak. Pasien mengalami nyeri wajah

unilateral dengan distribusi pada satu atau lebih nervus

trigeminus (mandibula dan maksilaris) yang paling sering

terkena, nyeri saat mengunyah. Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk


12

cepat, berat, tajam, menusuk. Analgesik seperti karbamazepin

banyak berespon pada pasien. 9

d. Nyeri campuran atau patofisiologi tak dapat ditentukan

Berbagai jenis nyeri mempunyai asal yang bersifat campuran,

dan oleh karenanya memerlukan kombinasi dari berbagai macam

terapi, misalnya nyeri kepala, vaskulitis.1

 Nyeri kepala (sefalgia)

Nyeri kepala dibagi menjadi dua katagori utama : primer

dan sekunder. Nyeri kepala primer mencakup migren, nyeri

kepala karena ketegangan dan nyeri kepala cluster. Nyeri

kepala sekunder terjadi karena gangguan organik lain, seperti

infeksi, trombosis, penyakit metabolisme, tumor, atau penyakit

lainnya. 8

1) Nyeri kepala migren

Nyeri kepala migren adalah suatu sindrom nyeri

rekuren episodik yang diklasifikasikan menjadi migren

tanpa aura, migren dengan aura, varian migren.8

Migren tanpa aura paling sering terjadi, durasinya 4-

72 jam apabila tidak diobati, lokasinya unilateral, kualitas

berdenyut, nyeri diperberat oleh aktivitas, mual, muntah,

fotofobia dan fonofobia.8

Migren dengan aura, didahului dengan aura. Gejala

aura yang khas mencakup perubahan penglihatan dan


13

sensorik abnormal lainnya, seperti kilatan atau cahaya

tajam, merasa membauhi sesuatu, rasa baal di satu tangan

atau satu sisi wajah.8

Terapi akut mencakup, aspirin, OAINS dosis penuh,

agonis 5-hidroksitriptamin (5-HT-1, serotonin) dapat

menghentikan nyeri kepala. Siproheptamin suatu antagonis

serotonin dan histamin, sangat berguna untuk mengurangi

nyeri dan frekuensi nyeri kepala. 8

2) Nyeri kepala Cluster

Nyeri kepala cluster adalah suatu sindrom nyeri

kepala neuromuskular yang khas dengan karateristik

konstan, parah, dan unilateral serta terbatas pada mata atau

sisi wajah, hidung tersumbat, dan kadang kadang kemeraha,

pengidap nyeri kepala cluster biasanya berjalan bolak-balik

dengan gelisah dan tidak mampu berbaring atau duduk

diam. Awitan biasanya adalah 2 sampai 3 jam setelah tidur.

Obat-obat yang bermanfaat untuk mencegah serangan nyeri

kepala antara lain adalah obat vasokonstriktor ergotamin

tartrat, litium, verapamil, prednison.8

3) Nyeri kepala kontraksi otot ( tention headache)

Nyeri kepala kontraksi otot atau karena tegang

menimbulkan nyeri akibat kontraksi menetap otot-otot kulit

kepala, dahi, dan leher. Nyeri ditandai dengan rasa kencang


14

seperti pita disekitar kepala dan nyeri tekan di daerah

oksipitoservicalis. Bentuk akut berkaitan dengan keadaan

stres, rasa cemas, kelelahan yang berlangsung 1-2 hari.

Nyeri kepala karena tegang kronik terjadi terus-menerus

siang maupun malam, berlangsung beberapa bulan sampai

tahun, tumpul, tidak berdenyut, sering disertai rasa cemas,

depresi, dan perasan terteka. Aspirin dan asetaminofen

merupakan pilihan obat yang praktis. Pada pasien yang

tegang dan cemas, diazepam (valium) 5mg tiga kali sehari

selama 1 bulan, mungkin efektif. Apabila pasien

mengalami depresi, ditambahkan obat antidepresi 25mg 3x

sehari.8

e. Nyeri psikologik

Nyeri yang tidak memenuhi kriteria nyeri somatik dan nyeri

neuropatik, dan memenuhi kriteria untuk depresi atau kelainan

psikosomatik.5

o Gangguan Depresi

Gejala depresi terdapat pada 15% dari komunitas lanjut

usia, dan pasien di rumah perawatan. Gangguan depresi

ditandai oleh rasa lelah yang berkepanjangan dan sulit untuk

konsentrasi, gangguan tidur, nafsu makan berkurang,

kehilangan berat badan, dan keluhan somatik. Pasien lanjut


15

usia yang mengalami depresi lebih banyak memiliki keluhan

somatik. Pasien usia lanjut juga lebih rentan terhadap episode

depresi berat dengan ciri melankolis, ditandai dengan adanya

hipokondriasis, harga diri yang rendah, perasaan tidak

berharga, dan kecendrugan menyalahkan diri sendiri (terutama

tentang seks dan rasa berdosa), dengan ide paranoid dan bunuh

diri.7

Bentuk gangguan depresi lain yang dapat dialami oleh

pada pasien lanjut usia :7

1. Gangguan mood organik, yaitu pada penyakit fisik yang

diderita oleh pasien secara patofisiologi menyebabkan

gangguan depresi.

2. Pada pasien lanjut usia, gangguan depresi seringkali

berbentuk depresi vaskular. Depresi vaskular disebabkan

karena kerusakan suplai arteri terminal pada jalur striato

subkortikal-pallido-thalamo-kortikal.

3. Depresi dapat menjadi bagian dari gangguan bipolar.

4. Distimia merupakan gangguan mood yang kronik, dengan

beberapa gejala depresi namun tidak cukup untuk

memenuhi kriteria ganggua depresi mayor, telah

berlangsung selama 2 tahun.


16

5. Gangguan penyesuaian dengan afek depresi terjadi apabila

pasien memperlihatkan gejala depresi selama 1 bulan,

gejala akan membaik dalam waktu 6 bulan.

2.5 Manifestasi klinis

Berikut ini adalah contoh perilaku dasar ketika pasien mengalami

nyeri:

o Diam, menarik diri pada pasien yang biasanya mengeluh dan banyak

bergerak.

o Berkedip dengan cepat, dengan wajah terlihat kaku/menyeringai

kesakitan, pada pasien yang biasanya tenang dan tidak banyak bicara.

o Agitasi atau perilaku bersifat menyerang pada individu yang biasanya

mudah berteman dan terbuka.

o Deskripsi akurat mengenai lokasi nyeri pada pasien yang biasanya

berbicara tidak jelas.

Pasien lanjut usia mungkin juga mengalami manifestasi nyeri yang tidak

biasa akibat sindroma nyeri.6

2.6 Penatalaksanaan Nyeri

Penanganan nyeri pada lansia, sebagaimana penanganan nyeri pada

umumnya, sebaiknya berdasarkan tipe, sifat, dan keparahan nyeri. Terapi

farmakologis tetap memainkan peranan penting untuk mengatasi nyeri

pada lansia. Penting untuk diingat bahwa pada lansia terdapat peningkatan

sensitivitas terhadap kerja obat. Oleh karena itu, setiap pilihan analgetik
17

perlu dimulai dari dosis kecil dan dinaikkan bertahap sesuai dengan

toleransi pasien dan sasaran terapi.3

1. Beers Criteria untuk Analgetik

Dengan mempertimbangkan perubahan fisiologis yang terjadi pada

lansia, efektivitas obat sesuai bukti ilmiah, dan potensi

penyalahgunaannya, maka American Geriatrics Society menerbitkan

Beers criteria. Beers criteria berisi obat-obatan yang berpotensi terjadi

penyalahgunaan atau penggunaan tidak sesuai pada lansia, khususnya

lansia di komunitas. 3

Beers Criteria 2012:3

• Penggunaan tramadol harus secara hati hati, karena dapat

menurunkan ambang batas kejang. Dapat diberikan jika kejang

sudah terkontrol baik. Dapat juga digunakan sebagai alternatif pada

pasien lansia dengan osteoartritis yang memiliki kontraindikasi

terhadap obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS).

• Alternatif untuk nyeri ringan dan sedang adalah kodein,

asetaminofen, OAINS jangka pendek, obat topikal (kapsaisin atau

OAINS), khususnya pada osteoartritis.

• Alternatif untuk nyeri sedang atau berat adalah hidrokodon atau

oksikodon.
18

• Alternatif untuk nyeri neuropatik adalah duloksetin, venlafaksin,

pregabalin, gabapentin, lidokain topikal, kapsaisin, desipramin,

nortriptilin.

• Penggunaan OAINS selektif COX-2 sebaiknya dihindari pada

pasien gagal jantung, karena dapat memperberat edema sehingga

memperburuk keadaan.

• OAINS berhubungan dengan perburukan derajat gagal ginjal, oleh

karena itu tidak dianjurkan pada pasien lansia dengan gagal ginjal

2. Modifikasi WHO Step Ladder pada Lansia

Dengan mempertimbangkan perubahan fisiologis pada lansia,

maka WHO Step Ladder juga perlu disesuaikan.

Modifikasi WHO analgesics step ladder pada lansia menunjukkan

bahwa OAINS non-spesifik, termasuk aspirin dan propoksifen

sebaiknya dihindari. Asetaminofen (parasetamol) merupakan obat

pilihan pertama untuk tatalaksana nyeri kronik pada lansia, tetapi

penting diingat bahwa penggunaannya sebaiknya di minimalisir karena

efek samping kerusakan hati. Penggunaan asetaminofen sampai 4000

mg per hari dalam jangka panjang berhubungan dengan kerusakan

fungsi hati pada orang dewasa. Sesuai rekomendasi Food and Drugs

Administration USA (FDA-USA), penggunaan asetaminofen untuk

kasus nyeri kronis pada lansia sebaiknya dibatasi sampai 2000mg/hari.

Jika ingin memberikan OAINS, maka pilihan utama adalah OAINS


19

yang selektif bekerja menghambat COX 2 karena efek gastrointestinal

yang minimal.3

Analgetik adjuvan adalah obat-obat golongan antikonvulsan dan

antidepresan yang dapat dipergunakan pada nyeri persisten. 1

Antikonvulsan yang digunakan pada nyeri neuropatik adalah

karbamasepin, asam valproat sodium dan fenitoin. Pada usia lanjut,

nyeri pasca herpetika, nyeri pasca stoke dan nyeri neuropati perifer

terdapat dan obat antikonvulsan seringkali lebih efektif dibandin

analgesik untuk menguntrolnya. 1

Antidepresan digunakan pada pasien dengan depresi. Antidepresan

jenis trisiklik walaupun bukan terapi pilihan untuk depresi pada lansia

karena efek samping antikolinergiknya, sering digunakan untuk nyeri

neuropati.1

3. Opioid pada Lansia

Kodein dapat digunakan pada nyeri ringan. Untuk nyeri sedang

dan berat dapat digunakan morfin, hidromorfon, oksikodon, bahkan

fentanil. Morfin terutama dikeluarkan melalui ginjal, sehingga perlu

hati-hati pada pasien lansia dengan gangguan fungsi ginjal.

Hidromorfon, oksikodon, dan fentanil lebih aman pada kondisi ini.

Meskipun demikian, potensi sedasi, dizziness, gangguan gait, risiko

jatuh, dan gangguan motilitas usus perlu dipertimbangkan setiap kali

memberikan opioid pada lansia. Efek samping tersebut akan hilang


20

bersamaan dengan timbulnya toleransi terhadap opioid, kecuali

gangguan motilitas usus. 3

Obat golongan opioid yang sebaiknya dihindari pada lansia

adalah:3

• Propoksifen, karena efek gangguan susunan saraf pusat

• Metadon, karena efek long acting sehingga respons pada lansia

sulit diperkirakan

• Meperidine, karena efek gangguan susunan saraf pusat, bahkan

banyak referensi menganggapnya tidak efektif sebagai analgetik

• Penggunaan fentanil patch diutamakan pada nyeri stabil, tanpa

eksaserbasi atau breakthrough (pada nyeri kanker). Penggunaan

pada lansia perlu pemantauan khusus, karena absorbsinya terlalu

bervariasi, dan saat dilepaskan dari kulit efek terapeutiknya tidak

langsung berhenti. Selain itu, obat ini membutuhkan lebih kurang

48 jam untuk mencapai efek terapeutik maksimal setelah

ditempelkan di kulit. Fentanil patch tidak dianjurkan pada pasien

yang opioid naive.

• Tramadol dapat memicu kejang pada pasien epilepsi, karena

menurunkan ambang batas kejang. Efek ini akan minimal jika

kejang sudah terkontrol


21

4. Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS)

Obat anti-inflamasi non-steroid konvensional (non-selektif) yang

menghambat siklooksigenase (COX) 1 dan 2, seperti ibuprofen,

diklofenak, mefenamat, diketahui mempunyai efek samping gangguan

gastrointestinal.3

Obat OAINS merupakan analgesik efektif dengan adanya daya

antiinflamasi. Obat ini sering diganakan pada artritis dan nyeri

muskuloskeletal serta keluhan nyeri lain yang berdasar atas

peradangan. Omeprasol lebih efektif dalam melindungi mukosa

saluran cerna dibanding ranitidin.1

5. Terapi psikologik

Edukasi tentang apa itu nyeri dan akibatnya, konseling, relaksasi.

Konseling dengan anggota keluarga dan yang merawat penderita

mungkin bermanfaat .1
22

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Nyeri pada lansia dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan,

fisik dan psikologis. Penanganan nyeri pada lansia, tergantung dari lokasi,

lamanya nyeri tersebut berlangsung dan berbagai faktor lain yang

mempengaruhi. Penanganan rasa nyeri ini harus dilakukan secara adekuat.

Nyeri akut harus diselesaikan segera, dan penanganan nyeri kronis harus

dilakukan secara hati-hati. penanganan nyeri tersebut harus dilakukan

dengan asesmen yang sering melibatkan disiplin lain: psikiater,

occupational therapist dan dibawah pimpinan seorang geriatrist dari

penyakit dalam. Terapi nyeri dapat dengan cara pemberian obat secara

oral, injeksi, perilaku, operasi dan lain-lain yang melibatkan disiplin ilmu

lain.1
23

DAFTAR PUSTAKA

1. Darmojo, Boedhi. Buku Ajar Geriatri. Edisi V. Balai penerbit FKUI,


Jakarta:2014; hal.7-8, 422-425, 427-428, 574, 743-756,

2. Kasran Suharko, Kusumaratna Rina K. Penatalaksanaan Rasa Nyeri


pada lanjut Usia [diunduh 5 september 2016] tersedia dari
http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2012/04/Prof-
harko.pdf.

3. Barus Jimmy. Penatalaksanaan Farmakologis Nyeri pada Lanjut Usia


[diunduh 5 september 2016] tersedia dari
http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_226CME
Penatalaksanaan%20Farmakologis%20Nyeri%20pada%20Lanjut
%20Usia.pdf

4. BKKBN, Batasan Usia Lanjut. Jakarta : 2014, [ diunduh 12 September


2016] tersedia dari
http://www.bkkbn.go.id/ViewArtikel.aspx?ArtikelID=123

5. Sudoyo A, Alwi I, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.


Jakarta : Interna Publishing. 2009;2483-2484.

6. Rospond Raylene M. Penilaian Nyeri.[ diunduh 13 september 2016]


tersedia dari
https://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/pemeriksan-dan-
penilaian-nyeri.pdf

7. Elvira, Sylvia D, Hadisukanto G. Buku Ajar Pskiatri. FKUI, Jakarta :


2013; hal 509-512

8. Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. Patofisiologi. Edisi 6. EGC,


Jakarta : 2005; hal 1090- 1096, 1380.

9. Ginsberg, Lionel. Lecture Notes Neurologi. Edisi 8. Erlangga.2007 ; hal


75-75

Anda mungkin juga menyukai