Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK NYERI SENDI


PADA NY. L DI PANTI WERDHA HARAPAN IBU NGALIYAN

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Asuhan Keperawatan Gerontik

Disusun oleh :
Fitri Kurnia Hayati (1712051)
Moch. Oscar S.P (1712031)
Umi Saitdah (1712030)
Dian Agung (1712044)
M. Rifqi Amalya F (1712036)
Dewi Suprih. S (1712041)
Agus Kholiq (1712039)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PATRIA HUSADA BLITAR

Jl. Sudanco Supriyadi 168 Blitar 66132. 0342-814086


stikesphblitar@gmail.com
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seorang lansia merupakan orang yang sudah menginjak umur
diatas 65 tahun ke atas. Lansia bukan merupakan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari kehidupan manusia yang ditandai dengan
menurunnya fungsi tubuh untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
(Efendy, 2009). Usia lanjut usia dapat dikatakan sebagai usia emas karena
tidak semua orang bisa mencapai tahap ini (Maryam, 2008).
Indonesia merupakan negraka ke-4 dengan jumlah penduduk
terbesar di Dunia dengan jumlah penduduk mencapai 246,9 juta jiwa pada
tahun 2012. Indonesia termasuk negara berstruktur tua karena memiliki
jumlah penduduk lansia mencapai 7,56% (18,7 juta jiwa) di tahun 2012.
Berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk lansia laki-laki mencapai
6,9% dan penduduk lansia perempuan mencapai 8,2% di tahun 2012
(Pusat data dan Informasi Kementrian kesehatan RI 2013).
Ketika memasuki masa lansia, seseorang akan mengalami
perubahan fisiologis. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia bukan
merupakan proses patologis, melainkan proses secara alami. Perubahan ini
pada setiap orang tidaklah sama dan tergantung dari keadaan dalam
kehidupan seseorang. Proses Perubahan Fisiologis pada lansia dapat
menyebabkan gangguan kesehatan (Potter dan Perry, 2005).
Nyeri sendi merupakan salah satu masalah kesehatan yang dialami
lansia. Menurut Pusat data dan Informasi Kementrian kesehatan RI tahun
2013 menjelaskan bahwa keluhan kesehatan paling tinggi pada lansia salah
satunya adalah nyeri sendi akibat asam urat. Kadar asam urat yang tinggi
bisa masuk ke dalam organ tubuh salah satunya adalah sendi yang bisa
menyebabkan terjadinya nyeri sendi (Kertia, 2009).
Penjelasan di atas merupakan masalah yang terjadi pada lansia.
Masalah kesehatan tersebut sesuai dengan hasil pengkajian yang ada pada
Ny. L di Panti Wredha harapn Ibu Ngaliyan Kota Semarang. Peran perawat
sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan pada Ny.L. Selain
itu perawat juga harus berkolaborasi dengan Tenaga medis ataupun
nonmedis lainnya untuk mempermudah dalam menjalankan asuhan
keperawatan.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan Asuhan Keperawatan pada Ny. L di Panti Wredha
Harapan Ibu Ngaliyan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Ny.L
b. Menentukan diagnosa keperawatan Pada Ny.L
c. Menyusun intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa yang ada
pada Ny. L
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman subyektif dan individual, karenanya
keluhan karakteristik nyeri klien harus d pertimbangkan dengan akurat
dan valid (Johnson, 2005). Nyeri adalah keadaan dimana individu
mengalami dan mengeluh adanya ketidaknyamanan berat atau sensasi
ketidaknyamanan (Tucker, 1998). Secara sederhana nyeri dapat
diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara
sensori maupun emosiaonal yang berhubungan dengan adanya suatu
kerusakan jaringan atau faktor lain sehingga individu mersa tersiksa,
menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis
dan lain-lain.
Definisi keperawatan tentang nyeri adalah apapun yang
menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang
ada kapanpun individu mengatakannya.Kebanyakan sensasi nyeri
adalah akibat dari stimuli fisik dan mental atau stimuli
emosional.Nyeri dibagi menjadi dua kategori dasar dari nyeri yang
secara umum meliputi nyeri akut dan nyeri kronis.
a. Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya terjadi tiba-tiba dan umumnya
berkaitan dengan cidera spesifik.Nyeri akut mengindikasikan
bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi.Jika kerusakan tidak
lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut
biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan,
nyeri akut dapat berlangsung beberapa detik hingga enam
bulan.cidera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat
sembuh secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan.
Contoh pada kasus yang ringan jari yang tertusuk biasanya
sembuh dengan cepat, dengan nyeri yang hilang yang cepat,
barangkali dalam beberapa detik atau beberapa
menit.Sedangkan pada contoh kasus yang berat, seperti fraktur
ekstermitas, pengobatan dibutuhkan dengan nyeri menurun
sejalan dengan penyembuhan tulang.
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang menetap sepanjang
periode waktu.Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab atau cidera spesifik.Nyeri kronik
sulit untuk diobati karena nyeri ini tidak mempunyai respon
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri
kronik berlangsung lebih dari enam bulan sedangkan nyeri akut
berlangsung beberapa detik sampai kurang dari enam bulan.
Jenis nyeri ada yang bersifat tetap dan akut primer, walaupun
keduanya berlangsung lebih dari enam bulan, nyeri tersebut
bukan termasuk nyeri kronis melainkan nyeri akut yang dapat
dilihat dari sifat nyerinya.
Banyak orang menderita nyeri kronis setelah suatu cidera
atau proses penyakit hal ini diduga bahwa ujung-ujung syaraf
yang normalnya hanya mentransmisikan stimulus yang sangat
nyeri, mentransmisikan stimulus yang sebelumnya tidak nyeri
sebagai stimulus yang sangat nyeri. Nyeri kronis dapat terjadi
pada kanker tetapi nyeri jenis ini biasanya mempunyai
penyebab yang dapat diidentifikasikan.Nyeri kanker sering
timbul akibat kompresi saraf perifer, atau meninges atau akibat
kerusakan pada struktur setelah suatu pembedahan, kemoterapi,
atau tindakan radiasi dan infiltrasi tumor.
2. Sensasi Nyeri
Meinhart dan McCaffery (1983) mendeskripsikan tiga fase
pengalaman nyeri: antisipasi, sensasi, dan akibat (aftermath).
a. Fase antisipasi
Terjadi sebelum mempersepsikan nyeri.Antisipasi terhadap
nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan
upaya untuk menghilangkannya.
b. Fase Sensasi Nyeri
Sensasi nyeri adalah gerakan tubuh yang khas dan ekspresi
wajah yang mengidentikasikan nyeri yang terjadi ketika merasakan
nyeri.Sensasi nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang
bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok dan
ekspresi wajah yang menyeringai. Individu bereaksi terhadap nyeri
dengan cara yang berbeda-beda..Tingkat keparahan nyeri yang
lebih tinggi dan durasi yang lebih lama bergantung pada sikap,
motivasi, dan nilai yang diyakini seseorang.
Saat awitan nyeri akut, denyut jantung tekanan darah dan
frekuensi pernapasan meningkat.Perubahan tanda-tanda vital
merupakan hal yang bermakna, tetapi perawat harus
mempertimbangkan semua tanda dan gejala sebelum menetapkan
bahwa nyeri merupakan penyebab segala perubahan tersebut,
misalnya, seorang klien yang sangat cemas juga mengalami
frekuensi napas dan denyut jantung.Klien dapat mengalami
kesulitan dalam melakukan tidakan higiene normal.Nyeri dapat
sangat melemahkan sehingga klien terlalu lelah untuk
bersosialisasi.
Perawat mengkaji kata-kata yang diucapkan, respon vokal,
gerakan wajah dan tubuh, serta interaksi sosial.Merintih,
mendengkur dan menangis merupakan contoh vokalisasi yang
digunakan untuk mengekspresikan nyeri.Ekspresi wajah atau
gerakan tubuh yang bahkan tidak terlalu terlihat seringkali lebih
menunjukkan karakteristik nyeri dari pada pertanyaan yang akurat.
Misalnya klien mungkin meringis atau mengguling ke kiri dan ke
kanan dan akan kembali pada interval waktu yang teratur.
Seorang klien mungkin menangis atau mengaduh, gelisah,
atau sering memanggil perawat. Perawat dengan segera akan
belajar mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat
harus bersedia mendengarkan dan harus memahami klien, hal ini
dikarenakan bahwa banyak klien yang tidak mampu
mengungkapkan secara verbal mengenai ketidaknyamanan (tidak
mampu berkomunikasi).
Namun kurangnya ekspresi nyeri, seperti seorang bayi atau
klien yang tidak sadar, disorientasi atau bingung, afasia, atau yang
berbicara dengan bahasa asing tidak mampu menjelaskan nyeri
yang di alaminya, bukan berarti bahwa klien tidak mengalami
nyeri. Kecuali klien tidak bereaksi secara terbuka terhadap nyeri,
akan sulit menentukan sifat dan tingkat ketidaknyamanan yang
klien rasakan. Maka sangatlah penting bagi perawat untuk bersikap
waspada terhadap prilaku klien yang mengindikasikan nyeri.
Perawat membantu klien untuk mengkomunikasikan respons nyeri
secara efektif. Pengetahuan tentang penyakit atau suatu gangguan
membantu perawat mengantisipasi nyeri klien. Perawat
menanyakan klien apakah nyeri mengganaggu tidurnya.
c. Fase akibat (aftermath)
Pada fase ini nyeri terjadi ketika nyeri berkurang atau
berhenti.Jika klien mnegalami serangkaian episode nyeri yang
berulang, maka respons akibat (aftermath) dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat membantu klien memperoleh
kontrol dan harga diri untuk meminimalkan rasa takut akan
kemungkinan pengalaman nyeri.
3. Persepsi Nyeri
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap
nyeri.Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medula spinalis ke
Thalamus dan otak tengah.Dari thalamus, serabut menstransmisikan
kesan nyeri keberbagai area otak, termasuk korstek sensori dan kortek
asosiasi (di kedua lobus parietalis), lobus frontalis dan sistem
limbik.Ada sel-sel didalam sistem limbik yang diyakini mengontrol
emosi, khususnya untuk ansietas.Dengan demikian, sistem limbik
berperan aktif dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah
transmisi saraf berakhir didalam pusat otak yang lebih tinggi, maka
individu akan mempersepsikan sensasi nyeri.
Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi
reaksi yang kompleks. Faktor-faktor fisiologis dan kognitif
berinteraksi dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam
mempersepsikan nyeri.Meinhart dan McCaffery (1983) menjelaskan
tiga sistem interaksi persepsi nyeri sebagai sensori deskriminatif,
motivasi afektif, dan kognitif evaluatif. Persepsi menyadarkan individu
dan mengartikan nyeri itu sehingga individu dapat bereaksi (Potter &
Perry,2005).
Tingkat persepsi nyeri tidak konstan misalnya ambang rangsang
nyeri seperti reaksi terhadap nyeri berubah secara signifikan dalam
berbagai keadaan. Komponen fisiologik dalam persepsi nyeri dan
reaksi nyeri terdiri atas komponen kognitif, emosional, dan faktor
simbolik.Ambang reaksi nyeri secara signifikan berubah oleh
pengalaman masa lalu dan tingkat ansietas yang dirasakan sekarang
serta status emosionalnya.
Bertujuan mengurangi ansietas pasien dan dengan demikian pasien
dapat memberikan informasi yang dapat diandalkan mengenai keluhan
utamanya dan dapat bekerjasama dengan baik dalam perawatannya,
maka yang harus di lakukan perawat adalah :
a. Membangun dan mempertahankan kontrol terhadap situasi
b. Membangkitkan kepercayaan pasien
c. Memberikan atensi dan simpati pada pasien.
d. Memperlakukan pasien sebagai seorang individu yang penting.
Melalui penanganan yang baik dari komponen-komponen nyeri
ini, persepsi nyeri, dan ambang reaksi nyeri akan meningkat
secara signifikansehingga akan banyak memudahkan prosedur
perawatannya (Walton,2008).

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Nyeri


a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi
nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Anak yang masih
kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang
dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri.Anak-anak kecil yang
belum dapat mengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan
untuk mengucapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri pada
orang tua atau petugas kesehatan.Secara kognitif, anak-anak todler
dan pra sekolah tidak mampu mengingat penjelasan tentang nyeri
atau mengasosiakan nyeri sebagai pengalaman yang terjadi di
berbagai situasi. Dengan memikirkan pertimbangan perkembangan
ini perawat harus mengadaptasi pendekatan yang dilakukan dalam
upaya mencari cara untuk mengkaji nyeri yang dirasakan anak-
anak.
Pada lansia yang mengalami nyeri, perlu dialkukan
pengkajian, diagnosis dan penatalaksaan secara agresif.Namun,
lansia memiliki resiko tinggi mengalami situasi-situasi yang
membuat mereka merasakan nyeri. Kemampuan klien lansia untuk
menginterpretasi nyeri dapat mengalami komplikaasi dengan
keberadaan berbagai penyakit disertai gejala samar-samar yang
mungkin mengenai bagian tubuh yang sama. Apabila klien lansia
ini memiliki sumber nyeri lebih dari satu maka perawat harus
mengumpulakan pengkajian yang rinci.
b. Jenis kelamin
Secara umum, tidak ada perbedaan antara pria dan wanita
dalam merespon nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi
jenis kelamin misalnya seorang anak laki-laki harus berani dan
tidak boleh menangis sedangkan anak perempuan boleh menangis
dalam situasi yang sama. Toleransi nyeri, sejak lama sudah menjadi
subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita.
c. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang
diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini
meliputi bagaimana individu bereaksi terhadap nyeri.Ada
perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri di
berbagai kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang nyeri dari
segi makna budaya akan membantu perawat dalam merancang
asuhan keperawatan yang relevan untuk klien.
d. Makna Nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seorang beradaptasi
terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan dengan latar belakang
budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri
dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan
ancaman, suatu kehilangan hukuman dan tantangan. Derajat dan
kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan
makna nyeri.
b. Perhatian
Fokus perhatian klien pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun. Dengan memfokuskan
perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, maka
perawat menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer.
Biasanya, hal ini meyebabkan toleransi nyeri individu yang
meningkat khususnya terhadap nyeri yang berlebihan hanya selama
waktu pengaihan.
c. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi
nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas.Individu
yang sehat secara emosional biasanya lebih mampu mentoleransi
nyeri sedang hingga berat darpada individu yang memiliki status
emosional yang kurang stabil.Apabila rasa cemas tidak memdapat
perhatian di dalam suatu lingkungan berteknologi tinggi, maka rasa
cemas tersebut dapat menimbulkan masalah penatalaksaan nyeri
yang serius.Nyeri yang tidak kunjung hilang seringkali
menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian.
d. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri.Rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping.Hal ini dapat menjadi masalah utama pada
setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka
lama.Apabila keletihan disertai kesulitan tidur maka persepsi nyeri
dapat terasa lebih berat lagi.
e. Pengalaman Sebelumnya
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa
individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada
masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering
mengalami seangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau
menderita nyeri yang berat.Maka ansietas atau rasa takut dapat
muncul. Sebaliknya apabila individu mengalami nyeri dengan jenis
yang sama berulang-ulang, kemudia nyeri tersebut akan berhasil
dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk
menginterpretasikan sensasi nyeri sehingga klien akan lebih siap
untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
menghilangkan nyeri.
f. Gaya koping
Gaya koping mempengaruhi kemampuan individu untuk
mengatasi nyeri.Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik
sebagian maupun keseluruhan. Klien seringkali menemukan
berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik
dan psikologis nyeri. Penting untuk memahami sumber-sumber
koping selama klien mengalami nyeri.Sumber-sumber seperti
berkomunikasi dengan keluarga pendukung, melakukan latihan,
atau menyanyi dapat digunakan dalam rencana asuhan keperawatan
dalam upaya mendukung klien dan mengurangi nyeri sampai
tingkat tertentu.
g. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor yang bermakna dalam mempengaruhi respons nyeri
adalah kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap
mereka terhadap klien.Individu yang mengalami nyeri seringkali
bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk
memperoleh dukungan, bantuan atau perlindungan.Apabila tidak
ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri membuat
klien semakin tertekan. Kehadiran orang tua sangat penting bagi
anak-anak yang sedang mengalami nyeri.

5. Karakteristik Nyeri
Karakteristik nyeri termasuk letak (dimana nyeri pada berbagai
organ mungkin merupakan alih), durasi (meliputi menit, jam, hari,
bulan, dsb), irama (misalnya terus-menerus, hilang dan timbul, periode
bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan nyeri) dan
kualitas (misalnya nyeri seperti ditusuk, seperti dibakar, sakit, nyeri
seperti digencet).
Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronik:

Karakteristik Nyeri akut Nyeri kronik


Tujuan Memperingatkan adanya Tidak ada
cidera atau masalah
Awitan Terus-menerus dan
Mendadak
intermiten
Intensitas
Ringan sampai berat
Ringan sampai berat
Durasi
< 6 bulan
Respon Otonom > 6 bulan
a. Konsisten dengan
respons stres simpatis Tidak ada respon
b. Frekuensi jantung
otonom
meningkat
c. Volume sekuncup
meningkat
d. Tekanan darah
meningkat
e. Dilatasi pupil
meningkat
Komponen f. Tegangan otot
Psikologis dan meningkat
g. Motilitas
Respons lainnya
gastrointestinal Depresi, mudah marah,
menurun menarik diri, tidur
h. Aliran saliva menurun
Contoh terganggu, libido
menurun, nafsu makan
Cemas
menurun

Nyeri kanker, arthritis

Nyeri bedah, trauma

6. Fungsi Tubuh Terganggu Karena Nyeri Pada Lansia


Lansia dapat merasakan sakit sebagai bagian dari proses penuaan,
mengalami penurunan sensasi atau persepsi rasa sakit, Kelesuan,
anoreksia, dan kelelahan dapat menjadi indikator rasa sakit. Lansia
akan menahan keluhan sakit karena takut pengobatan, dapat
menjelaskan rasa sakit dengan cara yang berbeda dari gatal, nyeri, atau
tidak nyaman. Lansia dapat mengakui atau menunjukkan bahwa rasa
sakit adalah sesuatu yang tidak dapat diterima.
Kolagen dan elastin yang merupakan jaringan ikat pada jaringan
penghubung perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan
penuaan. Hal ini menyebabkan penurunan fleksibilitas dalam
kebangkitan, orang tua memberi kepada dampak nyeri, penurunan
kemampuan untuk meningkatkan kekakuan otot, kesulitan bergerak
dari duduk ke berdiri, jongkok, dan berjalan, dan hambatan dalam
melakukan kegiatan sehari-hari mereka. Tulang rawan,tulang rawan
pada persendian menjadi lunak dan memiliki granulasi dan akhirnya
permukaan sendi menjadi rata. Perubahan ini sering terjadi dalam
tubuh leverage baret besarsensi. Sebagai hasil dari perubahan itu
mudah untuk menjadi sendi meradang, kekakuan, nyeri, gerak terbatas,
dan gangguan aktivitas sehari-hari. Tulang, jaringan kehilangan dan
ukuran tulang secara keseluruhan menyebabkan kekuatan dan
kekakuan tulang menurun, efeknya adalah osteoporosis yang
menyebabkan rasa sakit, cacat, dan patah tulang. Sendi kehilangan
fleksibilitas sehingga penurunan luas dalam gerakan bersama.
Beberapa kelainanyang terjadi pada lansia sensi meliputi osteoartritis,
artritis reumatid, gout, dan pseudogout yang menyebabkan gangguan
dalam bentuk pembengkakan kekakuan,,nyeri sendi, keterbatasan luas
gerak sendi, gangguan jalan.
7. Patofisiologi Nyeri
Nyeri diawali dgn kerusakan jaringan (tissue damage), dimna
jaringan tbh yg cedera melepaskan zat kimia inflamatori (excitatory
neurotransmitters), (histamine dan bradykinin) sbg vasodilator yg kuat
-> edema, kemerahan dan nyeri dan menstimulasi pelepasan
prostaglandins
Transduksi (transduction) : perubahan energi stimulus menjadi
energi elektrik, -> proses transmisi (transmission) yakni ketika energi
listik mengenai nociceptor dihantarkan melalui serabut saraf A dan C
dihantarkan dengan cepat ke substantia gelatinosa di dorsal horn dari
spinal cord -> ke otak melalui spinothalamic tracts -> thalamus dan
pusat-pusat yg lbh tinggi termsk reticular formation, limbic system,
dan somatosensory cortex
Persepsi (perseption) : otak menginterpretasi signal, memproses
informasi dr pengalaman, pengetahuan, budaya, serta mempersepsikan
nyeri -> individu mulai menyadari nyeri.
Modulasi (modulation) : saat otak mempersepsikan nyeri, tubuh
melepaskan neuromodulator, seperti opioids (endorphins and
enkephalins), serotonin, norepinephrine & gamma aminobutyric acid
-> menghalangi /menghambat transmisi nyeri & membantu
menimbulkan keadaan analgesik, & berefek menghilangkan nyeri.

8. Pengkajian Nyeri dengan Teknik PQRST


a. P (Provoking Incident)
Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri.
Apakah nyeri berkurang apabila beristirahat, apakah nyeri
bertambah berat bila beraktivitas (aggravation), faktor–faktor yang
dapat menyebabkan nyeri (misalnya gerakan, kurang bergerak,
pengerahan tenaga, istirahat, obat – obat bebas, dsb), dan apa yang
dipercaya klien dapat membantu mengatasi nyerinya.
b. Q (Quality or Quantity of Pain)
Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien, apakah seperti terbakar, berdenyut, tajam atau menusuk.
c. R (Region, Radiation,Relief)
Dimana lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan tepat oleh
klien, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. Tekanan pada saraf atau
akar sraf akan memberikan di dalam nyeri yang disebut radiating
pain misalnya pada skiatika dimana nyeri menjalar mulai dari
bokong sampai anggota gerak bawah sesuai dengan distribusi
saraf. Nyeri lain yang disebut nyeri kiriman atau referred pain
adalah nyeri pada suatu tempat yang sebenarnya akibat kelainan
dari tempat lain misalnya nyeri lutut akibat kelainan pada sendi
punggung.
d. S (Severity/Scale of Pain)
Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri deskriptif (tidak ada nyeri, nyeri ringan,
nyeri sedang, nyeri berat, nyeri tak tertahankan) dan klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit memperngaruhi kemampuan
fungsinya terhadap aktifitas kehidupan sehari–hari (misalnya tidur,
nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan
fisik, bekerja, dan aktifitas – aktifitas santai).Nyeri akut sering
berkaitan dengan cemas dan nyeri kronis dengan depresi.
e. T (Time)
Berapa lama nyeri berlangsung (bersifat akut atau kronis),
kapan, apakah ada waktu – waktu tertentu yang menambah rasa
nyeri.

Lansia merupakan tahapan akhir dalam kehidupan manusia (Budi


Anna Keliat, 1999 dalam R.Siti Maryam dkk, 2008). Menurut UU
no 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia, lansia adalah
seseorang yang memiliki usia lebih dari 60 tahun. Menurut WHO,
terdapat 3 kategori lansia yaitu elderly (seseorang yang memiliki
usia 60-74 tahun), old (seseorang yang memiliki usia 75-89 tahun).
Pengkajian nyeri yang perlu dilakukan pada lansia adalah Riwayat
penyakit dan pemeriksaan fisik, dengan berfokus pada bagian yang
mengalami nyeri, Review lokasi nyeri, intensitas nyeri, dan faktir
yang meringankan atau memperberat nyeri dan efek nyeri terhadap
mood atau tidur, Pengkajian fungsi kognitif, Pengkajian ADL
pasien, pengkajian keseimbangan dan gaya berjalan.

9. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik
b. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan jaringan

10. Intervensi
a. Farmakoterapi
Farmakoterapi selalu menjadi pilihan utama dalam mengatasi
nyeri yang dirasakan oleh lansia. Obat-obatan yang umumnya
digunakan meliputi NSAID’s, relaksasi otot, opioid, dan terapi
adjuvant lainnya.
b. Dukungan psikologis
Nyeri merupakan respon emosi dan sensori yang komplek
sehinhha intervensi psikologis juga di perlukan. Strategi koping
terhadap nyeri yang dapat dilakukan terhadap lansia
diantaranya relaksasi, doa, terapi napas dalam, distraksi, dan
teknik diversi atensi.
c. Rehabilitasu fisik
Aspek rehabilitasi membantu lansia dengan nyeri hidup
mandiri dan memiliki aspek fungsional yang baik. Rehabilitas
yang dapat diberikan pada lansia meliputi adaptasi terhadap
penurunan fungsi fisik, sosial, dan psikologis

11. Intervensi Keperawatan


Pain Management
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
e. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
f. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
g. Kolaburasi dengan dokter untuk pemebrian analgetik untuk
mengurangi nyeri
h. Monitor tanda-tanda Vital
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data Umum
Nama lansia : Ny. L
Usia : 56 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Jenis kelamin : Perempuan
Nama wisma : Panti Wreda Harapan Ibu
Pendidikan : SD
Riwayat pekerjaan : Karyawan swasta
Status perkawinan : Janda
Pengasuh wisma : Ny. R

2. Alasan Berada di Panti


Klien berkata, “Pengene ya dirumah, tapi kan anak pada ndak
dirumah, kerja, trus lali ora ngurusi wong tuo. Trus saya minta pak RT
ben dibawa kesini mbak” (Kepinginnya ya dirumah, tapi kan anak
pada tidak dirumah, kerja trus lupa tidak mengurus orang tua. Terus
saya meminta ke ak RT untuk dibawa ke panti ini)
Klien merasa tidak ada yang menemani ataupun merawatnya saat
berada dirumah, karena anak-anaknya selalu sibuk dengan pekerjaan
masing-masing

3. Dimensi Biofisik
a. Riwayat penyakit
Klien berkata, “Sikilku iki sok linu-linu ngono kuwi mbak kalo
kecapekan, seringe nek hawane atis iku linune kroso loro banget
koyo udun cekot-cekot kae”(Kaki saya ini kadang terasa nyeri gitu
mbak kalau terlalu capek, biasanya kalau cuaca dingin itu nyerinya
terasa sakit sekali seperti sakit bisul yang tertusuk-tusuk).
Menurut keterangan klien, klien sering merasakan pegal-pegal
pada kaki, tangan, dan pinggangnya jika terlalu lelah saat
beraktivitas dan cuaca dingin.
P : udara dingin dan kecapekan
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : patella dextra dan sinistra
S :5
T : kadang-kadang
Klien berkata, “Dulu pernah berobat, trus jarene ndak boleh
makan tahu, tempe, bayem, kangkung” (Dulu pernah berobat, lalu
katanya tidak boleh mengkonsumsi tahu, tempe, bayam,
kangkung).
Klien pernah berobat di suatu klinik, dan hasil dari pemeriksaan
ternyata klien terkena asam urat.
b. Riwayat penyakit keluarga
Klien berkata, “Bapakku dulu kena hipertensi”
Menurut keterangan klien, ayah klien memiliki riwayat hipertensi
c. Riwayat pencegahan penyakit
1) Riwayat monitoring tekanan darah
Klien berkata, “Biasanya sok diukur kae seminggu dua kali
mbak, tapi ya ndak mesti” (Biasanya sering diukur itu
seminggu dua kali mbak, tapi ya tidak pasti)
Menurut keterangan klien, setiap seminggu dua kali klien
diperiksa tekanan darahnya oleh petugas panti
2) Riwayat vaksinasi
Selama berada di panti, klien tidak mendapatkan vaksinasi
3) Skrining kesehatan yang dilakukan
Setiap hari pasien dilakukan pemeriksaan tekanan darah
Tanggal 19 Oktober 2015 110/80 mmHg
Tanggal 20 Oktober 2015 100/90 mmHg
Tanggal 21 Oktober 2015 120/80 mmHg
d. Status gizi
BB : 62 kg
Tinggi lutut 43 cm
TB : 84,88 - (0,24 x usia dalam th) + (1,83 x tinggi lutut dalam cm)
: 84,88 - (0,24 x 56 th) + (1,83 x 43 cm)
: 84,88 - (13,44) + (78,69)
: 150,13 cm
IMT : 62/(1,5)2
: 27, 55 (lebih dari rentang normal)
e. Masalah kesehatan terkait status gizi
1) Masalah pada mulut
Kondisi gigi klien banyak yang mengalami karies dan sudah
banyak yang tanggal/copot
2) Perubahan berat badan
Klien berkata, “Lho padahal dulu berat badanku 60an lho
mbak, sekarang 62 ya? munggah berarti” (Padahal dulu berat
badan saya 60 mbak, sekarang 62 ya? Naik berarti)
3) Masalah nutrisi
Klien mengalami masalah kelebihan nutrisi dari kebutuhan
tubuh, dilihat dari hasil pengukuran IMT yang menunjukkan
nilai 27,55.
Klien terkadang merasa makanan yang disediakan oleh pihak
panti itu tidak bergizi, sehingga menyebabkan kondisinya
kadang lemah
f. Masalah kesehatan yang dialami saat ini
Klien berkata, “Sikilku iki sok linu-linu ngono kuwi mbak kalo
kecapekan, seringe nek hawane atis iku linune kroso loro banget
koyo udun cekot-cekot kae”(Kaki saya ini kadang terasa nyeri gitu
mbak kalau terlalu capek, biasanya kalau cuaca dingin itu nyerinya
terasa sakit sekali seperti sakit bisul yang tertusuk-tusuk)
Klien sering merasa pegal-pegal pada kaki, tangan dan pinggannya.
g. Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini
Klien berkata “Nek pegel atau linu iku yo tak ombeni jamu mbak”
(Kalo terasa nyeri ya saya minumi jamu mbak)
h. Tindakan spesifik yang dilakukan saat ini
Tidak ada tindakan spesifik yang dilakukan dalam mengatasi
masalah pada klien
i. Status fungsional (AKS)
Kegiatan Mandiri Tergantung Pernyataan

Mandi 1 Ny. L dapat mandi


secara mandiri

Berpakaian 1 Ny. L dapat berpakaian


secara mandiri

Ke toilet 1 Ny. L dapat pergi ke


toilet secara mandiri
tanpa bantuan

Berpindah 1 Ny. L dapat berpindah


secara mandiri tanpa
bantuan alat bantu

Kontinensia 1 Ny. L dapat mengontrol


keinginan untuk
berkemih dan BAB

Makan 1 Ny. L dapat makan


secara mandiri
Nilai indeks AKS adalah 5 yang menandakan klien dapat melakukan
aktivitas sehari-hari secara mandiri.
j. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
1) Mobilisasi
Klien masih mampu berjalan dengan kedua kakinya, klien
mampu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain secara
mandiri dan tanpa menggunakan alat bantu.
2) Berpakaian
Klien dapat mengenakan pakaiannya secara mandiri
3) Makan dan minum
Klien makan dan minum secara teratur, jika terkadang klien
tidak selera dengan menu makanannya, klien hanya makan
makanan ringan (roti)
4) Toileting
Klien mampu melakukan BAK/BAB di kamar mandi secara
mandiri
5) Personal higiene
Klien mandi secara teratur, gosok gigi 2x sehari, mencuci
rambut setiap rambut sudah lepek, kulit nampak bersih, kuku
agak sedikit panjang namun bersih, mencuci baju sendiri
6) Mandi
Klien mandi 2x sehari secara mandiri di kamar mandi

4. Dimensi Psikologi
a. Status kognitif
Jawaban
No Pertanyaan
Betul Salah
1. Tanggal berapa hari ini ? √
2. Hari apakah hari ini? √
3. Apakah nama tempat ini? √
4. Berapa no telepon rumah anda? √
5. Berapa usia anda? √
6. Kapan anda lahir? √
7. Siapakah nama presiden sekarang? √
8. Siapakah nama presiden sebelumnya? √
9. Siapakah nama ibu anda? √
10 5+6 adalah √
Skor SPMSQ
Jumlah kesalahan 1
Status kognitif klien : baik
b. Perubahan yang timbul terkait status kognitif
Dari hasil pengukuran status kogniti menggunakan SPMSQ,
didapatkan hasil bahwa status kogniti klien tergolong masih baik,
karena hanya terdapat satu pertanyaan yang dijawab salah. Tidak
nampak adanya perubahan terkait status kognitif klien
c. Dampak yang timbul terkait status kognitif
Tidak ada dampak yang timbul terkait status kognitif klien karena
status kognitif klien tergolong baik
d. Status depresi
Jawaba
No Pertanyaan Jawaban Poin
n klien

Apakah pada dasarnya anda puas


1. Tidak Ya 0
dengan kehidupan anda?
Sudahkah anda meninggalkan
2. Ya Tidak 0
aktivitas dan minat anda?
Apakah anda merasa bahwa
3. Ya Tidak 0
hidup anda kosong?
4. Apakah anda sering bosan? Ya Ya 1
Apakah anda mempunyai
5. Tidak Ya 0
semangat setiap waktu?
Apakah anda takut sesuatu akan
6. Ya Tidak 0
terjadi pada anda?
Apakah anda merasa bahagia
7. Tidak Ya 0
disetiap waktu?
8. Apakah anda merasa jenuh? Ya Tidak 0
Apakah anda lebih suka tinggal
dirumah pada malam hari,
9. Ya Ya 1
daripada pergi melakukan
sesuatu yang baru?
Apakah anda merasa bahwa anda
lebih banyak mengalami masalah
10. Ya Tidak 0
dengan ingatan anda daripada
yang lainnya?
11. Apakah anda berfikir sangat Tidak Ya 0
menyenangkan hidup sekarang
ini?
Apakah anda merasa tidak
12. Ya Tidak 0
berguna saat ini?
Apakah anda merasa penuh
13. Tidak Ya 0
berenergi saat ini?
Apakah anda saat ini sudah tidak
14. Ya Tidak 0
ada harapan lagi?
Apakah anda berfikir banyak
15. Ya Tidak 0
orang yang lebih baik dari anda?
Skor GDS
Jawaban yang cocok 2
Klien tidak mengalami depresi
e. Perubahan yang timbul terkait status depresi
Dari hasil pengukuran status deperesi menggunakan GDS,
didapatkan hasil bahwa jawaban dari klien yang cocok dengan
kuisioner sebanyak 2 pertanyaan. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa klien tidak mengalami depresi
f. Dampak yang timbul terkait status depresi
Tidak ada dampak yang timbul terkait status depresi pada klien
g. Keadaan emosi
1) Ansietas
Klien berkata, “Ya disini udah nyaman mbak, walaupun kadang
ya kangen rumah. Tapi aku ndak takut kalo sewaktu-waktu
dipundut Gusti, udah ikhlas” (Ya disini sudah nyaman mbak,
walaupun kadang kangen rumah. Tapi saya tidak takut kalo
sewaktu-waktu di panggil Tuhan, sudah ikhlas)
2) Perubahan perilaku
Klien berkata, “Ya kadang ngerasa sepi, sedih kalo inget
keluarga dirumah, paling saya diluar liat motor yang lewat
kalo ndak ya ndondomi klo ada baju yang sobek” (Ya
terkadang merasa sepi, sedih kalau ingat keluarga dirumah,
paling saya diluar liat motor yang lewat kalau tidak ya menjahit
kalau ada baju yang sobek)
Klien berkata , “Ya bosen mbak, tapi ya mau gimana lagi?
Hehe”
Saat klien merasa kesepian, klien melakukan kegiatan apa saja
yang dapat mengisi kekosongan waktu, terkadang klien juga
duduk didepan panti untuk melihat kendaraan yang melintas
3) Mood
Klien tampak nyaman berada di panti. Klien ketika diajak
berbicara kooperatif, banyak bercerita tentang kisahnya. Klien
terlihat selalu bersama kakaknya

5. Dimensi Fisik
a. Luas wisma
Luas Panti Wreda Harapan Ibu ± 3876 m2
b. Keadaan lingkungan di dalam panti
1) Penerangan
Didalam panti terdapat pencahayaan yang terang yang berasal
dari lampu yang terpasang, terdiri dari 7 lampu. Ketika siang
hari lampu dimatikan. Kondisi pencahayaan matahari juga
baik, karena terdapat banyak jendela dan ventilasi yang
memungkinkan cahaya matahari masuk kedalam ruangan dan
pertukaran udara yang lancar
2) Kebersihan dan kerapian
Setiap hari lantai selalu di sapu oleh petugas. Namun, kondisi
kebersihan di panti dirasa masih kurang dibeberapa titik
ruangan didalam panti. Beberapa bagian lantai nampak masih
kotor. Penataan barang didalam panti lumayan teratur, hanya
saja terkadang disekitar tempat tidur para lansia masih terdapat
banyak barang yang berserakan dan tidak tertata rapi. Para
lansia menata tempat tidur secara mandiri
3) Pemisahan ruangan antara pria dan wanita
Lansia wanita dibagi dan tinggal dalam dua kamar. Pemisahan
ruang antara pria dan wanita dipisah dengan tembok dan lansia
pria tinggal di wisma bagian belakang
4) Sirkulasi udara
Di panti terdapat banyak jendela dan ventilasi untuk pertukaran
udara sebanyak 64 buah.. Jendela dan pintu dibuka saat pagi
dan ditutup saat malam, jeda waktu ini memaksimalkan
terjadinya pertukaran udara yang baik
5) Keamanan
Kondisi lantai di panti jarang ditemukan dalam kondisi licin,
hanya saja ada beberapa bagian yang kotor karena bekas air
yang tidak di lap lalu diinjak. Tidak ada pegangan untuk
dijadikan pengaman. Jika tidak ditemukan alarm atau alat yang
dapat digunakan jika lansia dalam bahaya
6) Sumber air minum
Air bersumber dari kemasan galon isi ulang. Kualitas air baik,
jernih. Pengelolaan air untuk kebutuhan sehari-hari
menggunakan air sumur artetis, jarak antar kamar dengan WC ±
10 m
7) Ruang berkumpul bersama
Di dalam panti terdapat satu ruangan yang digunakan untuk
berkumpul para lansia. Di ruangan tersebut dilengkapi dengan
televisi, VCD yang dapat digunakan untuk memutar musik.
Kondisi ruangannya luas dan bersih

c. Keadaan lingkungan di luar wisma


1) Pemanfaatan halaman
Kondisi halaman di sekitar panti cenderung lebih gersang.
Jarang ditemukan tanaman atau pepohonan yang dapat
menimbulkan suasana hijau
2) Pembuangan air limbah
Terdapat saluran irigasi yang langsung menuju ke sungai,
sehingga tidak ada genangan air
3) Pembuangan sampah
Jenis pembuangan sampah adalah sampah rumah tangga.
Pembuangan sampah tidak dipisah antara organik dan non-
oraganik. Sampah kering di bakar di halaman bagian samping
kiri. Jarak tempat pembuangan sampah ± 100 m
4) Sanitasi
Lingkungan wisma setiap pagi dibersihkan dengan disapu dan
dipel dengan menggunakan cairan disinfektan, pakaian kotor
dicuci oleh penghuni wisma yang bisa melakukan. Air yang
digunakan untuk kebutuhan MCK adalah air sumur.
5) Sumber pencemaran
Halaman samping kiri terkadang dijadikan tempat pembakaran
sehingga menimbulkan polusi asap. Lingkungan berada
dipinggir jalan raya, resiko polusi udara dan suara akibat
kendaraan bermotor

6. Dimensi Sosial
a. Hubungan antar lansia didalam wisma
Hubungan klien dengan lansia yang lain didalam panti terjalin
dengan baik. Klien sering berkomunikasi dengan lansia yang lain,
terkadang juga saling membantu satu sama lain
b. Hubungan antar lansia diluar wisma
Hubungan klien dengan lansia yang lain jika diluar panti juga
terjalin dengan baik
c. Hubungan lansia dengan anggota keluarga
Klien jarang berkomunikasi dengan pihak keluarga. Hanya
seminggu sekali terkadang anak-anaknya menjenguk klien ke
panti, itupun juga dalam waktu yang singkat
d. Hubungan lansia dengan pengasuh wisma
Hubungan klien dengan pengasuh panti juga terjalin dengan baik.
Terkadang klien membantu pengasuh panti dalam merawat lansia
yang lain (seperti mencucikan tempat makan dan minum dari
lansia yang lain)
e. Kegiatan organisasi sosial
Klien nampak selalu ikut aktif pada semua kegiatan di panti

7. Dimensi Tingkah Laku


a. Pola makan
Klien makan 3x dalam sehari, porsi makan cukup sesuai aturan di
dalam panti, terkadang mengalami kesulitan saat mengunyah
makanan karena kondisi gigi yang tanggal. Jika klien tidak suka
dengan menu makanan yang disediakan, terkadang klien membeli
makanan diluar jika memiliki uang simpanan, namun jika tidak
memiliki uang, klien hanya minum dan makan roti
b. Pola tidur
Jam tidur klien jika siang hari dari pukul 12.45-15.00 WIB dan
malam hari pukul 22.00-03.00 WIB, lama tidur siang ±2-3 jam dan
tidur malam ±4-6 jam, klien bangun di tengah tidur jika merasa
ingin BAK, kualitas tidur nyenyak
c. Pola eliminasi
Klien BAK ±5-6x/hari dan BAB 1x/hari

d. Kebiasaan buruk lansia


Jika dimalah hari klien merasa gerah, klien akan mandi
e. Pelaksanaan pengobatan
Berdasarkan hasil pengkajian, setiap sebulan sekali ada posyandu
lansia yang dilakukan oleh puskesmas pembantu. Jika ada lansia
yang mempunyai tekanan darah tinggi, gatal-gatal atau sakit ringan
lainnya, maka diberi obat yang sudah disediakan di panti.
f. Kegiatan olahraga
Setiap hari jumat klien mengikuti kegiatan senam yang diadakan
oleh pihak panti
g. Rekreasi
Bentuk rekreasi klien yaitu dengan berbincang dengan lansia yang
lain, menonton tv, duduk didepan panti dan terkadang jika pihak
keluarga membawa klien untuk menjenguk kondisi rumah
h. Pengambilan keputusan
Pengambil keputusan dilakukan oleh klien dan pengasuh panti

8. Dimensi Sistem Kesehatan


a. Perilaku mencari pelayanan kesehatan
Jika klien merasa kurang enak badan, hanya dipakai untuk istirahat
saja. Namun jika dirasa sudah tidak kuat, klien melaporkan
kondisinya pada petugas panti
b. Sistem pelayanan kesehatan
Panti terkadang didatangi oleh pihak Puskesmas untuk memeriksa
kondisi para lansia sebulan sekali. Dilakukan pemeriksaan dan
pemberian vitamin secara teratur. Selain itu, setiap seminggu dua
kali, dilakukan pengukuran tekanan darah kepada para lansia
c. Pemeriksaan fisik
No Bagian/region Hasil pemeriksaan Masalah keperawatan
yang muncul
1 Kepala Inspeksi : Tidak ada
Bentuk kepala klien mesochepal,
warna rambut hitam bercampur
putih, penyebaran rambut
merata, kulit rambut bersih,
tidak ada lesi pada kulit kepala
Palpasi :
Tidak ada nyeri atau benjolan
tekan pada kepala klien
2 Wajah/muka Inspeksi : Tidak ada
Bentuk muka klien normal, tidak
ada benjolan, kulit wajah bersih
dan lembab, tidak ada luka atau
lesi
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada
wajah klien
3 Mata Inspeksi : Tidak ada
Bentuk mata klien bulat, antara
mata kanan dan kiri simetris,
mata agak cowong, konjungtiva
tidak anemis, sklera agak ikterik,
refleks pupil terhadap cahaya
baik, kemampuan mata dalam
membaca masih normal
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan diarea
mata, tekanan intraokular
teraba...
4 Telinga Inspeksi : Tidak ada
Telinga klien bersih, bentuk
simetris antara kanan dan kiri,
tidak ada luaran serum, tidak ada
lesi atau luka, klien masih
mampu mendengar dengan baik
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada
telinga, tidak teraba benjolan
5 Mulut dan Inspeksi : Tidak ada
Mulut klien bersih, bibir lembab,
gigi
simetris antara atas dan bawah,
gigi beberapa sudah tanggal,
terdapat karies, lidah bersih
6 Leher Inspeksi : Tidak ada
Leher klien bersih, warna kulit
merata, reflek telan baik
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan, tidak
adapembesaran kelenjar limfe
atau tiroid
7 Dada Inspeksi : Tidak ada
Perkembangan antara dada
kanan dan kiri simetris
Palpasi :
Taktil fremitus teraba sama
antara dada kanan dan kiri
Perkusi :
Bunyi resonan
Auskultasi :
Suara paru vasikuler
8 Jantung Inspeksi : Tidak ada
Tidak nampak pembesaran pada
permukaan jantung
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada area
jantung
Perkusi :
Suara pekak/redup
Auskultasi :
Terdengar bunyi lup dup secara
teratur tanpa adanya bunyi
tambahan
9 Abdomen Inspeksi : Tidak ada
Warna kulit merata, tidak ada
lesi atau luka
Auskultasi :
Bising usus 8x/menit
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada area
abdomen
Perkusi :
Bunyi timpani
10 Ekstremitas Kekuatan otot 5, tidak ada Tidak ada
atas kelainan bentuk, tidak ada lesi
atau luka
11 Ekstremitas Kekuatan otot 5, tidak ada Nyeri
bawah kelainan bentuk, ada lesi pada
bagian mata kaki, klien
terkadang merasa nyeri dan
pegal-pegal pada lututnya
B. Analisa Data
Tanggal Data Fokus Diagnosa Keperawatan
19 Oktober 2015 DS : Nyeri akut berhubungan dengan
- Klien berkata, “Sikilku iki sok linu-linu ngono kuwi mbak
agen cedera biologis (penyakit
kalo kecapekan, seringe nek hawane atis iku linune kroso
gout arthritis)
loro banget koyo udun cekot-cekot kae”
- Klien berkata, “Dulu pernah berobat, trus jarene ndak boleh
makan tahu, tempe, bayem, kangkung”
- P : udara dingin dan kecapekan
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : patella dextra dan sinistra
S : skala 5
T : nyeri muncul kadang-kadang
DO :
- Klien nampak memegangi lututnya yang sakit, yaitu area
patella dextra dan sinistra
19 Oktober 2015 DS : Resiko kesepian berhubungan
- Klien berkata, “Ya kadang ngerasa sepi, sedih kalo inget
dengan deprivasi emosional
keluarga dirumah, paling saya diluar liat motor yang lewat
kalo ndak ya ndondomi klo ada baju yang sobek ”
- Klien berkata , “Ya bosen mbak, tapi ya mau gimana lagi?
Hehe”
- Klien berkata, “Pengene ya dirumah, tapi kan anak pada
ndak dirumah, kerja, trus lali ora ngurusi wong tuo”
DO :
- Klien terlihat sedih ketika menceritakan keluarganya
19 Oktober 2015 DS : Defisiensi pengetahuan
- Klien berkata, “Aku sekolah mung sampai kelas limo SD”
berhubungan dengan kurang
- Klien berkata, “Aku gak ngerti asam urat kui opo nak”
- Klien berkata, ”Taunya dulu pas periksa ke dokter, di suruh informasi
ndak makan bayam, tempe, tahu”.
- Klien berkata, ”Aku suka gorengan nak, klo bosen biasanya
beli jajan di depan panti.”
DO :
- Klien terlihat bingung ketika menjawab pertanyaan
- Klien terlihat menggaruk-garuk kepala
C. Prioritas Masalah
Diagnosa Keperawatan Prioritas Pembenaran
Nyeri akut berhubungan High Urgensi :
Kondisi fisik lansia yang semakin menurun fungsinya
dengan agen cedera biologis
membutuhkan kekuatan dan kenyamanan yang cukup untuk
(penyakit gout arthritis)
menunjang aktivitas lansia. Klien merasa tidak nyaman
terhadap nyeri yang di alami. Jika nyeri tidak segera diberi
tindakan keperawatan maka akan mengganggu aktivitas klien
Dampak :
Jika nyeri yang dirasakan tidak segera ditangani, akan
menimbulkan gangguan kenyamanan pada klien dan aktivitas
klien akan terganggu sehingga klien cenderung enggan untuk
beraktivitas. Jika klien enggan beraktivitas, otot-otot akan
mengalami atrofi
Keefektifan intervensi :
Kompres hangat dan senam lansia dinilai relatif efektif dalam
meredakan nyeri yang dirasakan oleh klien. Karena dengan
kompres hangat, pembuluh darah akan bervasodilatsi dan aliran
darah akan normal
Resiko kesepian Medium Urgensi :
Usia lansia adalah usia dimana seseorang mulai memasuki masa
berhubungan dengan
akhir dalam hidupnya. Perlunya dukungan dari orang-orang
deprivasi emosional terdekat meliputi support, perhatian dan perawatan sangatlah
penting. Dukungan secara psikologi ini akan mempengaruhi
kondisi kejiwaan lansia, terutama saat mendekati masa akhir
hidupnya
Dampak :
Jika lansia tidak memiliki dukungan secara psikologi dari
orang-orang terdekat, mereka cenderung akan menarik diri,
depresi dan memasuki akhir hidupnya dengan kondisi yang
tidak diinginkan
Keefektifan intervensi :
Pemberian terapi okupasi dinilai efektif membantu klien dalam
meningkatkan kualitas hidupnya. Sehingga klien tidak akan
terjebak dalam situasi yang cenderung membuatnya kesepian
Defisiensi pengetahuan Low Urgensi :
Pentingnya informasi mengenai kondisi kesehatan pada lansia
berhubungan dengan kurang
berhubungan pada gaya hidup lansia tersebut. Jika lansia
informasi
mengetahui mengenai kondisi kesehatan dan hal apa saja yang
harus dilakukan ataupun tidak boleh dilakukan sedikit banyak
akan membantu lansia dalam mencapai kualitas hidup yang
terbaik
Dampak :
Lansia tidak akan mengetahui bagaimana kondisi fisiknya,
sehingga ia tidak akan mampu mengenali dirinya sendiri
ataupun melindungi dirinya dari berbagai kondisi pencetus yang
seharusnya dihindari
Keefektifan intervensi :
Tindakan keperawatan yang akan dilakukan adalah pemberian
pendidikan kesehatan mengenai kondisi kesehatan klien.
Tindakan ini dinilai cukup efektif dalam upaya peningkatan
pengetahuan klien mengenai kondisinya
D. Rencana Keperawatan

Diagnosa Kriteria Hasil (NOC)


No Intervensi (NIC)
Keperawatan
1 Nyeri akut Control nyeri Manajemen nyeri
berhubungan Indicator: Aktivitas:
dengan agen cedera Skala target outcome dipertahankan pada skala 5 1. Lakukan pengkajian nyeri
biologis (penyakit secara komperhensif
gout arthritis) Level nyeri termasuk lokasi,
Skala target outcome dipertahankan pada skala 5 karakteristik, durasi,
Definisi: frekuensi, kualitas, dan
pengalaman factor presipitasi
emosional dan 2. Tingkatkan istirahat
sensori yang tidak 3. Evaluasi pengalaman nyeri
menyenangkan masa lampau
yang muncul dari 4. Berikan analgetik untuk
kerusakan jaringan mengurangi nyeri
secara aktual dan
potensial atau Analgesic administration
menunjukkan Aktivitas:
kerusakan. 1. Tentukan lokasi,
Serangan karakteristik, kualitas, dan
mendadak atau derajat nyeri sebelum
perlahan dari pemberian obat
intensitas ringan 2. Cek orderan tentang jens
sampai berat yang obat, dosis, dan frekuensi
diantisipasi atau
diprediksi, durasi
nyeri kurang dari 6
bulan.

2 Resiko kesepian Keparahan Kesepian Peningkatan koping


Skala target outcome dipertahankan pada skala 5 Aktivitas:
berhubungan
1. Berikan suasana penerimaan
dengan deprivasi 2. Dukung aktivitas-aktivitas
emosional social dan komunitas
3. Dukung pasien untuk
mengidentifikasi kekuatan
dan kemampuan diri
4. Berikan ketrampilan social
yang tepat
5. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi stratergi-
strategi positif untuk
mengatasi keterbatasan dan
mengelola kebutuhan gaya
hidup maupun perubahan
peran
3 Defisiensi Pengetahuan : Manajemen Penyakit Akut Pengajaran : Proses Penyakit
Skala target outcome dipertahankan pada skala 5 Aktivitas:
pengetahuan
1. Kaji tingkat pengetahuan
berhubungan
pasien terkait dengan proses
dengan kurang
penyakit yang spesifik
informasi 2. Jelaskan patofisiologi
penyakit dan bagaimana
hubungannya dengan
anatomi dan fisiologi, sesuai
kebutuhan
3. Jelaskan tanda dan gejala
yang umum dari penyakit,
sesuai kebutuhan
4. Eksplorasi bersama pasien
apakah dia telah melakukan
manajemen gejala
5. Jelaskan mengenai proses
penyakit, sesuai kebutuhan
6. Identifikasi kemungkinan
penyebab, sesuai kebutuhan
7. Berikan informasi pada
pasien mengenai kondisinya,
sesuai kebutuhan
8. Berikan informasi mengenai
pemeriksaan diagnostik
yang tersedia, sesuai
kebutuhan
9. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan dating dan/atau
mengontrol proses penyakit
10. Diskusikan pilihan
terapi/penanganan
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemberian asuhan keperawatan kepada lansia memanglah tidak
mudah. Kita harus mampu mengkaji kondisi lansia secara komprehensif.
Sehingga setiap detail kondisi pada lansia dapat kita temukan terdapatnya
masalah atau tidak.
Saat melakukan pengkajian pada Ny. L , kami mendapatkan tiga
masalah yang harus kami beri intervensi keperawatan. Masalah
keperawatan itu diantaranya adalah nyeri akut berhubungan dengan faktor
fisiologis (kerusakan jaringan sendi), resiko kesepian berhubungan dengan
ketidakefektifan koping individu, dan kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya informasi mengenai kondisi kesehatan. Dari ketiga
masalah tersebut kami memberikan intervensi berupa terapi kompres
hangat untuk mengurangi nyerinya, terapi okupasi menjahit untuk
mengatasi resiko kesepian yang mungkin dialami klien, dan pemberian
informasi mengenai kondisi kesehatan klien.
Intervensi keperawatan yang kami lakukan ini dirasa cukup efektif
dalam mengatasi masalah yang ada pada Ny.L . Ada beberapa perubahan
yang menunjukkan keefektifan intervensi kita. Diantaranya, Ny.L merasa
agak enakan setelah diberi kompres hangat pada lututnya, Ny. L merasa
senang saat di beri kegiatan berupa menjahit dan Ny. L mengatakan sedikit
banyak sudah mengetahui mengenai kondisi kesehatannya.

B. Saran
Untuk kedepannya, ketiga terapi intervensi yang kita berikan ini
dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada lansia yang
memiliki masalah yang sama dengan kasus Ny. L dengan pengembangan
tertentu yang mungkin dapat dilakukan guna memperbaiki efektivitas
intervensi.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, sofia rhosma. 2014.Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogjakarta :


Deepublish.

Efendy, Ferry., dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas, Teori


dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Johnson, Joice Young, dkk. 2005. Prosedur Perawatan Di Rumah. Jakarta : EGC

Maryam, R., et al. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan vol. 2. Jakarta: EGC

Tucker, Susan Martin, dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC

Walton, Richard E. 2008. Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai