Disusun oleh :
Fitri Kurnia Hayati (1712051)
Moch. Oscar S.P (1712031)
Umi Saitdah (1712030)
Dian Agung (1712044)
M. Rifqi Amalya F (1712036)
Dewi Suprih. S (1712041)
Agus Kholiq (1712039)
A. Latar Belakang
Seorang lansia merupakan orang yang sudah menginjak umur
diatas 65 tahun ke atas. Lansia bukan merupakan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari kehidupan manusia yang ditandai dengan
menurunnya fungsi tubuh untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
(Efendy, 2009). Usia lanjut usia dapat dikatakan sebagai usia emas karena
tidak semua orang bisa mencapai tahap ini (Maryam, 2008).
Indonesia merupakan negraka ke-4 dengan jumlah penduduk
terbesar di Dunia dengan jumlah penduduk mencapai 246,9 juta jiwa pada
tahun 2012. Indonesia termasuk negara berstruktur tua karena memiliki
jumlah penduduk lansia mencapai 7,56% (18,7 juta jiwa) di tahun 2012.
Berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk lansia laki-laki mencapai
6,9% dan penduduk lansia perempuan mencapai 8,2% di tahun 2012
(Pusat data dan Informasi Kementrian kesehatan RI 2013).
Ketika memasuki masa lansia, seseorang akan mengalami
perubahan fisiologis. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia bukan
merupakan proses patologis, melainkan proses secara alami. Perubahan ini
pada setiap orang tidaklah sama dan tergantung dari keadaan dalam
kehidupan seseorang. Proses Perubahan Fisiologis pada lansia dapat
menyebabkan gangguan kesehatan (Potter dan Perry, 2005).
Nyeri sendi merupakan salah satu masalah kesehatan yang dialami
lansia. Menurut Pusat data dan Informasi Kementrian kesehatan RI tahun
2013 menjelaskan bahwa keluhan kesehatan paling tinggi pada lansia salah
satunya adalah nyeri sendi akibat asam urat. Kadar asam urat yang tinggi
bisa masuk ke dalam organ tubuh salah satunya adalah sendi yang bisa
menyebabkan terjadinya nyeri sendi (Kertia, 2009).
Penjelasan di atas merupakan masalah yang terjadi pada lansia.
Masalah kesehatan tersebut sesuai dengan hasil pengkajian yang ada pada
Ny. L di Panti Wredha harapn Ibu Ngaliyan Kota Semarang. Peran perawat
sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan pada Ny.L. Selain
itu perawat juga harus berkolaborasi dengan Tenaga medis ataupun
nonmedis lainnya untuk mempermudah dalam menjalankan asuhan
keperawatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan Asuhan Keperawatan pada Ny. L di Panti Wredha
Harapan Ibu Ngaliyan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Ny.L
b. Menentukan diagnosa keperawatan Pada Ny.L
c. Menyusun intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa yang ada
pada Ny. L
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman subyektif dan individual, karenanya
keluhan karakteristik nyeri klien harus d pertimbangkan dengan akurat
dan valid (Johnson, 2005). Nyeri adalah keadaan dimana individu
mengalami dan mengeluh adanya ketidaknyamanan berat atau sensasi
ketidaknyamanan (Tucker, 1998). Secara sederhana nyeri dapat
diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara
sensori maupun emosiaonal yang berhubungan dengan adanya suatu
kerusakan jaringan atau faktor lain sehingga individu mersa tersiksa,
menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis
dan lain-lain.
Definisi keperawatan tentang nyeri adalah apapun yang
menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang
ada kapanpun individu mengatakannya.Kebanyakan sensasi nyeri
adalah akibat dari stimuli fisik dan mental atau stimuli
emosional.Nyeri dibagi menjadi dua kategori dasar dari nyeri yang
secara umum meliputi nyeri akut dan nyeri kronis.
a. Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya terjadi tiba-tiba dan umumnya
berkaitan dengan cidera spesifik.Nyeri akut mengindikasikan
bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi.Jika kerusakan tidak
lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut
biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan,
nyeri akut dapat berlangsung beberapa detik hingga enam
bulan.cidera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat
sembuh secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan.
Contoh pada kasus yang ringan jari yang tertusuk biasanya
sembuh dengan cepat, dengan nyeri yang hilang yang cepat,
barangkali dalam beberapa detik atau beberapa
menit.Sedangkan pada contoh kasus yang berat, seperti fraktur
ekstermitas, pengobatan dibutuhkan dengan nyeri menurun
sejalan dengan penyembuhan tulang.
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang menetap sepanjang
periode waktu.Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab atau cidera spesifik.Nyeri kronik
sulit untuk diobati karena nyeri ini tidak mempunyai respon
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri
kronik berlangsung lebih dari enam bulan sedangkan nyeri akut
berlangsung beberapa detik sampai kurang dari enam bulan.
Jenis nyeri ada yang bersifat tetap dan akut primer, walaupun
keduanya berlangsung lebih dari enam bulan, nyeri tersebut
bukan termasuk nyeri kronis melainkan nyeri akut yang dapat
dilihat dari sifat nyerinya.
Banyak orang menderita nyeri kronis setelah suatu cidera
atau proses penyakit hal ini diduga bahwa ujung-ujung syaraf
yang normalnya hanya mentransmisikan stimulus yang sangat
nyeri, mentransmisikan stimulus yang sebelumnya tidak nyeri
sebagai stimulus yang sangat nyeri. Nyeri kronis dapat terjadi
pada kanker tetapi nyeri jenis ini biasanya mempunyai
penyebab yang dapat diidentifikasikan.Nyeri kanker sering
timbul akibat kompresi saraf perifer, atau meninges atau akibat
kerusakan pada struktur setelah suatu pembedahan, kemoterapi,
atau tindakan radiasi dan infiltrasi tumor.
2. Sensasi Nyeri
Meinhart dan McCaffery (1983) mendeskripsikan tiga fase
pengalaman nyeri: antisipasi, sensasi, dan akibat (aftermath).
a. Fase antisipasi
Terjadi sebelum mempersepsikan nyeri.Antisipasi terhadap
nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan
upaya untuk menghilangkannya.
b. Fase Sensasi Nyeri
Sensasi nyeri adalah gerakan tubuh yang khas dan ekspresi
wajah yang mengidentikasikan nyeri yang terjadi ketika merasakan
nyeri.Sensasi nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang
bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok dan
ekspresi wajah yang menyeringai. Individu bereaksi terhadap nyeri
dengan cara yang berbeda-beda..Tingkat keparahan nyeri yang
lebih tinggi dan durasi yang lebih lama bergantung pada sikap,
motivasi, dan nilai yang diyakini seseorang.
Saat awitan nyeri akut, denyut jantung tekanan darah dan
frekuensi pernapasan meningkat.Perubahan tanda-tanda vital
merupakan hal yang bermakna, tetapi perawat harus
mempertimbangkan semua tanda dan gejala sebelum menetapkan
bahwa nyeri merupakan penyebab segala perubahan tersebut,
misalnya, seorang klien yang sangat cemas juga mengalami
frekuensi napas dan denyut jantung.Klien dapat mengalami
kesulitan dalam melakukan tidakan higiene normal.Nyeri dapat
sangat melemahkan sehingga klien terlalu lelah untuk
bersosialisasi.
Perawat mengkaji kata-kata yang diucapkan, respon vokal,
gerakan wajah dan tubuh, serta interaksi sosial.Merintih,
mendengkur dan menangis merupakan contoh vokalisasi yang
digunakan untuk mengekspresikan nyeri.Ekspresi wajah atau
gerakan tubuh yang bahkan tidak terlalu terlihat seringkali lebih
menunjukkan karakteristik nyeri dari pada pertanyaan yang akurat.
Misalnya klien mungkin meringis atau mengguling ke kiri dan ke
kanan dan akan kembali pada interval waktu yang teratur.
Seorang klien mungkin menangis atau mengaduh, gelisah,
atau sering memanggil perawat. Perawat dengan segera akan
belajar mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat
harus bersedia mendengarkan dan harus memahami klien, hal ini
dikarenakan bahwa banyak klien yang tidak mampu
mengungkapkan secara verbal mengenai ketidaknyamanan (tidak
mampu berkomunikasi).
Namun kurangnya ekspresi nyeri, seperti seorang bayi atau
klien yang tidak sadar, disorientasi atau bingung, afasia, atau yang
berbicara dengan bahasa asing tidak mampu menjelaskan nyeri
yang di alaminya, bukan berarti bahwa klien tidak mengalami
nyeri. Kecuali klien tidak bereaksi secara terbuka terhadap nyeri,
akan sulit menentukan sifat dan tingkat ketidaknyamanan yang
klien rasakan. Maka sangatlah penting bagi perawat untuk bersikap
waspada terhadap prilaku klien yang mengindikasikan nyeri.
Perawat membantu klien untuk mengkomunikasikan respons nyeri
secara efektif. Pengetahuan tentang penyakit atau suatu gangguan
membantu perawat mengantisipasi nyeri klien. Perawat
menanyakan klien apakah nyeri mengganaggu tidurnya.
c. Fase akibat (aftermath)
Pada fase ini nyeri terjadi ketika nyeri berkurang atau
berhenti.Jika klien mnegalami serangkaian episode nyeri yang
berulang, maka respons akibat (aftermath) dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat membantu klien memperoleh
kontrol dan harga diri untuk meminimalkan rasa takut akan
kemungkinan pengalaman nyeri.
3. Persepsi Nyeri
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap
nyeri.Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medula spinalis ke
Thalamus dan otak tengah.Dari thalamus, serabut menstransmisikan
kesan nyeri keberbagai area otak, termasuk korstek sensori dan kortek
asosiasi (di kedua lobus parietalis), lobus frontalis dan sistem
limbik.Ada sel-sel didalam sistem limbik yang diyakini mengontrol
emosi, khususnya untuk ansietas.Dengan demikian, sistem limbik
berperan aktif dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah
transmisi saraf berakhir didalam pusat otak yang lebih tinggi, maka
individu akan mempersepsikan sensasi nyeri.
Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi
reaksi yang kompleks. Faktor-faktor fisiologis dan kognitif
berinteraksi dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam
mempersepsikan nyeri.Meinhart dan McCaffery (1983) menjelaskan
tiga sistem interaksi persepsi nyeri sebagai sensori deskriminatif,
motivasi afektif, dan kognitif evaluatif. Persepsi menyadarkan individu
dan mengartikan nyeri itu sehingga individu dapat bereaksi (Potter &
Perry,2005).
Tingkat persepsi nyeri tidak konstan misalnya ambang rangsang
nyeri seperti reaksi terhadap nyeri berubah secara signifikan dalam
berbagai keadaan. Komponen fisiologik dalam persepsi nyeri dan
reaksi nyeri terdiri atas komponen kognitif, emosional, dan faktor
simbolik.Ambang reaksi nyeri secara signifikan berubah oleh
pengalaman masa lalu dan tingkat ansietas yang dirasakan sekarang
serta status emosionalnya.
Bertujuan mengurangi ansietas pasien dan dengan demikian pasien
dapat memberikan informasi yang dapat diandalkan mengenai keluhan
utamanya dan dapat bekerjasama dengan baik dalam perawatannya,
maka yang harus di lakukan perawat adalah :
a. Membangun dan mempertahankan kontrol terhadap situasi
b. Membangkitkan kepercayaan pasien
c. Memberikan atensi dan simpati pada pasien.
d. Memperlakukan pasien sebagai seorang individu yang penting.
Melalui penanganan yang baik dari komponen-komponen nyeri
ini, persepsi nyeri, dan ambang reaksi nyeri akan meningkat
secara signifikansehingga akan banyak memudahkan prosedur
perawatannya (Walton,2008).
5. Karakteristik Nyeri
Karakteristik nyeri termasuk letak (dimana nyeri pada berbagai
organ mungkin merupakan alih), durasi (meliputi menit, jam, hari,
bulan, dsb), irama (misalnya terus-menerus, hilang dan timbul, periode
bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan nyeri) dan
kualitas (misalnya nyeri seperti ditusuk, seperti dibakar, sakit, nyeri
seperti digencet).
Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronik:
9. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik
b. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan jaringan
10. Intervensi
a. Farmakoterapi
Farmakoterapi selalu menjadi pilihan utama dalam mengatasi
nyeri yang dirasakan oleh lansia. Obat-obatan yang umumnya
digunakan meliputi NSAID’s, relaksasi otot, opioid, dan terapi
adjuvant lainnya.
b. Dukungan psikologis
Nyeri merupakan respon emosi dan sensori yang komplek
sehinhha intervensi psikologis juga di perlukan. Strategi koping
terhadap nyeri yang dapat dilakukan terhadap lansia
diantaranya relaksasi, doa, terapi napas dalam, distraksi, dan
teknik diversi atensi.
c. Rehabilitasu fisik
Aspek rehabilitasi membantu lansia dengan nyeri hidup
mandiri dan memiliki aspek fungsional yang baik. Rehabilitas
yang dapat diberikan pada lansia meliputi adaptasi terhadap
penurunan fungsi fisik, sosial, dan psikologis
A. Pengkajian
1. Data Umum
Nama lansia : Ny. L
Usia : 56 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Jenis kelamin : Perempuan
Nama wisma : Panti Wreda Harapan Ibu
Pendidikan : SD
Riwayat pekerjaan : Karyawan swasta
Status perkawinan : Janda
Pengasuh wisma : Ny. R
3. Dimensi Biofisik
a. Riwayat penyakit
Klien berkata, “Sikilku iki sok linu-linu ngono kuwi mbak kalo
kecapekan, seringe nek hawane atis iku linune kroso loro banget
koyo udun cekot-cekot kae”(Kaki saya ini kadang terasa nyeri gitu
mbak kalau terlalu capek, biasanya kalau cuaca dingin itu nyerinya
terasa sakit sekali seperti sakit bisul yang tertusuk-tusuk).
Menurut keterangan klien, klien sering merasakan pegal-pegal
pada kaki, tangan, dan pinggangnya jika terlalu lelah saat
beraktivitas dan cuaca dingin.
P : udara dingin dan kecapekan
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : patella dextra dan sinistra
S :5
T : kadang-kadang
Klien berkata, “Dulu pernah berobat, trus jarene ndak boleh
makan tahu, tempe, bayem, kangkung” (Dulu pernah berobat, lalu
katanya tidak boleh mengkonsumsi tahu, tempe, bayam,
kangkung).
Klien pernah berobat di suatu klinik, dan hasil dari pemeriksaan
ternyata klien terkena asam urat.
b. Riwayat penyakit keluarga
Klien berkata, “Bapakku dulu kena hipertensi”
Menurut keterangan klien, ayah klien memiliki riwayat hipertensi
c. Riwayat pencegahan penyakit
1) Riwayat monitoring tekanan darah
Klien berkata, “Biasanya sok diukur kae seminggu dua kali
mbak, tapi ya ndak mesti” (Biasanya sering diukur itu
seminggu dua kali mbak, tapi ya tidak pasti)
Menurut keterangan klien, setiap seminggu dua kali klien
diperiksa tekanan darahnya oleh petugas panti
2) Riwayat vaksinasi
Selama berada di panti, klien tidak mendapatkan vaksinasi
3) Skrining kesehatan yang dilakukan
Setiap hari pasien dilakukan pemeriksaan tekanan darah
Tanggal 19 Oktober 2015 110/80 mmHg
Tanggal 20 Oktober 2015 100/90 mmHg
Tanggal 21 Oktober 2015 120/80 mmHg
d. Status gizi
BB : 62 kg
Tinggi lutut 43 cm
TB : 84,88 - (0,24 x usia dalam th) + (1,83 x tinggi lutut dalam cm)
: 84,88 - (0,24 x 56 th) + (1,83 x 43 cm)
: 84,88 - (13,44) + (78,69)
: 150,13 cm
IMT : 62/(1,5)2
: 27, 55 (lebih dari rentang normal)
e. Masalah kesehatan terkait status gizi
1) Masalah pada mulut
Kondisi gigi klien banyak yang mengalami karies dan sudah
banyak yang tanggal/copot
2) Perubahan berat badan
Klien berkata, “Lho padahal dulu berat badanku 60an lho
mbak, sekarang 62 ya? munggah berarti” (Padahal dulu berat
badan saya 60 mbak, sekarang 62 ya? Naik berarti)
3) Masalah nutrisi
Klien mengalami masalah kelebihan nutrisi dari kebutuhan
tubuh, dilihat dari hasil pengukuran IMT yang menunjukkan
nilai 27,55.
Klien terkadang merasa makanan yang disediakan oleh pihak
panti itu tidak bergizi, sehingga menyebabkan kondisinya
kadang lemah
f. Masalah kesehatan yang dialami saat ini
Klien berkata, “Sikilku iki sok linu-linu ngono kuwi mbak kalo
kecapekan, seringe nek hawane atis iku linune kroso loro banget
koyo udun cekot-cekot kae”(Kaki saya ini kadang terasa nyeri gitu
mbak kalau terlalu capek, biasanya kalau cuaca dingin itu nyerinya
terasa sakit sekali seperti sakit bisul yang tertusuk-tusuk)
Klien sering merasa pegal-pegal pada kaki, tangan dan pinggannya.
g. Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini
Klien berkata “Nek pegel atau linu iku yo tak ombeni jamu mbak”
(Kalo terasa nyeri ya saya minumi jamu mbak)
h. Tindakan spesifik yang dilakukan saat ini
Tidak ada tindakan spesifik yang dilakukan dalam mengatasi
masalah pada klien
i. Status fungsional (AKS)
Kegiatan Mandiri Tergantung Pernyataan
4. Dimensi Psikologi
a. Status kognitif
Jawaban
No Pertanyaan
Betul Salah
1. Tanggal berapa hari ini ? √
2. Hari apakah hari ini? √
3. Apakah nama tempat ini? √
4. Berapa no telepon rumah anda? √
5. Berapa usia anda? √
6. Kapan anda lahir? √
7. Siapakah nama presiden sekarang? √
8. Siapakah nama presiden sebelumnya? √
9. Siapakah nama ibu anda? √
10 5+6 adalah √
Skor SPMSQ
Jumlah kesalahan 1
Status kognitif klien : baik
b. Perubahan yang timbul terkait status kognitif
Dari hasil pengukuran status kogniti menggunakan SPMSQ,
didapatkan hasil bahwa status kogniti klien tergolong masih baik,
karena hanya terdapat satu pertanyaan yang dijawab salah. Tidak
nampak adanya perubahan terkait status kognitif klien
c. Dampak yang timbul terkait status kognitif
Tidak ada dampak yang timbul terkait status kognitif klien karena
status kognitif klien tergolong baik
d. Status depresi
Jawaba
No Pertanyaan Jawaban Poin
n klien
5. Dimensi Fisik
a. Luas wisma
Luas Panti Wreda Harapan Ibu ± 3876 m2
b. Keadaan lingkungan di dalam panti
1) Penerangan
Didalam panti terdapat pencahayaan yang terang yang berasal
dari lampu yang terpasang, terdiri dari 7 lampu. Ketika siang
hari lampu dimatikan. Kondisi pencahayaan matahari juga
baik, karena terdapat banyak jendela dan ventilasi yang
memungkinkan cahaya matahari masuk kedalam ruangan dan
pertukaran udara yang lancar
2) Kebersihan dan kerapian
Setiap hari lantai selalu di sapu oleh petugas. Namun, kondisi
kebersihan di panti dirasa masih kurang dibeberapa titik
ruangan didalam panti. Beberapa bagian lantai nampak masih
kotor. Penataan barang didalam panti lumayan teratur, hanya
saja terkadang disekitar tempat tidur para lansia masih terdapat
banyak barang yang berserakan dan tidak tertata rapi. Para
lansia menata tempat tidur secara mandiri
3) Pemisahan ruangan antara pria dan wanita
Lansia wanita dibagi dan tinggal dalam dua kamar. Pemisahan
ruang antara pria dan wanita dipisah dengan tembok dan lansia
pria tinggal di wisma bagian belakang
4) Sirkulasi udara
Di panti terdapat banyak jendela dan ventilasi untuk pertukaran
udara sebanyak 64 buah.. Jendela dan pintu dibuka saat pagi
dan ditutup saat malam, jeda waktu ini memaksimalkan
terjadinya pertukaran udara yang baik
5) Keamanan
Kondisi lantai di panti jarang ditemukan dalam kondisi licin,
hanya saja ada beberapa bagian yang kotor karena bekas air
yang tidak di lap lalu diinjak. Tidak ada pegangan untuk
dijadikan pengaman. Jika tidak ditemukan alarm atau alat yang
dapat digunakan jika lansia dalam bahaya
6) Sumber air minum
Air bersumber dari kemasan galon isi ulang. Kualitas air baik,
jernih. Pengelolaan air untuk kebutuhan sehari-hari
menggunakan air sumur artetis, jarak antar kamar dengan WC ±
10 m
7) Ruang berkumpul bersama
Di dalam panti terdapat satu ruangan yang digunakan untuk
berkumpul para lansia. Di ruangan tersebut dilengkapi dengan
televisi, VCD yang dapat digunakan untuk memutar musik.
Kondisi ruangannya luas dan bersih
6. Dimensi Sosial
a. Hubungan antar lansia didalam wisma
Hubungan klien dengan lansia yang lain didalam panti terjalin
dengan baik. Klien sering berkomunikasi dengan lansia yang lain,
terkadang juga saling membantu satu sama lain
b. Hubungan antar lansia diluar wisma
Hubungan klien dengan lansia yang lain jika diluar panti juga
terjalin dengan baik
c. Hubungan lansia dengan anggota keluarga
Klien jarang berkomunikasi dengan pihak keluarga. Hanya
seminggu sekali terkadang anak-anaknya menjenguk klien ke
panti, itupun juga dalam waktu yang singkat
d. Hubungan lansia dengan pengasuh wisma
Hubungan klien dengan pengasuh panti juga terjalin dengan baik.
Terkadang klien membantu pengasuh panti dalam merawat lansia
yang lain (seperti mencucikan tempat makan dan minum dari
lansia yang lain)
e. Kegiatan organisasi sosial
Klien nampak selalu ikut aktif pada semua kegiatan di panti
A. Kesimpulan
Pemberian asuhan keperawatan kepada lansia memanglah tidak
mudah. Kita harus mampu mengkaji kondisi lansia secara komprehensif.
Sehingga setiap detail kondisi pada lansia dapat kita temukan terdapatnya
masalah atau tidak.
Saat melakukan pengkajian pada Ny. L , kami mendapatkan tiga
masalah yang harus kami beri intervensi keperawatan. Masalah
keperawatan itu diantaranya adalah nyeri akut berhubungan dengan faktor
fisiologis (kerusakan jaringan sendi), resiko kesepian berhubungan dengan
ketidakefektifan koping individu, dan kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya informasi mengenai kondisi kesehatan. Dari ketiga
masalah tersebut kami memberikan intervensi berupa terapi kompres
hangat untuk mengurangi nyerinya, terapi okupasi menjahit untuk
mengatasi resiko kesepian yang mungkin dialami klien, dan pemberian
informasi mengenai kondisi kesehatan klien.
Intervensi keperawatan yang kami lakukan ini dirasa cukup efektif
dalam mengatasi masalah yang ada pada Ny.L . Ada beberapa perubahan
yang menunjukkan keefektifan intervensi kita. Diantaranya, Ny.L merasa
agak enakan setelah diberi kompres hangat pada lututnya, Ny. L merasa
senang saat di beri kegiatan berupa menjahit dan Ny. L mengatakan sedikit
banyak sudah mengetahui mengenai kondisi kesehatannya.
B. Saran
Untuk kedepannya, ketiga terapi intervensi yang kita berikan ini
dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada lansia yang
memiliki masalah yang sama dengan kasus Ny. L dengan pengembangan
tertentu yang mungkin dapat dilakukan guna memperbaiki efektivitas
intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Joice Young, dkk. 2005. Prosedur Perawatan Di Rumah. Jakarta : EGC
Maryam, R., et al. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan vol. 2. Jakarta: EGC
Tucker, Susan Martin, dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC
Walton, Richard E. 2008. Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia. Jakarta: EGC