Anda di halaman 1dari 13

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

TERAPI TERTAWA DENGAN CARA MENONTON TELEVISI PADA


PASIEN LANSIA DENGAN HIPERTENSI
DI RUANG GARUDA DAN ANGGREK PSTW BUDHI MULIA 1
CIRACAS

Disusun Oleh :

IKA PUSPITA SARI


MISLAWATI SIREGAR
MAYA MANDASARI
YULI ASTUTI
YULIA PANMA
YOVIE

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2019
A. Latar Belakang

Lanjut usia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang
Maha Esa. Manusia akan mengalami proses perubahan tumbuh kembang, tidak secara
tiba-tiba menjadi tua tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya
menjadi tua. Lanjut usia merupakan seseorang yang mengalami kemunduran fisik,
mental dan social secara bertahap (Azizah, 2011).
Hipertensi pada lansia di Amerika mempunyai prevalensi yang tinggi pada
usia 65 tahun didapatkan 60-80% atau sekitar lima puluh juta warga lansia Amerika
mempunyai prevalensi tinggi untuk hipertensi (Yenni, 2011).Menurut WHO Asia
Tenggara populasi lansia sebesar 8 % atau sekita 142 juta jiwa. Menurut WHO tahun
2011 hipertensi hampir membunuh 8 juta orang tiap tahun. Hampir 1,5 juta adalah
penduduk Asia Tenggara diperkirakan 1 dari 3 orang dewasa menderita hipertensi.

Data Biro Pusat Statistic penduduk lanjut usia dengan usia 60 tahun keatas
pada tahun 2010 penduduk lanjut usia akan mencapai 9,77 %, dan pada tahun 2020
akan di prediksikan penambahan jumlah penduduk lanjut usia menjadi 11,3 %.
Dengan demikian jumlah lanjut usia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang
amat pesat (Mujahidullah, 2012).

Menurut Depkes (2006) pada golongan umur 55-64 tahun, penderita hipertensi
pada pria dan wanita sama banyak. Dari beberapa penelitian tingginya prevalensi
hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
di 6 kota besar seperti Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar, dan Makasar
terhadap usia lanjut (55-85), didapatkan prevalensi hipertensi sebesar 52,5%
(Sarasaty, 2011).

Berdasarkan data DEPSOS, dari populasi lanjut usia yang tercatat sebanyak
16.522.311 jiwa, sekitar 3.092.910 (20 %) diantaranya adalah lanjut usia terlantar
(DEPSOS 2006). Lanjut usia terlantar inilah yang melahirkan anggapan bahwa lanjut
usia tidak produktif. Dari jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat lagi pada
tahun 2010 menjadi sekitar 23,9 juta jiwa. Dari hasil SUSENAS (Survey Sosial
Ekonomi Nasional) tersebut menunjukan pula bahwa Lanjut usia terlantar sekitar
2.426.191 jiwa atau 15 % dan sekitar 4,6 juta lanjut usia atau 29% rawan terlantar.
Menurut Media Indonesia (2009) menyataan beberapa wilayah di Indonesia akan
mengalami ledakan penduduk lanjut usia (lanjut usia) pada tahun 2010 hingga 2020.
Jumlah lanjut usia diperkirakan bisa naik mencapai 11, 34 % dari jumlah penduduk di
Indonesia.

Lanjut usia merupakan seseorang yang mengalami kemunduran fisik, mental,


spritual dan social secara bertahap (Azizah, 2011). Hal ini didukung oleh Nugroho (2012)
seseorang dikatakan lansia adalah apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena factor
tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun
social.

Dalam waktu hampir lima dekade, persentase lansia Indonesia meningkat


sekitar dua kali lipat (1971-2017), yakni menjadi 8,97 % (23,4 juta) di mana lansia
perempuan sekitar satu persen lebih banyak dibandingkan lansia laki-laki (9,47%
banding 8,48 %). Selain itu, lansia Indonesia didominasi oleh kelompok umur 60-69
tahun (lansia muda) yang persentasenya mencapai 5,65% dari penduduk Indonesia,
sisanya diisi oleh kelompok umur 70-79 tahun (lansia madya) dan 80+ (lansia tua)

Perubahan-perubahan pada lansia di negara-negara maju yaitu perubahan pada


sistem kardiovaskuler yang merupakan penyakit utama yang memakan korban karena
akan berdampak pada penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung koroner,
jantung pulmonik, kardiomiopati, stroke, gagal ginjal (Fatmah, 2010)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan sebuah kondisi medis dimana
orang yang tekanan darahnya meningkat diatas normal yaitu 140/90 mmHg dan dapat
mengalami resiko kesakitan (morbiditas) bahkan kematian (mortalitas). Penyakit ini
sering dikatakan sebagai the silent diseases. Faktor resiko hipertensi dibagi menjadi 2
golongan yaitu hipertensi yang tidak bisa diubah dan hipertensi yang dapat diubah.
Hipertensi yang dapat diubah meliputi merokok, obesitas, gaya hidup yang monoton
dan stres. Hipertensi yang tidak dapat dirubah meliputi usia, jenis kelamin, suku
bangsa, faktor keturunan (Rusdi & Isnawati, 2009).
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 01 Ciracas merupakan panti sosial
yang mampu menampung para lansia dengan berbagai masalah termasuk masalah
kesehatan, khususnya di Ruang Garuda dan anggrek masalah kesehatan yang paling
dominan yaitu Hipertensi. Praktik keperawatan gerontik dimulai sejak tanggal 04 - 15
November 2019. Kegiatan kelompok diawali dengan melakukan pengkajian terhadap
keadaan lansia di PSTW Budi Mulia 01 Ciracas. Lansia yang tinggal di PSTW BM 01
Ciracas pada umumnya berusia 60 tahun ke atas.
Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 04 - 08 November 2019
diketahui bahwa jumlah lansia di Ruang garuda dan anggrek Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 01 Ciracas di Ruang Garuda sebanyak 70 jiwa dengan
karakteristik penyakit yang berbeda. Dari jumlah lansia ruang Garuda dan Ruang
anggrek tersebut yang mengalami hipertensi 34%, diabetes milletus sebanyak 11,4%,
gout artritis (asam urat) 12,8 %. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa lansia
yang mengalami hipertensi lebih dominan dibandingkan keluhan penyakit lainnya.
Berdasarkan pengkajian dan penemuan data tersebut serta mengingat akan
pentingnya pasien mengetahui dampak yang bisa disebabkan oleh hipertensi itu
sendiri, maka perlu dilakukan upaya untuk menurunkan mengatasi gejala dari
hiprtensi pada lansia, pengobatan hipertensi selain dengan pengobatan farmakogis,
bisa dilakukan juga dengan terapi non farmakologis salah satunya adalah dengan
tehnik refleksi pijat kaki pada pasien hipertensi, hal ini di tunjang dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Sri Hartuti (2017).
Terapi refleksi pijat kaki adalah suatu metode relaksasi yang diduga untuk
mengurangi rasa sakit pada tubuh. Manfaat lainnya adalah mencegah berbagai
penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, membantu mengatasi stress, meringankan
gejala migrain, membantu penyembuhan penyakit kronis, dan mengurangi
ketergantungan terhadap obatobatan (Wahyuni, 2014).

B. Pengertian Refleksi

Menurut Soewito (1995), Refleksologi adalah ilmu yang mempelajari tentang


titik-titik tekan tertentu pada kaki dan tangan manusia, untuk suatu penyembuhan.
Hadibroto (2006) menambahkan bahwa refleksologi adalah cara pengobatan dengan
merangsang berbagai daerah refleks (zona) di kaki, tangan, dan telinga yang ada
hubungannya dengan berbagai organ tubuh sendiri.
Zona terapi adalah wilayah/daerah yang dibentuk oleh garis khayal (abstrak)
yang berfungsi untuk menerangkan suatu batas dan reflek-reflek yang berhubungan
langung dengan organ-organ tubuh. Sedangkan menurut Nirmala (2004), pijat refleksi
temasuk suatu terapi pelengkap atau alternatif berupa pemijatan daerah atau titik
refleks pada telapak kaki atau tangan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pijat refleksi
merupakan salah satu pengobatan pelengkap alternatif yang mengadopsi kekuatan dan
ketahanan tubuh sendiri, dimana memberikan suatu sentuhan pijatan atau rangsangan
pada telapak kaki atau tangan yang dapat menyembuhkan penyakit serta memberikan
kebugaran pada tubuh

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil survey di atas, maka mahasiswa/i Profesi Ners FIK UMJ akan
melakukan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) dengan materi :
Terapi Refleksi Pijat Kaki Pada Pasien Hipertensi

D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) terapi refleksi pijat kaki
pada pasien hipertensi untuk mengurangi rasa sakit pada kepala, tengkuk.
Tujuan Khusus
a. Mengetahui manfaat terapi refleksi pijat kaki
b. Mampu mengikuti refleksi pijat kaki
c. Terapi refleksi pijat kaki di PSTW Budhi Mulia 1 Ciracas.

E. Sasaran
1. Lansia yang ada di ruang garuda dan anggrek dengan masalah hipertensi.
2. Sudah melakukan kontrak dengan lansia.
3. Petugas yang berdinas di PSTW Budi Mulia 1
4. Lansia yang mampu melakukan aktivitas fisik
5. Lansia yang kooperatif
F. Proses Seleksi
Klien yang diikutsertakan dalam TAK ini yaitu klien yang telah dilakukan pengkajian
dan observasi serta yang memiliki tanda yang mengarah pada hipertensi. Jumlah
lansia 4 orang.

G. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dilakukan dengan cara melakukan wawancara dan observasi pada
lansia yang termasuk dalam sasaran strategis. Kemudian dilakukan pendampingan
selama kegiatan TAK berlangsung oleh petugas panti.

H. Perencanaan :
1. Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Rabu ,13 November 2019.
Waktu : 15.00 wib s/d selesai
Tempat : Aula panti werda ciracas
Topik : Terapi Refleksi PIjat Kaki Pada Pasien Hipertensi

2. Media :
a. Tikar
b. Minyak Zaitun
c. Mangkuk kecil
d. Mic dan Wareless
e. Musik Instrumental

3. Metode
a. Eksperimen kelompok
b. Diskusi dan tanya jawab
c. Praktek Terapi Refleksi Pijat Kaki

4. Tim terapis dan uraian tugas


a. Leader : Yuli Astuti, S. Kep
- Menyusun rencana TAK.
- Mengarahkan kelompok untuk mencapai tujuan
- Memfasilitasi setiap anggota kelompok untuk mengekspresikan perasaan,
pendapat dan memberikan umpan balik.
- Memotivasi anggota untuk mengungkapkan pendapat dan memberikan
umpan balik.
- Membuat laporan hasil TAK
b. Co leader : Mislawati, S. Kep
- Membantu leader mengorganisasikan anggota kelompok
- Mengingatkan waktu
- Mengingatkan leader bila menyimpang
c. Fasilitator : Ika puspita Sari , S. Kep
Yovie , S.Kep
Maya Mandasari S.Kep
- Memotivasi peserta yang kurang aktif
- Menjadi contoh bagi klien selama kegiatan
- Memberikan respon sesuai dengan perilaku
d. Observer : Yulia Panma , S.Kep
- Mengamati dan mencatat jalannya acara.

5. Setting tempat

F K K F O

K K F
F

Keterangan:
L : Leader
C : Co Leader
F : Fasilitator sebanyak 3 orang
O : Observer 1 orang letak di sudut ruangan
K : Klien sebanyak 10 orang
T : Televisi

I. Strategi Pelaksanaan
No Strategi Uraian Kegiatan PJ
Pelaksanaan
1. Fase Pada saat ini terapis melakukan: Yuli Astuti
Orientasi a. Memberi salam terapeutik: salam mulai
Mislawati siregar
dari terapis, perkenalan nama dan
panggilan terapis.
b. Evaluasi/Validasi: menanyakan perasaan
lansia saat ini , Bersyukur ia kakek semua
dapat berkumpul bersama semua disini...
c. Kontrak :
1) Menjelaskan tujuan kegiatan: terapi
refleksi pijat kaki untuk
mengurangi rasa nyeri dan
menurunkan tekanan darah tinggi,
saling mengenal (bersosialisasi)
dan meningkatkan kebersamaan.
2) Menjelaskan aturan main tersebut
- Jika ada lansia yang akan
meninggalkan kelompok harus
minta ijin kepada terapis
- Lama kegiatan 30 menit
- Setiap lansia mengikuti kegiatan
dari awal sampai akhir
- Jika peserta merasa kurang jelas
dengan penjelaskan leader, dapat
menanyakan kepada leader dengan
mengangkat tangan terlebih
dahulu.
2. Fase kerja Yuli Astuti
1. Refleksi pijat kaki
Ika Puspita Sari
2. Lansia dilakukan refleksi pijat kaki
Yovie
Maya
3. Terminasi 1. Evaluasi : Yuli Astuti
a. Mahasiswa menanyakan perasaan
Mislawati
lansia setelah mengikuti kegiatan
b. Memberikan pujian atas keberhasilan Maya mandasari
lansia
Yulia Panma
2. Rencana Tindak Lanjut :
Leader meminta lansia untuk melakukan
refleksi pijat kaki sendiri
3. Kontrak yang akan datang :
Terapis mengakhiri kegiatan dan
mengingatkan kepada lansia untuk
melakukan kegiatan yang biasa dilakukan
di PSTW Budi Mulia 1

J. Evaluasi
Kriteria evaluasi
1. Struktur : Melengkapi kesiapan dan kelengkapan jumlah dari terapis, kesiapan
klien, fasilitas yang disediakan.
2. Proses : Meliputi kegiatan dari awal sampai akhir.
3. Hasil : Perasaan yang dirasakan lansia setelah dilakukan refleksi pijat kaki
untuk mengurangi rasa nyeri dan menurunkan tekanan darah tinggi pada penderita
hipertensi pada lansia.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


A. Proses Keperawatan
1 Kondisi Klien
DS :
Klien mengatakan nyeri pada kepala seperti berdenyut denyut
1-2 jam tanpa aktivitas dan saat aktivitas, vas 4-5
Klien mengatakan sering sakit kepala hilang timbul
Klien mengatakan tengkuk terasa kaku
DO :
Klien tampak meringis kesakitan vas 4-5
Klien tampak memegang kepala
TTV
TD 160/90 mmHg, HR 88 x/menit, RR 18 x /menit, Suhu 36,4°C
2 Masalah Keperawatan
Gangguan rasa nyaman nyeri

3 Tujuan Khusus
a. Mengurangi rasa nyeri /menghilangkan rasa nyeri
b. Klien mampu menggunakan tehnik farmakologi mengatasi nyeri
dengan tehnik distraksi terapi tertawa dengan menonton film komedi
c. Klien menjadi rileks
d. TTV dalam batas normal
4 Tindakan Keperawatan
Therapi tertawa dengan memberikan tontonan film komedi
B.Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
Salam teurapetik :
“Assalamu’alaikum selamat sore semuanya, perkenalkan kami dari mahasiswa
keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang sedang magang disini nama
saya Yuli Astuti panggil saja Yuli. Disini saya tidak datang sendiri melainkan
bersama teman-teman saya yang disamping saya namanya Yuli, Ika, Yulia,
Yovie,Maya
. Nah sekarang kita gantian ya kenalannya, saya mau tau nama kakek semua, ini
namanya kakek siapa ? Dan sukanya dipanggil apa?”
a. Evaluasi / validasi
”apa kabar kakek dan nenek semuanya ? ”
”bagaimana perasaaannya hari ini ?”
b. Kontrak
Topik :”Baik kek/nek bagaimana kalau sekarang kita melakukan kegiatan
menonton film ?”
Waktu :”waktunya kira-kira sekitar 30 menit”
Tujuan : ”Supaya dapat mengalihkan rasa nyeri dan menurunkan tekanan darah
tinggi
Tempat : ”tempatnya disini saja ya”
2. Fase Kerja
“Kakek dan nenek semuanya, sekarang kami ingin melakukan terapi aktivitas
kelompok yaitu dengan menonton televisi/film. Caranya kakek dan nenek hanya
menonton film lucu saja agar perasaan nenek dan kakek senang. Sambil merasakan
terapi ini kami akan menanyangkan untuk kakek dan nenek agar terasa rileks Terapi
ini dilakukan selama 30 menit ya kek”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi :
Subjektif : “Bagaimana perasaannya kakek-kakek semuanya setelah tadi
mengikuti refleksi pijat kaki.
Objektif : “Coba kakek masih ingat manfaat dari menonton cerita yang lucu?”

b. Rencana tindak lanjut :


“Selanjutnya, bagaimana jika terapi ini kita jadikan terapi rutin kek?. Jadi setiap 2
kali seminggu kakek bisa melakukan terapi ini”
c. Kontrak
Topik : “Baiklah besok kita akan bertemu lagi ya kek untuk melakukan kegiatan
lainnya”
Waktu : “Bagaimana kalau jam 16.00 setelah makan sore?
Tempat : “Tempatnya disini lagi ya kek ?”
DAFTAR PUSTAKA

http://www.4shared.com/get/115715476/eb9ce9 7e/ HIPERTENSI.html.


Efendi. F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas. Jakarta: Salemba
Medika.
Familia, D., & Dewi, S. (2010). Hidup bahagia dengan hipertensi. Jogjakarta: Aplus Books.
Fatmah. (2010). Gizi lanjut usia. Jakarta: Erlangga.
Lewa, A.F., Pramantara, D.P., & Rahayujati, B.(2010). Faktor-faktor resiko hipertensi
sistolik terisolasi pada lansia. Berita kedokteran masyarakat, 26(4), 173-177.
Notoadmodjo, S. (2007). Kesehatan masyarakat & seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Ode, S.L. (2012). Asuhan keperawatan gerontik Yogyakarta: Nuhamedika
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 (Endah
Pakaryaningsih, Monica Ester, Penerjemah).Jakarta: EGC.
Padila. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. 2013. Jogjakarta; Nuha Medika. Pusat Data Dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI. Diakses tanggal 04 April 2016.
Rafdi Melisa Dia. 2008. Pengaruh terapi humor terhadap penurunan tekanan darah sistolik
pada lansia dengan hipertensi ringan di PSTW kasih sayang Ibu Batu Sangkar.
2008. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Anda mungkin juga menyukai