Anda di halaman 1dari 16

DEFISIT KEPERAWATAN DIRI PADA PASIEN

GANGGUAN JIWA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan bersifat komprehensif yang meliputi seluruh aspek kehidupan untuk
mencapai suatu keadaan sejahtera baik fisik, mental/jiwa, social/spiritual. Kesehatan
didefinisikan sebagai suatu keadaan sejahtera secara fisik, mental, dan social yang
optimal dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Kesahatan jiwa sangat
erat kaitaannya dengan konsep tentang kesehatan secara umum. Individu yang sehat
jiwa dapat beradaptasi dari lingkungan internal dan eksternal sesuai norma dan budaya
nya (world health organization, 2005).
Gangguan jiwa adalah suatu syndrome atau pola psikologis atau perilaku yang
penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distrees
(misalnya: gelaja nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan satu atau lebih area fungsi yang
penting) atau disertai peningkatan resiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas,
atau sangat kehilangan kebebasan (America Psychiatric Association, 2000).
Gangguan jiwa menyebablan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik
kenyataan, tidak lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau
merusak/ menyakiti dirinya sendiri (baihaqi, dkk, 2005).
Gangguan jiwa sesungguhnya sama dengan gangguan jasamina lainnya. Hanya
saja gangguan jiwa bersifat lebih kompleks mulai dari ringan seperti rasa cemas, takut
hingga yang tingkat berat berupa sakit jiwa atau kita kenal sebagai gila (hardianto,
2009).
Kecederungan gangguan jiwa akan semakin meningkat seiring dengan terus
berubahnya situasi ekonomi dan politik kearah tidak menentu. Prefelensinya bukan saja
pada kalangan menengah kebawah sebagai dampak langsung dari kesulitan ekonomi,
tetapi juga kalangan menengah keatas sebagai dampak langsung atau tidak langsung
kemampuan individu dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan social yang terus
berubah (ras mun, 2001).
Menurut Badan Kesehatan Dunia/ WHO (World Health Organization), jumlah
penderita gangguan jiwa didunia adalah 450 juta jiwa. Dengan mengacu data tersebut,
kini jumlah itu diperkirakan sudah meningkat. Diperkirakan dari sekitar 220 juta
penduduk Indonesia, ada sekitar 50 juta / 22% menyidap gangguan kejiwaan. Data yang
dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia /WHO (World Health Organization) pada 2006
menyebutkan bahwa diperkirakan 206 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan
kejiwaan, dari tingkat ringan hingga sebaliknya, Departemen Kesehatan menyebutkan
jumlah penderita gangguan jiwa berat sebesar 2, 5 juta jiwa yang diambil dari data RSJ
se-indonesia. Pada studi terbaru WHO (World Health Organization) di empat belas
Negara menunjukan pada Negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa
parah atau tidak kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun
utama (hardian, 2008).
Pada setiap masalah keperawatan jiwa yang selalu dan bahkan dapat terjadi
pada setiap pasien yang mengalami gangguan jiwa adalah defisit perawatan diri. Defisit
perawatan diri merupakn suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan
dalam melakukan atau melengkapi aktifitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi,
berpakaian, makan, BAK/BAB (fitria, 2009).
Masalah umum yang dialami pasien gangguan jiwa adalah kurangnya perawatan
diri seperti kegiatan melakukan kegiatan rutin sehari-hari (adl) khususnya perawatan
kesehatan gigi dan mulut. Mulut merupakan bagian pertama dari saluran makanan dan
bagian tambahan system pernafasan. Rongga mulut dilapisi dengan membrane mukosa
yang terus menerus bersambungan dengan kulit. Didalam mulut terdapat lidah, gigi yang
merupakan rongga tambahan dalam mulut dan memainkan peranan penting dalam
pencernaan awal dengan menghancurkan partikel-partikel makanan dan mencampurnya
dengan liur/saliva. Mengingat pentingnya mulut dan organ tambahan didalamnya,
hygiene akan menjaga mulut, gigi, gusi, dan bibir (ring, 2002 dalam poter dan perry,
2010).
Pasien gangguan jiwa memerlukan suatu bimbingan atau dukungan dari
keluarga dan orang lain. Agar pasien gangguan jiwa dapat merawat diri secara mandiri
dan meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah. Penurunan ADL (Activity
Of Daily Living) pada pasien jiwa disebabkan oleh adanya gangguan mental pada pasien
dan kurangnya pendidikan kesehatan/penyuluhan mengenai perawatan diri pada pasien
gangguan jiwa. Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan perilaku
yang dinamis dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia yang
meliputi komponen pengetahuan, sikap, ataupun praktik yang berhubungan dengan
tujuan hidup sehat baik secara individu dan kelompok (notoatmodjo, 2007).
Masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling banyak adalah karies gigi dan
penyakit periodontal. Penelitian yang dilakukan di Taiwan oleh Yu Chu pada tahun 2011
pada penderita gangguan jiwa menunjukkan prevalensi karies mencapai 98, 5%. Hal ini
menunjukkan bahwa penderita gangguan jiwa umumnya tidak menerima perawatan gigi
dengan baik dan memiliki oral yang buruk. Penelitian Zuman pada tahun 2010 yang
dilakukan di Israel melaporkan skor DMFT (Decay Missing Filled Teelt). Pada pasien
yang mengalami gangguan jiwa sebesar 24, 3%, rerata gigi karies sebesar 2, 84% dan
rerata kehilangan gigi (Missing te eth) sebesar 20%. Kecenderungan penderita
gangguan kejiwaan dan perilaku menyimpang salah satu nya akan mengakibatkan
ketidakmampuan untuk merawat gigi sendiri termasuk merawat kesehatan mulutnya.
Penelitian yang dilakukan oleh persson pada tahun 2009 melaporkan bahwa kebutuhan
perawatan gigi pada penderita gangguan jiwa sangat minim. Hal ini dapat dilihat dari
minimnya jadwal kunjungan ke praktisi medis psikiater. Hal ini disebabkan karena
kecemasan terhadap perawatan gigi dan terbatasnya sumber daya keuangan yang
menyebabkan kebersihan mulut buruk dan banyaknya gigi yang hilang. Selain itu terkait
dengan takut melakukan pengobatan, biaya pengobatan yang mahal dan
ketidakmampuan untuk mengakses layanan kesehatan gizi serta efek samping dalam
obat (nawawi, 2013).

• Tujuan Umum
Setelah mempelajari pokok pembahasan ini, mahasiswa mampu menyusun
asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan masalah defisit perawatan diri.

• Tujuan Khusus
Setelah mempelajari pokok pembahasan ini, mahasiswa mampu melakukan hal
berikut:
• Menjelaskan definisi defisit perawatan diri.
• Menjelaskan etiologi defisit perawatan diri.
• Menjelaskan lingkup defisit perawatan diri.
• Menjelaskan proses terjadinya masalah.

BAB II
KONSEP TEORI

A. Pengertian teori defisit perawatan diri menurut para ahli


Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya
jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes, 2002).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting). (Nurjannah, 2004).
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Poter. Perry (2005).
Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah 2002).
Defisit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya, kesehatannya, dan
kesejahteraannya sesuai dengan kondisi kesehatannya. Klien di nyatakan terganggu
perawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diriny. (Mukharita dan Iskandar,
2012:
Defisit pearawatan diri adalah ketidak mampuan dalam : kebersihan diri, percar
diri, makan, berhias diri, toileting, (keliat B, A, dkk, 2011)
Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timpul pada pasien
ganguan jiwa. Pasien ganguan jiwa kronis, sering mengalami ketidak mapuan merawat
diri. keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien di kucilkan
baik dalam keluarga maupun masyarakat. (Yusu, Riski, dan Hany, 2015:154)

BAB III
PEMBAHASAN

A. Definisi
Perawatan diri (personal hygiene) mencakup aktivitas yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, yang biasa di kenal dengan aktivitas kehidupan
sehari-hari (ADLs). Aktivitas ini dipelajari dari waktu ke waktu dan menjadi kebiasaan
seumur hidup. Kegiatan perawatan diri tidak hanya melibatkan apa yang harus dilakukan
(kebersihan, mandi, berpakaian, toilet, makan), tetapi juga berupa, kapan, di mana,
dengan siapa, dan bagaimana (Miller dalam Caepenito-Moyet, 2009).
Keadaan seseorang yang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri disebut
dengan defisit perawatan diri. Tidak ada keinginan klien untuk mandi secara teratur,
tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi.
Defisit pearawatan diri menrupakan suatu masalah yang timbul pada klien ganguan jiwa.
Klien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian mearawat diri. Keadaan
ini merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan klien di kucilkan, baik dalam
keluarga maupun masyarakat.

B. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2010) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai
berikut :

1. Faktor prediposis

a. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga


perkembangan inisiatif terganggu.

b. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan
diri.

c. Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas
yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.

d. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

2. Faktor presipitasi Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Menurut
Depkes (2010: 59). Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:

a. Body Image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan
dirinya.

b. Praktik Sosial Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

c. Status Sosial Ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia
harus menjaga kebersihan kakinya.

e. Budaya Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.

f. Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.


1. Dampak fisik : Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi
adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata
dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial : Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene
adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan
harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
5) Penampilan tidak rapi

b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif
2) Menarik diri, isolasi diri
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.

c. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma
4) Cara makan tidak teratur
5) Gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

D. Lingkup defisit perawatan diri


a. Defisit perawatan diri : Mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan mandi/beraktivitas
perawatan diri untuk diri sendiri.

b. Defisit perawatan diri: Berpakaian


Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas berpakaian
atau berhias untuk diri sendiri.

c. Defisit perawatan diri: Makan


Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas sendiri.

d. Defisit perawatan diri: Eliminasi


Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas eliminasi
sendiri.

E. Proses terjadinya masalah


Kurang perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidak mampuan merawat kebersihan diri,
makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan toiletting (BAK dan Bab) secara
mandiri (Ns. Sutejo, M, Kep, Sp. Kep. J. 2017)
a. Tindakan keperawatan
Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri. Untuk melatih pasien dalam menjaga
kebersihan diri, anda dapat melakukan tahap tindakan berikut:
(a) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.

(b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.

(c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.

(d) Melatih pasien mempraktikan cara menjaga kebrsihan diri.


(e) Melatih pasien berdandan/berhias. Anda sebagai perawat dapat melatih pasien
berdandan. Untuk pasien laki-laki tentu harus di bedakan dengan wanita.
1. Untuk pasien laki-laki pelatihan meliputi :
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Bercukur.
2. Untuk pasien wanita pelatihannya meliputi :
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Berhias.

(f) Melatih pasien makan secara mandiri. Untuk melatih pasien makan, anda dapat
melakukan tahapan sebagai berikut :
a. Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b. Menjelaskan cara makan yang tertib.
c. Menjelakasan cara merapikan peralatan makan setelah makan.
d. Praktik makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.

(g) Pasien melakukan BAB) BAK secara mandiri. Anda dapat melatih pasien untuk BAB
dan BAK mandiri sesuai tahapan berikut :
a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK.
c. Menjelaskan cara membersihakan tempat BAB dan BAK.

F. Fase
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman
berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari lingkungan yang penuh
permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana-mana, tidak mungkin mengembangkan
kehangatan emosional, dan hubungan positif dengan orang lain yang melibatkan diri
dalam situasi yang baru. Ia terus berusaha mendapatkan rasa aman. Begitu
menyakitkan sehingga rasa nyaman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia
membayangkan nasionalisasi dan mengaburkan realitas dari pada kenyataan. Keadaan
dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami suatu ketidakmampuan
dalam mengalami stressor interval atau lingkungan dengan adekuatnya. (Kusumawati,
F.&Hartono, Y. 2012)

G. Perilaku
Perilaku klien tidak yakin dengan apa yang diharapkan jika perilaku klien tidak lazim atau
tidak dapat diperkirakan keluarga. Juga dapat merasa bersalah atau bertanggung jawab
dengan meyakini bahwa mereka gagal menyediakan kehidupan penuh cinta dan
dukungan klien bahwa mereka gagal menyediakan kehidupan dirumah dan dukungan.
(Kusumawati, F.&Hartono, Y. 2012)

Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Jiwa Dengan Deficit


Perawatan Diri

1. Pengkajian
Cara pengkajian lain berfokus pada (5) lima dimensi (Direja, A.H.S. (2011). : Fisik,
Emosional, Intelektual, Sosial dan Spiritual.
Isi pengkajian meliputi:
a. Identitas Klien Biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat,
tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan tanggal pengkajian.

b. Keluhan Utama Klien dibawa kerumah sakit pada umumnya karena Defisit
dalam merawat diri, dari perawatan -perawatan diri yang biasa dilakukan, dan
sekarang jarang dilakukan dengan diawali masalah seperti senang menyendiri, tidak
mau banyak berbicara dengan orang lain, terlihat murung.

c. Faktor Predisposisi
1) Pada umumnya klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu.
2) Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
3) Pengobatan sebelumnya kurang berhasil.
4) Harga diri rendah, klien tidak mempunyai motivasi untuk merawat diri.
5) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina,
dianiaya, dan saksi penganiyaan
6) Ada anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa.
7) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu kegagalan yang dapat
menimbulkan frustasi.
d. Pemeriksaan Fisik Pengkajian fisik difokuskan pada system dan fungsi organ;
yang meliputi:
1) Ukur dan observasi tanda–tanda vital, tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan
klien.
2) Ukur tinggi badan dan berat badan klien
3) Keluhan fisik: biasanya tidak ada keluhan fisik.

e. Aspek Psikososial
1) Gambaran diri: pada umumnya klien bisa menerima anggota tubuh yang dimiliki.
2) Identitas diri: klien mengetahui status dan posisi klien sebelum dirawat.
3) Peran: klien tidak mampu melaksanakan perannya sebagaimana mestinya, baik
peran dalam keluarga ataupun dalam kehidupan masyarakat.
4) Ideal diri: klien memiliki harapan untuk segera sembuh dari penyakitnya, dan
kembali hidup normal seperti sebelum klien sakit.
5) Harga diri: klien mengalami harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan
yang terjadi dimasa lampau dan klien merasa tidak dihargai oleh orang lain.

f. Status Mental
1) Penampilan: penampilan klien tidak rapi, misalnya rambut acak– acakan, kancing
baju tidak tepat, dan baju tidak pernah diganti.
2) Pembicaraan: pembicaraan yang ditemukan pada klien yaitu pembicaraan yang
berbelit-belit.
3) Aktivitas motorik: klien mengalami tegang, gelisah dan agitasi.
4) Alam perasaan: putus asa atau sedih dan gembira yang berlebihan.
5) Afek: labil yaitu emosi yang cepat berubah – ubah.
6)Interaksi selama wawancara: Biasanya klien menunjukkan kurang kontak mata dan
kadang-kodang menolak bicara dengan orang lain.
7) Persepsi: Biasanya gangguan persepsi terutama halusinasi pendengaran, klien
biasanya mendengan suara-suara yang mengancam, sehingga klien cenderung
menyendiri, pandangan kosong, kadang-kadang bicara sendiri, sering menyendiri
dan melamun.
8) Proses pikir:

a. Arus pikiran Sirkumtansial yaitu pembicaraan yang berbelit tetapi sampai dengan
tujuan pembicaraan dan perseverasi yaitu pembicaraan yang diulang berkali – kali.
Selain sirkumtansial dan perseverasi klien dengan halusinasi visual biasanya juga
mengalami gangguan dalam bentuk Blocking, yaitu jalan pikiran tiba-tiba berhenti
atau berhenti di tengah sebuah kalimat. Pasien tidak dapat menerangkan kenapa ia
berhenti.
b. Bentuk pikiran Klien lebih sering diam dan larut dengan menyendiri, bersikap
seperti malas-malasan
c. Isi pikiran Klien merasa lebih senang menyendiri daripada berkumpul dengan
orang lain. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah, klien biasanya waham curiga atau phobia.
d. Tingkat kesadaran dan orientasi tempat dan waktu baik.
e. Memori: memori klien biasanya baik.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola respon klien baik
aktual atau potensial (Stuart dan Sudden, 2005).Rumusan diagnosa dapat
menggunakan PE yaitu permasalahan (P) yang berhubungan dengan etiologi (E) dan
keduanya ada hubungan sebab akibat secara ilmiah. Rumusan PES sama dengan PE
hanya ditambah symtom (S) atau gejala sebagai data penunjang dalam perawatan jiwa
ditemukan diagnosa anak beranak (pohon masalah), dimana jika etiologi sudah
diberikan tindakan dan permasalahan belum selesai maka P dijadikan etiologi pada
diagnosa yang baru, demikian seterusnya. Hal ini dapat dilakukan karena permasalahan
tidak disebabkan oleh suatu etiologi yang sama sehingga walaupun etiologi sudah diberi
tindakan maka permasalahan belum selesai. Untuk jalan keluarnya jika permasalahan
tersebut menjadi etiologi maka tindakan diberikan secara tuntas. Setelah selesai
pengkajian dilakukan maka data yang terkumpul tersebut dianalisa sehingga dapat
dirumuskan keperawatan yang ada dan selanjutnya dibuat rencana keperawatan
masalah yang dapat dirumuskan pada umumnya dari apa yang klien perlihatkan sampai
dengan adanya deficit perawatan diri. Direja, A.H.S. (2011)

Perawatan diri kurang : higiene

Menurunnya motivasi perawatan diri

Isolasi social : menarik diri


(Ns. Sutejo, M, Kep, Sp. Kep. J. (2017) Pohon Masalah
Diagnosa Keperawatan antara lain:
a. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
b. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK

3. Rencana tindakan keperawatan


Rencana tindakan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus
dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian
permasalahan (P) dari diagnosa tertentu. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian
etiologi (E) dari diagnosa tertentu. Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan
klien yang harus dicapai atau dimiliki klien. Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai
dengan masalah dan kebutuhan klien (Direja, A.H.S.2011).

Table. Rencana keperawatan

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah : inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik, tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
pada Nursing Orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor–faktor
yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Iyer et al 2010).

5. Evaluasi
Evaluasi dapat dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola
fikir.
S = respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O = respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A = analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah
yangada.
P = perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.
Rencana tindak lanjut dapat berupa :
a. Rencana teruskan, jika masalah tidak berubah.
b. Rencana di modifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi
hasil belum memuaskan.
c. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan
masalah yang ada serta diagnosa lama dibatalkan. (Stuart dan Laria, 2005)
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perawatan diri merupakan suatu hal yang paling penting bagi setiap individu
Karen dengan melakukan perawatan diri pada ubuh kita dapat menciptakan suatu pola
hidup yang sehat dan memberikan kepedulian pada diri suatu individu. perawatan diri
merupakan suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang
untuk kesejahteraan fisik dan pisikis, kurang perawatan diri adalah kondisi di mana
seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya.
Ketidak mampuan individu yang melakukan perawatan diri itu ampir 90% di alami
oleh orang yang mengalami ganguan jiwa, defisit perawatan diri yang sering di alami
yaitu mengenai mandi, makan, berhias diri dan eliminasi. oleh sebab itu peran poerawat
sangat penting bagi kelien yang mengalami defisit perawatan diri, agar dapat
memberikan motovasih dan mengerjakan kelien agar dapat melakukan perawatan diri
secara individu sesuai denbgan asuhan keperawatan.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka kelompok dapat mengambil saran dalam
rangka meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Ns. Sutejo, M, Kep, Sp. Kep. J. (2017), Asuhan keperawatan jiwa, Yogyakarta : PT
PUSTAKA BARU.

Ade herman Surya direjen, S, Kep, Ners (2011), Asuhan keperawatan jiwa yogyakarta:Nuha
Medika

Iqbal wahit. dkk, (2015). Buku ajar ilmukeperwatan dasar. yogyakarta :Salemba Medika

Hanik Edang Nihayati a. yusus, riski, fitryasari, (2015). buku ajar keperawatan kesehatan
jiwa, Jakarta Selatan:Saleba Medika

Direja, A.H.S. (2011). Buku ajar asuhan keperawatan jiwa.Yogyakarta: Nuha Medika

Kusumawati, F.&Hartono, Y. (2012). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta:Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai