Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tekanan hidup diduga membuat semakin banyak orang depresi dan gila.
Selain itu keadaan ekonomi juga turut andil dalam mempengaruhi banyaknya
jumlah penderita sakit jiwa (Widowati, 2013). Pemasungan adalah suatu tindakan
pembatasan gerak seseorang yang mengalalami gangguan fungsi mental dan
perilaku dengan cara pengekangan fisik dalam jangka waktu tertentu. Yang
menyebabkan terbatasnya pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang layak,
termasuk kesehatan, pendidikan, pekerjaan bagi orang tersebut. Orang dengan
ganganguan jiwa yang dipasung mengalami masalah perawatan diri (Halida, et al,
2016).

Keterbatasan perawatan diri biasanya diakibatkan karena stressor yang cukup


berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa mengalami harga diri rendah)
sehingga dirinya tidak mau mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal
mandi, berpakaian, berhias, makan, maupun BAB dan BAK. Bila tidak dilakuan
intervensi oleh perawat, maka kemungkinan klien bisa mengalami masalah risiko
tinggi isolasi sosial (Nasution, 2013).

Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan


atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Seseorang dikatakan mempunyai
konsep diri yang negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah,
tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, tidak menarik,
tidak disukai, dan hilangnya daya tarik terhadap hidup (Abdul Muhith, 2015).

Data WHO (World Health Organization) pada tahun 2006 jumlah penderita
gangguan jiwa di dunia adalah 450 juta jiwa. Pada studi terbaru WHO (World
Health Organization) di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara berkembang,
sekitar 76-78% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada
tahun pertama dalam penelitian (Saniaty. M, dkk, 2015). Hasil riset kesehatan
dasar (Riskesdas, 2013) menyebutkan prevalensi gangguan jiwa berat pada
penduduk Indonesia sebanyak 1,7 per mil. Jumlah seluruh responden dengan

1
gangguan jiwa berat berdasarkan data Riskesdas 2013 adalah sebanyak 1.728
orang. Di Jawa Timur prevalensi banyak gangguan jiwa berat tahun 2013
sebanyak 2.2 per mil.

Kemampuan individu dalam melakukan perawatan diri dipengaruhi oleh


beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, tingkat perkembangan, status
kesehatan, sistem keluarga, faktor lingkungan, sosial dan budaya, serta
tersedianya sumber-sumber/fasilitas (Herni Susanti, 2010).

Personal hygiene sangat tergantung pada pribadi masing-masing yaitu nilai


individu dan kebiasaan untuk mengembangkannya. Kehidupan sehari-hari yang
beraturan, menjaga kebersihan tubuh, makanan yang sehat, banyak menghirup
udara segar, olahraga, istirahat cukup, merupakan syarat utama dan perlu
mendapat perhatian (Nuning, 2009).

Pemeliharaan personal hygiene berarti tindakan memelihara kebersihan dan


kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang
dikatakan memiliki personal hygiene baik apabila, orang tersebut dapat menjaga
kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, gigi dan mulut, rambut,
mata, hidung, dan telinga, kaki dan kuku, genitalia, serta kebersihan dan
kerapihan pakaiannya (Arif,2008).

Pasien gangguan jiwa memerlukan suatu bimbingan atau dukungan dari


keluarga dan orang lain. Agar pasien gangguan jiwa dapat merawat diri secara
mandiri dan meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah. Penurunan
ADL( Activty of Daily Living) pada pasien jiwa di sebabkan oleh adanya
ganggguan mental pada pasien dan kurangnya pendidikan kesehatan/penyuluhan
mengenai perawatan diri pada pasien gangguan jiwa. Pendidikan kesehatan
merupakan suatu proses perubahan prilaku yang dinamis, dengan tujuan
mengubah atau mempengaruhi prilaku manusia yang meliputi komponen
pengetahuan, sikap, ataupun praktik yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat
baik secara individu, dan kelompok (Notoatmodjo, 2007).

2
Oleh karena itu, dibutuhkan Asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa
dengan defisit perawatan diri terhadap pelaksanaan ADL(Activity of Daily Living)
personal hygiene.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian defisit perawatan diri ?
2. Apa saja etiologi defisit perawatan diri ?
3. Apa saja lingkup defisit perawatan diri ?
4. Apa saja tanda dan gejala defisit perawatan diri ?
5. Bagaimana proses terjadinya defisit perawatan diri pasien gangguan jiwa ?
6. Bagaimana rentang respon defisit perawatan diri ?
7. Bagaimana mekanisme koping defisit perawatan diri ?
8. Apa saja dampak defisit perawatan diri ?
9. Bagaimana pohon masalah defisit perawatan diri ?
10. Apa saja diagnosa keperawatan defisit perawatan diri ?
11. Apa saja rencana tindakan keperawatan defisit perawatan diri ?
12. Bagaimana penatalaksanaan defisit perawatan diri ?
13. Bagaimana asuhan keperawatan defisit perawatan diri ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Umum
Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan jiwa pada
pasien dengan masalah defisit perawatan diri.
1.3.2 Khusus
1. Memahami dan mengetahui definisi defisit perawatan diri.
2. Memahami dan mengetahui Etiologi defisit perawatan diri.
3. Memahami dan mengetahui lingkup defisit perawatan diri.
4. Memahami dan mengetahui tanda dan gejala defisit perawatan diri.
5. Memahami dan mengetahui proses terjadinya defisit perawatan diri
pasien gangguan jiwa.
6. Memahami dan mengetahui rentang respon defisit perawatan diri.
7. Mengetahui dan memahami mekanisme koping defisit perawatan
diri.
8. Mengetahui dan memahami dampak defisit perawatan diri.

3
9. Mengetahui dan memahami pohon masalah defisit perawatan diri.
10. Mengetahui dan memahami diagnosa keperawatan diri.
11. Mengetahui dan memahami rencana tindakan keperawatan defisit
perawatan diri.
12. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan defisit perawatan diri.
13. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan defisit perawatan
diri.

1.4 Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
tambahan bagi yang membutuhkan dan bagi mahasiswa Keperawatan
khususnya. Penulis mengharapkan tulisan ini bisa menjadi suatu pemaparan
yang dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan defisit
perawatan diri bagi yang membutuhkan dan bagi mahasiswa yang
membutuhkan.

BAB 2

TINJAUAN TEORI

4
2.1 Pengertian Defisit Perawatan Diri

Perawatan diri (personal hygene) mencakup aktivitas yang dibutuhkan untuk


memenuhi kebutuhan sehari-hari, yang biasa dikenal dengan aktivitas kehidupan
sehari-hari (ADLs). Aktivitas ini dipelajari dari waktu dan menjadi kebiasaan
seumur hidup. Kegiatan perawatan diri tidak hanya melibatkan apa yang harus
dilakukan (kebersihan, mandi, berpakain, toilet, makan), tetapi juga berupa kapan,
di mana, dengan siapa, dan bagaimana (Miller dalam Carpenito, 2009).

Keadaan seseorang yang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk


melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri
disebut dengan defisit perawatan diri. Tidak ada keinginan klien untuk mandi
secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan
penampilan tidak rapi. Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang
timbul pada klien gangguan jiwa. Klien gangguan jiwa kronis sering mengalami
ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan
menyebabkan klien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat (Sutejo,
2017).

2.2 Etiologi Defisit Perawatan Diri


Menurut Potter dan Perry (2009), terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
personal hygiene, yaitu:
a. Citra tubuh
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri.
Perubahan fisik akibat operasi bedah, misalnya dapat memicu individu
untuk tidak peduli terhadap kebersihanya.
b. Status sosial ekonomi
Sumber penghasilan atau sumber ekonomi mempengarui jenis dan tingkat
praktik perawatan dri yang dilakukan. Perawat harus menentukan apakah
pasien dapat mencukupi perlengkapan perawatan diri yang penting seperti
sabun, pasta gigi, sampo. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah
apakah penggunaan perlengkapan tersebut sesuai dengan kebiasaan sosial
yang dipraktikkan oleh kelompok perawatan diri.

5
c. Pengetahuan
Pengetahuan tetntang perawatan diri sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Kurangnya pengetahuan tentang
pentingnya perawatan diri dan implikasinya bagi kesehatan dapat
memengaruhi praktik perawatan diri.
d. Variabel kebudayaan
Kepercayaan akan dinilai kebudayaan dan nilai diri mempengarui
perawatan diri. Orang tua dari latar belakang kebudayaan yang berbeda
mengikuti praktik kesehatan yang berbeda pula. Disebagian msyarakat,
misalnya, ada yang menerapkan mandi setiap hari, tetapi masyarakat
dengan lingkup budaya yang berbeda hanya mandi seminggu sekali.
e. Kondisi fisik
Pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan memerlukan bantuan. Biasanya, jika tidak mampu, klien
dengan kondisi fisik yang tidak sehat lebih memilih untuk tidak melakukan
perawatan diri (Sutejo, 2017).
2.3 Lingkup Defisit Perawatan Diri
a. Kebersihan diri
Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, pakaian kotor, bau badan,
bau nafas, dan penampilan tidak rapi.
b. Berdandan atau berhias
Kurangnya minat dalam memilih pakaian yang sesuai, tidak menyisir
rambut, atau mencukur kumis.
c. Makan
Mengalami kesukaran dalam mengambil, ketidakmampuan membawa
makanan dari piring ke mulut, dan makan hanya beberapa suap makanan
dari piring.

d. Toileting
Ketidakmampuan atau tidak adanya keinginan untuk melakukan defekasi
atau berkemih tanpa bantuan (Sutejo, 2017).

6
2.4 Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009) adalah
sebagai berikut:

a. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air
mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta
masuk dan keluar kamar mandi.
b. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau
menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk
mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, meggunakan alat
tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang
memuaskkan, mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
c. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
meggunakan alat tambahan, mendapat makanan, membuka container,
memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah
lalu memasukannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna makanan
menurut cara diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta
mencerna cukup makanan dengan aman.
d. Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi
pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan
tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil (Mukhripah & Iskandar,
2012).

7
Untuk mengetahui apakah pasien mengalami masalah defisit perawatan diri
maka tanda dan gejala dapat diperoleh melalui observasi pada pasien yaitu:

1. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,


kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
2. Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-
acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien
laki-laki tidak bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan
makan tidak pada tempatnya.
4. Ketidakmampuan defekasi/berkemih secara mandiri, ditandai dengan
defekasi/berkemih tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri
dengan baik setelah defekasi/berkemih.

Menurut Mukhripah & Iskandar (2012), tanda dan gejala klien dengan
defisit perawatan diri adalah:
a. Fisik
1). Badan bau, pakaian kotor
2). Rambut dan kulit kotor
3). Kuku panjang dan kotor
4). Gigi kotor disertai mulut bau
5). Penampilan tidak rapi
b. Psikologis
1). Malas, tidak ada inisiatif
2). Manarik diri, isolasi diri
3). Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
c. Sosial
1). Interaksi kurang
2). Kegiatan kurang
3). Tidak mampu berperilaku sesuai norma
4). Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB disembarangan
tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

8
2.5 Proses Terjadinya Defisit Perawatan Diri Pada Pasien Gangguan Jiwa

Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat
adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan
merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan
toileting (buang air besar [BAB] atau buang air kecil [BAK]) secara mandiri
(Yusuf, dkk, 2015).

2.6 Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Pola perawatan Kadang perawatan tidak melakukan


Diri seimbang diri kadang tidak perawatan diri

Gambar 1. Rentang respon perawatan diri (Sumber: Azizah, 2016)


Keterangan :

1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan


mampu untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan
klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stresor
kadang – kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli
dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.
2.7 Mekanisme Koping Defisit Perawatan Diri
a. Regresi
b. Penyangkalan
c. Isolasi sosial, menarik diri
d. Intelektualisasi (Mukhripah & Iskandar, 2012).

Mekanisme koping menurut penggolongannya dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Mekanisme koping adaptif

9
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,
belajar mencapai tujuan. Kategorinya adalah klien bisa memenuhi
kebutuhan perawatn diri secara mandiri.
b. Mekanisme koping maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategorinya adalah tidak mau merawat diri (Herdman Ade,
2011).
2.8 Dampak Defisit Perawatan Diri
Menurut Dermawan (2013) dampak yang sering timbul pada masalah
personal hygiene adalah :
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang
sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran
mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada
kuku.
b. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

2.9 Pohon Masalah

Gangguan pemeliharaan kesehatan


(Mandi, makan, minum, BAK, BAB)

10
Defisit perawatan diri

Menurunnya motivasi dalam perawatan diri

Isolasi sosial : Menarik diri


Sumber: Azizah, 2016.

Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji:


a. Masalah keperawatan
a) Isolasi sosial: menarik diri
b) Defisit perawatan diri

b. Data yang perlu dikaji


Isolasi sosial: menarik diri
a) Data subjektif
Klien menyatakan malas untuk mandi, makan atau minum.
b) Data objektif
Terlihat sering menyendiri

Defisit perawatan diri


a) Data subjektif
Klien menyatakan tidak mau atau tidak ingin mandi, makan, minum,
potong kuku, dan lain-lain.

b) Data objektif
Klien terlihat kukunya panjang, badan dan rambut kotor, serta kulit
berdaki (Keliat, 2016).
2.10 Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri

11
2.11 Rencana Tindakan Keperawatan
SP 1 Pasien:
a. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
b. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
c. Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
d. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 2 Pasien:
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Menjelaskan cara makan yang baik
c. Membantu pasien mempraktekkan cara makan yang baik
d. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 3 Pasien:
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Menjelaskan cara eliminasi yang baik
c. Membantu pasien mempraktekkan cara eliminasi yang baik dan
memasukkan jadwal
d. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 4 Pasien:
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Menjelaskan cara berdandan
c. Membantu pasien mempraktekkan
d. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 1 Keluarga:

a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluargab dalam merawat


pasien
b. Menjelaskan pengertian, tanda gejala dan jenis defisit perawatan diri
yang dialami

12
c. Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri

SP 2 Keluarga:

a. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan defisit


perawatan diri
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
defisit perawatan diri

SP 3 Keluarga:

a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk


minum obat
b. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
(Keliat, 2016).

2.12 Penatalaksanaan Defisit Perawatan Diri


Penatalaksanaan dengan defisit perawatan diri sebagai berikut :
a. Meningkatan kesadaran dan kepercayaan diri
b. Membimbing dan menolong klien perawatan diri
c. Ciptakan lingkungan yang mendukung
d. BHSP (bina hubungan saling percaya) (Herdman Ade, 2011).

BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Contoh Kasus

13
Tanggal 11 Mei 2016 pukul 16.00 WIB di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya
dilakukan pengkajian kepada seorang pasien yaitu Nn. L yang berusia 24 tahun.
Pasien depresi berat setelah kehilangan anak pertamanya yang sangat ia tunggu-
tunggu kelahirannya. Pasien sering menyendiri dan tidak mau banyak berbicara
kepada orang lain. Nn. L terlihat sangat sedih, gelisah, berpakaian tidak rapi, tidak
bisa berdandan dengan baik, makanan berceceran, BAB/BAK sembarangan, dan
terlihat kebingungan. Karena orang tua Nn. L merasa terganggu dan malu, mereka
membawa dan menitipkan Nn.L untuk dirawat di Rumah Sakit Jiwa menur
Surabaya.

3.2 Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan Diri


3.2.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
Inisial : Nn. L (P) Tanggal Pengkajian : 11 Mei 2016
Umur : 24 tahun RM No. : 054xxx
Informan : Rekam medis dan pasien
b. Keluhan Utama
Klien sering menyendiri, tidak mau banyak berbicara kepada orang lain,
dan tidak merawat dirinya sendiri.
c. Alasan Masuk
Pasien mengalami depresi berat karena kehilangan anak pertamanya yang
sangat ditunggu-tunggu kelahirannya. Pasien sering menyendiri.
Penampilan pasien tidak rapi dan tidak mau berbicara kepada orang lain.
KU pasien: pasien terlihat menggaruk-garuk badannya, baju terlihat kotor
dan tidak rapi, bau badan, dan terlihat kebingungan.

d. Faktor Predisposisi
Pasien dibawa oleh orang tuanya ke RSJ Menur Surabaya. Pasien sering
menyendiri dan tidak mau berbicara banyak kepada orang lain. Menurut
orang tuanya, pasien pernah mengalami gangguan mental sejak kecil.
e. Pemeriksaan Fisik

14
Saat dilakukan pemeriksaan fisik, pasien tidak mengeluh apapun.
f. Psikososial
1. Genogram
Pasien hanya diam dan tertawa saat ditanya oleh perawat.
2. Konsep Diri
a. Gambaran diri : Pasien tidak kooperatif. Pasien tidak
mampu menggambarkan tentang dirinya sendiri.
b. Identitas : Pasien mengatakan dirinya bernama “L”.
Pasien mengatakan sudah menikah. Pasien tidak mampu
mengingat usianya.
c. Peran : Pasien tidak kooperatif. Pasien tidak
mampu menjelaskan peran dirinya sendiri.
d. Ideal diri : Pasien tidak kooperatif. Pasien tidak
mampu menjelaskan ideal dirinya sendiri. Pasien hanya diam dan
tersenyum.
e. Harga diri : Pasien tidak kooperatif. Pasien tidak
percaya diri untuk berkenalan dengan orang baru.
3. Hubungan Sosial
Pasien tampak sering menyendiri. Pasien hanya melihat orang yang
mengajaknya berbicara dan tidak mau menjawab jika ditanya orang
lain.
4. Spiritual
a. Nilai dari keyakinan
Pasien hanya tertawa saat perawat mengkaji. Pasien tidak
kooperatif.

b. Kegiatan ibadah
Pasien tampak mengikuti sholat berjamaah ketika teman-
temannya sholat, namun saat ditanya oleh perawat kenapa pasien
sholat, pasien tidak mengerti dan hanya tertawa.
g. Status Mental

15
1. Penampilan
Pasien menggunakan pakaian yang tidak rapi, baju kotor, dan bau
badan.
2. Pembicaraan
Pasien tidak mampu berbicara dengan lancar.
3. Aktivitas Motorik
Pasien tampak gelisah dan kebingungan.
4. Alam Perasaan
Pasien tampak sedih saat diajak berbincang-bincang. Pasien sering
bertingkah seperti anak kecil.
5. Afek
Terkadang pasien mudah menangis dan mudah tertawa saat diajak
berkomunikasi.
6. Interaksi Selama Wawancara
Pasien tidak kooperatif. Pasien tampak sulit berbicara dengan
lancar. Kontak mata kurang saat diajak berbicara.
7. Persepsi Halusinasi
Saat ditanya pasien tidak mendengarkan atau melihat sesuatu yang
tidak bisa dilihat/didengar orang lain.
8. Proses Pikir
Pasien berbicara tidak jelas. Saat diajak berbincang-bincang seperti
anak kecil.
9. Isi Pikir
Pasien tidak kooperatif dan hanya tertawa saat ditanya.
10. Tingkat Kesadaran
Pasien tidak mampu menyebutkan waktu (hari/tanggal), tempat, dan
teman-teman kamarnya.
11. Memori
Pasien sering lupa. Pasien tidak mampu mengingat kejadian masa
lampau.
12. Tingkat Konsentrasi Dan Berhitung

16
Saat ditanya, perhatian pasien kurang, bahkan terkadang tidak ada
(hanya menunduk), sambil tertawa. Pasien tidak mampu
berkonsentrasi.
13. Kemampuan Penilaian
Pasien tidak kooperatif. Pasien hanya tertawa saat dikaji oleh
perawat.
14. Daya Tilik Diri
Pasien menganggap dirinya baik-baik saja.
h. Status Mental
1. Kemampuan Klien Memenuhi/Menyediakan Kebutuhan
Pasien tidak mampu makan sendiri. Makanan banyak yang
berceceran. Pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri
dan aktivitas sehari-seharinya, seperti mandi sendiri, pasien masih
dimandikan, masih menggunakan pakaian yang tidak rapi.
2. Kegiatan Hidup Sehari-hari
a) Perawatan Diri
Pasien masih membutuhkan bantuan orang lain untuk mandi,
menggunakan pakaian masih tidak rapi, pakaian sering terlihat
kotor. Pasien jarang membersihkan toilet setelah BAB/BAK, saat
makan pasien tidak mau membersihkan makanannya yang
berceceran.
b) Nutrisi
Pasien mengatakan makanannya enak. Nafsu makan pasien
meningkat. Tidak ada diet khusus untuk pasien.
c) Tidur
Pasien hanya mengatakan tidurnya enak.

3. Kemampuan Klien Dalam:


Pasien masih membutuhkan bantuan orang lain untuk mengantisipasi
kebutuhan sendiri. Pasien tidak mampu berkonsentrasi.
4. Klien Memiliki Sistem Pendukung

17
Pasien hanya memiliki sistem pendukung dari ibunya. Ayah pasien
tidak mau mengurusinya.
5. Apakah klien menikmati saat bekerja yang menghasilkan atau hobi
Pasien tidak bekerja.
i. Mekanisme Koping
1. Adaptif
Mau bicara dengan orang lain.
2. Maladaptif
Sering menghindar.
j. Masalah Psikososial Dan Lingkungan
1. Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik: pasien tidak
kooperatif, pasien sulit berkonsentrasi, pasien terlihat sering
menyendiri.
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik: pasien tidak
kooperatif, pasien hanya tertawa, pasien sulit berkonsentrasi, pasien
tampak sering menghindar.
3. Masalah dengan pendidikan, spesifik: pasien tidak kooperatif, pasien
hanya tertawa saat ditanya oleh perawat.
4. Masalah dengan pekerjaan, spesifik: pasien tidak kooperatif, pasien
hanya menggelengkan kepala saat ditanya oleh perawat.
5. Masalah dengan perumahan, spesifik: pasien tidak kooperatif, pasien
hanya menggelengkan kepala saat ditanya oleh perawat.
6. Masalah ekonomi, spesifik: pasien tidak kooperatif, pasien hanya
tertawa dan kadang menghindar.
7. Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik: pasien tidak
kooperatif, pasien hanya tertawa, pasien sulit berkonsentrasi.
8. Masalah lainnya, spesifik: pasien tampak malu dan tidak percaya diri
saat perawat meminta pasien untuk berkenalan dengan orang lain.
Pasien menghindar saat didekati orang baru.
k. Pengetahuan Kurang Tentang penyakit
Pengetahuan pasien kurang tentang penyakit jiwa, faktor presipitasi, dan
koping. Pasien tidak mampu mengenali keadaan dirinya.

18
l. Data Lain-Lain

m. Aspek Medik
Diagnosa Medik : F. 20. 2 (Skizofrenia Katatonik Berkelanjutan)
Terapi Medik : inj. Diazepam 1 amp. (IV), Clobazam 10 mg (0- ½-
1, Tryhexyphenidyl 2 mg (1-0-1), Risperidon 1 mg (1-0-1)
n. Daftar Masalah Keperawatan
1. Inefektif koping keluarga
2. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah
3. Isolasi sosial
4. Distres spiritual
5. Defisit perawatan diri
6. Hambatan komunikasi verbal
7. Gangguan penyesuaian diri
8. Gangguan proses pikir
9. Gangguan pemeliharaan kesehatan
10. Inefektif koping individu
o. Daftar Diagnosis Keperawatan
Defisit perawatan diri

3.2.2 Analisis Data

Tanggal Data Etiologi Masalah


Inefektif koping
11 Maret 2016 Ds : pasien mengatakan individu Defisit perawatan diri
kehilangan anak pertamanya
yang telah ditunggu-tunggu
Causa:
Gangguan konsep
Do : pasien terlihat mengaruk-
diri: harga diri
ngaruk badannya, baju terlihat rendah

19
Core Problem:
kotor dan tidak rapi, bau Defisit perawatan
diri
badan, dan terlihat
kebingungan.
Effect:
Isolasi sosial

3.2.3 Diagnosa Ke
Berdasarkan data yang diperoleh, diagnosis masalah keperawatan dalam
gangguan defisit perawatan diri meliputi kebersihan diri, berhias, makan, dan
eliminasi.

3.2.4 Intervensi

PERENCANAAN
DIAGNOSIS Tujuan Kriteria
Intervensi Rasional
KEPERAWATAN (TUK/TUM) Evaluasi
Defisit perawatan TUM : Bina hubungan Kepercayaan
diri: kebersihan diri, Pasien dapat saling percaya dari pasien
berdandan, makan, memelihara dengan prinsip merupakan hal
BAK / BAB atau merawat komunikasi yang akan
kebersihan terapeutik, yaitu: memudahkan
sendiri secara 1. Sapa pasien perawat dalam
mandiri. dengan ramah melakukan
baik verbal pendekatan
TUK 1 : Pasien maupun keperawatan
Pasien dapat menunujukkan nonverbal. atau intervensi
membina tanda-tanda dapat 2. Perkenalkan diri selanjutnya
hubungan membina dengan sopan. terhadap pasien.
saling hubungan saling 3. Tanyakan nama
percaya. percaya dengan lengkap pasien
perawat, yaitu: dan nama
a. Ekspresi panggilan.
wajah 4. Jelaskan tujuan
bersahabat. pertemuan.
b. Pasien 5. Jujur dan
menunjukkan menepati janji.

20
rasa senang. 6. Tunjukkan sikap
c. Pasien empati dan
bersedia menerima pasien
berjabat apa adanya.
tangan. 7. Beri perhatian
d. Pasien pada pemenuhan
bersedia kebutuhan dasar
menyebutkan pasien.
nama.
e. Ada kontak
mata.
f. Pasien
bersedia
duduk
berdampingan
dengan
perawat.
g. Pasien
bersedia
mengutarakan
masalah yang
dihadapinya.
TUK 2 : Kriteria Evaluasi: Melatih pasien cara- Pengetahuan
Pasien Pasien dengan cara perawatan diri tentang
mampu aman melakukan dengan cara: pentingnya
melakukan (kemampuan 1. Menjelaskan perawatan diri
kebersihan maksimum) pentingnya dapat
diri secara aktivitas kebersihan diri. meningkatkan
mandiri. perawatan diri 2. Menjelaskan motivasi pasien.
secara mandiri. alat-alat untuk
menjaga Menyiapkan
kebersihan diri. untuk
3. Menjelaskan meningkatkan
cara-cara kemandirian.
melakukan
kebersihan diri. Bimbingan
4. Melatih pasien perawat akan
mempraktikkan mempermudah
cara menjaga pasien
kebersihan diri. melakukan
perawatan diri
secara mandiri.

21
TUK 3 : Kriteria Evaluasi: 1. Melatih pasien Membiasakan
Pasien Pasien dengan berdandan, diri utnuk
mampu aman melakukan dengan rincian: melakukan
melakukan (kemampuan a. Untuk pasien perawatan diri
tindakan maksimum) atau laki-laki, latihan sendiri.
perawatan mempertahankan meliputi:
berupa aktivitas 1) Berpakaian Bimbingan
berhias atau perawatan diri 2) Menyikat perawat akan
berdandan berupa berhias rambut mempermudah
secara baik. dan berdandan. 3) bercukur pasien
Pasien berusaha b. Untuk pasien melakukan
untuk memelihara wanita, latihan perawatan diri
kebersihan diri, meliputi: secara mandiri.
seperti mandi 1) Berpakaian
pakai sabun dan 2) Menyisir Penguatan
disiram dengan rambut (reinforcement)
air sampai bersih, 3) berhias dapat
mengganti 2. Memantau meningkatkan
pakaian bersih kemampuan motivasi pasien.
sehari-hari, dan pasien dalam
merapikan berpakaian dan
penampilan. berhias.
3. Memonitor atau
mengidentifikasi
adanya
kemunduran
sensori, kognitif,
dan psikomotor
yang
menyebabkan
pasien
mempunyai
kesulitan dalam
berpakaian dan
berhias.
4. Diskusikan
dengan pasien
kemungkinan
adanya hambatan
dalam
berpakaian dan
berhias.

22
5. Menggunakan
komunikasi atau
instruksi yang
mudah
dimengerti
pasien untuk
mengakomodasi
keterbatasan
kognitif pasien.
6. Sediakan baju
bersih dan sisir,
jika mungkin
bedak, parfum,
dsb.
7. Dorong pasien
untuk
mengenakan baju
sendiri dan
memasang
kancing dengan
benar.
8. Memberikan
bantuan kepada
pasien jika perlu.
9. Evaluasi
perasaan pasien
setelah mampu
berpakaian dan
berhias.
10. Berikan
reinforcement
atau pujian atas
keberhasilan
pasien
berpakaian dan
berhias.
TUK 4 : Kriteria Evaluasi: 1. Memantau Identifkasi
Pasien Kebutuhan kemampuan mengenai
mampu personal hygiene pasien makan. penyebab pasien
melakukan pasien terpenuhi. 2. Identifikasi tidak mau
kegiatan Pasien mampu bersama pasien makan
makan melakukan faktor-faktor menentukan

23
dengan baik. kegiatan makan penyebab pasien intervensi
secara mandiri tidak mau perawat
dan tepat dengan makan. selanjutnya.
mengungkapkan 3. Identifikasi
kepuasan makan. adanya hambatan
makan.
a. Fisik:
kelemahan,
isolasi, Pengetahuan
keterbatasan tentang
extremitas, pentingnya
dll. perawatan diri
b. Emosi: meningkatkan
depresi, motivasi.
manik,
penurunan
nafsu makan.
c. Intelektual: Pasien mungkin
curiga. kesulitan dalam
d. Sosial: mempersiapkan,
curiga. mengambil
e. Spiritual: makanan
adanya sendiri, dan
waham. merapikan
4. Diskusikan peralatan.
dengan pasien
akibat kurang
atau tidak
makan. Menambah
5. Diskusikan wawasan pasien
dengan paisen tentang personal
fungsi makanan hygiene makan.
bagi kesehatan.
6. Menjelaskan cara
mempersiapkan
makan kepada
pasien. Penguatan
7. Menjelaskan (reinforcement)
tentang personal dapat
hygiene tentang meningkatkan
pola makan. motivasi pasien.
8. Menjelaskan cara

24
makan yang
tertib.
9. Menjelaskan cara
merapikan
peralatan makan
setelah makan.
10. Paraktik makan
disesuaikan
dengan tahapan
makan yang
baik.
11. Evaluasi
perasaan pasien
setelah makan.
Berikan
penguatan
(reinforcement)
terhadap
kemajuan pasien
(misalnya:pening
katan porsi
makan)
TUK 5 : Kriteria Evaluasi : 1. Mengkaji budaya Mengetahui
Mampu Pasien dapat pasien ketika kebiasaan pasien
melakukan melaksanakan mempromosikan dalam toileting
BAB/BAK perawatan diri aktivitas dapat membantu
secara secara mandiri perawatan diri. perawat
mandiri. dalam hal 2. Bantu pasien ke melakukan
BAB/BAK, toilet. intervensi
seperti: 3. Berikan selanjutnya.
a. Mampu duduk pengetahuan
dan turun dari tentang personal Hambatan
toilet hygiene dalam mobilitas
b. Mampu kaitannya dengan menyebabkan
membersihka toileting. pasien tidak
n diri setelah 4. Menjelaskan mampu
eliminasi tempat melakukan
secara BAB/BAK yang perawatan diri
mandiri/diban sesuai. secara mandiri.
tu 5. Menjelaskan cara
membersihkan Mengetahui
diri setelah pentingnya

25
BAB/BAK. personal
6. Menjelaskan cara hygiene bagi
membersihkan pasien.
tempat BAB dan
BAK. Memberikan
kesempatan
kepada keluarga
untuk membantu
pasien.

TUK 6 : Kriteria Evaluasi: 1. Diskusikan Memberikan


Keluarga Keluraga dapat dengan keluarga kesempatan
mampu mengetahui tentang fasilitas kepada kelurga
merawat defisit perawatan kebersihan diri untuk membantu
anggota diri pasien dan yang dibutuhkan pasien dan
keluarganya cara memberikan oleh pasien memberikan
yang dukungan dalam untuk menjaga motivasi.
mengalami memberikan perawatan diri
masalah dalam pasien.
kurang memberikan 2. Anjurkan Keluarga
perawatan dukungan pada keluarga untuk sebagai sistem
diri. pasien dalam terlibat dalam pendukung
melakukan merawat diri berperan penting
perawatan diri pasien dan dalam
membantu membantu
mengingatkan pasien.
pasien dalam
merawat diri
(sesuai dengan
yang telah
disepakati).
3. Anjurkan
keluarga untuk
memberikan
pujian atas
keberhasilan
pasien dalam
merawat diri.

3.2 5 Implementasi & Evaluasi


No Tanggal/jam Implementasi Evaluasi

26
Defisit perawatan diri TUK 1 : Pasien dapat S:-
Selasa, 17 mei 2016 membina hubungan saling O : Pasien tampak cemas
percaya.
Pukul : 07.00 wib A : Tujuan belum tercapai
1. Menyapa pasien
dengan ramah baik P : Intervensi dilanjutkan nanti
verbal maupun
nonverbal.
1
2. Memperkenalkan
diri dengan sopan.
3. Menanyakan nama
lengkap pasien dan
nama panggilan.
4. Menjelaskan tujuan
pertemuan.
Rabu, 18 mei 2016 Tuk 2 : melakukan S : pasien mengatakan, tidak
Pukul : 07.00 wib kebersihan diri secara mau mandi
mandiri O : penampilan pasien acak-
1. Menjelaskan acakan, mau badan tidak
2 pentingnya sedap, dan wajah kusam
kebersihan diri.
A : masalah teratasi sebagian
2. Menjelaskan alat-
alat untuk menjaga P : Intervensi dilanjutkan Tuk
kebersihan diri. 3

3 Kamis, 19 mei 2016 Tuk 3 : pasien mampu S : pasien mengatakan, sudah


Pukul : 08.00 melakukan tindakan mau bersih diri mandi
perawatan berupa berhias O : pasien sudah terlihat
atau berdandan secara baik bersih, tetapi masih terlihat
1. Memantau sedih
kemampuan pasien A : Masalah teratasi sebagian
dalam berpakaian
P : Intervensi dilanjutkan Tuk
dan berhias.
2. Memonitor atau 4
mengidentifikasi
adanya kemunduran
sensori, kognitif,
dan psikomotor
yang menyebabkan
pasien mempunyai
kesulitan dalam

27
berpakaian dan
berhias.
3. Mendiskusikan
dengan pasien
kemungkinan
adanya hambatan
dalam berpakaian
dan berhias.
Senin, 23 mei 2016 Tuk 4 : pasien mampu S : pasien mengatakan tidak
Pukul : 13.00 melakukan kegiatan makan nafsu makan apabila tidak ada
dengan baik anggota keluarga
1. Memantau O : pasien terlihat pucat dan
kemampuan pasien lemas
4 makan.
A : Masalah teratasi sebagian
2. Mengidentifikasi
bersama pasien P : Inervensi dilanjutkan Tuk 5
faktor-faktor dan Tuk 6
penyebab pasien
tidak mau makan.

Selasa, 24 mei 2016 Tuk 5 : mampu melakukan S : pasien mengatakan, sudah


Pukul : 07.00 BAB/BAK secara mandiri melakukan BAB
1. Memberikan O : pasien terlihat segar dan
pengetahuan tentang tenang
personal hygiene
5 A : Masalah teratasi sebagian
dalam kaitannya
P : intervensi dilanjutkan TUK
dengan toileting.
2. Menjelaskan tempat 6
BAB/BAK yang
sesuai.

6 Rabu, 25 mei 2016 Tuk 6 : keluarga mampu S : pasien mengatakan, sudah


Pukul : 09.00 – 14.00 merawat anggota bisa merawat diri
keluarganya yang O : pasien terlihat rapi, sehat,
mengalami masalah kurang dan tenang
perawatan diri A : masalah teratasi
1. Anjurkan keluarga P : intervensi selesai, pasien
untuk terlibat dalam pulang
merawat diri pasien

28
dan membantu
mengingatkan
pasien dalam
merawat diri (sesuai
dengan yang telah
disepakati).

3.2.6 Pohon Masalah

Effect:
Isolasi sosial

Core Problem:
Defisit perawatan diri

Causa:
Gangguan konsep diri: harga diri rendah

Inefektif koping individu

Inefektif koping keluarga


BAB 4

PEMBAHASAN

Defisit perawatan diri adalah keadaan seseorang yang mengalami kelainan


dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari
secara mandiri. Defisit perawatan diri meliputi kebersihan diri, berdandan atau

29
berhias, makan, dan toileting. Klien dengan gangguan jiwa kronis sering
mengalami ketidakpedulian dalam merawat diri. Misalnya tidak ada keinginan
untuk mandi, pakaian kotor, tidak menyisir rambut, bau badan, bau napas, dan
penampilan tidak rapi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene yaitu: citra tubuh


(gambaran individu terhadap dirinya), status sosial ekonomi, pengetahuan tentang
perawatan diri, variabel kebudayaan, dan kondisi fisik. Kurangnya perawatan diri
pada pasien gangguan jiwa disebabkan oleh perubahan proses pikir yang
menyebabkan menurunnya kemampuan dalam melakukan aktivitas perawatan
diri. Penatalaksanaan dengan defisit perawatan diri seperti berikut ini :

a. Meningkatan kesadaran dan kepercayaan diri


b. Membimbing dan menolong klien perawatan diri
c. Ciptakan lingkungan yang mendukung
d. BHSP (bina hubungan saling percaya)
Pada saat pengkajian diperoleh data subjektif, yaitu klien mengatakan
tentang malas mandi, tidak mau menyisir rambut, tidak mau menggosok gigi,
tidak mau memotong kuku, tidak mau berhias atau berdandan, tidak bisa atau
tidak mau menggunakan alat mandi atau kebersihan diri, tidak menggunakan alat
makan dan minum saat makan dan minum, BAB dan BAK sembarangan, tidak
membersihkan diri dan tidak membersihkan tempat BAB dan BAK setelah BAB
dan BAK, tidak mengetahui cara perawatan diri yang benar. Dan diperoleh juga
data objektif seperti berikut: Badan klien bau, kotor, berdaki, rambut kotor, gigi
kotor, kuku panjang; tidak menggunakan alat-alat mandi pada saat mandi dan
tidak mandi dengan benar; rambut kusut, berantakan, kumis dan jenggot tidak
rapi, serta tidak mampu berdandan; pakaian tidak rapi, tidak mampu memilih,
mengambil, memakai, mengencangkan dan memindahkan pakaian; memakai
barang-barang yang tidak perlu dalam berpakaian, misalnya memakai pakaian
berlapis-lapis, penggunaan pakaian yang tidak sesuai; melepas barang-barang
yang perlu dalam berpakaian, misalnya telanjang; makan dan minum
sembarangan serta berceceran tidak menggunakan alat makan, tidak mampu
menyiapakan makanan, memindahkan makanan ke alat makan (dari panci ke

30
piring atau mangkok, tidak mampu menggunakan sendok dan tidak mengetahui
fungsi alat-alat makan), memegang alat makan, membawa makanan dari piring ke
mulut, mengunyah, menelan makanan secara aman dan menghabiskan makanan;
BAB dan BAK tidak pada tempatnya. Klien tidak membersihkan diri setelah BAB
dan BAK serta tidak mampu menjaga kebersihan toilet dan menyiram toilet dan
menyiram toilet setelah BAB dan BAK.
Diagnosa keperawatan yang diperoleh adalah defisit perawatan diri.
Diagnosis masalah keperawatan dalam gangguan defisit perawatan diri meliputi
kebersihan diri, berhias, makan, dan eliminasi.
Intervensi keperawatan untuk mengatasi diagnosa pada klien dengan
defisit perawatan diri adalah membina hubungan saling percaya dengan prinsip
komunikasi terapeutik, melatih pasien cara-cara perawatan diri, misalnya cara
mandi, berhias, makan, dan toileting dengan benar dan mandiri.

BAB 5

PENUTUP

5.1 Simpulan
Defisit perawatan diri yaitu keadaan seseorang yang mengalami kelainan
dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan
sehari-hari secara mandiri.

31
Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene, yaitu: Citra tubuh, status
sosial ekonomi, pengetahuan, variabel kebudayaan, kondisi fisik.
Lingkup defisit perawatan diri yaitu : Kebersihan diri, berdandan atau
berhias, makan, toileting.
Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah :
1. Fisik (Badan bau, pakaian kotor, Rambut dan kulit kotor , dll)
2. Psikologis (Malas, tidak ada inisiatif, Manarik diri, isolasi diri , Merasa tak
berdaya, rendah diri dan merasa hina)
3. Sosial (Interaksi kurang, Kegiatan kurang , Cara makan tidak teratur BAK
dan BAB disembarangan tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
Mekanisme koping defisit perawatan diri : Regresi, Penyangkalan, Isolasi
sosial, menarik diri, Intelektualisasi.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene adalah : Dampak
fisik dan dampak psikososial.

5.2 Saran
Bagi klien : sebaiknya klien sering berlatih untuk meningkatkan perawatan
diri dan melakukan perawatan diri dengan mandiri dan tepat.
Bagi keluarga : sebaiknya sering mengunjungi klien di rumah sakit, sehingga
keluarga dapat mengetahui perkembangan kondisi klien, memberi dukungan
kepada klien, dan dapat membantu perawat dalam pemberian asuhan keperawatan
bagi klien.
Bagi profesi perawat : sebaiknya perawat melatih klien melakukan aktivitas
sehari-hari dan membantu klien dalam beraktivitas untuk memberikan asuhan
keperawatan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L.M. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta:


Indomedia Pustaka.

Herdman, Ade. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

32
Herdman, T. Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klaifikasi 2015-
2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.

Keliat, C. 2016. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Yogyakarta: EGC.

Mukhripah & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika


Aditama.
Sutejo. 2017. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

ROLE PLAY

Tanggal 11 Mei 2016 pukul 16.00 WIB di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya
dilakukan pengkajian kepada seorang pasien yaitu Nn. L yang berusia 24 tahun.
Pasien depresi berat setelah kehilangan anak pertamanya yang sangat ia tunggu-
tunggu kelahirannya. Pasien sering menyendiri dan tidak mau banyak berbicara
kepada orang lain. Nn. L terlihat sangat sedih, gelisah, berpakaian tidak rapi, tidak
bisa berdandan dengan baik, makanan berceceran, BAB/BAK sembarangan, dan
terlihat kebingungan. Karena orang tua Nn. L merasa terganggu dan malu, mereka
membawa dan menitipkan Nn.L untuk dirawat di Rumah Sakit Jiwa menur
Surabaya.

33
(Perawat mendatangi pasien)

Perawat : assalamualaikum

Pasien : (terdiam dan memandang perawat)

Perawat : namanya siapa?

Pasien : (terdiam)

Perawat : loh kok tidak menjawab?

Pasien : (senyum)

Perawat : tadi saya lihat kok garuk-garuk badannya? Kenapa? Gatal ya?

Pasien : (mengangguk-anggukkan kepala)

Perawat : mbak sudah mandi?

Pasien : (menggeleng-gelengkan kepala dan ketakutan)

Perawat : mari saya antar mandi ya ke kamar mandi

Pasien : (menolak karena mengira perawat mengambil boneka yang dikira


anaknya)

Perawat : tidak, saya tidak mengambil, mandi dulu biar anaknya ditaruh disini
dulu

Pasien : (pasien mampu diantarkan mandi)

(10 menit kemudian, perawat membantu Nn.Lusi ganti baju)

Perawat : ayo mbak ganti baju dulu ya, biar tidak gatal lagi seperti tadi, biar
semakin cantik

Pasien : iya (muka datar)

Perawat : sudah selesai, sudah cantik. Kalau begitu saya ke nurse station dulu ya
mbak.

34
Pasien : (menganggukkan kepala)

(2 jam kemudian dokter melakukan visite bersama perawat)

Dokter : assalamualaikum

Pasien : (diam)

Dokter : mbak, kok sedih? Kenapa?

Pasien : (diam lalu menangis)

Dokter : mbak kenapa menangis? Silahkan bercerita ada apa?

Pasien : (diam dan menggelengkan kepala)

Dokter : baik kalau mbak belum mau bercerita, nanti saya kembali lagi

Perawat : mbak jangan sedih ya.

(setelah menenangkan Nn. Lusi, dokter dan perawat kembali ke


ruangannya)

Dokter : bagaimana keadaan Nn. Lusi hari ini sus?

Perawat : Nn.Lusi tidak mau berbicara dan tadi hampir tidak mau mandi.

Dokter : iya sus, setiap hari tolong dilatih berbicara supaya dia lebih terbuka lagi
dan mau bercerita, dan jangan lupa diingatkan untuk mandi serta dilatih

Perawat : iya baik dok

(beberapa jam kemudian, perawat datang ke kamar Nn.Lusi)

Perawat : assalamualaikum

Pasien : (diam)

Perawat : sudah dimakan makanannya mbak?

Pasien : (mengangguk)

Perawat : loh kok berceceran nasinya, tidak dimakan ya tadi?

35
Pasien : (diam)

Perawat : ayo saya ajari makan ya biar tidak berceceran lagi, sebelumnya cuci
tangan dulu ya

Pasien : (menirukan perawat cuci tangan)

(sambil menyuapi pasien, perawat mengajak berkomunikasi pasien dan


akhirnya pasien sudah sedikit mau diajak berkomunikasi)

(keesokan harinya, perawat kembali mendatangi pasien)

Perawat : assalamualaikum

Pasien : waalaikumsalam

Perawat : bagaimana keadaannya?

Pasien : baik

Perawat : mbak sudah mandi?

Pasien : sudah

Perawat : oh pantas kok sudah cantik

Pasien : sus (sambil memegang perutnya)

Perawat : ada apa mbak?

Pasien : (kentut dan BAB di tempat)

Perawat : loh ayo saya bantu bersihkan dulu ke kamar mandi biar tidak kotor.
Sebentar saya bersihkan dulu tempatnya

(setelah membersihkan, perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada


pasien)

Perawat : mbak, nanti kalau ingin BAB lagi ke kamar mandi ya? Jangan lupa
setelah BAB cuci tangan

Pasien : iya

36
Perawat : ya sudah saya kembali ke nurse station dulu

(beberapa jam kemudian, dokter melakukan visite bersama perawat)

Dokter : assalamualaikum

Pasien : waalaikumsalam

Dokter : bagaimana keadaannya?

Pasien : baik dok

Dokter : alhamdulillah. Kenapa kemarin sedih, murung, tidak menjawab dan


tidak mau mandi?

Pasien : itu dok

Dokter : silahkan mbak bercerita, barangkali saya nanti bisa memberi saran
masalah mbak

Pasien : sebenarnya saya sedih dok, sus

Dokter dan suster : kenapa mbak?

Pasien : saya sangat sedih, anak pertama saya meninggal di dalam kandungan

Dokter : kalau boleh tau, apa yang menyebabkan anak ibu bisa meninggal?

Pasien : karena jatuh terpeleset di kamar mandi, lalu keguguran dok

Dokter : oh anak pertama ya mbak?

Pasien : iya dok, saya sangat menanti-nanti anak pertama saya

Dokter : sabar mbak, mbak masih muda, masih ada kemungkinan besar hamil
lagi. Jangan termenung dan jangan berlarut-larut dalam kesedihan.
Tidak baik juga kondisi mbak seperti ini

Pasien : baik dok, saya butuh waktu

Dokter : baik, saya kembali dulu. Semoga mbak lekas sembuh dan segera
dikaruniai anak lagi ya

37
Pasien : amin

Dokter dan suster : assalamualaikum

Pasien : waalaikumsalam

(akhirnya Nn. Lusi belajar merawat dirinya sendiri dan berkomunikasi)

38

Anda mungkin juga menyukai