Anda di halaman 1dari 20

21

4. Implementasi

Apabila tujuan, hasil, dan intervensi telah diidentifikasi, perawat siap

untuk melakukan aktivitas pencatatan pada rencana perawatan klien.

Dalam pengaplikasian rencana ke dalam tindakan dan penggunaan

biaya secara efektif serta pemberian perawatan secara tepat waktu,

perawat pertamakali mengidentifikasi prioritas untuk pemberian

perawatan tersebut. Perawat perlu mempertimbangkan intervensi yang

dapat digabungkan untuk memfasilitasi penyelesaian aktivitas dalam

batasan waktu yang telah diberikan. Selanjutnya. Sambil memberikan

perawatan juga di catat data respons klien terhadap intervensi

(Doenges 2007 : 21).

5. Evaluasi

Evaluasi respons klien terhadap perawatan yang diberikan dan

pencapaian hasil yang diharapkan (yang dikembangkan pada fase

perencanaan dan didokumentasikan dalam rencana perawatan)

merupakan tahap akhir dari proses keperawatan (Doenges, 2007 : 21).

Menurut (Direja, 2017 : 39) Evaluasi adalah proses berkelanjutan

untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi

dilakukan terus-menerus pada respons klien tindakan keperawatan

yang telah dilaksanakan.


22

C. Konsep Dasar Keperawatan Defisit Perawatan Diri

1. Definisi

Menurut (Direja 2017) Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang

mempengaruhi persepsi klien, cara berfikir, bahasa, emosi, dan

perilaku sosialnya. Perawatan diri (personal hygiene) mencangkup

aktivitas yang dibutuhkan untuk memahami kebutuhan sehari-hari,

yang biasa dikenal dengan aktifitas kehidupan sehari-hari (ADLs).

Aktifitas ini dipelajari dari waktu ke waktu dan menjadi kebiasaan

seumur hidup. Kegiatan perawatan diri tidak hanya melibatkan apa

yang harus dilakukan (kebersihan, mandi, berpakaian, toilet, makan),

tetapi juga berapa, kapan, di mana, dengan siapa, dan bagaimana

(Sutejo,2017 : 113).

Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk

memelihara kesehatan mereka secara fisik dan keadaan emosional.

Pemeliharaan personal hygiene diperlukan untuk kenyamanan

individu, keamanan, dan kesehatan. Ketika memberikan perawatan

kebersihan diri pada klien, perawat dapat mengkaji status fisik dan

emosional klien, dan dapat mengimplementasi proses perawatan bagi

kesehatan total klien (Sulistyowati, 2012). Defisit perawatan diri

adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan

kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan

diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian atau berhias,

dan BAB dan BAK (toileting) (Laili, 2014).


23

Sedangkan definisi perawatan diri menurut, (Doenges, 2007 : 399)

adalah ketidak mampuan mengangkat makanan dari piring kemulut,

memperoleh atau mendapatkan minuman, membersihkan tubuh,

mengatur suhu atau aliran air, kerusakan kemampuan untuk memakai

atau melepaskan pakaian yang diperlukan, mengambil atau meletakkan

pakaian, mengencangkan pakaian, mempertahankan penampilan dalam

tingkat yang memuaskan, ketidak mampuan kekamar kecil (hambatan

mobilitas), melepaskan pakaian untuk keperluan eliminasi (defekasi

atau berkemih), melakukan hiegene setelah defekasi atau berkemih.

2. Etiologi

Menurut (Sutejo,2017 : 114) terdapat faktor-faktor yang

mempengaruhi personal hygiene, yaitu:

a. Citra tubuh

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi

kebersihan diri. Perubahan fisik akibat operasi bedah, misalnya,

dapat memicu individu untuk tidak peduli terhadap kebersihannya.

b. Status sosial ekonomi

Sumber penghasilan atau sumber ekonomi mempengaruhi jenis

dan tingkat praktik keperawatan diri yang dilakukan. Perawat harus

menentukan apakah klien dapat mencukupi perlengkapan

perawatan diri yang penting, seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,

sampo. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah


24

penggunaan perlengkapan tersebut sesuai dengan kebiasaan sosial

yang dipraktikkan oleh kelompok sosial klien.

c. Pengetahuan

Pengetahuan tentang perawatan diri sangat penting karena

pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Kurangnya

pengetahuan tentang pentingnya perawatan diri dan implikasinya

bagi kesehatan dapat mempengaruhi praktik perawatan diri.

d. Variabel kebudayaan

Kepercayaan akan nilai kebudayaan dan nilai dari mempengaruhi

perawatan diri. Orang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda

mengikuti praktik kesehatan yag berbeda pula. Disebagian

masyarakat, misalnya, ada yang menerapkan mandi setiap hari,

tetapi masyarakat dengan lingkup budaya hanya mandi seminggu

sekali.

e. Kondisi fisik

Pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk merawat diri

berkurang dan memerlukan bantuan. Biasanya, jika tidak mampu,

klien dengan kondisi fisik yang tidak sehat lebih memilih untuk

tidak melakukan perawatan diri.

Sedangkan Menurut (Damaiyanti, 2012 : 147) Penyebab kurang

perawatan diri adalah :

a. Faktor presdiposisi

1) Perkembangan
25

Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien

sehingga perkembangan inisiatif terganggu.

2) Biologis

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu

melakukan perawatan diri.

3) Kemampuan realitas turun

Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas

yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan

lingkungan termasuk perawatan diri.

4) Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan

diri lingkungannya, Situasi lingkungan mempengaruhi

latihan kemampuan dalam perawatan diri.

b. Faktor presipitasi

1) Body image: gambaran individu terhadap dirinya sangat

mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya

perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan

kebersihan dirinya.

2) Praktik sosial: pada anak-anak selalu dimanja dalam

kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan

personal hygiene.

3) Status sosial ekonomi: Personal hygiene memerlukan alat

dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo,

alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk

menyediakannya.
26

4) Pengetahuan: Pengetahuan personal hygiene sangat penting

karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan

kesehatan. Misalnya, pada klien penderita diabetes melitus

iaharus menjaga kebersihan kakinya.

5) Budaya: disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu

tidak boleh dimandikan.

6) Kebiasaan orang: ada kebiasaan orang yang menggunakan

produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan

sabun, shampoo dan lain-lain.

7) Kondisi fisik atau psikis: pada keadaan tertentu/ sakit

kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu

bantuan untuk melakukannya.

Kemampuan individu dalam melakukan perawatan diri dipengaruhi

Oleh beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, tingkat

perkembangan, status kesehatan, sistem keluarga, faktor

lingkungan, sosial dan budaya, serta tersedianya

sumber-sumber/fasilitas. Kebutuhan perawatan diri pada klien

skizofrenia lebih besar dari kemampuannya melakukan aktifitas

perawatan diri. Hal ini terjadi karena klien menderita gejala yang

disebabkan penyakit skizofrenia yang gangguan pada fungsi

kognitif, afektif dan perilaku (Wulandari, 2016).


27

3. Jenis-jenis Defisit perawatan Diri

Menurut(Sutejo,2017 : 115) ada beberapa jenis defisit perawatan diri,

yaitu:

a. Kebersihan diri

Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, pakaian korot, bau

badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi.

b. Berdandan atau berhias

Kurangnya minat dalam memiliki pakaian yang sesuai, tidak

menyisir rambut, atau mencukur kumis.

c. Makan

Mengalami Kesukaran dalam mengambil, ketidakmampuan

membawa makanan dari piring ke mulut, dan makan hanya

beberapa suap makanan dari piring.

d. Toileting

Ketidakmampuan atau tidak adanya keinginan untuk melakukan

defekasi atau berkemih tanpa bantuan.

4. Tanda Dan Gejala

Adapun tanda dan gejala menurut Depkes dalam Ramdhani (2013)

dengan defisit perawatan diri, dari faktor psikososial yaitu malas/ tidak

ada inisiatif, menarik diri/ isolasi diri, merasa tak berdaya/ rendah diri

dan merasa hina, interaksi kurang, kegiatan kurang, tidak mampu

berprilaku sesuai norma, cara makan tidak teratur, bak dan bab

sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak dapat dilakukan sendiri.
28

Menurut (Keliat, 2012) tanda dan gejala pada klien yang mengalami

defisit perawatan diri adalah sebagai berikut :

a. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi

kotor, kulit berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor.

b. Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai rambut acak-

acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada

klien laki-laki tidak bercukur, pada perempuan tidak berdandan.

c. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh

ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran,

dan makan tidak pada tempatnya.

d. Ketidakmampuan eliminasi secara mandiri, ditandai dengan buang

air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK) tidak pada tempatnya,

dan tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK.

Sedangkan tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut (Fitria,

2012 : 94) sebagai berikut:

a. Mandi/hygiene.

Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan

badan, memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur

suhu atau aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi,

mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.


29

b. Berpakaian/berhias

Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau

mengambil potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta

memperoleh atau menukar pakaian. Klien juga memiliki

ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih

pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing

tarik, melepas pakaian, menggunakan kaos kaki,

mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan,

mengambil pakaian, dan mengenakan sepatu.

c. Makan

Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,

mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah

makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan,

membuka kontainer, memanipulasi makanan dalam mulut,

mengambil makanan dari wadah, lalu memasukannya ke mulut,

melengkapi makan, mencerna makanan menurut cara yang

diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta

mencerna cukup makanan dengan aman.

d. BAB/BAK (Toileting)

Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam

mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari

jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan

diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau

kamar kecil.
30

5. Batasan Karakteristik

NANDA (2017 : 258) menjelaskan batasan karakteristik yang terdapat

pada lingkup defisit perawatan diri. Batasan karakteristik pada tiap

lingkup tersebut meliputi:

a. Defisit perawatan diri: mandi

Hal ini merupakan gangguan kemampuan melakukan atau

menyelesaikan aktivitas mandi untuk diri sendiri. Batasan

karakteristiknya meliputi:

1) Ketidakmampuan membasuh tubuh

2) Ketidakmampuan mengakses kamar mandi

3) Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi

4) Ketidakmampuan mengatur air mandi

5) Ketidakmampuan mengeringkan tubuh

6) Ketidakmampuan menjangkau sumber air

b. Defisit perawatan diri: berpakaian

1) Hambatan memilih pakaian.

2) Hambatan mempertahankan penampilan yang memuaskan.

3) Hambatan mengambil pakaian.

4) Hambatan mengenakan pakaian pada bagian tubuh atas.

5) Hambatan mengenakan pakaian pada bagian tubuh bawah.

6) Hambatan menggunakan resleting.

7) Ketidakmampuan melepaskan atribut pakaian (mis, blus, kaus

kaki, sepatu).

8) Ketidakmampuan memadupadankan pakaian.


31

9) Ketidakmampuan mengancing pakaian.

10) Ketidakmampuan mengenakan atribut pakaian (mis, blus, kaus

kai, sepatu).

c. Defisit perawatan diri: makan

1) Ketidakmampuan memakan makanan dalam cara yang dapat

diterima.

2) Ketidakmampuan memakan makanan dalam jumlah memadai.

3) Ketidakmampuan memanipulasi makanan didalam mulut.

4) Ketidakmampuan membuka wadah makanan.

5) Ketidakmampuan memegang alat makan.

6) Ketidakmampuan menelan makanan.

7) Ketidakmampuan menempatkan makanan ke alat makan.

8) Ketidakmampuan mengambil cangkir.

9) Ketidakmampuan mengambil makanan dan memasukkan ke

mulut.

10) Ketidakmampuan menggunakan alat bantu.

11) Ketidakmampuan menghabiskan makanan secara mandiri.

12) Ketidakmampuan mengunyah makanan.

13) Ketidakmampuan menyiapkan makanan untuk dimakan.


32

d. Defisit perawatan diri: eliminasi

1) Ketidakmampuan melakukan hiegiene eliminasi secara

komplet.

2) Ketidakmampuan memanipulasi pakaian untuk eliminasi.

3) Ketidakmampuan mencapai toilet.

4) Ketidakmampuan menyiram toilet.

5) Ketidakmampuan naik ke toilet.

6) Ketidakmampuan duduk di toilet.

6. Dampak Masalah Defisit Perawatan Diri

Menurut (Damaiyanti, 2012 : 153) ada beberapa dampak yang sering

timbul pada masalah personal higiene yaitu:

a. Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak

terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik

yang sering terjadi diantaranya gangguan integritas kulit, gangguan

mebran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan

gangguan fisik pada kuku.

b. Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal higiene adalah

gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan

mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan

interaksi sosial.
33

7. Pohon Masalah

Gambar Pohon Masalah menurut (Fitria, 2012 : 95)

Bagan 2.2
Pohon Masalah

Resiko Tinggi Isolasi Sosial

Defisit Perawatan Diri

Harga Diri Rendah Kronis

A. Konsep Tindakan Keperawatan

Penerapan SP 1 keluarga defisit perawatan diri untuk merawat klien X dan

Y pada kasus Skizofrenia di Wilayah Kerja Puskesmas Kumun tahun

2019.

1. Definisi Strategi Pelaksanaan (SP)

Menurut (Damaiyanti, 2012 : 170) Strategi Pelaksanaan Tindakan

Keperawatan (SPTK) merupakan rangkaian percekapan perawat

dengan klien pada saat melaksanakan tindakan keperawatan. SPTK

melatih kemampuan intelektual tentang pola komunikasi dan pada saat


34

dilaksanakan merupakan latihan kemampuan yang terintegrasi antara

intelektual, psikomotor dan efektif, SPTK terdiri dari dua bagian, yaitu

bagian pertama: proses keperawatan yang memuat kondisi, diagnosis

keperawatan, tujuan, dan tindakan keperawatan. Bagian kedua: strategi

komunikasi pada saat melaksanakan tindakan keperawatan.

Strategi pelaksanaan komunikasi merupakan standar asuhan

keperawatan terjadwal yang diterapkan pada klien dan keluarga klien

yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang

ditangani. Strategi pelaksanaan adalah panduan yang dijadikan sebagai

panduan oleh seorang perawat jiwa ketika berinteraksi dengan klien

(Arianti, 2013). Strategi pelaksanaan (SP) 1 Keluarga adalah fokus

pelaksanaan tindakan pada keluarga. Pada SP 1 keluarga terdapat tiga

tindakan yang dilakukan, yang pertama mendiskusikan masalah yang

dirasakan keluarga dalam merawat pasien, yang kedua menjelaskan

pengertian, tanda dan jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien

beserta proses terjadinya, dan yang ketiga menjelaskan cara-cara

merawat pasien defisit perawatan diri.

2. Jenis-jenis Strategi Pelaksanaan (SP)

Strategi Pelaksanaan (SP) ada dua bagian:

a. Strategi pelaksanaan pada klien

b. Strategi pelaksanaan pada Keluarga


35

3. Pelaksanaan Strategi Pelaksanaan (SP)

Strategi Pelaksanaan (SP) yang dilakukan peneliti adalah SP 1

keluarga yakni, mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga

dalam merawat klien, menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit

perawatan diri, jenis defisit perawatan diri yang dialami klien beserta

proses terjadinya, dan menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit

perawatan diri. Strategi Pelaksanaan (SP) 1 keluarga tersebut

dilaksanakan pada 2 keluarga, yang nantinya akan muncul

perbandingan antara Keluarga X dan Y setelah dilakukan penelitian.

Dalam melakukan SP 1 keluarga, peneliti melakukan proses

keperawatan dan tindakan keperawatan dengan cara komunikasi

terapeutik. Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan

menganjurkan kerja sama antara perawat dan keluarga melalui

hubungan perawat/keluarga klien. Perawat berusaha untuk

mengungkapkan perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah

serta megevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan. Proses

komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku klien

dan keluarga untuk membantu keluarga dalam rangka mengatasi

persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan (Direja, 2017 : 87).

Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari

penyembuhan. Disini dapat diartikan bahwa komunikasi terapeutik


36

adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, tujuan dan

kegiatannya difokuskan untuk penyembuhan klien( Direja, 2017 : 88).

Menurut (Damaiyanti, 2012 : 170) Dalam pelaksanaan SP 1 keluarga

ada beberapa komponen yang dilakukan:

a. Proses Keperawatan

Pada SPTK dituliskan garis besar dari proses keperawatan yang

merupakan justifikasi ilmiah dari mana sumber tindakan

keperawatan yang akan dilakukan. Hal ini merupakan kemampuan

intelktual yang harus selalu dilakukan oleh perawat pada saat

melakukan tindakan keperawatan. Tindakan keperawatan yang

ditetapkan akan dilakukan, merupakan faktor yang penting dalam

melakukan langkah selanjutnya yaitu strategi komunikasi. Tidak

diperkenankan hanya melakukan tindakan tanpa mengetahui

diagnosa dan tujuan dari tindakan tersebut.

b. Strategi Komunikasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan

Strategi komunikasi yang digunakan adalah tahapan komunikasi

terapeutik perawat dan klien, yaitu pra interaksi,

perkenalan/orientasi, kerja dan terminasi.

1) Tahap Pra Interaksi

Pra interaksi dilakukan sebelum berinteraksi dengan keluarga

klien, yaitu SPTK sebagai rencana interaksi.

2) Tahap Perkenalan/Orientasi

Secara garis besar tahapan ini dapat dibagi tiga pola sepanjang

merawat klien, yaitu pertemuan awal (kontak pertama),


37

pertemuan kedua dan seterusnya (kontak selama proses

keperawatan) dan pertemuan akhir (kontak di akhir shift atau

akhir perawatan). Isi dari tahapan ini merupakan ringkasan

teoritis yang dianggap penting saat melakukan interaksi secara

operasional yaitu salm terapeutik, evaluasi dan validasi

kontrak.

3) Tahap Kerja

Tahap Kerja ini berisi berbagai tindakan keperawatan yang

telah direncanakan pada tiap diagnosa keperawatan. Tindakan

keperawatan dapat berupa pbservasi dan monitoring, terapi

keperawatan termasuk individu dan kelompok disertai terapi

modalitas keperawatan, pendidikan kesehatan pada keluarga

dan klien, tindakan kolaborasi dengan berbagai tim kesehatan

jiwa. Prinsip pada tahapan ini adalah perawat menggunakan

diri secara terapeutik yang tepat dari teknik komunikasi

terapeutik dan pelaksanaan langkah-langkah tindakan

keperawatan sesuai rencana.

4) Tahap terminasi

Tahap terminasi hampir sama dengan perkenalan dan orientasi,

yaitu dibagi menjadi dua macam, yaitu terminasi sementara dan

terminasi akhir. Isi dari terminasi adalah evaluasi (evaluasi

obyektif dan subyektif), rencana tindak lanjut bagi klien

(plenning bagi klien) dan kontrak yang akan datang berupa


38

topik, waktu dan tempat (plenning bagi perawat) yang terkait

dengan rencana tindakan keperawatan selanjutnya.

Adapun strategi pelaksanaan Defisit perawatan Diri menurut (Fitria,

2012 : 111), sebagai berikut:

a. Orientasi:

1) Salam terapeutik

“ Selamat pagi bapak !”

“Saya AS, Mahasiswa Akper Bina Insani Sakti Kota

Sungai Penuh yang melakukan penelitian pada anak

Bapak?”

2) Evaluasi/Validasi

“Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa pendapat bapak

tentang Anak Bapak?

3) Kontrak

a. Topik: “Hari ini kita akan berdiskusi tentang masalah

yang bapak alami dan bantuan apa yang bapak bisa

berikan.”

b. Tempat: “Kita mau diskusi dimana? Di teras, dikursi

panjang itu, atau dimana?”

c. Waktu: “Berapa lama kira-kira kita mengobrol bapak

untuk membahas masalah yang bapak dalam merawat

Anak bapak ?”
39

4) Kerja

“Selama ini apa yang dilakukan oleh Anak bapak dalam merawat

diri?”

“Perilaku yang ditunjukkan oleh Anak bapak itu dikarenakan

gangguan jiwanya yang membuat klien tidak mempunyai minat

untuk mengurus diri sendiri.”

“Kalau Anak bapak kurang motivasi dalam merawat diri apa yang

Bapak lakukan?”

bapak perlu juga memperhatikan alat-alat kebersihan dia yang

dibutuhkan oleh Anak bapak seperti handuk, baju ganti, sikat gigi,

sampo, dan alat kebersihan lainnya. Bapak juga perlu

mendampinginya pada saat merawat diri sehingga dapat diketahui

apakah Anak bapak sudah bisa mandiri atau mengalami hambatan

dalam melakukannya.”

5) Terminasi

6) Evaluasi subjektif

“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap?”

7) Evaluasi objektif

“Coba bapak sebutkan lagi apa yang harus diperhatikan

dalam membantu Anak bapak dalam merawat diri.”

8) Rencana tindak lanjut

“Dalam seminggu ini cobalah Bapak mendampingi dan

membantu Anak bapak saat membersihkan diri.


40

9) Kontrak yang akan datang

“Minggu depan saya akan datang kembali sekitar jam

10.00 pagi, untuk mendiskusikan hasil yang sudah di capai

Anak bapak.

Anda mungkin juga menyukai