Anda di halaman 1dari 40

Asuhan Keperawatan Jiwa pada Pasien dengan

Defisit Perawatan Diri

Disusun oleh :

Nama : Dina Ayudia Rahma

Nim : 211102122

Kelompok : 6

Doping : Roxsana Devi Tumanggor, S.Kep.,Ns.,MNurs

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
Defisit Perawatan Diri

1. Definisi Defisit Perawatan Diri

Perawatan diri merupakan suatu kemampuan dalam melaksanakan kegiatan

aktivitas sehari-harinya untuk merawat badan dam juga fungsi dari tubuhnya

(NANDA,2015). Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan dimana seseorang yang

mengalami kelemahan kemampuan dalam melaksanakan atau melakukan ativitas

perawatan diri secara mandiri seperti mandi (personal hygiene), berhias, berpakaian,

makan dan BAB/BAK (toileting) (Fitria,2009).

Menurut Yusuf (2015) defisit perawatan diri adalah suatu kondsi dimana

seseorang mengalami kelainan untuk melakukan atau menyelesaikan segala aktivitas

kehidupan sehari-hari dengan mandiri ataupun tidak perlu bantuan orang lain.

2. Tujuan perawatan diri

Tujuan dari di lakukannya perawatan diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk

meningkatkan derajat kesehatan dan menjaga dan memelihara kebersihan diri dimulai dari

ujung kepala sampai ujung kaki, dan tujuan lain yang bisa di dapatkan dari perawatan diri

yakni memperbaiki perawatan diri yang kurang, dapat mencegah terjadinya penyakit yang

timbul akibat tidak menjaga perawatan diri, dan dengan merawat diri dapat meningkatkan

rasa kepercayaan pada diri sendiri. Oleh karena itu perawatan diri ini merupakan suatu hal

sangat penting untuk dilakukan dalam kehidupansehari-hari, karena perawatan diri dapat

mempengaruhi kesehatan biologis dan juga psikologis seseorang (Sujono,2012).


3. Tanda dan gejala defisit perawatan diri

Tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Direja (2017) adalah sebagai

berikut :

1. Mandi / hygiene

Pasien tidak mampu untuk membersihkan badan baik dari kepala sampai

kaki, memperoleh ataupun mendapatkan suber air, mengatur suhu pada aliran

air, mendapatkan peralatan untuk mandi, mengeringkan badan, serta keluar dan

masuk kamar mandi.

2. Berpakaian atau berhias

Pasien mengalami ketidakmampuan dalam meletakkan ataupun

mengambil potongan pakaian, melepaskan pakaian dari tubuh, sertamendapatkan

ataupun menukar pakaian. Pasien juga memilikii kelemahan dalam memakai

pakaian, memilih pakaian untuk di gunakan, dan menggunakan aksesoris

tambahan, serta tidak mampu dalam menggunakan kancing tari, memakai dan

melepaskan kaos kaki, mempertahakankan penampilan dan tidak bisa

menggunakan sepatu.

3. Makan

Pasien mengalami kesulitan dalam menelan makanan, menyiapkan

ataupun menyajikan makanan, menangani peralatan makan, kesulitan dalam

mengunyah makanan, mengambil makanan dalam wadah, serta tidak bisa untuk

mengambil dan menuang minuman ke dalam gelas/cangkir.

4. BAB/BAK

Pasien mengalami keterbatasan dan kurang mampu dalam mendapatkan

jamban atau kamar kecil, tidak bisa duduk atau bangkit dari jamban,
memanipulasi pakaian untuk toileting, serta membersihkan diri setelah BAB/BAK dan

menyiram jamban atau kamar kecil.

4. Tingkat fungsi perawatan diri

Klasifikasi dari tingkat fungsi perawatan diri klien digambarkan menurut skala

dari NANDA dalam (Walkinson and Ahem, 2013) yakni :

0 = Mandiri total

1 = Membutuhkan peralatan atau bantuan

2 = Membutuhkan pertolongan orang lain untuk bantuan, pengawasan atau penyuluhan

3 = Membutuhkan pertolongan orang lain untuk dan peralatan atau bantuan

4 = Ketergantungan, tidak berpartisipasi dalam aktivitas

5 . Faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan diri

Menurut Kozier (2004) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perawatan

diri pada individu di antara nya yaitu :

1. Praktik sosial

Dari faktor ini kelompok sosial dapat mempengaruhi hygiene seseorang,

termasuk juga produk yang di pakai dan frekuensi perawatan pribadi, dahulu

selama masa kanak-kanak keluarga juga memberikan pengaruh dalam hygiene

misalnya frekuensi dalam aktivitas mandi, waktu mandi dan jenis pembersih mulut

yang digunakan. Untuk masa remaja hygiene nya di pengaruhi oleh teman sebaya,

remaja wanita contohnya mulai tertarik pada penampilan dirinya dan sudah mulai

memakai riasan di wajah untuk menambah kecantikan dirinya.


selanjutnya untuk masa dewasa teman dan kelompok kerja bembentuk suatu

harapan terkait dengan penampilan pribadinya. Namun semua itu akan berubah

jika sudah memasuki masa lansia, karena kondisi dan sumber yang tersedia.

2. Pilihan pribadi

Semua orang pasti memiliki keinginan sendiri untuk menentukan kapan

waktunya harus bercukur, mandi dan membersihkan rambut ataupun pangkas.

Dalam memilih produk didasarkan pada penilaian pribadi, kebutuhan yang harus

di siapkan dan dana pengetahuan tentang pilihan seseorang akan membantu

perawatan yang terindividualisasi, selain itu perawatan diri nya akan terpengaruhi

jika terjadi sesuatu yang terjadi pada diri nya jika ada penyakit, sebagai contohnya

adalah perawat harus mengajarkan kepada pasien tentanghygiene kai pada pasien

yang mengalami diabetes.

3. Citra tubuh

Faktor ini juga sangat mempengaruhi cara individu dalam memelihara

hygiene nya. Jika pasien tampak rapi, mempertimbangkan kerapiannya tersebut

saat merencanakan keperawatan dan melakukan konsultasi dengan klien sebelum

melakukan perawatan hygiene, tetapi jika sebaliknya klien tampak berantakan dan

tidak peduli terhadap perawatan dirinya maka akan membutuhkan edukasi tentang

kepentingan perawatan diri atau bisa dilakukan pemeriksaan lebih lanjut demi

melihat kemampuan pasien untuk bergabung dalam perawatan diri harian.

Penampilan umum dari seorang individu akan menggambarkan pentingnya

hygiene pada dirinya sendiri. Citra tubuh merupakan konsep yang subyek pada

seseoran mengenai tubuhnya sendiri, termasuk juga penampilannya, struktur dan


juga fungsi fisik. Citra tubuh biasanya sering berubah, sebagai contoh pada saat

pasien menjalani operasi, menderita suatu penyakit atau perubahan status

fungsional pada tubuhnya, maka itu akan sangat merubah citra tubuh seseorang

secara drastic, maka dari itu perawat harus berusaha untuk meningkatakan

kenyamanan dan penampilan hygiene dari pasiennya.

4. Status sosial ekonomi

Status ekonomi juga akan sangat mempengaruhi jenis dan sejauh mana

praktik hygiene yang dilakukan oleh seseorang. Perawat harus sensitif terkait

dengan status ekonomi ini dan sangat berpengaruh sekali kepada kemampuan

pemeliharaan perawatan dirinya, salah satu contohnya jika seseorang mengalami

masalah pada ekonominya maka orang tersebut akan sulit untuk melakukan

perawatan dirinya, jika produk atau barang untuk melakukan perawatan diritidak

mampu untuk dibeli maka carilah alternatif lainnya sehingga klien akan tetap bisa

untuk melakukan perawatan diri nya meski pun mengalami masalah pada status

ekonominya.

5. Kepercayaan atau motivasi kesehatan

Pengetahuan mengenai pentingnya perawatan diri akan sangat

mempengaruhi praktik hygiene nya, motivasi adalah kunci dari pelaksanaan

perawatan diri ini, salah satu masalah internal yang menyebabkan tidak terjalan

nya perawatan diri adalah kurangnya motivasi dan kurang pengetahuan tentang

pentingnya perawatan diri itu, pasien berperan penting dalam menentukan

kesehatan dirinya dan perawatannya karena perawatan merupakan hal yang utama

pada kesehatan masyarakat. Maka dari itu penting sekali untuk mengetahui

apakah klien merasa dirinya memiliki resiko atau tidak, jika klien mengetahui

dirinya memiliki resiko dan dapat bertindak tanpa konsekuensi negatif, maka

pasien lebih cendrung menerima konseling dari perawat.


6. Budaya

Budaya dan nilai-nilai yang ada pada masyarakat akan mempengaruhi

perawatan hygiene nya, karena budaya memiliki praktik perawatan diri yang

berbeda-beda, beberapa budaya juga menggangap bahwa kesehatan merupakan

suatu hal yang sangat penting, sehingga dengan itu maka masyarakat akan terus

menjaga kesehatannya.

7. Kondisi fisik

Klien yang memiliki keterbatasan fisik biasanya akan tidak memiliki

energi dan ketangkasan untuk melakukan perawatan diri. Contohnya pasien yang

di pasang traksi, penyakit dengan nyeri yang membatasi ketangkasan dan rentang

gerak dari pasien, pasien dibawah efek sedasi tidak memiliki koordinasi mental

untuk melakukan personal hygiene.penyakit jantung, stroke dan gangguan pada

otot seperti kelemahan otot yang menyebabkan menghambat pasien untuk

menggosok gigi, handuk basah dan berisir.


Isolasi Sosial (ISOS)

1. Definisi Isolasi Sosial


Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial
merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karena
merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa,
pikiran dan kegagalan .klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan
dengan orang lain yang di manifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian
dan tidak sanggup berbagi pengalaman (Balitbang, 2007 dalam Direja 2011).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain mengatakan sikap yang negative dan mengancam (Towsend,1998 dalam
Kusumawati dan Hartono, 2011). Sering kali orang yang mengalami isolasi sosial juga
akan mengalami gangguan/ hambatan komunikasi verbal yaitu penurunan, perlambatan,
atau ketiadaan kemampuan untuk menerima, memproses pesan (stimulus)yang diterima,
dan tidak mampu memberi respons yang sesuai karena kerusakan sistemdi otak.
1. Rentang Respon Sosial
Respon Respon

adaptif maladaptif

Solitud Kesepian Manipulasi


Autonom Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisime
Saling ketergantungan
Sumber: (Stuart, 2005)
Keterangan rentang respon :
1. Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan kutural
dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal.
Adapun respon adaptif tersebut :
a. Solitude (menyendiri)
Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan
dilingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengawasi diri dan
menentukan langkah berikutnya.
b. Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide
pikiran.
c. Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut
mampu untuk memberi dan menerima.
d. Saling ketergantungan
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam hubungan
interpersonal.
2. Respon maladiptif adalah respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu
tempat.
Karakteristik dari perilaku maladiptif tersebut adalah
a. Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak
berhubungan dengan orang lain untuk mencari ketenangan sementara
b. Manipulasi
Adalah hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap
orang lain sebagai objek dan berorientasi pada diri sendiriatau pada
tujuan, bukan berorientasi pada orang lain. Individu tidak dapat membina
hubungan sosial secara mendalam.

c. Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan yang
dimiliki.
d. Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk dan
cenderung memaksakan kehendak.
e. Narkisisme
Harga diri yang rapuh,secara terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, memiliki sikap egosentris, pencemburu dan marah
jika orang lain tidak mendukung.

3. Etiologi Isolasi Sosial


Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan yang
ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang dan juga
dapat mencederai diri (Wakhid, 2013)
1. Faktor predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku menarik diri
a) Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi
sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga mempunyai
masalah respon sosial menarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat
mempengaruhi terjadinya menarik diri. Organisasi anggota keluarga bekerja sama
dengan tenaga profisional untuk mengembangkan gambaran yang lebih tepat
tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaburatif
sewajarnya 11 dapat mengurangi masalah respon social menarik diri.
b) Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive.
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan
struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan
volume otak serta perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
c) Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif,
seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena
mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai yang berbeda dari yangdimiliki
budaya mayoritas. Harapan yang tidak realitis terhadap hubungan merupakan
faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini, (Stuart and sudden, 2005).
d) Faktor persipitasi
Ada beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan seseorang
menarik diri. Faktor- faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressorantara
lain:
a. Stressor sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan
dalam membina hubungan dengan orang lain, misalnya menurunya
stabilitas 12 unit keluarga, berpisah dari orang yang berarti dalam
kehidupanya, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
b. Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi
kebutuhanya hal ini dapat menimbulkan ansietas tinggi bahkan dapat
menimbulkan seseorang mengalami gangguan hubungan (menarik diri),
(Stuart & Sundeen, 2005).

c. Stressor intelektual
i. Kurangnya pemahaman diri dalam ketidak mampuan untuk
berbagai pikiran dan perasaan yang mengganggu
pengembangan hubungan dengan orang lain.
ii. Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan
kesulitan dalam menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit
berkomunikasi dengan orang lain.
iii. Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan
orang lain akan persepsi yang menyimpang dan akan
berakibat pada gangguan berhubungan dengan orang lain
d. Stressor fisik
i. Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan
seseorang menarik diri dari orang lain
ii. Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau
malu 13 sehingga mengakibatkan menarik diri dari orang lain
4. Proses Terjadinya Isolasi Sosial
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau
isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami klien
dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan
kecemasan. Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam
mengembangkan berhubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau
mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap
penampilan dan kebersihan diri. Klien semakin tenggelam dalam perjalanan terhadap
penampilan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan
kenyataan, sehingga berakibat lanjut halusinasi (Dalami, dkk, 2009).

5. Tanda Dan Gejala Isolasi Sosial


Menurut Pusdiklatnakes (2012) tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari
ungkapan klien yang menunjukkan penilaian negatif tentang hubungan sosial dan
didukung dengan data observasi :
1. Data subjektif
Pasien mengungkapkan tentang :
 Perasaan sepi
 Perasaan tidak aman
 Perasaan bosan dan waktu terasa lambat
 Ketidakmampuan berkonsentrasi
 Perasan ditolak
2. Data objektif
 Banyak diam
 Tidak mau bicara
 Menyendiri
 Tidak mau berinteraksi
 Tampak sedih
 Kontak mata kurang
 Ekspresi wajah datar
 Tidak memperhatikan kebersihan diri
 Komunikasi verbal kurang
 Tidak peduli lingkungan
 Menolak berhubungan dengan orang lain.
 Aktivitas menurun
6. Mekanisme Koping Isolasi Sosial
Individu yang mengalami respon sosial maladiptif menggunakan berbagai
mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan
dua jenis masalah hubungan yang spesifik (Stuart, 2005). Koping yang berhubungan
dengan gangguan kepribadian antisosial antara lain proyeksi, spliting dan merendahkan
orang lain, koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang spliting,
formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan
identifikasi proyektif.

Pada klien isolasi sosial ketika menghadapi stresor tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang efektif. Mekanisme koping yang digunakan yaitu proyeksi,
splitting dan merendahkan orang lain. Proyeksi adalah memindahkan pikiran atau
dorongan atau impuls emosional atau keinginan- keinginan yang dapat diterima orang
lain. Pada orang-orang yang melakukan mekanisme koping proyeksi, ide atau keinginan
individu akan dialihkan kepada orang lain sampai orang lain yang diajak berinteraksi
dapat menerima idenya tersebut. Splitting adalah memandang orang atau situasi semuanya
baik atau semuanya buruk. Pada splitting individu mengalami kegagalan dalam
mengintegrasikan kualitas positif dan negatif dalam diri Sedangkan merendahkan orang
lain adalah mekanisme koping yang dilakukan seseorang dengan memandang dirinya
lebih baik dan lebih tinggi dari orang lain. Orang lain dianggap tidak mempunyai
kemampuan lebih dari diri klien (Townsend, 2009).

Menurut Stuart (2005), sumber koping yaang berhubungan dengan respon sosial
maladaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman, hubungan
dengan hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress
interpersonal misalnya kesenian, musik atau tulisan.

7. Penatalaksanaan Isolasi Sosial


1. Penatalaksanaan medis
Menurut Dermawan, 2013 penatalaksanaan klien yang mengalami isolasi
sosial adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain yaitu :
a) Terapi Farmakologi
1) Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik
diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi - fungsi mental: waham,
halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau, tidakterkendali,
berdaya berat dalam fungsi sehari -hari, tidak mampu bekerja,
hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/
parasimpatik,mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung
tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung),gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia,
sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin,
metabolik, hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka
panjang.
2) Haloperidol (HLP)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
netral serta dalam fungsi kehidupan sehari – hari.

Efek samping : Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik


(hipotensi, antikolinergik /parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksidan
defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi,
gangguan irama jantung).
3) Trihexy phenidyl (THP)
Indikasi: Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan
idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin danfenotiazine.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik
(hypertensi, anti kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi
dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra oluker meninggi,
gangguan irama jantung).
b) Electro Convulsive Therapy
Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan
eletroshock adalah suatu terapi psiatri yang menggunakan energi shock listrik
dalam pengobatannya. Biasanya ECT ditunjukan untuk terapi pasien gangguan
jiwa yang tidak berespon pada obat psikiatri pada dosis terapinya. Diperkirakan
hampir 1 juta orang di dunia mendapat terapi ECT setiap tahunnya dengan
intensitas antara 2-3 kali seminggu. ECT bertujuan untuk memberikan efek kejang
klonik yang dapat memberikan efek terapi selama 15 menit.
2. Penatalakasanaan Keperawatan
a) Terapi individu dan keluarga
Penatalaksanaan isolasi sosial dapat dilakukan dengan strategi pelaksanaan
tindakan keperawatan (SPTK) pada pasien yang lebih dikenal dengan strategi
pelaksanaan (SP) yang terdiri dari beberapa strategi pelaksanaan
diantaranya strategi pelaksaan pasien mengajarkan dengan berinteraksi secara
bertahap dan keluarga yang terdiri dari masing-masing empat strategi pelaksaan
(Badar, 2016).
Terapi Psikoedukasi keluarga dapat meningkatkan kemampuan kognitif
karena dalam terapi mengandung unsur untuk meningkatkan pengetahuan
keluarga tentang penyakit, mengajarkan tehnik yang dapat membantu keluarga
untuk mengetahui gejala–gejala penyimpangan perilaku, serta peningkatan
dukungan bagi anggota keluarga itu sendiri. Tujuan program pendidikan iniadalah
meningkatkan pencapaian pengetahuan keluarga tentang penyakit, mengajarkan
keluarga bagaimana tehnik pengajaran untuk keluarga dalam upaya membantu
mereka melindungi keluarganya dengan mengetahui gejala-gejala perilaku dan
mendukung kekuatan keluarga (Wiyati, 2010).
b) Terapi aktivitas kelompok
Menurut Stuart dan Laraia kegiatan kelompok merupakan tindakan
keperawatan pada kelompok dan terapi kelompok. Terapi aktivitas kelompok
(TAK), terdiri dari 4 macam yaitu TAK stimulasi persepsi, TAK stimulasi sensori,
TAK stimulasi realita, dan TAK sosialisasi. Terapi kelompok yangcocok pada
pasien isolasi sosial yaitu terapi aktivitas kelompok sosial (TAKS) karena klien
mengalami gangguan hubungan sosial (Badar , 2016).
Terapi aktivitas kelompok sosialisasi yang dapat dilakukan pada pasien
dengan isolasi sosial adalah :
i. Sesi 1 :kemampuan mengenalkan diri
ii. Sesi 2 :kemampuan berkenalan
iii. Sesi 3 :kemampuan bercakap-cakap dengan anggota kelompok
iv. Sesi 4 :kemampuan menyampaikan topic pembicaraan tertentu
v. Sesi 5 :kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
vi. Sesi 6 : kemampuan bekerjasama dalam sosialisasi

Menurut Sukaesti (2018) menyatakan bahwa Sosial skill training


membuat klien dengan isolasi sosial dapat lebih optimal secara fisik, emosi,
sosial dan vocasional, kekeluargaan dan dapat memecahkan masalahnya
sendiri meningkat, kemampuan intelektual dalam mensuport diri meningkat.
Kemampuan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan social skill training
meningkat. Tindakan kepeawatan tidak hanya berdampak terhadap
kemampuan klien tetapi juga berdampak terhadap kemampuan keluarga.
c) Terapi Perilaku Kognitif
Menurut Susanti (2010) Terapi Perilaku Kognitif (TPK) adalah salah satu
terapi spesialis keperawatan jiwa yang dapat diberikan pada semua klien
penyalahguna NAPZA. Terapi Perilaku Kognitif merupakan sebuah proses
perlakuan yang memungkinkan individu untuk mengoreksi kepercayaan diri yang
salah yang dapat menimbulkan perasaan dan tingkah laku negatif. TPK juga
berlandaskan konsep bahwa manusia berpikir memengaruhi bagaimana manusia
bertingkah laku, serta apa yang dilakukan oleh klien akan memengaruhi
pikirannya. Berdasarkan hal ini, TPK dianggap sangat sesuai untuk mengatasai
masalah perilaku dan kognitif yang muncul akibat penyalahgunaan NAPZA.
Pemberian TPK yang dilakukan secara bertahap dari mulai proses
membina hubungan saling percaya, identifi kasi masalah, proses perubahan
distorsi kognitif, proses perubahan perilaku negatif dan pembekalan pencegahan
kekambuhan merupakan rangkaian penting bagi setiap individu untuk menolong
dirinya keluar dari masalah yang sedang dialaminya: harga diri rendah dankoping
tidak efektif.
Sepanjang proses tersebut klien diajak oleh terapis merubah perilaku
agresif (misalnya meledak-ledak, mudah marah, mudah emosi), merubah perilaku
antisosial (misalnya tidak taat tata tertib, bersikap tidak sopan, berbuat keributan),
dan merubah pikiran negatif (misalnya denial, proyeksi, minimisasi). Terakhir
klien diminta komitmennya untuk melakukan perubahan-perubahan yang positif
dalam rangka mencegah kekambuhan. Selama proses ini pula, klien selalu
difasilitasi untuk mengungkapkan perasaan, serta kendala yang dihadapi dalam
menjalani proses ini. Seringkali waktu yang dihabiskan bersama terapis sekitar 45
menit-1 jam setiap sesinya terasa kurang. Terapi Perilaku Kognitif sendiri adalah
suatu bentuk psikoterapi jangka pendek, yang menjadi dasar bagaimana seseorang
berfikir dan bertingkah laku positif dalam setiap interaksi.
d) Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pendekatan model hubungan interpersonal
Peplau
Terapi latihan ketrampilan sosial merupakan proses pembelajaran dengan
menggunakan teknik perilaku bermain peran, praktik dan umpan balik untuk
meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah. Proses pembelajaran sosial
mengacu kepada kekuatan berpikir tentang bagaimana belajar memberikan pujian
dan hukuman, termasuk beberapa pujian dan model yang akan diberikan.
Pembelajaran sosial meliputi motivasi, emosi, pikiran, penguatan sosial,penguatan
diri. Penguatan sosial bisa berbentuk perhatian, rekomendasi,
perhatian dan lainnya yang dapat membuat individu terus berperilaku ke arah yang
lebih baik (Wakhid, 2013)
Model interpersonal dapat dilakukan secara efektif karena proses :
 Tahap orientasi diawali dengan membina hubungan saling percaya dimana
perawat dan klien belum saling mengenal dan perawat merupakan orang
asing bagi klien.
 Tahap identifikasi dilakukan oleh perawat dengan melakukan pengkajian
secara mendalam terhadap masalah yang muncul pada klien. Pada tahap
ini hubungan perawat dan klien sudah terbina dengan baik sehingga perawat
dapat menggali permasalahan yang klien alami.
 Tahap eksploitasi, setelah mendapatkan berbagai data, perawat denganklien
bersama-sama menentukan tujuan untuk membantu mengatasi masalah
yang termasuk dalam tahap eksploitasi. Pada ini perawat melatih klien
tentang kemampuan untuk meningkatkan hubungan sosial melalui terapi
latihan ketrampilan sosial. Terapi latihan ketrampilan sosial terdiri dari 4
sesi dimana pada tiap-tiap sesi dilakukan rata-rata 3 kali pertemuan, dan
masing-masing pertemuan dilakukan selama 30-45 menit. Tahap eksploitasi
ini dilakukan bersama klien sampai klien benar-benar menguasai baik secara
kognitif maupun psikomotor untuk tiap-tiap sesi latihan terapi. Setelah
perawat merasa yakin bahwa klien telah mampu menguasai terapi yang
dilatihkan, selanjutnya perawat melakukan identifikasi kembali terhadap
kemampuan klien dalam melaksanakan kemampuan yang telah dilatihkan
serta perawat membantu klien untuk mempersiapkan lepas dari
ketergantungan terhadap perawat dalam melakukan hubungan sosial dengan
lingkungan sekitarnya yang termasuk dalam tahap akhir yaitu tahap resolusi.
Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Depresi yang

Mengalami Isolasi Sosial dan Defisit Perawatan Diri

Pengkajian

a. Riwayat

Data pengkajian dapat dikumpulkan dari klien dan keluarga atau orang terdekat,
catatan informasi sebelumnya, dan orang lain yang terlibat dalam memberi dukungan atau
perawatan klien. Untuk klien yang mengalami retardasi psikomotor, pengkajian perlu
dilakukan dalam beberapa sesi karena klien mengalami kesulitan dalam merangkai kata –
kata untuk membuat sebuah kalimat dan memerlukan lebih banyak waktu untuk
menyusun dan memverbalisasi suatu respons. Individu yang mengalami retardasi
psikomotor menggunakan respon satu kata terhadap pertanyaan ya atau tidak tanpa
mengembangkan respons tersebut. Penggunaan pertanyaan terbuka memerlukan waktu
lebih lama, tetapi menghasilkan data pengkajian yang lebih spesifik.

b. Mengkaji gagasan bunuh diri

Banyak klien dengan gangguan mood (depresi), karena merasa putus asa dan tidak
berdaya, memiliki fantasi bunuh diri. Untuk semua individu yang depresi, penting untuk
mengkaji adanya gagasan bunuh diri atau upaya bunuh diri. Isyarat bunuh diri ini dapat
terbuka atau tertutup. Isyarat terbuka bunuh diri merupakan pernyataan yang jelas dan
langsung seperti “saya ingin bunuh diri” atau “saya akan memukul kepala saya mala ini”.
Individu lain mengalami lebih banyak kesulitan untuk membuat pernyataan langsung
tersebut dan mungkin mencoba memperingatkan orang lain atau meminta bantuan dengan
menggunakan perilaku atau pesan tidak langsung. Isyarat tertutupadalah pesan yang
lebih samar – samar tentang bunuh diri yang perlu diinterpretasikan. Beberapa individu
yang memutuskan untuk bunuh diri bahkan dapat terlihat gembira dan memiliki tujuan
karena mereka mengakhiri perasaan – perasaan didalam dirinya yang saling bertentangan
dan pada akhirnya membuat suatu keputusan. Bagian tentang bunuh diri ini memberikan
informasi tentang pengkajian gagasan bunuh diri dan asuhan keperawatan yang
berhubungan dengan mereka yang beresiko bunuh diri.

c. Mengkaji persepsi klien

Untuk mengkaji persepsi klien tentang apa yang menjadi masalah, perawat
menanyakan tentang perubahan perilaku yang telah terjadi : kapan perubahan mulai
terlihat, apa yang terjadi dalam hidup klien ketika perubahan mulai muncul, lama waktu
perilaku terlihat pada klien, dan apa yang telah klien coba lakukan terhadap perubahan
tersebut. Perawat harus memperhatikan kata – kata yang klien gunakan untuk
menjelaskan mood dan perilakunya.

d. Penampilan umum dan perilaku motorik

Banyak individu yang depresi terlihat sedih, kadang kadang mereka hanya terlihat
tidak sehat. Mereka mengalami disforia, memiliki perasaan tidak enak, dan mudah
menangis, atau mereka mungkin menyangkal perasaan mereka sendiri. Individu yang
depresi mengalami retardasi psikomotor ( gerakan tubuh lambat, proses kognitif lambat,
dan interaksi verbal lambat ). Mereka mengalami kesulitan mengaitkan pikiran
– pikiran mereka, memerlukan lebih banyak waktu untuk berpikir, dan sering kali
menyerah dalam frustasi sebelum mampu menyelesaikan suatu fikiran atau tugas.

e. Mood dan afek

Perawat harus membandingkan isi bicara klien (kata – kata) dengan prosesnya
(pesan nonverbal). Komunikasi nonverbal dianggap lebih jujur dan membantu perawat
memahami tingkat depresi klien. Klien yang depresi mungkin menggambarkan diri
mereka sebagai orang yang putus asa, tidak berdaya, lemah, atau cemas. Mereka mudah
frustasi, marah terhadap diri mereka sendiri, dan dapat marah terhadap orang lain (DSM-
IV-TR,2000). Individu lain yang depresi mengalami agitasi, mudah tersinggung, pikiran
meningkat, misalnya berjalan mondar mandir, berfikir dengan cepat, dan suka berdebat.

f. Konsep diri

Kesadaran terhadap harga diri sangat berkurang, klien sering menggunakan frasa
“tidak berguna” atau “sama sekali tidak berharga” untuk menggambar diri mereka.
Mereka merasa bersalah karena tidak mampu menjalankan fungsi mereka dan sering
menghubungkan peristiwa dengan diri mereka atau memikul tanggung jawab untuk
insiden yang tidak dapat mereka kendalikan. Individu yang depresi berfikir dalam
(berpikir lama dan khawatir secara berlebihan) tentang tindakan mereka di masa lalu dan
membuat penilaian sangat negative tentang diri mereka sendiri.

Individu yang depresi kekurang energy untuk melakukan aktifitas kehidupan


sehari – hari, dengan sering mengabaikan hygiene dan berhias secara teratur (seperti
mandi atau merawat rambut). Pakaian mereka berwarna gelap, cokelat tua, dan tanpa
warna atau aksesori tertentu. Pakaian mereka mungkin kotor atau kusut. Wanita tidak lagi
menghiraukan untuk berdandan. Penampilan individu yang depresi menggambarkanharga
dirinya yang rendah dan kesadaran yang kurang terhadap harga diri.
g. Pertimbangan fisiologi dan perawatan diri

Perubahan tidur adalah gejala umum lain pada depresi. Individu biasanya
mengeluh insomnia pertengahan (terjaga pada malam hari dan mengalami kesulitan untuk
kembali tidur). Beberapam individu mengalami insomnia awal (kesulitan untuk tidur).
Individu lain bangun terlalu dini (insomnia terminal). Beberapa individu yang depresi
tidur terlalu banyak (hypersomnia) (DSM-IV-TR,2000).

h. Skala penilain depresi

Beberapa skala penilaian depresi dilengkapi oleh klien, skala lain dilakukan oleh
professional kesehatan jiwa. Instrument pengkajian ini, bersama evaluasi perilaku klien,
proses fikir, riwayat keluarga, dan faktor situasional, membantu menciptakan suatu
gambaran diagnostik.

Hamilton rating scale for depression (1960) merupakan skala depresi yang dinilai
oleh klinisi dan digunakan seperti wawancara klinis. Klinis menilai rentangperilaku klien,
seperti mood yang terdepresi, rasa bermasalah, bunuh diri, dan insomnia. Ada juga bagian
untuk menilai variasi diurnal, depersonalisasi (perasaan tidak nyata tentang diri sendiri),
gejala paranoid, obsesi.

Diagnosa Keperawatan
1. Defisit Perawatan Diri b/d kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK d/d
keluarga mengatakan pasien malas mandi
2. Isolasi sosial : Menarik Diri
Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Defisit Perawatan Diri b/d kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/ BAK
d/d keluarga mengatakan pasien malas mandi

Tujuan Umum :

 Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri

Tujuan Khusus :

 Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri


 Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
 Pasien mampu melakukan makan dengan baik
 Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri

Intervensi

1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri

a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.

b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri

c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri

d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri

2) Melatih pasien berdandan/berhias

Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :


a) Berpakaian

b) Menyisir rambut

c) Bercukur

Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :

a) Berpakaian

b) Menyisir rambut

c) Berhias
3) Melatih pasien makan secara mandiri

a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan

b) Menjelaskan cara makan yang tertib

c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan

d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri

a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai

b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK

c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

Diagnosa 2 : Isolasi sosial: menarik diri

Tujuan Umum :
 Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan : 1
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan: 2
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya.
2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya

3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan : 3
1. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
2. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
a) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain.
b) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan
dengan orang lain
c) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan
dengan orang lain
3. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain :
a) beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
b) diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
c) beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan: 4
1. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
2. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui tahap:
 Klien – Perawat ·
 Klien – Perawat – Perawat lain ·
 Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain ·
 K – Keluarga atau kelompok masyarakat
3. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai.
4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
5. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
6. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
7. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain


Tindakan 5:
1) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain
2) Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat
berhubungan dengan orang lain.
3) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien
mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan
oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan 6:
1) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
- Salam, perkenalan diri
- Jelaskan tujuan
- Buat kontrak
- Eksplorasi perasaan klien
2) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
- Perilaku menarik diri
- Penyebab perilaku menarik diri
- Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak
ditanggapi
- Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
3) Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada
klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
- Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal satu kali seminggu
- Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah
dicapai oleh keluarga
DAFTAR PUSTAKA :

Direja, A.H.S. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta. Nuha Medika.
Fitra Ayu Lestari, Nurinda. "Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Klien Ny. M Dan TN. K

Dengan Depresi Yang Mengalami Masalah Keperawatan Ketidakefektifan


Koping Di Upt Pelayananan Sosial Tresna Werdha Jember Tahun 2019."
Kozier, B. & Erb, G. (2004). Fundamental of Nursing: Concept, Process, and Practice.
7th ed. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education, Inc

NANDA International Inc, Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2015-


2017.Pinedendi, N., Rottie, J., & Wowiling, F. (2016). Pengaruh Penerapan
Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan Diri Terhadap Kemandirian Personal
Hygiene Pada Pasien di RSJ. Prof. VL Ratumbuysang Manado Tahun 2016.
JURNAL KEPERAWATAN, 4(2).

Pribadi, T. (2017). Hubungan peran keluarga dengan depresi pada lansia di kecamatan
way halim bandar lampung tahun 2015. Holistik Jurnal Kesehatan, 11(2), 82-89.

Scale, Geriatric Depression. "EFEKTIVITAS TERAPI TERTAWA UNTUK


MENURUNKAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA."
Sukaesti, Diah. (2018). Sosial Skill Training Pada Klien Isolasi Sosial. Jurnal
Keperawatan Jiwa. 6 (1), Hal 19-24

Wakhid, A., Hamid, A., Helena, N. (2013). Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan
Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dan Harga Diri Rendah Dengan Pendekatan
Model Hubungan Interpersonal Peplau Di Rs Dr Marzoeki Mahdi Bogor. Jurnal
Keperawatan Jiwa 1(1); 34-48

Wiyati, R., Wahyuningsih, D., Widayanti, E. (2010). Pengaruh Psikoedukasi Keluarga


Terhadap Kemampuan Keluarga Dalam Merawat Klien Isolasi Sosial. Jurnal
Keperawatan Soedirman 5(2); 85-94

Wuon, A. S., Bidjuni, H., & Kallo, V. (2016). Perbedaan tingkat depresi pada remaja yang
tinggal di rumah dan yang tinggal di panti asuhan bakti mulia karombasan
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

I. Identitas Klien
Inisial/Nama : Tn. U
Tanggal Pengkajian : 39 tahun
Umur : SMP
RM No :-
Informan : Keluarga

II. Alasan Masuk:


Keluarga mengatakan klien tidak mau mandi, klien tampak kotor dan bau, sesekali tampak
menggaruk kaki dan tangannya. Klien sering menyendiri dan klien sulit untuk diajak
berbicara, hanya dapat menjawab seadanya seperti saat ditawari makan.

III. Faktor Predisposisi


1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu?
( ) Ya () Tidak Berhasil
2. Pengobatan sebelumnya :
( ) Berhasil ( ) Kurang Berhasil () Tidak Berhasil
3. Trauma : Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia
Aniaya Fisik () () () () () ()
Aniaya Seksual () () () () () ()
Penolakan () () () () () ()
Kekerasan Dalam Keluarga () () () () () ()
Tindakan Kriminal () () () () () ()
Jelaskan No:
1. Keluarga klien mengatakan tidak pernah mengalami gangguan jiwa
2. Keluarga klien mengatakan tidak pernah melakukan pengobatan sebelumnya
3. Keluarga klien mengatakan klien tidak pernah mengalami trauma

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa : ( ) Ya ()Tidak


Hubungan keluarga :-
Gejala :-
Riwayat Penobatan/Perawatan :-

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

5. Genogram

: Laki-laki : Klien

: Perempuan ------- : Tinggal serumah

: Meninggal

Jelaskan : Klien tinggal dengan keponakan dan cucu dari kakaknya.

Masalah Keperawatan : -

6. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan : keluarga klien mengatakan klien
pernah dirasuki almarhum ibunya, sejak saat itu klien menderita gangguan seperti
sekarang ini

Masalah Keperawatan : Depresi


IV. FISIK

1. Tanda Vital : TD: 120/80 mmHg N: 80x/I S: 36,5°C RR: 20x/i


2. Ukur : TB: 173 Cm BB: 55Kg
3. Keluhan Fisik :-

Jelaskan : Tanda vital dalam keadaan normal

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah

V. PSIKOSOSIAL

1. Konsep Diri :

a. Gambaran diri: Tidak dapat dikaji karena klien tidak mengerti yang ditanyakan
b. Identitas : Klien dapat mengenal dirinya sendiri mengenai dia adalah laki-laki
c. Peran: Tidak dapat dikaji
d. Ideal Diri: Tidak dapat dikaji
e. Harga Diri: Tidak dapat dikaji

Masalah Keperawatan: -

2. Hubungan Sosial:

a. Orang yang Berarti: orang yang dekat dengan klien adalah keluarganya.
b. Peran serta dalam kegiatan Kelompok Masyarakat: keluarga klien mengatakan klien tidak
pernah mengikuti kegiatan kelompok apapun di masyarakat
c. Hambatan Dalam Berhubungan dengan Orang lain: klien selalu menyendiri dan tidak
pernah bersosialisasi dengan orang lain

Masalah Keperawatan: isolasi sosial: menarik diri

3. Spiritual:

a. Nilai dan Keyakinan: keluarga klien mengatakan bahwa klien beragama Islam
b. Kegiatan Ibadah: keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak pernah melakukan ibadah

VI. STATUS MENTAL

1. Pengkajian

 Tidak Rapi Pengguanaan pakaian Cara Pakaian

Tidak sesuai Tidak seperti

Biasanya

Jelaskan: klien berpenampilan tidak rapi, kuku kotor dan badan klien bau

Masalah Keperawatan: defisit perawatan diri : mengenakan pakaian/berhias

2. Pembicaraan

Cepat Keras Gagap Inkoheren

 Apatis Lambat Membisu  Tidak Mampu


memulai
Pembicaraan

Jelaskan: klien tidak mampu memulai pembicaraan dengan lawan bicara, dan tidak peduli
dengan sekitar

Masalah Keperawatan: koping individu inefektif

3. Aktivitas Motorik

 Lesu Tegang Gelisah  Apatis

Tik Grimasen Tremor Kompulsif

Jelaskan: Klien tampak lesu

Masalah Keperawatan: koping individu inefektif

4. Alam Perasaan :

 Lesu Ketakutan Putus Asa Gembira berlebihan


Jelaskan

Masalah Keperawatan : -

4. Afek:

Datar Tumpul Labil Tidak Sesuai

Jelaskan:

Masalah Keperawatan :

5. Interaksi Selama Wawancara:

Bermusuhan  Tidak Kooperatif Mudah Tersinggung

 Kontak Mata Kurang Defensif Curiga

Jelaskan: Kontak mata kurang dank lien tidak kooperatif

Masalah Keperawatan : koping individu inefektif

6. Persepsi:

Pendengaran Penglihatan Perabaan

Pengecapan Penghirupan

Jelaskan:

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

7. Proses Pikir:
Sirkumstansial Tangensial Kehilangan Assosiasi

Flight Of Ideas BlockingPengulangan  Pembicaraan/persepsi

Jelaskan: klien sulit untuk diajak berbicara dan tidak mengerti apa yang dibicarakan

Masalah Keperawatan : koping individu inefektif

8. Isi Pikir:

Obsesi Tidak Fobia Hipokondria

Deporsonalisasi Ide yang terkait Pikiran Magis

Waham :

Agama Tidak Somatik Kebesaran Curiga

Nihilstik Sisip Pikir Siap Pikir Kontrol Pikir

9. Tingkat Kesadaran

Bingung Sedasi Supor

10. Disorientasi

Waktu Tempat Orang

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah

11. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang Gangguan daya ingat jangka pendek

Gangguan daya saat ini Konfabuasi

Jelaskan :

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah

12. Tingkat Konsentrasi Dan Berhitung

Mudah Beralih Tidak mampu berhitung sederhana

 Tidak Mampu berkonsentrasi

Jelaskan : klien tidak mampu berkonsentrasi

Masalah Keperawatan : koping individu inefektif

13. Kemampuan Peniaian

Gangguan Ringan Gangguan Bermakna

Jelaskan :

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah

14. Daya Tilik Diri

Mengingari penyakit yang diderita Menyalahkan hal hal yang di luar dirinya

Jelaskan :

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah

VII. Kebutuhan Persiapan Pulang

1. Kemampuan klien memenuhi/menyediakan kebutuhan


Ya Tidak Ya Tidak
Makan 
Berpakaian/Berhias 
Bab/Bak  Transportasi

Keamanan  Tempat Tinggal

Perawatan Uang
Kesehatan

Jelaskan : klien mampu melakukan kegiatan secara mandiri sebagian

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah

2. Kegiatan Hidup Sehari-hari


a. Perawatan Diri
Bantuan Bantuan Bantuan Bantuan
Minimal Total Minimal Total

Mandi  Bab/Bak

Kebersihan  Ganti pakaian

Makan 

Jelaskan : klien mampu makan sendiri namun masih diambilkan oleh keluarga, tetapi klien tidak
mau disuruh untuk mandi

Masalah Keperawatan : defisit perawatan diri : mandi/kebersihan

b. Nutrisi

Ya Tidak

 Apakah anda puas dengan pola makan anda ? 

 Apakah anda makan memisahkan diri ? 

Jika Ya, jelaskan alasannya :

 Frekuensi makan/hari : 2-3 /kali


 Frekuensi minum/hari : 8/kali
Meningkat Menurun Berlebih Sedikit-sedikit

 Nafsu makan Meningat Menurun

 Berat Badan : 55 Kg BB Tertinggi : 60 Kg BB Terendah : 55 Kg

 Diet Khusus :

Jelaskan : klien tidak memiliki diet khusus


Masalah Keperawatan : tidak ada masalah

c. Tidur

Ya Tidak

 Apakah ada masalah ? 

 Apakah anda rasa tenang bangun tidur 

 Apakah ada kebiasaan lidur siang 

Lamanya/jam:

 Waktu tidur malam : Jam 24.00 Waktu bangun: Jam 05.00

Beri Tanda " √ " sesuai dengan keadaan klien

Sulit untuk tidur Terbangun saat tidur

Bangun terlalu pagi  Gelisah saat tidur

Somnabolisme Berbicara dalam tidur

Jelaskan masalah keperawatan: tidak ada masalah


3. Kemampuan Klien Dalam hal:

 Mengantisipasi Kebutuhan Sendiri 

 Membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri 

 Mengatur pengunaan obat

 Melakukan pemeriksaan kesehatan ( follow up )


Jelaskan Masalah Keperawatan: tidak ada masalah

4. Klien memiliki sistem pendukung

Ya Tidak Ya Tidak

Keluarga  Teman Sejawat

Profenasionalisme Kelompok Sosial

Jelaskan :

Masalah keperawatan: tidak ada masalah

5. Apakah klien menikmati saat bekerja, kegiatan yang menghasilkan atau hobi?

Ya Tidak

Jelaskan: klien tidak bekerja

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah

VIII. Mekanisme Koping


Adaptif Maladaptif

Bicara dengan oranglain Minum alcohol

Mampu menyelesaikan masalah Reaksi lambat/berlebihan

Tehnik relaksasi Bekerja berlebihan


Aktivitas kontruktif Menghindar

Olahraga Mencederai diri

Lainnya Lainnya

Masalah keperawatan: harga diri rendah

IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan

a. Masalah dengan dukungan keompok : tidak ada

b. Masalah berhubungan dengan lingkungan : tidak ada

c. Masalah dengan pendidikan : klien mengatakan pendidikan

terakhir SMP

d. Masalah pekerjaan : tidak ada

e. Masalah ekonomi : tidak ada

f. Maslaah lain : tidak ada

X. Pengetahuan kurang tentang :

Penyakit jiwa Sistem Pendukung

Faktor Presipitasi Penyakit fisik

Koping Obat-obatan
Lainnya

Masalah Keperawatan:

XI. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN

1. Defisit Perawatan Diri

2. Isolasi Sosial : menarik diri

ANALISA DATA

NO Data Masalah Keperawatan

1. Data Subjek: Defisit Perawatan Diri


Keluarga mengatakan klien tidak mau mandi

Data Objek:
- Klien tampak kotor dan bau
- Klien tampak berpakaian tidak rapi
2. Data Subjek: Isolasi Sosial : menarik diri
Keluarga mengatakan klien selalu
menyendiri dan tidak mau bersosialisasi
dengan orang lain

Data Objek:
- Klien tampak menyendiri
- Klien sulit diajak berkomunikasi
IMPLEMENTASI TINDAKAN KEPERAWATAN

Initial/ Nama : Tn. U

Ruangan :-

No Tgl/Jam No. DX Implementasi Evaluasi


Selasa, 21 1 SP 1 : S:
Des 2021 1. Diskusikan masalah yang - Keluarga klien mengatakan klien
dirasakan keluarga dalam malas untuk mencuci rambutnya dan
merawat klien menyisirnya
2. Jelaskan cara merawat
defisit perawatan diri O: Baju klien sudah terganti, klien
3. Latih cara merawat masih sedikit bau, rambut klien
kebersihan diri : mandi dang masih tampak kusut
anti pakaian, sikat gigi, cuci
rambut dan potong kuku A: Klien dapat melakukan kegiatan
4. Anjurkan membantu klien tetapi dengan bantuan
sesuai jadwal
P: Optimalkan SP 1, lanjutkan SP 2
Rabu, 22 1 SP 2 : S:
Des 2021 1. Evaluasi kegiatan keluarga - Keluarga klien mengatakan sedikit
dalam merawat atau melatih sulit untuk membujuk klien agar
klien dalam membersihkan mau dicukur janggutnya
diri
2. Bimbing keluarga O : Klien tampak masih kusut
membantu klien berdandan. namun klien sudah bercukur
Yaitu bercukur
3. Anjurkan membantu klien A : Defisit perawatan diri: berhias
sesuai jadwal masih ada, klien dapat melakukan
kegiatan dengan bantuan

P : Optimalkan SP 2 dan lanjutkan


SP 3
Kamis, 23 1 SP 3 : S : Keluarga klien mengatakan klien
Des 2021 1. Evaluasi kegiatan keluarga bisa melakukan cara makan yang
dalam merawat atau melatih baik dan benar
klien melakukan kebersihan
diri dan berdandan O : Klien tampak bisa
2. Bimbing keluaga mempraktekkan cara makan yang
membantu klien makan dan baik dan benar
minum
3.Anjurkan membantu klien A : Klien mampu melakukan
sesuai jadwal kegiatan dengan baik tanpa arahan
P : Optimalkan SP 3, lanjutkan SP 4

4. Sabtu, 26 1 SP 4 : S : Keluarga klien mengatakan klien


Des 2021 1.Evaluasi kegiatan keluarga mengetahui cara BAB dan BAK
dalam merawat atau melatih yang benar
klien melakukan kebersihan
diri, berdandan, makan dan O : Klien tampak sudah bersih, dan
minum mampu menyebutkan alat dan cara
2. Bimbing keluarga merawat BAB dan BAK yang benar
klien untuk BAB dan BAK
A : Klien bisa melakukan kegiatan
dengan baik

P : Optimalkan SP 4, pertahankan
SP 1,2 dan 3

Anda mungkin juga menyukai