Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

OLEH:
NURUL HIDAYATI
211304030

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak
dapat melakukan perawatan diri (Depkes RI, 2010).
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien dengan
gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk
melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri terlihat dari
ketidakmampuan merawat kebersihan diri antaranya mandi, makan minum secara
mandiri, berhias secara mandiri, serta toileting (BAK/BAB) (Damaiyanti, 2012).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan melakukan aktivitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan serta toileting) kegiatan itu harus bisa dilakukan
secara mandiri (Direja, 2011). Sedangkan menurut SDKI (2016) defisit perawatan diri
adalah tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri. Kurang
perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan
kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah, 2015). Kurangnya perawatan diri pada
pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga
kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun (Keliat dkk, 2014).
2. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), penyebab kurang perawatan diri adalah
kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes RI (2010), penyebab kurang
perawatan diri adalah:
a. Faktor Predisposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Kemampuan Realitas Turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri.
b. Faktor Presivitasi
Faktor presivitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan
diri. Menurut Depkes RI (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah:
1) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli
dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik Sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status Sosial
Ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita
diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6) Kebiasaan Seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan
diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
7) Kondisi fisik atau psikis Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
3. Tanda dan Gejala
a. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu, atau aliran air mandi,
mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar
kamar mandi.
b. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian. Klien
juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih
pakaian, mnggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan
pakaian,menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang
memuaskan, mengambil pakaian, dan mengenakan sepatu.
c. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka container,
memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah lalu
memasukkannya ke mulut, melengkapi makanan, mencerna makanan menurut
cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna
cukup makanan dengan aman.
d. BAB/BAK
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian
untuk toileting, memebersihkan diri setelah BAB/BAKdengan tepat, dan
menyiram toilet atau kamar kecil. Keterbatasan perawatan diri di atas biasanya
diakibatkan karena stressor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien
bisa mengalami harga diri rendah), sehingga dirinya tidak mau mengurus atau
merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi, berpakaian, berhias, makan,
maupun BAB dan BAK. Bila tidak dilakukan intervensi oleh perawat, maka
kemungkinan klien bisa mengalami masalah risiko tinggi isolasi social (Direja,
2011).
Sedangkan menurut Depkes RI (2010) tanda dan gejala klien dengan
defisit perawatan diri adalah:
a. Fisik
1. Badan bau, pakaian kotor.
2. Rambut dan kulit kotor.
3. Kuku panjang dan kotor.
4. Gigi kotor disertai mulut bau.
5. Penampilan tidak rapi.
b. Psikologis
1. Malas, tidak ada inisiatif.
2. Menarik diri, isolasi diri.
3. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
1. Interaksi kurang.
2. Kegiatan kurang.
3. Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
4. Cara makan tidak teratur.
5. BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak
mampu mandiri.
4. Rentang Respon
a. Pola perawatan diri seimbang: saat pasien mendapatkan stressor dan mampu
untuk berperilaku adaptif maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang,
klien masih melakukan perawatan diri.
b. Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak: saat pasien mendapatan stressor
kadang-kadang pasien tidak menperhatikan perawatan dirinya.
c. Tidak melakukan perawatan diri: klien mengatakan dia tidak pegduli dan tidak
bisa melakukan perawatan saat stress (Direja, 2011).
5. Mekanisme koping
Mekanisme Koping berdasarkan penggolongan dibagi menjadi 2 menurut Damaiyanti
(2012) yaitu:
a. Mekanisme Koping Adaptif: mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi
pertumbuhan belajar dan mencapai tujuan. Kategori ini adalah klien bisa
memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
b. Mekanisme Koping Maladaptif: mekanisme koping yang menghambat fungsi
integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung
menguasai lingkungan. Kategorinya adalah tidak mau merawat diri.
6. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1. Obat anti psikosis : Penotizin.
2. Obat anti depresi : Amitripilin.
3. Obat antu ansietas : Diasepam, bromozepam, clobozam.
4. Obat anti insomia : phnebarbital.
b. Terapi
1. Terapi Keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien
dengan memberikan perhatian:
a. Jangan memancing emosi klien.
b. Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga.
c. Berikan kesempatan klien mengemukakan pendapat.
d. Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah
yang dialaminya.
2. Terapi Aktivitas Kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau
aktivitas lainnya, dengan berdiskusi serta bermain untuk mengembalikan
keadaan klien karena maslah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah
laku pada orang lain. Ada 5 sesi yang harus dilakukan:
a. Manfaat perawatan diri.
b. Menjaga kebersihan diri.
c. Tata cara makan dan minum.
d. Tata cara eliminasi.
e. Tata cara berhias.
3. Terapi Musik
Dengan musik klien bisa terhibur, rileks, dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran pasien. Penatalaksanaan menurut Direja (2011) adalah sebagai
berikut.
a. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri.
b. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
c. Ciptakan lingkungan yang mendukung.
7. Dampak
Dampak dari defisit perawatan diri menurut Damaiyanti (2012) sebagai berikut:
a. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak tidak terpeliharanya
kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah:
gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan
telinga dan gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak Psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygine adalah gangguan
kebutuhan aman nyaman, kebutuhan cinta mencintai, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

Anda mungkin juga menyukai