Anda di halaman 1dari 29

Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan Diri

Di susun Oleh

Kelompok 6

Boby Setiawan Gea (160204018)

Emma Manik (160204107)

Gusna K panggabean (160204003)

Lilis Sarumaha (160204029)

Pebriantris Sitorus (160204030)

Dosen Pengajar :

N.s Jek Amidos Pardede, M. Kep, Sp. J

ROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

TAHUN AJARAN 2016/2017


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan Jiwa menurut undang undang nomer 3 tahun 1966 merupakan suatu
kondisi yang memungkinan perkembangan fisik, intelektual, emosiaonal yang optimal
dari seseorang, dan perkembangan itu selaras dengan perkembangan orang lain
(Suliswati et al. 2005)
Definisi kesehatan jiwa sebagai suatu kondisi sehat emosional, psikologis dan
sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan
koping yang efektif, kondisi diri yang positif, serta kestabilan emosional. (Johnson
dalam Direja, 2011).
Kesehatan jiwa merupakan perasaan sehat yang bahagia serta mampu
mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta
memiiki sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Widyawati, 2012).
Prevelansi gangguan jiwa secara nasional mencapai 5,6% dari jumlah
penduduk, dengan kata lain menunjukkan bahwa pada setiap 1000 orang penduduk
terdapat empat sampai lima orang menderita gangguan jiwa. Berdasarkan dari data
tersebut bahwa data pertahun di Indonesia yang mengalami gangguan jiwa selalu
meningkat, (Hidayati, 2011)
Salah satu masalah keperawatan yang terjadi pada klien dengan gangguan jiwa
diantaranya adalah isolasi sosial atau menarik diri. Isolasi sosial menarik diri
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan atau bahkan tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain dan sekitarnya ( Keliat, et al 2009). Menurut Nanda
(2005) isolasi sosial merupakan pengalaman kesendirian secara individu yang
dirasakan segan terhadap orang lain dan sebagai keadaan yang negatif atau
mengancam.
Terapi dalam gangguan jiwa meliputi pengobatan dengan farmakoterapi, serta
pemberian psikoterapi sesuai gejala dan penyakit yang akan mendukung
penyembuhan pasien jiwa. Farmakoterapi merupakan pemberian terapi menggunakan
obat. Terapi obat yang digunakan pada pasien gangguang jiwa yang disebut dengan
psikofarmakoterapi memiliki efek langsung pada proses mental penderita karena
kerjanyan berpengaruh pada sistem saraf pusat, misalnya antipsikosis yang digunakan
untuk mengatasi pikiran kacau, meredakan halusinasi (Kusumawati, 2010) tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi isolasi sosial yaitu
mengidentifikasi penyebab menarik diri, mendiskusikan bersama pasien keuntungan
dengan orang lain dan kerugian menarik diri, membantu pasien berhubungan dengan
orang lain secara bertahap dan membantu mengungkapkan perasaan pasien setelah
berkenalan dengan orang lain (Damaiyanti, 2010).
Masalah keperawatan isolasi sosial menarik diri jika tidak dilakukan intervensi
lebih lanjut maka akan meyebabkan perubahan persepsi sensori halusinasi dan resiko
tinggi menciderai diri sendiri, orang lain, bahkan lingkungan, selain itu perilaku
tertutup dengan orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang akan
berpengaruh terhadap menurunnya kemampuan perawatan diri (Fitria, 2009)

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan isolasi sosial dan
membandingkan asuhan keperawatan isolasi sosial dan membandingkan asuhan
keperawtan isolasi sosial secara teori dan kenyataan.
2. Tujuan Khusus
Memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan baik secara teori maupun
pada pasien dengan isolasi sosial.
GAMBARAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Tn. A berusia 34 tahun, datang ke Panti dengan masalah defisit perawatan diri. Dari
hasil pengkajian klien mengatakan sudah mandi tadi pagi jam 05:00 WIB, setiap
mandi ganti baju, saat mandi kuku jarang digosok, Klien mengatakan kalau badan
terutama pergelangan kedua tangan, kaki dan siku gatal – gatal (koreng) dan tidak
punya sandal. Klien tampak berbaju dan celana sesuai dan rapi, terlihat sela – sela jari
kedua tangan dan kaki bintik – bintik merah dan ada luka, Rambut berminyak, bau
asam (keringat) dan sedikit ketombe, Klien tidak menggunakan sandal, Nafas klien
tidak bau, gosok gigi hanya 1 kali pada pagi hari.

Klien tidak membutuhkan bantuan dalam hal makan atau minum, klien bisa makan
atau minum sendiri dan tahu alat apa saja yang harus digunakan saat makan atau
minum. Begitu pun dalam hal BAB/BAK pasien melakukannya tanpa bantuan dan
klien tahu dimana harus BAB/BAK. Klien juga mampu untuk mandi sendiri tahu alat
apa yang digunakan saat mandi namun karena terbatasnya alat terkadang pasien tidak
keramas dan sikat gigi. Klien kurang mengetahui tentang penyakit jiwa dan obat-
obatan yang berkaitan dengan dirinya.

B. MASALAH KEPERAWATAN
Defisit Perawatan Diri
a. Data subjektif: Klien mengatakan sudah mandi tadi pagi jam 05:00 WIB, setiap
mandi ganti baju, saat mandi kuku jarang digosok. Klien mengatakan kalau
badan terutama pergelangan kedua tangan, kaki dan siku gatal – gatal (koreng)
dan tidak punya sandal.
b. Data objektif : Klien tampak berbaju dan celana sessuai dan rapi, terlihat sela –
sela jari kedua tangan dan kaki bintik – bintik merah dan ada luka, Rambut
berminyak, bau asam (keringat) dan sedikit ketombe, Klien tidak menggunakan
sandal, Nafas klien tidak bau, gosok gigi hanya 1 kali pada pagi hari.

C. DIGNOSA KEPERAWATAN
Defisit Perawatan Diri
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Proses Terjadinya Masalah
2.1.1 Pengertian
Defisit perawatan diri adalah salah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan aktifitas atau melengkapi aktifitas
perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), Berpakaian/ Berhias, Makan
dan BAB/BAK (toileting) (Fitria, 2009).
Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri mandi, berhias, makan, toileting (Nurjannah, 2004).

Kurang keperawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya (Wartonah, 2009).

2.1.2 Klasifikasi Defisit Perawatan Diri

Klasifikasi defisit perawatan diri menurut Wartonah (2009) adalah:

1. Kurang perawatan diri : Mandi/Kebersihan


Adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas mandi/kebersihan diri.
2. Kurang perawatn diri : Mengenakan pakaian/berhias
Adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktifitas berdandan sendiri.
3. Kurang perawatan diri : Makan
Adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktifitas makan.
4. Kurang perawatan diri : Toileting
Adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktifitas
toileting sendiri.

2.1.3 Etiologi

Menurut Wartonah (2009) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut:
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran

Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :


1. Faktor predisposisi
a. Perkembangan : keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis : penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri
c. Kemampuan realitas turun : klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan
realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
d. Sosial : kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan memepengaruhi latihan kemampuan dalam
Perawatan diri.

2. Faktor presipitasi
Adalah kurang penurunan motivasi, kurasakan kognitif atau perseptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehinnga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri. Menurut Depkes (2000) faktor-faktor yang
mempengaruhi personal hygiene adalah :
a. Body image : gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik sosial : pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status sosial ekonomi : personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti
sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan : pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita
diatebes melitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya : disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan
f. Kebiasaan seseorang : ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain
g. Kondisi fisik atau psikis : pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene :
a. Dampak fisik : banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering
terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan menbran mukosa mulut, infeksi
pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku
b. Dampak psikososial : masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene
adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencintai,kebutuhan harga diri, aktualsasi diri dan gangguan interaksi sosial

2.1.4 Manifestasi klinis

Menurut Depkes (2000) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah :

1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. Penampilan tidak rapi.
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada insiatif
b. Menarik diri. Isolasi diri
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
3. Sosial
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB disembarangan tempat, gosok gigi dan
mandi tidak mampu mandiri

2.1.5 Mekanisme Koping

a. Regresi
Kemunduran akibat sters terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari suatu
taraf perkembangan yang lebih dini
b. Penyangkalan (Denial)
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari realitas
tersebut. Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitif.
c. Isolasi sosial, menarik diri
Sikap mengelompokkan orang / keadaan hanya sebagai semuanya baik atau
semuanya buruk, kegagalan unutk memadukan nilai-nilai positif dan negatif
didalam diri sendiri
d. Intelektualisasi
Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang
mengganggu perasaannya.

2.1.6 Rentang Respon Kognitif

Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yng tidak dapat merawat diri
sendiri:

1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri :


a. Bina hubungan saling percaya
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri :
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan keterampilan secara bertahap
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien
2.1.7 Pohon Masalah

Perawatan diri kurang : Higine

Menurunnya motivasi perawatan diri

Isolasi sosial: menarik diri\

2.1.8 Proses Pelaksanaan Tindakan

I. Fase Orientasi

1. Salam terapeutik
“Selamat siang pak Arthur?”
2. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaannya hari ini pak Arthur? Apakah tidurnya nyenyak? Bagaimana
latihannya ada dilakukan kemarin pak?”
3. Kontrak
a. Topik
“Pak Arthur, hari ini kita akan berbincang-bincang tentang cara mencuci piring
yang enar ya pak setelah itu mengingatkan tentang jadwal harian bapak ya?”.
b. Tempat
“Kita berbincang-bincang dimana pak? Bagaimana jika diruangan tempat cuci
piring langsung ya pak?”
c. Waktu
“Bincang-bincang kita 20 menit saja pak, sekarang bisa pak?”
d. Tujuan
“Dimana tujuan pertemuan kita kali ini adalah untuk berbagi informasi/
pengetahuan tentang cuci piring yang benar supaya kita terlatih dan terbiasa akan
hal yang baik dan benar ya pak?”
II. Fase Kerja

“Baiklah pak Arthur, kita mulai ya?”

“Apa-apa saja peralatan yang harus kita siapkan pak sebelum mencuci piring?”

“Iya benar sekali pak, ada sabun, sabut/sponnya, ember berisi air bersih atau selang
air, tempat sampah?”

“Benar sekali pak, hebat, iya sisa makan harus dibuagn dulu ke tempat sampah yang
sudah kita siapkan tadi ya pak?”

“Setelah itu dikasih air atau disiram dulu sedikit dengan air, sabun dan spon kita
siapkan dan barulah kemudian kita gosok piringnya, seperti ini ya pak? Ayo kita
sama-sama”

“Nah… sudah selesai baru kita bilas dengan air yang bersih ini ya pak? Iya betul
sekali pak?”

“Kemudian kita letakkan di keranjang ini untuk mengeringkannya, jika ada kain lap
boleh kita lap dulu baru disimpan dikeranjang ini ya pak?’

“selesai sudah kita cuci piringnya pak”

“Sekarang jangan lupa untuk cuci tangan setelah kita cuci piring dan membereskan
semua perlengkapan ini ke tempat semula ya pak, ayo?”

“Jangan lupa memasukkan kegiatan latihan ke dalam jadwal kegiatan harian bapak
ya?”

III. Fase Terminasi

1. a. Evaluasi Subjektif

“Bagaimana perasaannya pak Arthur setelah kita latihan mencuci piring?”

b. Evaluasi Objektif

“Baiklah pak, bisakah diulangi lagi apa saja peralatan yang harus kita siapkan
jika hendak mencuci piring? Dan bagaimana tadi cara-caranya?”

2. Tindak Lanjut
“Untuk bincang-bincang kita hari ini apakah sangat menyenangkan dan dapat
dipahami serta dilaksanakan pak Arthur?”

3. Kontrak yang akan datang

a. Topik

“Besok kita berbincang-bincang lagi ya pak? Kita bincang-bincang tentang


cara membersihkan WC?”

b. Tempat

“Kita bincangnya di dekat barak ini saja ya pak?”

c. Waktu

“Besok kita bincang-bincangnya jam 12.30 aja setelah makan?”

2.2 Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan diri

2.2.1 Pengakajian
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
menurun. Defisit perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri,
makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan eliminasi/ toileting ( buang air besar/
buang air kecil) secara mandiri. (Keliat B. , 2011)
Untuk mengetahui apakah pasien mengalamimasalah defisit perawatan diri, maka
tanda dan gejala dapat diperoleh melalui observasi pada pasien yaitu :
1. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor,gigi kotor, kulit berdaki dan
berbau, kuku panjang dan kotor.
2. Ketidakmampuan berhias/ berdandan, ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor
dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak bercukur, pada pasien
perempuan tidak berdandan.
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidakmampuan mengambil
makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
4. Ketidakmampuan defekasi/ berkemih, secara mandiri, ditandai dengan defekasi/ berkemih
tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah defekasi/ berkemih.
(Keliat B. , 2011)

2.2.2. Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan data yang didapat ditetapkan diagnosis keperawatan Defisit Perawatan
Diri : kebersihan diri, makan, berbadan, defekasi/ berkemih. (Keliat B. , 2011)

2.2.3 Tindakan Keperawatan


Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan diri yang baik
maka Anda harus melakukan tindakan kepada keluarga agar keluarga dapat
meneruskan melatih pasien dan mendukung agar kemampuan pasien dalam perawatn
dirinya meningkat. Tindakan yang dapat anda lakukan adalah :
1. Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang diahadapi keluarga dalam
merawat pasien.
2. Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma.
3. Diskusikan dengan keluaga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh
pasien untuk menjaga perawatan diri pasien.
4. Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan membantu
meningkatkan pasien dalam merawat diri ( sesuai jadwal yang telah disepakati).
5. Anjurkan kleurga untuk memberikan pujian atas keberhasilan pasien dalam
perawatan diri.
6. Latih keluarga tentang cara merawat pasien defisit perawatan diri. (Keliat B. ,
2011)

2.2.4 Penilaian Kemampuan Pasien Dan Keluarga Dengan Masalah Defisit


Perawatan Diri
Kemampuan pasien dan keluarga
PENILAIAN KEMAMPUAN PASIEN DAN KELUARGA
DENGAN MASALAH DEFISIT PERAWATAN DIRI

Nama pasien :____________


Ruangan : _______________
Nama perawat : __________

Petunjuk pengisian :
1. Beri tand (√) jika pasien dan keluarga mampu melakuka kemampuan dibawah ini.
2. Tuliskan tanggal setiap dilakukan penilaian.

No Kemampaun Tanggal

A. Pasien

1. Menyebutkan pentingnya kebersihan diri

2. Menyebutkn cara membersihkan diri.

3. Mempraktikan cara membersihkan diri dan


memasukkan kedalam jadwal.

4. Menyebutkan cara makan yang baik

5. Mempraktikan cara makan yang baik dan


memasukkakn kedalam jadwal

6. Menyebutkan cara defekasi/ berkemih yang


baik

7. Mempraktikan cara defekasi/ berkemih


yang baik dan memasukkan dalam jadwal

8. Menyebutkan cara berdandan

9. Mempraktikan cara berdandan dan


memasukkan dalam jadwal

B. Keluarga

1. Menyebutkan pengertian perawatan diri


dan proses terjadinya masalah defisit
perawatan diri

2. Menyebutkan cara merawat pasien defisit


perawatan diri

3. Mempraktkan cara merawat pasien defisit


perawatan diri

4. Membuat jadwal aktivitas dan minum obat


untuk klien
Kemampuan Perawat
PENILAIAN KEMAMPUAN PERAWAT DALAM
MERAWAT PASIEN DEFIST PERAWATAN DIRI

Nama :_________________
Ruangan : ______________
Nama perawat : __________

Petunjuk pengisian :
1. Penilaian tindakan keperawatan untuk setiap SP dengan menggunakan instrumen penilaian
kinerja.
2. Nilai tiap penilaian kinerja dimasukkan ke tabel pada baris nilai SP.

No. Kemampuan Tanggal

A. Pasien

SP I p

1. Menjelaskan pentingnya

kebersihan diri

2. Menjelaskan cara menjaga


kebersihan diri

3. Membantu pasien

mempraktikan cara

menjaga kebersihan diri

4. Menganjurkan pasien
Memasukkan kebersihan
diri dalamjadawal kegiatan
harian

Nilai SP I p

SP II p

1. Mengevaluasi jadwal

Kegiatan harian pasien

2. Menjelaskan cara makan


yang baik

3. Membantu pasien

mempraktikan cara makan


yang baik

4. Menganjurkan pasien

memasukkan cara makan

yang baik ke dalam jadwal


kegiatan harian

Nilai SP II p

SP III p

1. Mengevaluasi jadwal

kegiatan harian pasien

2. Menjelaskan cara eliminasi


yang baik

3. Membantu pasien

mempraktikan cara
eliminasi yang baik

4. Menganjurkan pasien

memasukkan eliminasi

yang baik ke dalam jadwal


kegiatan harian

Nilai SP III p

SP IV p

1. Mengevaluasi jadwal

kegiatan harian pasien

2. Menjelaskan cara

Berdandan

3. Membantu pasien

Mempraktikan cara

Berdandan

4. Menganjurkan pasien

memasukkan berdandan ke
dalam jadwal kegitan

harian

Nilai SP IV p

B. Keluarga

SP I k

1. Mendiskusikan masalah

yang dirasakan keluarga


dalam merawat pasien

2. Menjelaskan pengertian,
tanda dan gejal defisit
perawatan diri, dan jenis
defisit perawatan diri yang
dialamai pasien beserta
proses terjadinya

3. Menjelaskan cara-cara
merawat pasien defisit
perawatan diri

Nilai SP I k

Nilai SP II k

1. Melatih keluarga

mempraktikan cara

merawat pasien defisit

perawatan diri

2. Melatih keluarga

melakukan cara merawat

langsung kepada pasien

defisit perawatan diri

Nilai SP II k

Nilai SP III k

1. Membantu kelurga

membuat jadwal aktivitas


termasuk minum obat

2. Menjelaskan follow up

Pasien

Nilai SP III k

total nilai : SP p + SP k

Rata-rata
Dokumentasi Asuhan Keperawatan
DEFISIT PERATAN DIRI PENGKAJIAN

Status mental :
1. Penampilan tidak rapi
Penggunaan pakaian tidak sesuai
Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan ___________________________________________________________
Masalah keperawatan : _______________________________________________

Kebutuhan sehari-hari :
1. Makan
 Bantuan minimal  Bantuan total
2. Mandi
 Bantuan minimal  Bantuan total
3. Defekasi/ berkemih
 Bantuan minimal  Bantuan total
4. Berpakaian/ berhias
 Bantuan minimal  Bantuan total
Jelaskan ___________________________________________________________
Masalah keperawatan ________________________________________________
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

PERTEMUAN 2 SP 3 DPD

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi Klien

Klien mengatakan akan berusaha melakukan dengan baik apa yang telah didiskusikan
bersama perawat, klien mengatakan jari-jari, siku, kaki sudah dikasih salep, makan
cuci tangan, sikat gigi biasanya hanya 1 x saja/hari, keramas jika ada shampo.

Tampak klien mampu melakukan diskusi dengan baik, mampu menyebut pentingnya
menjaga kebersihkan diri walau harus dibantu perawat dalam menyebut, menyebutkan
cara-cara menjaga kebersihan diri, cara makan yang benar namun tidak semua
tahu/benar, mampu mengulang apa yang telah disampaikan walau sedikit harus
dimotivasi.

2. Diagnosa Keperawatan

Defisit Perawatan Diri

3. Tujuan Khusus

a. Klien mengetahui cara eliminasi yang baik/benar


b. Klien mampu melakukan cara eliminasi yang baik/benar
c. Klien dapat melaksanakan cara eliminasi yang baik/benar
4. Tindakan Keperawatan

a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien tentang latihan kebersihan diri : mandi,
kermas, gunting kuku, gosok gigi yang benar.
b. Mendiskusikan cara eliminasi BAK/BAB yang baik
c. Mencontohkan pada klien cara eliminasi yang baik
d. Menyarankan klien untuk memperagakan kembali cara eliminasi yang baik
e. Menyarankan klien untuk memasukkan latihan ke dalam jadwal kegiatan harian.
B. Proses Pelaksanaan Tindakan

I. Fase Orientasi

1. Salam terapeutik

“Selamat siang pak Arthur”

2. Evaluasi / Validasi

“Bagaimana perasaannya hari ini pak ? apakah tidur nyenyak semalam”


bagaimana latihan yang suster berikan? Sudah dilakukan?

3. Kontrak

a. Topik

“Pak Arthur, pada hari ini kita akan berbincang-bincang tentang cara eliminasi
(BAB/BAK) yang baik sesuai janji kita kemarin ya pak? Sebelum
membicarakan itu kita evaluasi dulu jadwal latihan perawatan/kebersihan diri
yang benar setelah itu tetap harus memasukkan lagi setiap latihan ke dalam
jadwal bapak ya?”.

b. Tempat

“Kita berbincang-bincang dimana pak? Bagaimana jika disini saja?”

c. Waktu

“Pak Arthur, mau berapa lama kita bincang-bincangnya? Bagaimana kalau 25


menit?”

d. Tujuan

“Tujuan pertemuan kita kali ini yaitu ingin berbagai informasi tentang cara
eliminasi yang baik supaya bapak mengetahui cara-cara serta mampu
mencontohkan dan menerapkan langsung secara baik dan benar ya pak
Arthur?”
II. Fase Kerja

“Pak Arthur biasanya jika hendak BAB/BAK seperti apa? Coba sampaikan kepada
suster ?”

“Oh.. bagus sekali pak, tapi lebih manteb jika setelah BAB harus cuci tangan supaya
kuman-kumannya tidak lengket di tangan ya pak”

“Biasanya bapak kalau BAB dimana ?”

“Jika BAK biasanya selesai langsung pasang celana lagi apa disiram dulu pak>
selesai BAB biasanya cebok seperti apa pak?”

“Sudah bagus pak Arthur, namun saat mau cebok selesai BAB harus menggunakan air
yang bersih dan pastikan tidak ada tersisa tinja dan air kencing ditubuh pak Arthur
ya?” cebok dari tempat yang bersih ke yang kotor ya pak” siram sampai tidak ada lagi
sisa tinja atau air kencing, dengan demikian bapak juga mencegah menyebarnya
kuman yang berbahaya yang ada pada kotoran/air kencing.

“Setelah selesai membersihkan tinja/air kencing, pakaian bapak harus dirapikan


kembali sebelum keluar ya? Misalnya jika celana ada resleting, harus ditutup dulu
dengan rapi, setelah itu wajib cuci tangan menggunakan sabun dengan cara 7 langkah
yang sudah diajarkan kemarin”

“Siap pak Arthur?”

III. Fase Terminasi

1. a. Evaluasi Subjektif

“Bagaimana perasaannya pak Arthur setelah kita berbincang-bincang tentang


cara BAB/BAK yang baik dan mencontohkannya tadi?”

b. Evaluasi Objektif

“Tadikan sudah kita diskusikan bersama cara eliminasi (BAB/BAK) yang


baik, bisakah bapak mengulanginya kembali apa yang telah kita bincang-
bincang barusan?”
2. Tindak Lanjut

“Diskusi/bincang-bincang kita hari ini menyenangkan dan dapat dipahami pak


Arthur?”

3. Kontrak yang akan datang

a. Topik

“Pak Arthur, besok pagi kita bincang-bincang tentang apa saja? Bagaimana jika
tentang berhias/berdandan?”, tentang cara berdandan/ berhias, mencontohkan cara berdandan
setelah itu masukkan latihan kegiatan ke jadwal hariannya ya?”

b. Tempat

“Mau bincang-bincang dimana pak? Bagaimana jika dibawah pohon kecil itu?”

c. Waktu

“Besok mau jam berapa pak kita berbincang-bincangnya?” bagaimana jika jam
10.00 wib saja?
\STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

PERTEMUAN 3 SP 4 DPD

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi Klien

Klien mengatakan sudah latihan menjaga kebersihan diri di hari sabtu dan minggu dan
cara makan yang baik, klien mengatakan senang dapat melakukan kegiatan, klien
mengatakan cara BAB/BAK yang benar, mengatakan cara BAK yang benar, klien
mengatakan senang dapat informasi dan berdiskusi dengan perawat, gosok gigi 2 x,
makan cuci tangan, mandi, kermas tetapi tidak pakai shampo.

Tampak klien mampu mengungkapkan/menyebutkan cara-cara eliminasi walau tidak


semua benar, klien mampu mengungkapkan kembali apa yang telah disampaikan oleh
perawat walau kadang dibantu, mampu mengikuti diskusi dengan baik, tampak
rambut rapi, bersih, kuku bersih pendek, nafas tidak bau, gatal-gatal sudah mengering.

2. Diagnosa Keperawatan

Defisit Perawatan Diri

3. Tujuan Khusus

a. Klien mengetahui cara berdandan


b. Klien mampu melakukan cara berdandan yang baik
c. Klien dapat melaksanakan cara berdandan yang baik
4. Tindakan Keperawatan

a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien latihan BAK/BAB yang benar.


b. Mendiskusikan cara berdandan
c. Mencontohkan pada klien cara berdandan yang baik
d. Menyarankan klien untuk memperagakan kembali cara berdandan yang benar.
e. Menyarankan klien untuk memasukkan jadwal kegiatan latihan ke dalam jadwal
harian.
B. Proses Pelaksanaan Tindakan

I. Fase Orientasi

1. Salam terapeutik

“Selamat siang pak Arthur”

2. Evaluasi / Validasi

“Bagaimana perasaannya hari ini pak ? apakah tidurnya nyenyak semalam”


Bagaimana latihannya ada dilakukan tidak pak?”

3. Kontrak

a. Topik

“Pak Arthur, pada pagi ini kita akan bincang-bincang tentang cara berdandan
yang baik ya… setelah itu jangan lupa memasukkan jadwal harian bapak ya?”.

b. Tempat

“Kita mau berbincang-bincang dimana pak Arthur? Bagaimana jika disini saja
?”

c. Waktu

“Pak Arthur kita bincang-bincangnya kurang lebih 20 menit ya pak?”

d. Tujuan

“Dimana tujuan pertemuan kita kali ini adalah supaya bapak mengetahui cara
berdandan yang baik sehingga mampu menerapkan untuk sehari-harinya?.

II. Fase Kerja

“Pak Arthur biasanya kalau berdandan itu seperti apa saja ?”

“Iya bagus sekali”

“Selain yang bapak sebutkan tadi ada juga, yaitu berpenampilan harus rapi, sesuai,
cukuran, sisiran, kalau ada minyak rambut juga ya pak?”
“Sekarang suster contohin ya, baju, celana, sisiran, minyak ramut, jiak ada kumis dan
jenggot harus dicukur dulu ya pak, biar rapi, seperti ini?”

“Suster sudah mencontohkan barusan, coba bapak ulangi sekarang”

“Hebat sekali pak Arthur”

“Tidak sulit kan pak cara berdandan yang baik?”

“Siap latihan nanti pak sampai seterusnya ya pak?

III. Fase Terminasi

1. a. Evaluasi Subjektif

“Bagaimana perasaannya pak Arthur setelah kita berbincang-bincang tentang


cara berdandan yang baik barusan?”

b. Evaluasi Objektif

“Tadikan sudah kita diskusikan tentang cara-cara berdandan yang baik,


bisakah bapak mengulangi kembali?”

2. Tindak Lanjut

“Bincang-bincang kita hari ini menyenangkan dan dapat dipahami tidak pak
Arthur?”

3. Kontrak yang akan datang


a. Topik
“Pak Arthur, besok kita akan berbincang-bincang tentang apa ya? Bagaimana
jika tentang kemampuan dan aspek positif yang bapak miliki saja? Setelah itu
bapak menilai dari hal-hal positif yang baik bapak miliki yang mana yang
akan/ingin bapak latih sesuai kemampuan bapak?”
b. Tempat
“Kita bincang-bincangnay dimana pak? Bagaimana jika didekat tempat air itu
saja?”
c. Waktu
“Besok mau jam berapa pak kita berbincang-bincangnya?” bagaimana jika
jam 10 an saja?
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kurang keperawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu


melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Wartonah, 2009).
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor predisposisi
2. Faktor presipitasi

3.2 Saran

Dengan terbentuknya makalah ini, mahasiswa sebagai calon perawat dapat


mengaplikasikan asuhan keperawatan defisit perawatan diri ini dengan baik,
baik teori maupun praktik di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.

Keliat, B. A., dkk. 2009. Model praktek Keperawatan Profesional : JIWA. Jakarta :
EGC.

Keliat, B. A,dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC

Kusumawati, Farida. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Nurjannah, 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia

Stuart, G. W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC

Wartonah, H (2009) Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai