Oleh:
dr. Ika Dewi Ristiyati
Pembimbing:
dr. Novieka Dessy M
1
Kasus 1
2
2. Riwayat Pengobatan
Belum pernah
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
a) Nyeri lokal ringan dan terdapat perdarahan minimal diarea tergigit
ular regio cruris posterior ekstermitas inferior dextra
b) Gelisah, pusing, mual tanpa disertai muntah dan tidak terdapat
penurunan kesadaran.
4. Riwayat Keluarga
-
5. Lain-lain :
a. Pemeriksaan Fisik
30x/menit
Sensibilitas + +
+ +
Pemeriksaan Fisik :
Mata : air mata +/+, konjungtiva anemis/perdarah --/--, sclera ikterik -/-
3
Thorax : BJ I II (sde), whz -/- rh-/-
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis Kerja
Snake Bite Derajat I et Regio Cruris Posterior Ekstermitas Inferior Dextra
2. Subyektif
Pasien anak - anak, perempuan, usia 10 tahun berat 31 kg dengan diagnosis
snake bite derajat I et regio cruris posterior ekstermitas inferior dextra ,
keadaan umum tampak sakit sedang, adanya keluhan nyeri lokal ringan dan
terdapat perdarahan minimal diarea tergigit ular, pasien gelisah, merasa
pusing, mual tanpa disertai muntah dan tidak terdapat penurunan kesadaran.
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis snake bite sangat bervariasi. Dalam hal ini kita dapat
melakukan interpretasi dari anamnesis, pemeriksaan fisik sampai
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
4
4. Objektif / Dasar Diagnosis
5
a. Definisi
Gigitan ular adalah cedera yang diakibatkan oleh gigitan ular
baik ular berbisa maupun ular tidak berbisa, akibat dari gigitan ular
dapat menyebabkan kondisi medis yang bervariasi, yaitu:
1) Kerusakan jaringan secara umum akibat dari taring
ular
2) Perdarahan Serius Apabila Mengenai Pembuluh
Darah Besar
3) Infeksi akibat bakteri sekunder atau patogen
lainnnya dan peradangan
4) Pada gigitan ular berbisa, gigitan dapat
menyebabkan envennomisasi.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk
melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem
pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi,
yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan
bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang
terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa
ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi
merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki
aktivitas enzimatik
b. Pertolongan Pertama Pada Gigitan Ular
Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah
Menghalangi/ memperlambat absorbsi bisa ular
Menetralkan bisa ular yang sudah masuk ke dalam sirkulasi
darah
Mengatasi efek lokal dan sistemik (Sudoyo, 2006)
1) Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan
kalium permanganat untuk menghilangkan
6
menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang
belum terabsorpsi.
2) Jika gigitan terjadi dalam waktu kurang dari
setengah jam, buat sayatan silang di tempat
masuknya gigi taring ular sepanjang dan sedalam 0,5
cm, kemudian lakukan pengisapan mekanis. Bila
tidak tersedia breast pump semprit, darah dapat
diisap dengan mulut asal mukosa mulut utuh tak ada
luka. Bisa yang tertelan akan dinetralkan oleh cairan
pencernaan.
7
Dari autoanamnesis dan alloanamnesis didapatkan informasi
bahwa an.V telah tergigit ular 16 jam sebelum masuk rumah sakit
tanpa mendapatkan pertolongan pertama, pasien mendapatkan
penanganan awal yang buruk.
8
Agresifitas Mematuk Memetuk 1,2 kali
Berulang,Melilit
9
4) Famili Hydrophidae: Ular Laut : Memiliki Bisa Paling Kuat
10
d. Manifestasi Klinis & Patofisiologi Gigitan Ular Berbisa
1) Gejala Umum
2) Gejala Lokal
11
4) Patofisiologi
Bisa ular merupakan toksin yang paling kompleks diantara
semua jenis racun yang ada. Toksin pada satu jenis spesies
dapat mengandung lebih dari 1 protein dan peptida baik yang
toksik dan non toksik dan toksin non protein, karbohidrat,
lipid, dan molekul-molekul kecil yang lain. Protein toksik
terdiri dari enzim proteiolitik, peptidase, proteinase,
fosfolipase, dan neurotoksin ya n g d a p a t m e n ye b a b k a n
kerusakan serius dari sistem muskuloskeletal,
s i s t e m p e m b e k u a n darah, kardiopulmonal, ginjal, dan
sistem saraf pusat.
Neurotoksin ular memblok atau mengeksitasi tautan
neuromuskular dengan bekerja padatempat yang berbeda-
beda. neurotoksin dapat berikatan dengan reseptor
presinaps, reseptor postsinaps, dentdrotoksin, maupun
fasikulin
12
reseptor asetilkolin, menghambat ikatan
neurotransmiter sehingga menyebabkan paralisis.
Neurotoksin ini tidak merusak sel, oleh karena ini tipe paralisis
flaksid ini bersifat rersibel dan onset paralisis yang terjadi
bersifat cepat dan progresif, yang jarang tampak dalam 1 jam
pertama setelah gigitan
e. Penatalaksanaan
13
trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit (terutama K), CK.
Periksa waktu pembekuan, jika >10 menit, menunjukkan
kemungkinan adanya koagulopati
Apus tempat gigitan dengan dengan venom detection
Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang
dilemahan), polivalen 1 ml berisi:
10-50 LD50 bisa Ankystrodon
25-50 LD50 bisa Bungarus
25-50 LD50 bisa Naya Sputarix
Fenol 0.25% v/v
Teknik pemberian: 2 vial @5ml intravena dalam 500 ml
NaCl 0,9% atau Dextrose 5% dengan kecapatan 40-80
tetes/menit. Maksimal 100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal pada
luka tidak dianjurkan.
Indikasi SABU adalah adanya gejala venerasi sistemik dan
edema hebat pada bagian luka. Pedoman terapi SABU
mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes, 2001):
Pedoman terapi SABU menurut Luck
Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberiann
antivenom
Jika koagulopati tidak membak (fibrinogen tidak
meningkat, waktu pembekuan darah tetap memanjang),
ulangi pemberian SABU. Ulangi pemeriksaan darah
pada 1 dan 3 jam berikutnya, dst.
Jika koagulopati membaik (fibrinogen meningkat,
waktu pembekuan menurun) maka monitor ketat
kerusakan dan ulangi pemeriksaan darah untuk
memonitor perbaikkannya. Monitor dilanjutkan 2x24
jam untuk mendeteksi kemungkinan koagulopati
berulang. Perhatian untuk penderita dengan gigitan
14
Viperidae untuk tidak menjalani operasi minimal 2
minggu setelah gigitan
Terapi suportif lainnya pada keadaan :
Gangguan koagulopati berat: beri plasma fresh-frizen
(dan antivenin)
Perdarahan: beri tranfusi darah segar atau komponen
darah, fibrinogen, vitamin K, tranfusi trombosit
Hipotensi: beri infus cairan kristaloid
Rabdomiolisis: beri cairan dan natrium bikarbonat
Monitor pembengkakan local dengan lilitan lengan
atau anggota badan
Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi
Gangguan neurologik: beri Neostigmin
(asetilkolinesterase), diawali dengan sulfas atropin
Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan
Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau
kodein, hindari penggunaan obat obatan narkotik
depresan
Terapi profilaksis
Pemberian antibiotika spektrum luas. Kaman
terbanyak yang dijumpai adalah P.aerugenosa,
Proteus,sp, Clostridium sp, B.fragilis
Beri toksoid tetanus
Pemberian serum anti tetanus: sesuai indikasi
(Sudoyo, 2006)
Terapi di IGD RS Bhayangkara Hoegeng
Imam Santoso Banjarmasin:
IUVD RL 23 tpm
Inj Ondancentron 6 mg IV
Inj SABU 1 Vial @ 5 ml IV Pelan
Rujuk RS Ulin Atas Permintaan Pasien Sendiri
15
Daftar Pustaka
16