Anda di halaman 1dari 16

JURNAL INTERNASIONAL PENELITIAN & PENELITIAN TEKNOLOGI VOLUME 6, EDISI 02, FEBRUARI 2017 

ISSN 2277-8616 

Korelasi Pengetahuan Dan Tingkat 


Pendidikan Pasien Dengan Insiden 
Gastritis Di Sindangbarang Puskesmas 
Cianjur 
Drs. Oktoruddin Harun, SKM., M.Kes; Ando Fikri Hakim, S.Kep., Ners., MAN; Wandi Suwandiana, S.Kep. 
Abstrak:  Gastritis  biasanya  dianggap  sebagai  sesuatu  yang  remeh  tetapi  gastritis  adalah  awal  dari  penyakit  yang 
dapat  menjadi  masalah  besar  bagi  kita.  Berdasarkan  penelitian  sebelumnya  di  Puskesmas  Sindangbarang 
Kabupaten  Cianjur ditemukan adegan gastritis dari 10 pasien, 7 orang kurang berpengetahuan, 1 responden memiliki 
pengetahuan,  dan  2  responden  memiliki  pengetahuan  yang  baik.  Diduga  bahwa  kejadian gastritis berkaitan dengan 
tingkat  pengetahuan  dan  pendidikan  pasien.  Tujuan  dari  penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi korelasi betwen 
tingkat  pengetahuan  dan  pendidikan  pasien  rawat  jalan  dengan  gastritis  di  Puskesmas  Sindangbarang  Kabupaten 
cianjur.  Metodologi  penelitian  menggunakan  survei  analitik  korelatif  dengan  desain  cross  sectional.  Data  dianalisis 
secara  univariat  dan  bivariat  dengan  uji  statistik  chi  square.  Populasi  dalam  penelitian ini adalah pasien yang keluar 
dari  Puskesmas  Sindangbarag.  Sampel  120  responden  dengan  total  sampling. Hasil penelitian adalah pengetahuan 
korelasi  terhadap  kejadian  gastritis  berdasarkan  analisis  bivariat  dengan  menggunakan  uji  chi-square 
terkomputerisasi,  hasil  uji  statistik  corel  diperoleh nilai p = 0,013 <= 0,05, sehingga H0 ditolak. Sedangkan hubungan 
tingkat  pendidikan  dengan  kejadian  gastritis  berdasarkan  hasil  analisis  bivariat  uji  chi-square  menggunakan 
komputerisasi  diperoleh  hasil  uji  statistik  diperoleh  nilai  p  =  0,0001  <0,05,  sehingga  H0  ditolak  maka  dapat 
disimpulkan  signifikan  antara  pengetahuan  dan  tingkat  pendidikan  dengan  adanya  insiden  gastritis  koroner  di 
Puskesmas  Sindangbarang  Kabupaten  Cianjur,  disarankan  agar  perlu  upaya  promosi  dan  preventif,  terutama  yang 
berkaitan  dengan  pengetahuan  gastritis,  sebagai  informasi  tentang  gastritis,  dan  penyuluhan  tentang  cara 
pencegahan gastritis yang dapat mengurangi atau mencegah penyakit gastritis. 
Kata kunci: cross sectional, pengetahuan, tingkat pendidikan, gastritis. 
---------- ◆ ---------- 

1endahuluan 
P WHO lembaga penelitian kesehatan dunia melakukan review dari beberapa negara di dunia dan mendapatkan 
persentase kejadian gastritis di dunia, termasuk Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Prancis 
29,5%. Di dunia, kejadian gastritis sekitar 1,8 hingga 2,1 juta penduduk setiap tahun. Insiden gastritis di Asia 
Tenggara sekitar 583 635 dari populasi setiap tahun. Prevalensi gastritis dikonfirmasi oleh endoskopi dalam populasi 
di Shanghai sekitar 17,2% yang secara substansial lebih tinggi daripada populasi di barat yang berkisar 4,1% dan 
tanpa gejala. (Www.angkakejadiangastritis.com) Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan dengan 
dua masalah, di satu sisi, penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang belum ditangani, di 
sisi lain telah terjadi peningkatan kasus penyakit yang tidak menular (PTM) yang sebagian besar disebabkan oleh 
gaya hidup akibat urbanisasi, modernisasi dan globalisasi (Depkes, 2007) Gastritis merupakan salah satu masalah 
kesehatan saluran cerna yang paling sering terjadi. Sekitar 10% orang yang datang ke ruang gawat darurat pada 
pemeriksaan fisik menemukan kelembutan di wilayah epigastrium. Ini menyebabkan para dokter untuk diagnosis 
gastritis, yang diperlukan untuk memastikan penyelidikan lain seperti Endoscopi. Gastritis adalah peradangan pada 
gangguan jaringan lapisan lambung yang paling sering disebabkan oleh pola makan seperti makan terlalu banyak, 
terlalu cepat, terlalu banyak bumbu. Gastritis biasanya dianggap sebagai hal yang sepele, tetapi gastritis adalah awal 
dari penyakit yang dapat mengganggu kita. Persentase kejadian gastritis di Indonesia, menurut WHO adalah 40,8%. 
Insiden gastritis di beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa 
(Kurnia, 2011). Insiden gastrtitis di Indonesia cukup tinggi. Hasil penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh 
Departemen Kesehatan RI (2007), kejadian gastritis di beberapa kota di Indonesia ada yang tinggi mencapai 91,6%, 
yaitu di kota Medan, diikuti oleh Jakarta 50%, 46% Denpasar, Bandung 35, 3%, Palembang 32,5%, 31,7% Aceh, 
Surabaya 31,2%, dan 31,2% Pontianak. Ini adalah 
6 IJSTR © 2017 www.ijstr.org yang 
disebabkan  oleh  diet  yang  tidak  sehat.  Tingginya  insiden  gastritis  dapat  dilihat  juga  di  provinsi  Jawa  Barat. 
Berdasarkan  data  yang  diperoleh  dari  Dinas  Kesehatan  Provinsi  Jawa  Barat  pada  tahun  2008  kejadian  gastritis 
adalah  24  per  seribu  kelahiran hidup. Ini terjadi karena pola makan yang tidak teratur sehingga perut menjadi sensitif 
ketika  asam  lambung  meningkat  (Nuraidah,  2012).  Insiden  gastritis  di  Kabupaten  Cianjur  tahun  2015  3.320  orang 
tersebar  di  seluruh  wilayah  di  Cianjur.  (Www.angkakejadiangastritis.com,  /  senin10  /  02/2016).  Berdasarkan  data 
yang  diperoleh  dari  catatan  medis  dari  penyakit  di  Puskesmas  DTP  Sindangbarang  Gastritis, gastritis peringkat dua 
dari  sepuluh  penyakit  paling  umum  secara  bulanan.  Dari  studi  pendahuluan  menunjukkan  bahwa  sebagian  besar 
pasien  memiliki  pengetahuan  yang  kurang  tentang  penyakit  ini  adalah  hasil  dari  indera  manusia  gastritis. 
Pengetahuan,  atau  hasil  untuk  mengenal  seseorang  pada  objek  tertentu  melalui  indra,  yaitu  mata,  hidung,  telinga, 
dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan pasien tentang penanganan gastritis sangat penting karena tidak 
hanya  untuk  memahami  penyakit,  tetapi  untuk  membantu  menentukan  langkah-langkah  yang  harus  diambil  guna 
mengurangi  pasien  gastritis  di  Puskesmas DTP Sindangbarang. penyakit di perut biasanya mengalami mual, nyeri di 
perut,  nyeri, keledai, kembung, keringat dingin dan wajah menjadi pucat ketika penyakitnya kambuh. Bahkan, banyak 
pasien  dengan  gastritis  dapat  pingsan,  tidak  dapat  menahan  rasa  sakit  yang  disebabkan  oleh  serangan  penyakit. 
Gastritis  juga  dapat  menimpa  siapa  saja  dari  berbagai  kelompok  usia,  baik  pria  maupun  wanita.  Peradangan 
lambung  yang  disebabkan  oleh  pola  makan  yang  tidak  teratur,  ini  dapat  menyebabkan  peningkatan  asam  lambung 
yang  mengiritasi  lapisan  mukosa  lambung,  akhirnya  menyebabkan  rasa  sakit  dan  mual  (Ainun,  2012).  Para peneliti 
menyimpulkan  bahwa  pengetahuan  pasien  tentang  gastritis  masih  kurang.  Dari  garis  besar  bahwa  tingkat 
pengetahuan  dan  pemahaman  tentang  pendidikan  seseorang  dapat  mempengaruhi  keinginan  untuk  menggunakan 
sesuatu  yang  dapat  dipengaruhi  untuk memilih kebutuhan untuk diperbaiki. Sama juga dalam pencegahan terjadinya 
gastritis  memerlukan  pengetahuan  dan  pendidikan  yang  memadai  yang  baik.  Hal  ini  juga  dinyatakan  dalam 
Notoatmodjo (2010) bahwa pengetahuan domain (kognitif) memiliki 6 level, antara lain untuk mengetahui, 
 
JURNAL INTERNASIONAL ILMIAH & TEKNOLOGI PENELITIAN VOLUME 6, EDISI 02, FEBRUARI 2017 ISSN 
2277-8616 
memahami, menggunakan, menggambarkan, meringkas dan mengevaluasi. Lain 
B. Konsep fitur kunci Tingkat Pendidikan di 
tingkat pengetahuan adalah rekoleksi sesuatu yang dipelajari, melalui pengalaman, pengajaran atau 
1. Definisi informasi Pendidikan yang diterima 
dari orang lain. 
Inti pendidikan interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Interaksi ini 
membutuhkan T 
HEORETICAL 


RAMEWORK 
tempatdi lingkungan pendidikan. Dalam pendidikan interaksi terjadi interaksi antara pendidik dengan peserta didik. A. 
Pengetahuan 
Peran pendidik lebih besar, karena posisinya sebagai lebih matang, lebih berpengalaman, lebih banyak kontrol nilai, 
lebih 1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari gagasan, dan ini terjadi setelah orang melakukan 
penginderaan pada suatu objek tertentu. Sensing terjadi melalui indra manusia indera penglihatan, pendengaran, 
penciuman, rasa dan sentuhan. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. 
Pengetahuan atau domain kognitif adalah domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over 
behavior), (Notoatmodjo, 2012). 
menguasai pengetahuan dan keterampilan. Peran peserta didik lebih sebagai pengaruh penerima, pengikut dan 
peserta (Sukmadinata & Syaodih, 2012). Tingkat pendidikan akan berpengaruh dalam memberikan respons terhadap 
sesuatu yang berasal dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan tanggapan yang lebih rasional 
terhadap informasi yang datang dan pergi untuk memikirkan sejauh mana manfaat yang mungkin mereka dapatkan 
dari ide tersebut. Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang, termasuk menjalani gaya hidup, terutama 
dalam memotivasi sikap dan berpartisipasi dalam 2. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan 
yang tercakup dalam domain kognitif memiliki enam tingkatan, yaitu: 
perkembangan kesehatan. (Notoatmodjo, 2010) Menurut (Mudyahardjo 2010) pendidikan dalam arti luas adalah 
segala sesuatu yang berlangsung. Pengalaman belajar di luar negeri dalam lingkungan apapun dan sepanjang 
hidup. Pendidikan secara luas dibatasi a. Tahu (tahu) Tahu ditafsirkan sebagai mempertimbangkan materi yang telah 
dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam tingkat pengetahuan ini adalah penarikan (recall) ke sesuatu yang spesifik 
dan semua bahan dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Karena itu 'tahu' ini adalah tingkat pengetahuan 
terendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang mereka pelajari, antara lain, dapat 
disebutkan, menggambarkan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2012). 
didefinisikan  sebagai  upaya  sadar  yang  dilakukan  oleh  keluarga,  masyarakat,  pemerintah,  melalui  konseling, 
pengajaran  atau  pelatihan  yang  berlangsung  di  sekolah  dan  di luar sekolah sepanjang hidup, untuk mempersiapkan 
siswa  untuk  dapat  memainkan  peran  dalam  berbagai  lingkungan  .  Sedangkan  dalam  arti  sempit  Pendidikan adalah 
kegiatan  mengajar  di  sekolah  sebagai  lembaga  formal  Dari  pengertian  pendidikan  dalam  arti  sempit  dapat 
disimpulkan bahwa ciri-ciri pendidikan sebagai berikut: 
a. Masa pendidikan berlangsung untuk 
waktu yang terbatas, b. Pengertian (pemahaman) Pengertian didefinisikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan 
dengan benar tentang objek yang diketahui, dan dapat secara benar menafsirkan materi. (Notoatmodjo.2012) 
yaitu masa kanak-kanak dan remaja. b. Lingkungan pendidikan dibuat khusus untuk pendidikan. Secara teknis 
pendidikan berlangsung di kelas. c. Bentuk kegiatan pendidikan yang terstruktur c. Aplikasi (Aplikasi) Aplikasi 
didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan bahan yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi aktual. 
Aplikasi di sini dapat didefinisikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya 
dalam konteks atau situasi lainnya. (Notoatmodjo.2012) 
diprogram dalam bentuk kurikulum. Kegiatan pendidikan lebih berorientasi pada kegiatan guru sehingga peran guru 
sangat sentral dan menentukan. Kegiatan pendidikan dijadwalkan waktu dan tempat. d. Tujuan pendidikan terbatas 
pada 
pengembangan kemampuan tertentu. 
d. Analisis (Analisis) Analisis adalah kemampuan untuk menggambarkan materi atau objek menjadi komponen, tetapi 
masih dalam struktur organisasi, dan masih ada hubungannya dengan satu sama lain. (Notoatmodjo.2012) 
Tingkat pendidikan akan membantu orang untuk lebih mudah memahami dan memahami informasi. Semakin tinggi 
pendidikan seseorang juga meningkatkan tingkat pemahaman dan ketepatan dalam mengambil sikap. Kualifikasi 
dibagi menjadi tiga, yaitu tingkat pendidikan rendah termasuk SD / MI dan e. Sintesis (Sintesis) Sintesis mengacu 
pada kemampuan untuk menempatkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk yang sama sekali baru. 
Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan 
SMP / MTs, pendidikan menengah termasuk SMA / MA dan SMK / MAK dan pendidikan tinggi termasuk Akademik, 
Politeknik, Perguruan Tinggi, Lembaga dan Universitas (Sugiyono, 2009) untuk mempersiapkan formulasi baru dari 
formulasi yang ada. (Notoatmodjo.2012) f. Evaluasi (Evaluasi) 
C. Konsep Gastritis Evaluasi ini berkaitan 
dengan kemampuan untuk membenarkan atau menilai suatu materi atau objek. Penilaian didasarkan padadiri sendiri 
kriteria1. Definisi Gastritis yang ditentukan, atau 
menggunakan kriteria yang telah ada. (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengukur sejauh 
mana tingkat pengetahuannya. (Notoatmodjo.2012) 
a. Gastritis Menurut Price (2007), Gastritis adalah kondisi peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang bisa 
akut, kronis, menyebar atau terlokalisasi. Gastritis adalah penyakit yaitu 
7 IJSTR © 2017 www.ijstr.org 
 
JURNAL INTERNASIONAL PENELITIAN & TEKNOLOGI PENELITIAN VOLUME 6, MASALAH 02, FEBRUARI 2017 
ISSN 2277-8616 
sering ditandai dengan sakit maag, mual, muntah, awal 
b. gastritis kronis kenyang, dan sakit perut. 
Menurut (Endang, dan 
Penyebabnya tidak jelas, seringkali bersifat 
multifaktorial dengan variabel Puspadewi, 2012) umumnya gastritis didefinisikan sebagai 
perjalanan klinis. Kelainan ini berkaitan erat 
dengan peradangan infeksi pada mukosa lambung. Gastritis adalahpencernaan 
phylori helicobartes. Gastritis kronik ditandai 
oleh gangguan yang disebabkan oleh bakteri Helicobacter pylori. Menurut 
atrofi progresif sel-sel epitel kelenjar disertai 
dengan Haris (2009, dalam Muttaqin dan Sari, 2010) Helicobacter pylori 
oleh hilangnya pametal dan sel kepala. 
Akibatnya, produksi adalah bakteri utama yang paling sering menyebabkan gastritis. The 
asam klorida, pepsin dan faktor intrinsik 
menurun. Prevalensi infeksi oleh H. pylori pada individu tergantung pada 
dinding lambung menjadi tipis dan mukosa 
memiliki permukaan yang datar. usia, sosio-ekonomi dan rasial. Dalam beberapa penelitian dalam 
bentuk gastritis sering dikaitkan dengan anemia 
pernisiosa, Amerika Serikat, menemukan infeksi Helicobacter pylori pada anak-anak oleh 
sakit maag dan kanker. Diduga gastritis kronis 
20%, pada usia 40 tahun sebesar 50%, dan di oleh orang tua 
predisposisi timbulnya ulkus lambung dan 
kanker. 60%. Sementara itu, menurut Mansyur (2003, di Nuraidah, 
kejadian kanker perut sangat tinggi di pericious 
2012) adalah radang lambung gastritis mukosa yang paling sering 
anemia (10-15%). Gejala gastritis kronis 
umumnya disebabkan oleh ketidakberesan diet, alkohol, aspirin, refluks empedu atau 
bervariasi dan tidak jelas, antara lain, perasaan 
perut penuh, terapi radiasi. Gastritis bisa menjadi tanda pertama dariakut 
anoreksiadan distress epigastrik yang tidak 
nyata. Pengobatan infeksi sistemik. Bentuk gastritis akut yang lebih parah menyebabkan gastritis 
kronis bervariasi, tergantung pada dugaan 
penyebab oleh asam kuat yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren dan 
penyakit. Alkohol dan obat-obatan diketahui 
mengiritasi perforasi lambung. Berdasarkan definisi ini peneliti menyimpulkan, 
mukosa harus dihindari. Anemia defisiensi besi 
(karena gastritis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan pengumpulanklinis 
perdarahan kronis) ketika ada koreksi vitamin 
B12 dan gejala lain yang terdiri dari nyeri epigastrium atau nyeri ulu hati, tidak 
sesuai terapi yang diberikan pada anemia 
pernisiosa (Harga, 2007). mau makan, mual tanpa muntah kadang disertai gejala seperti kembung, badan terasa 
lemas dan sebagainya. 
3. Penyebab Gastritis dapat terjadi secara tiba-tiba yang dikenal sebagai gastritis akut, tetapi dapat 2. Klasifikasi 
Gastritis 
juga terjadi secara perlahan, juga dikenal sebagai gastritis kronis. Keduanya memiliki gejala serupa termasuk tidak 
terbakar di bagian atas perut, kembung, a. gastritis akut 
sering bersendawa, mual dan muntah. Dalam 
sejumlah kasus adalah kelainan klinis yang akut jelas mengapa tanda-tanda khas dan 
gastritis akan menyebabkan bisul di perut dan 
meningkatkan gejala. Biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan 
risiko kanker lambung. Gastritis dapat 
menyerang segala usia, bahkan neutrofil kecil. Gastritis Akut adalah penyakit yang sering ditemukan, adalah 
bayi. Namun, prosesnya berbeda. Ada 
sejumlah yang biasanya jinak dan dapat sembuh sendiri, merupakan respons terhadap lambung 
faktor-faktor yang dapat menyebabkan gastritis: 
mukosa terhadap berbagai iritasi lokal. Endotoksin bakteri (setelah makan makanan yang terkontaminasi) alkohol, 
kafein dan aspirin 
a. infeksi bakteri merupakan penyebab umum. 
Obat lain seperti NSAID 
Helicobacter pylori dapat menyebabkan 
gastritis. Penemuan (indomethacin, ibuprofen, naproxen), sulfanamide, steroid 
bakteri dilakukan oleh dua dokter dari Australia, 
dan digitalis juga terlibat. Beberapa makanan pedas termasuk 
yaitu Barry Marshall dan Robin Warre 
menemukan bahwa cuka, lada, atau mustard, dapat menyebabkan gejala yang mengarah pada 
keberadaan bakteri yang hidup di perut 
manusia. Ini memiliki gastritis. Jika alkohol diambil dengan aspirin, efeknya akan lebih 
terbukti sekarang bahwa infeksi yang 
disebabkan oleh Helicobacter merusak daripada efek masing-masing agen secara terpisah. 
pylori di perut dapat menyebabkan peradangan 
lambung mukosa. Haemorrogik difus gastritis erosif biasanya terjadi pada yang berat yang 
dikenal sebagai gastritis. Proses ini dapat 
berlanjut sampai ulserasi / peminum dan penggunaan aspirin, dan DAPT menyebabkan kebutuhan akan 
bisul. Bakteri Helicobacter pylori hidup di bawah 
reseksi lambung mukosa. Penyakit serius ini akan dianggap sebagai 
selaput yang melapisi dinding bagian dalam 
perut. Fungsinya adalah bisul karena stres, karena keduanya memiliki banyak kesamaan. 
untuk melindungi lapisan lendir dinding 
lambung dari kerusakan Kerusakan penghalang mukosa lambung dianggap 
disebabkan oleh asam yang diproduksi oleh 
lambung. (Editor, 2009). mekanisme patogen yang menyebabkan cedera. Dalam gastritis superfisial, mukosa 
kemerahan, edema, dan ditutupi oleh lendir 
b. Penghilang rasa sakit melekat, erosi kecil 
dan perdarahan sering muncul. Sangat 
Berlebihan dari penghilang rasa sakit seperti 
Nonsteroidal anti-variable derajat peradangan. Manifestasi klinis dari 
obat inflamasi (NSAID) seperti aspirin, 
ibuproven gastritis akut dapat bervariasi dari keluhan perut yang tidak jelas, 
(Advil, Motrin dan lain-lain) serta naproxen 
(Aleve) dapat seperti anoreksia atau mual, hingga gejala yang lebih parah seperti 
gastritis. gastritis akut dan kronis (Editor, 2009). 
sebagai nyeri epigastrium, muntah, perdarahan dan hemetemesis. Dalam beberapa kasus ketika gejala memanjang 
dan resisten terhadap 
c. mengkonsumsi pengobatan Alkohol, mungkin 
diperlukan tindakan diagnostik tambahan seperti 
Alkohol dapat mengiritasi (merangsang) dan 
mengikis permukaan endoskopi, mukosa biopsi dan analisis cairan lambung untuk memperjelas 
lambung sehingga asam lambung akan dengan 
mudah menggores diagnosis. Gastritis akut biasanya mereda ketika agen 
permukaan lambung dan terjadi gastritis akut 
(Editor, penyebabnya dihilangkan. Obat anti-muntah dapat membantu meringankan 
2009). mual dan muntah. Jika pasien masih 
muntah, mungkin perlu koreksi cairan dan keseimbangan elektrolit dengan memberikan cairan infus. Penggunaan H2 
blocker (seperti ranitidine) untuk mengurangi 
d. Asam empedu sekresi asam lambung, 
sukralfat atau antasida, dapat mempercepat 
asam empedu adalah cairan yang membantu 
pencernaan lemak. Penyembuhan cairan ini (Price, 2007). 
mengalir  diprodusi  di  hati  dan  kantong  empedu.  Ketika  keluar  dari  kantong empedu, asam empedu dipasok ke usus 
kecil (duodenum). Biasanya, cincin pilorus (bagian bawah perut) akan mencegah aliran asam empedu ke perut 
8 IJSTR © 2017 www.ijstr.org 
 
JURNAL INTERNASIONAL ILMIAH & TEKNOLOGI PENELITIAN VOLUME 6, EDISI 02, FEBRUARI 2017 ISSN 
2277- 8616 
setelah dilepaskan ke duodenum, tetapi ketika cincin rusak sehingga tidak dapat melakukan fungsinya dengan benar, 
asam  empedu  dapat mengalir ke perut, dan ini dapat menyebabkan peradangan lambung dan gastritis kronis (Editor, 
2009) . 
e. stres Stres dapat menyebabkan sistem saraf di otak berhubungan dengan kelainan lambung karena 
ketidakseimbangan. Stres juga menyebabkan perubahan hormon dalam tubuh yang dapat merangsang produksi 
asam berlebih. Kondisi ini menyebabkan perut terasa perih dan kembung (Ainun, 2012). 
f. Pola makan tidak teratur Pola makan sangat terkait dengan produksi asam lambung. Asam-asam ini berfungsi 
mencerna makanan ke dalam perut dengan jadwal teratur. Produksi asam lambung tetap terjadi, meskipun 
seseorang sedang tidur. Pola makan yang tidak teratur sangat sulit beradaptasi dengan perut. Jika proses ini 
memakan waktu lama, produksi akan mubazir sehingga mengiritasi mukosa lambung dinding lambung, yang 
akhirnya menyebabkan rasa sakit dan mual. (Ainun, 2012). 
g. Konsumsi jenis makanan Makanan seperti makanan pedas (cabai atau lada) dapat mengiritasi dan mengikis 
permukaan lambung sehingga asam lambung akan mudah mengikis permukaan lambung dan gastritis pass kronis 
(Editor, 2009). 
h. Serangan melawan lambung. Sel yang diproduksi oleh tubuh itu sendiri dapat menyerang perut yang disebut 
gastritis autoimun. Kejadian ini jarang terjadi tetapi bisa terjadi. Kejadian di atas sering terjadi pada orang yang 
penyakitnya Hashimoto, penyakit Addison, dan diabetes tipe 1 gastritis autoimun juga berhubungan dengan 
defisiensi vitamin B12 yang dapat membahayakan. 
saya. Pengetahuan Ada berbagai faktor yang memengaruhi gastritis di antaranya pengetahuan untuk mencegah 
gastritis. Pengetahuan domain sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (perilaku terbuka). 
Pengetahuan adalah hasil dari tau dan pergi setelah orang melakukan sensing pada objek tertentu. (Notoatmodjo, 
2012) 
j. Pendidikan Tingkat pendidikan akan berpengaruh dalam memberikan respons terhadap sesuatu yang berasal dari 
luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan tanggapan yang lebih rasional terhadap informasi yang 
datang dan pergi untuk memikirkan sejauh mana manfaat yang mungkin mereka dapatkan dari ide tersebut. 
Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang, termasuk gaya hidup yang sedang berlangsung, terutama 
dalam memotivasi sikap dan berpartisipasi dalam pengembangan kesehatan. (Notoatmodjo, 2010). 
4. Tanda dan gejala gastritis Menurut (Editor, 2009) tanda dan gejala gastritis adalah: rasa terbakar di perut dan akan 
menjadi lebih buruk saat Anda makan. 
Sebuah. Mual. b. Muntah. c. Kehilangan selera makan. d. Perut terasa sangat kenyang ketika setelah makan. e. 
Berat badan menurun. 
9 IJSTR © 2017 www.ijstr.org 
Sementara  itu,  menurut  (Endang, dan Puspasdewi, 2012) umumnya pasien gastritis mengalami keluhan seperti sakit 
perut,  mual  atau  muntah,  kembung  /  bersendawa,  dan  rasa  penuh  /  kenyang.  Gastritis  akut  terjadi  tiba-tiba  dan 
gejala  lebih  terlihat  yang  ditandai  dengan  mual  dan  sensasi terbakar di perut serta ketidaknyamanan di perut bagian 
atas.  Gastritis  kronis  berjalan  lambat  dan  gejala  yang  biasa  terlihat  adalah  perasaan  yang  kuat  perih  dan  mengisi 
perut,  kehilangan  nafsu  makan,  jadi  hanya  bisa  makan  dalam  jumlah  sedikit.  Kadang-kadang  gastritis  akan 
menyebabkan  pendarahan  lambung,  tetapi  tidak  parah.  Pendarahan  lambung  dapat  dikeluarkan  melalui  mulut 
(muntah  darah)  atau  terjadi  disentri.  Dalam  kasus  terlambat  membantu  akan  ada  yang  fatal.  (Editor,  2009).  Karena 
gastritis  merupakan  salah  satu  dari  banyak  penyakit  pencernaan  dengan  gejala  yang  mirip  satu  sama  lain, 
menyebabkan penyakit ini mudah keliru untuk penyakit lain seperti: 
1) gastroenteritis. Juga disebut sebagai flu perut (flu perut), yang biasanya terjadi sebagai akibat infeksi virus pada 
usus. Gejala termasuk diare, kram perut dan mual atau muntah, serta ketidakmampuan untuk mencerna. Gejala 
gastroenteritis sering hilang dalam satu atau dua hari sementara untuk gastritis dapat terjadi terus menerus. 2) 
Mulas. Rasa sakit yang membakar di belakang tulang dada yang terasa ini biasanya terjadi setelah makan. Ini terjadi 
karena asam lambung naik dan masuk ke kerongkongan (tabung yang menghubungkan tenggorokan dan lambung). 
Mulas juga bisa menyebabkan rasa asam di mulut dan merasakan sensasi makanan yang dicerna sebagian kembali 
ke dalam mulut. 3) Tukak lambung. Jika rasa sakit dan mulas terjadi terus menerus dan berat, maka kemungkinan 
besar disebabkan karena bisul di perut. Luka lambung (peptikum) atau tukak lambung adalah luka terbuka yang 
terjadi di perut. Gejala yang paling umum adalah rasa sakit yang menjadi lebih parah ketika malam hari atau perut 
kosong. Gastritis dan sakit maag memiliki beberapa penyebab yang sama, terutama infeksi H. pylori. Penyakit ini 
dapat menyebabkan gastritis dan sebaliknya. 4) dispepsia Nonulcer. adalah gangguan fungsional yang tidak 
berhubungan dengan penyakit tertentu. Penyebab pasti dari kondisi ini tidak diketahui, tetapi stres dan makan terlalu 
banyak makanan yang digoreng, makanan pedas atau berlemak dapat diharapkan untuk menghasilkan situasi ini. 
Gejalanya adalah rasa sakit di perut bagian atas, kembung dan mual. 


ESEARCH 


ETHODS Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan desain cross sectional sebuah 
penelitian yang variabel penyebab atau risiko dan hasil atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur dan 
dikumpulkan pada saat yang sama dan tidak ada tindak lanjut. Studi cross-sectional dapat digunakan dalam 
penelitian deskriptif atau analitik (Setiadi, 2013). 
Hasil dan Pembahasan 
Hasil 
a. Gambaran Responden berdasarkan Pengetahuan Tentang Gastritis Berdasarkan data penelitian, dapat dilihat 
bahwa responden cukup berpengetahuan lebih banyak dibandingkan dengan sukarelawan yang 
 
INTERNATIONAL JURNAL PENELITIAN & TEKNOLOGI PENELITIAN VOLUME 6, EDISI 02, FEBRUARI 2017 
ISSN 2277-8616 
memiliki pengetahuan kurang dan lebih baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat 
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan 
Menurut tabel berikut: 
Rawat Jalan Tentang Gastritis Di Puskesmas Sindangbarang Kabupaten Cianjur, 2016. Tabel 4.1 Distribusi 
Frekuensi Responden oleh Pengetahuan Tentang Gastritis 
Frekuensi Pengetahuan (F) Persen (%) Baik 19 15,8 
Pengetahuan 
Tengah 56 46,7 Kurang 45 37,5 Jumlah 100 100 
Berdasarkan  Tabel  4.1,  dapat  dilihat  bahwa  responden  berpengetahuan  baik  adalah  19  (15,8%)  responden,  dan 
responden  cukup  berpengetahuan  untuk  56  (46,7%)  responden,  dan  responden  kurang  berpengetahuan  adalah  45 
(37,5%) responden, 
b. Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Berdasarkan data penelitian, dapat diketahui bahwa 
responden yang berpendidikan SMA lebih banyak dari pada responden dengan pendidikan rendah dan tinggi. Untuk 
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini: 
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Tingkat 
Pendidikan Frekuensi Pendidikan (F) Persen (%) Rendah 53 44,2 Tengah 57 47,5 Tinggi 10 8,3 Jumlah 100 100 
Berdasarkan  Tabel  4.2  ,  dapat  dilihat  bahwa  responden  yang  kurang  berpendidikan  adalah  53  (44,2%)  responden, 
dan  responden  yang  memiliki  pendidikan  sekolah  menengah  adalah  57  (47,5%)  responden  berpendidikan  tinggi 
sementara 10 (8,3%). Gambaran Umum Responden Menurut Kejadian Gastritis 
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kejadian Gastritis 
Frekuensi Gastritis (F) Persen (%) Gastritis yang Terkena 76 63,3 Tidak Terkadang Gastritis 44 36,7 Total 100 100 
Berdasarkan  tabel  4.3,  dapat  Melihat  bahwa  responden  terkena  gastritis  sebanyak  76  (63,3%)  responden  dan 
responden yang tidak terkena gastritis adalah 44 (36,7%) responden. 
Sebuah.  Analisis  Hubungan  Pengetahuan  Rawat  Jalan  Tentang  Gastritis  dengan  Gastritis  di  Puskesmas 
Sindangbarang  Kejadian  Kabupaten  Cianjur.  Distribusi  hubungan  Pengetahuan  Rawat  Jalan  Tentang  Gastritis 
dengan Gastritis Kejadian di Kabupaten Cianjur Puskesmas Sindangbarang dapat dilihat pada tabel 4.4 
10 IJSTR © 2017 www.ijstr.org 
Gastritis TOTAL 
P VALUE Tidak Terkena Gastritis Yang 
Terkena Gastritis N% N% N% 
Baik 11 24,4 34 75,6 45 100 
Tengah 21 37,5 35 62,5 56 100 0,013 
Kurang 12 63,2 7 36,8 19 100 
Jumlah 44 36,7 76 63,3 120 120 
Berdasarkan  Tabel  4.4  HASIL  analisis  hubungan  antara  pengetahuan  tentang  pasien  rawat  jalan  dengan  kejadian 
gastritis  diperoleh  pasien  yang  kurang  berpengetahuan  11  (24,4%)  responden  tidak  terpengaruh  oleh  gastritis,  dan 
sebanyak  34  (75,6%)  responden  dipengaruhi  oleh  gastritis.  Untuk  pasien  dengan  pengetahuan  padat  diperoleh  21 
(37,5%)  tidak  terpengaruh  oleh  gastritis,  dan  total  35  (62,5%)  responden  dipengaruhi  oleh  gastritis.  Sedangkan 
pengetahuan  pasien  yang  baik  diperoleh  sebanyak  12  responden  (63,2%)  dan  7  (36,8%)  responden  yang  terkena 
gastritis.  Hasil  uji  statistik  diperoleh  P  Value  =  0,013  <α = 0,05, maka H0 ditolak, yang berarti ada hubungan antara 
pengetahuan  Rawat  Jalan  Tentang  Gastritis  dengan  Gastritis  di  Puskesmas  Sindangbarang  Kejadian  Kabupaten 
Cianjur. 
b.  Analisis  Tingkat  Pendidikan Hubungan Rawat Jalan dengan Kejadian Pusat Kesehatan Sindangbarang Gastritis di 
Kabupaten  Cianjur.  Hubungan  Distribusi  Tingkat  Pendidikan  Rawat  Jalan  dengan  Kejadian  Gastritis  di  Kabupaten 
Cianjur Puskesmas Sindangbarang dapat dilihat pada Tabel 4.5 
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Menurut Tingkat Pendidikan Rawat Jalan Tentang Gastritis dengan Gastritis di 
Puskesmas Sindangbarang Kejadian Kabupaten Cianjur. 
Educati pada Level 
P Gastritis 
VALU TOTAL 
E Tidak Terkena Gastritis 
Terkena Gastritis N% N% N% 
Rendah 39 73,6 14 26,4 53 100 
Middle High 5 8,8 0 0 52 91,2 10 100 57 10 100 100 
0,000 
Total 38 38,0 62 62,0 100 100 
Berdasarkan  tabel  4.5  HASIL  analisis  hubungan  antara  tingkat  pendidikan  pasien  rawat  jalan  dengan  kejadian 
gastritis  pada  pasien  yang  mendapat  pendidikan  sedikit  yang tidak terpengaruh oleh gastritis 39 (73,6%) responden, 
dan  sebanyak  sebagai  14  (26,4%)  responden  dipengaruhi  oleh  gastritis.  Untuk  pasien  dengan  pendidikan  sekolah 
menengah  yang  tidak  terkena  gastritis  5  (8,8%),  responder  gastritis  dan  terpengaruh  sebanyak  52  (91,2%).  Dan 
untuk  pasien  yang  berpendidikan  tinggi  tidak  terpengaruh  sebanyak  gastritis  0  (0%)  dan  gastritis  terpengaruh 
sebagai 
 
JURNAL INTERNASIONAL ILMIAH & TEKNOLOGI PENELITIAN VOLUME 6, EDISI 02, FEBRUARI 2017 ISSN 
2277-8616 
sebanyak  10  (100%).  Hasil  uji  statistik  diperoleh  P  Value  =  0,000  <α  =  0,05,  maka  H0  ditolak,  yang  artinya  ada 
hubungan  antara  tingkat  pendidikan  Rawat  Jalan  Dengan  Kejadian  Gastritis  di  Puskesmas  Sindangbarang 
Kabupaten Cianjur. 
Diskusi Masalah yang peneliti teliti dalam penelitian ini adalah tentang hubungan pengetahuan dan tingkat 
pendidikan pasien rawat jalan dengan kejadian Gastritis. Saat ini insidensi gastritis di Indonesia terus meningkat. 
Dengan demikian penyakit Gastritis harus diperhatikan secara serius oleh tenaga kesehatan sehingga kejadian 
Gastritis dapat menurun. Diskusi ini akan dijelaskan menurut variabel, sebagai berikut: 
1. Distribusi Frekuensi Ikhtisar Pengetahuan Tentang Gastritis Dari hasil penelitian tentang pengetahuan Gastritis 
diilustrasikan pada Tabel 4.1 bahwa tingkat pengetahuan proporsi yang baik adalah 19 (15,8%) responden , dan 
cukup berpengetahuan untuk 56 (46,7%) responden, dan responden berpengetahuan sebanyak 45 (37, 5%) 
responden. Pengetahuan tentang Gastritis terdiri dari definisi indikator, klasifikasi Gastritis, penyebab, tanda dan 
gejala, dan faktor pemicu, pencegahan. Indikator definisi dan penyebab gastritis sebagian besar responden 
menjawab salah, indikator mendasari seluruh pengetahuan Gastritis. Seseorang akan mulai tahu lebih banyak 
tentang sesuatu, yang mempengaruhi orang tersebut untuk menentukan tindakan lebih lanjut. Ini sesuai dengan 
pendapat (Arikunto, 2010), mengklaim bahwa orang akan mulai tahu lebih banyak tentang sesuatu, pada awal 
pemahamannya. Selanjutnya (Notoatmodjo 2010) mengatakan aspek pemahaman dan penyebab suatu hal yang 
dapat mendasari seseorang untuk melakukan bisnis dan langkah-langkah terhadap terjadinya Gastritis. The results 
of the field, outpatient health centers Sindangbarang most educated only up to junior high and high school, where the 
number of people who are educated to college only 10 (8.3%) people, intermediate 57 (47.5%) people, low 53 
(44.2%) persons. This may affect the results of patient knowledge regarding Gastritis. This is consistent with the 
theory that knowledge is influenced by several factors, one of which is the level of education. It is inevitable that the 
higher one's education, the more easily the information they receive, and ultimately the knowledge he has will be 
more and more (Mubarak, Iqbal, 2011). Knowledge is the result of out and going after people perform a specific 
sensing of objects, namely the senses of sight, sense of smell, sense of hearing, taste and touch, the majority of 
human knowledge is gained through sight and pendengara. Or cognitive domain knowledge is very important in 
shaping a person's behavior or actions (Notoatmodjo, 2007). So it can be said that the knowledge about the disease 
Gastritis is still said to be good, because most can not answer correctly the questions submitted and it is according to 
the theory presented above that the knowledge is out and their results sensing process. Lack of information and 
media campaign at the community resulted in poor patient knowledge about Gastritis (Notoatmodjo, 2007). 
2. Overview Frequency Distribution Education Level Based on Table 4.2 shows that the proportion of respondents 
with low education as much as 53 (44.2%) of people, and the respondents were high school education was 57 
(47.5%), while highly educated 10 (8.3%) people. The level of education 
11 IJSTR©2017 www.ijstr.org 
will  be  influential  in  giving  a  response  to  something  that  comes  from  outside.  Highly  educated  people  would  give  a 
more  rational  response  to  the  information  coming  and  going  to  think  the  extent  of  the  possible  benefits  they will get 
from the idea (Notoatmodjo, 2010). 
3. Overview Frequency Distribution Genesis Gastritis Based on the results in Table 4.3 which shows that out of 120 
respondents, there are 76 (63.3%) of respondents were exposed Gastritis, and there were 44 (36.7%) of respondents 
were not exposed Gastritis. This shows that the high incidence of disease Gastritis in Puskesmas Sindangbarang 
Cianjur regency. From the research, the indicators questions on variables prevention Gastritis, on average, 
respondents still a lack of knowledge about the prevention of gastritis, it will greatly affect the continued high 
incidence of gastritis in Puskesmas Sindangbarang Cianjur, according to the theory put forward any one way to 
prevent the disease Gastritis is to eat small amounts more often, get rid of the habit of consuming alcohol, do not 
smoke, replace painkillers, exercise more, stress management, try to eat regularly every day, reduce the 
consumption of acidic foods and spicy (Editors, 2009). 
4. Relationships with Genesis Knowledge About Gastritis Gastritis in Cianjur district Puskesmas Sindangbarang From 
the results in Table 4.4 that the less knowledgeable patients 11 (24.4%) of respondents are not affected Gastritis, and 
as many as 34 (75.6%) of respondents exposed Gastritis, for patients who have solid knowledge obtained 21 (37.5%) 
of respondents did not Gastritis exposed, and a total of 35 (62.5%) of respondents exposed to Gastritis, 
knowledgeable While patients are obtained by 12 (63.2%) of respondents are not affected Gastritis, and 7 (36.8%) of 
respondents exposed to Gastritis. The data illustrates that turns knowledge of Gastritis Gastritis influence on events. 
This is because knowledge of Gastritis is still not good that cause gastritis incidence rate is still quite high, so the 
need to maximize the potential of existing knowledge can be used to handle the occurrence Gastritis and keep to 
avoid the disease Gastritis. So in this case if the patients' knowledge about Gastritis in sharpening properly it will be 
able to prevent the patient from disease Gastritis or also can speed up the healing process when the pain Gastritis 
(Notoatmodjo, 2010). As disclosed Notoatmodjo (2007) that knowledge or cognitive domain is very important in 
shaping behavior / actions of a person. In this study, public knowledge about Gastritis will form the patient to do 
business assessment and action against occurrence Gastritis. Therefore knowledge is an important component in 
spite of increased knowledge does not always lead to the occurrence of events Gastritis but increased knowledge 
has a positive relationship with the occurrence Gastritis. Knowledge is the result of the idea, and this occurred after 
people perform sensing on a specific object. Sensing occurs through the senses of the human senses of vision, 
hearing, smell, taste and touch. Most human knowledge is obtained through the eyes and ears. Knowledge or 
cognitive domain is a domain that is very important in shaping a person's actions (over behavior). Therefore, if the 
lack of public knowledge about Gastritis it will not be the formation of behavior that can prevent the occurrence of 
gastritis, vice versa, if the community has a good knowledge of Gastritis then the 
 
INTERNATIONAL JOURNAL OF SCIENTIFIC & TECHNOLOGY RESEARCH VOLUME 6, ISSUE 02, FEBRUARY 
2017 ISSN 2277-8616 
community  will  avoid  behavior  that  can  cause  disease Gastritis (Notoatmodjo, 2012). Based on the above reference, 
it  can  be  said  that knowledge has a close relationship with the occurrence of gastritis, because a person's knowledge 
will  bring  an  attitude  and  behavior  that  can  influence  the  occurrence  of  disease  Gastritis.  This  research  was  also 
supported  by  research  (Rahmi  Kurnia  Gustin,  2011)  entitled Factors Associated With Genesis Gastritis Patients who 
Inpatient  in  Puskesmas  Stew  Bancah  Bukit  Tinggi.  Where  the  test  results  using  a  statistical  calculation  obtained 
p.value  chi  square  =  0.554,  thus  Ho  is  rejected  it means a significant relationship between the level of knowledge on 
the  incidence  of  gastritis, where respondents with lower levels of knowledge likely to suffer from gastritis compared to 
respondents with the level of knowledge more good. 
CONCLUSION Based on data analysis and discussion of the results of research that has been done, then the 
conclusion can be drawn as follows: 
1. Most of which 56 (56%) of respondents 
knowledgeable enough about Gastritis. 2. Most of which 57 (57%) of respondents secondary 
education. 3. Most of which 76 (76%) of respondents exposed to 
Gastritis. 4. There is a relationship between knowledge of the 
incident Gastritis. 5. There is a relationship between level of education and 
the incidence Gastritis. 

REFERENCES 
[1] Ahmadi, dkk. Pengaruh Usia dalam Tingkat 
Pendidikan. 
[2] Ainun, (2012). Kesalahan-kesalahan Pola Makan Pemicu Seabrek Penyakit Mematikan. Yogyakarta: Buku Biru. 
[3] Arikunto, S. (2009). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta 
[4] Depkes RI, 2007. Pedoman Pengendalian penyakit 
Gastritis 
[5] Endang & Puspadewi, (2012). Penyakit Maag & 
Gangguan Pencernaan. Yogyakarta: Kanisius 
[6] Fajar, dkk. Mengenai analisi penggunaan Chi-square 
[7] Kurnia, (2011). http://perawat-2010.blogspot.com 
diperoleh 20 januari 2016 
[8]  Mubaraq,  dkk.  (2012).  Promosi  Kesehatan  Sebuah  Pengantar  Proses  Belajar  Mengajar  dalam  Pendidikan. 
Yogyakarta: Graha Ilmu 
[9] Mudyahardjo, R. 2008.Pengantar Pendidikan Jakarta 
:Raja grafindo persada 
[10] __________.(2010). Pengantar Pendidikan. Jakarta 
:Raja grafindo persada. 
12 IJSTR©2017 www.ijstr.org 
[11] Munawaroh. (2012). Pengertian tentang Populasi 
[12] Muttaqin & Sari, (2010). Anatomi dan Fisiologi Sistem 
Gastrointestinal. Jakarta : Salemba Medika 
[13] Notoatmodjo.(2007). Promosi kesehatan dan Ilmu 
Perilaku. Jakarta: Rienka Cipta 
[14] ___________. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. 
Jakarta: Rienka Cipta 
[15] ___________. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. 
Jakarta: Rineka Cipta 
[16] ___________.(2012).Promosi kesehatan dan perilaku 
kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta 
[17] ___________. (2013). Promosi Kesehatan Global. 
Jakarta: Rienka Cipta 
[18]  Nuraidah  N.  (2012).  Gambaran  Pengetahuan  tentang  Kekambuhan  Gastritis  Pada  Pasien  Rawat  Jalan  di 
Puskesmas Cihampelas Kab. Bandung Barat, KTI, STIKes Budi Luhur Cimahi. 
[19] Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 
[20] ______. (2013). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 
[21] Price, (2007). Gangguan Lambung dan Duodenum, 
Edisi 1. Jakarta : EGC 
[22] Puskesmas Sindangbarang Kabupaten 
Cianjur,(2015).Profil Kesehatan Kota Cianjur 
[23]  Rahma  mawaddah,  (2012)  Faktor  Resiko  Kejadian  Gastritis  di  wilayah  Kerja  Puskesmas  Kampili  Kabupaten 
Gowa Tahun 2012. 
[24]  Rahmi  kurnia  g,(2011).Faktor-Faktor  yang  Berhubungan  Dengan  Kejadian  Gastritis  Pada  Pasien  Yang Berobat 
Jalan di Puskesmas Gulai Bancah Kota BukitTinggi 
[25] Riyanto, (2009). Aplikasi Metodologi Penelitian 
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika 
[26] Riyanto,Agus (2011). Penerapan Analisis Multivariat dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. 
[27] Setiadi, 2013. Konsep dan Praktik Penulisan Riset 
Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu. 
[28] Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kualitatif 
Kuantitatif R & D. Bandung: Alfabeta, cv 
[29] ugiyono. (2011). Statistika Untuk Penelitian, Cetakan 
ke 19, Bandung: Alfabeta, cv 
 
INTERNATIONAL JOURNAL OF SCIENTIFIC & TECHNOLOGY RESEARCH VOLUME 6, ISSUE 02, FEBRUARY 
2017 ISSN 2277-8616 
[30] Sukmadinata&Syaodih,(2012). Tentang Pendidikan 
[31]  Tim  redaksi,  (2009).  Dalam  jurnal  penelitian  Herdiansyah  Heru  2013.  Mengatasi  Gangguan  Penyakit  Maag. 
Yogyakarta: Banyu Media www.angkakejadiangastritis.com senin 10/02/2016. 
13 IJSTR©2017 www.ijstr.org 

Anda mungkin juga menyukai