Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA 28 Oktober 2017

SINDROM DISPEPSIA

Oleh:

Devi Indah Permatasari


111 2016 2137

Pembimbing:

dr. Indah Lestari, SP.PD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2017

1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi Sindrom Dispepsia


Dalam konsensus Roma II tahun 2000 disepakati dispepsia merupakan
kumpulan keluhan atau gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak atau sakit
yang berpusat di perut bagian atas.1
Sindrom dispepsia juga didefinisikan sebagai kumpulan gejala yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung,
cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa, atau rasa panas yang menjalar di
dada.2

1.2 Anatomi gaster


Epitel gaster terdiri dari rugae yang mengandung gastric pits/ lekukan
yang berukuran mikroskopis. Setiap rugae bercabang menjadi empat atau lima
kelenjar gaster dari sel- sel epitel khusus. Susunan kelenjar tergantung letak
anatominya. Kelenjar di daerah kardia terdiri < 5% kelenjar gaster mengandung
mukus dan kelenjar-kelenjat endokrin. Sebagian besar kelenjar gaster ( 75%)
terletak didalam mukosa oksintik mengandung sel-sel leher mukosa, parietal,
chief, endokrin, dan sel enterokromafin. Kelenjar pilorik mengandung mukus dan
sel-sel endokrin ( termasuk sel sel gastrin) dan didapati di daerah antrum.3
Sel parietal juga dikenal sebagai sel oksintik biasanya didapati di
daerah leher atau isthmus atau kelenjar oksintik. Epitel gaster mengalami iritasi
terus menerus oleh 2 faktor perusak yaitu : perusak endogen ( HCl, pepsinogen,
dan garam empedu), perusak eksogen ( obat-obatan, alkohol, dan bakteri). Untuk
penangkal iritasi dalam mempertahankan keutuhan dan perbaikan mukosa
terdapat 3 sitem pertahanan : lapisan pre epitel yaitu berupa mukus ( campuran air

2
dan lipid), epitel permukaan (restitusi, prostaglandin growth factor, dan proliferasi
sel), dan lapisan sub epitel ( peningkatan aliran darah, dan akumulasi leukosit).3

Gambar 1. Anatomi Gaster 4


Tiga tahap sekresi lambung :4
1. Tahap sefalik, terjadi sebelum makanan mencapai lambung. Masuknya
makanan ke dalam mulut atau tampilan, bau atau pikiran tentang makanan,
merangsang sekresi lambung.
2. Tahap lambung, terjadi saat makanan mencapai lambung dan berlangsung
sampai makanan masih ada.
3. Tahap usus, terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus
halus yang kemudian memicu faktor saraf dan horman

1.3 Epidemiologi Sindrom Dispepsia


Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai
dalam praktek sehari- hari. Diperkirakan hampir 30 % kasus pada praktek umum
dan 60% pada praktek gastroenterologist merupakan kasus dispepsia. Berdasarkan
penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang dewasa pernah
mengalami hal ini dalam beberapa hari. Dari data pustaka negara barat didapatkan

3
angka prevalensinya berkisar 7- 41%, tapi hanya 10 - 20% yang mencari
pertolongan medis. Angka insiden dispepsia diperkirakan 1-8%. Sementara di
Indonesia belum ada data epidemiologinya.3

1.4 Klasifikasi
Klasifikasi dispepsia tebagi dua, yaitu:5
a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya
b. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispepsia nonulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya.

Tabel 1 Diagnosis banding nyeri atau ketidaknyamanan abdomen atas5

1.5 Etiologi
Etiologi sindroma dispepsi antara lain:6

4
1. Obat-obatan
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), antibiotik (makrolides,
metronidazole), besi, KCl, digitalis, estrogen, Etanol (alkohol), kortikosteroid,
levodopa, niacin, gemfibrozil, narkotik, quinidine, theophiline
2. Idiosinkrasi makanan (intoleransi makanan)
a. Alergi : susu sapi, putih telur, kacang, makanan laut, beberapa jenis produk
kedelai dan beberapa jenis buah-buahan
b. Non-alergi
- Produk alam: laktosa, sucrosa, galactosa, gluten, kafein, dan lain-lain.
- Bahan kimia: monosodium glutamate (vetsin), asam benzoat, nitrit,
nitrat, dll.
Perlu diingat beberapa intoleransi makanan diakibatkan oleh penyakit
dasarnya, misalnya pada penyakit pankreas dan empedu tidak bisa
mentoleransi makanan berlemak, jeruk dengan PH yang relatif rendah sering
memprovokasi gejala pada pasien ulkus peptikum atau esophagitis.
3. Kelainan struktural
a. Penyakit oesophagus
- Refluks gastroesofageal dengan atau tanpa hernia
- Akhalasia
- Obstruksi esophagus
b. Penyakit gaster dan duodenum
- Gastritis erosif dan hemorhagik; sering disebabkan oleh OAINS dan sakit
keras (stres fisik) seperti luka bakar, sepsis, pembedahan, trauma, shock
- Ulkus gaster dan duodenum
- Karsinoma gaster
c. Penyakit saluran empedu
- Kholelitiaasis dan Kholedokolitiasis
- Kholesistitis
d. Penyakit pankreas

5
- Pankreatitis
- Karsinoma pankreas
e. Penyakit usus
- Malabsorbsi
- Obstruksi intestinal intermiten
- Sindrom kolon iritatif
- Angina abdominal
- Karsinoma kolon
4. Penyakit metabolik / sistemik
a. Tuberculosis
b. Gagal ginjal
c. Hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar
d. Diabetes melitius
e. Hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid
f. Ketidakseimbangan elektrolit
g. Penyakit jantung kongestif
5. Lain-lain
a. Penyakit jantung iskemik
b. Penyakit kolagen
Dispepsia biasanya diderita sudah beberapa minggu atau bulan yang
sifatnya hilang timbul atau terus menerus. Dispepsia disebabkan oleh : Menelan
udara (aerofagi), Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung, iritasi
lambung (gastritis), Ulkus gastrikum atau Ulkus duodenalis, kanker lambung,
peradangan kandung empedu (kolesistitis), intoleransi laktosa (ketidakmampuan
mencerna susu dan produknya), kelainan gerakan usus, pengeluaran asam
lambung berlebih pertahanan dinding lambung yang lemah, infeksi Helicobacter
pylori ( sejenis bakteri yang hidup di dalam lambung, dalam jumlah kecil ) ketika
asam lambung yang dihasilkan keluar lebih banyak kemudian pertahanan dinding
lambung menjadi lemah, bakteri ini bisa bertambah banyak jumlahnya, apalagi

6
disertai kebersihan makanan yang kurang, gangguan gerakan saluran cerna dan
stres psikologis.6

1.6 Patofisiologi
Patofisiologi dari sindroma dispepsia diantaranya:1,3
1. Abnormalitas Motorik Gaster
Dengan studi Scintigraphic Nuklear dibuktikan lebih dari 50% pasien
dispepsia fungsional mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam
gaster. Demikian pula pada studi monometrik didapatkan gangguan motilitas
antrum postprandial, tetapi hubungan antara kelainan tersebut dengan gejala-
gejala dispepsia tidak jelas.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang "kaku"
bertanggung jawab terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya
fundus relaksasi, baik saat mencerna makanan maupun bila terjadi distensi
duodenum. Pengosongan makanan bertahap dari corpus gaster menuju ke bagian
fundus dan duodenum diatur oleh refleks vagal. Pada beberapa pasien dispepsia
fungsional, refleks ini tidak berfungsi dengan baik sehingga pengisian bagian
antrum terlalu cepat.
2. Perubahan sensitivitas gaster
Lebih 50% pasien dispepsia fungsional menunjukkan sensitivitas
terhadap distensi gaster atau intestinum, oleh karena itu mungkin akibat: makanan
yang sedikit mengiritasi seperti makanan pedas, distensi udara, gangguan
kontraksi gaster intestinum atau distensi dini bagian antrum postprandial dapat
menginduksi nyeri pada bagian ini.
3. Stres dan faktor psikososial
Penelitian menunjukkan bahwa didapatkan gangguan neurotik dan
morbiditas psikiatri lebih tinggi secara bermakna pada pasien dispepsia fungsional
dari pada subyek kontrol yang sehat. Banyak pasien mengatakan bahwa stres
mencetuskan keluhan dispepsia. Beberapa studi mengatakan stres yang lama

7
menyebabkan perubahan aktifitas vagal, berakibat gangguan akomodasi dan
motilitas gaster.
Kepribadian dispepsia fungsional menyerupai pasien Sindrom Kolon
Iritatif dan dispepsia organik, tetapi disertai dengan tanda neurotik, ansietas dan
depresi yang lebih nyata dan sering disertai dengan keluhan nongastrointestinal
seperti nyeri muskuloskletal, sakit kepala dan mudah letih. Mereka cenderung
tiba-tiba menghentikan kegiatan sehari-harinya akibat nyeri dan mempunyai
fungsi sosial lebih buruk dibanding pasien dispepsia organik. Demikian pula bila
dibandingkan orang normal. Gambaran psikologik dispepsia fungsional
ditemukan lebih banyak ansietas, depresi dan neurotik.
4. Gastritis Helicobacter pylori
Gambaran gastritis Helicobacter pylori secara histologik biasanya
gastritis non-erosif non-spesifik. Di sini ditambahkan non-spesifik karena
gambaran histologik yang ada tidak dapat meramalkan penyebabnya dan keadaan
klinik yang bersangkutan. Diagnosis endoskopik gastrtitis akibat infeksi
Helicobacter pylori sangat sulit karena sering kali gambarannya tidak khas. Tidak
jarang suatu gastritis secara histologik tampak berat tetapi gambaran endoskopik
yang tampak tidak jelas dan bahkan normal. Beberapa gambaran endoskopik yang
sering dihubungkan dengan adanya infeksi Helicobacter pylori adalah:
a. Erosi kronik di daerah antrum
b. Nodularitas pada mukosa antrum
c. Bercak-bercak eritema di antrum
d. Area gastrika yang menonjol dengan bintik-bintik eritema di daerah korpus
Peranan infeksi Helicobacter pylori pada gastritis dan ulkus peptikum
sudah diakui, tetapi apakah Helicobacter pylori dapat menyebabkan dispepsia
fungsional masih kontroversi. Pravelensi Helicobacter pylori pada pasien
dispepsia fungsional tidak berbeda dengan kontrol. Di negara maju, hanya 50%
pasien dispepsia fungsional menderita infeksi Helicobacter pylori, sehingga
penyebab dispepsia pada dispepsia fungsional dengan Helicobacter pylori negatif

8
dapat juga menjadi penyebab dari beberapa dispepsia fungsional dengan
Helicobacter pylori positif.7
5. Kelainan fungsional gastrointestinal
Dispepsia fungsional cenderung dimasukkan sebagai bagian kelainan
fungsional gastrointestinal, termasuk di sini Sindrom Kolon Iritatif, nyeri dada
non-kardiak dan nyeri ulu hati fungsional. Lebih dari 80% dengan Sindrom Kolon
Iritatif menderita dispepsia dan lebih dari sepertiga pasien dengan dispepsia
kronis juga mempunyai gejala Sindrom Kolon Iritatif. Pasien dengan kelainan
seperti ini sering ada gejala ekstra gastrointestinal seperti migrain, myalgia dan
disfungsi kencing dan ginekologi.
Pada anamnesis dispepsia jangan lupa menanyakan gejala Sindrom
Kolon Iritatif seperti nyeri abdomen mereda setelah defekasi, perubahan frekuensi
buang air besar atau bentuknya mengalami perubahan, perut tegang, tidak dapat
menahan buang air besar dan perut kembung. Beberapa pasien juga mengalami
aerophagia,yaitu perut kembung diikuti oleh masuknya udara untuk menginduksi
sendawa, diikuti oleh kembung yang lebih parah. Abnormalitas di atas belum
semua diidentifikasi oleh semua peneliti dan tidak selalu muncul pada semua
penderita.

1.7 Manifestasi klinis


Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan atau gejala yang
dominan, membagi dipepsia menjadi tiga tipe: 1,7
1. Dispepsia dengan keluahan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia), dengan
gejala:
- Nyeri epigastrium terlokalisasi
- Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid
- Nyeri saat lapar
- Nyeri episodik

9
2. Dispepsia degan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia), dengan
gejala :
- Mudah kenyang
- Perut cepat terasa penuh saat makan
- Mual
- Muntah
- Upper abdominal bloating
- Rasa tidak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas).
Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.

1.8 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dispepsia diperlukan data anamnesis
yang baik, pemeriksaan fisis yang akurat, disertai pemeriksaan penunjang untuk
mengeksklusi penyakit organik/struktural.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik1,8
Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol
dan jamu yang dijual bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin
harus dihentikan. Hubungan dengan jenis makanan tertentu perlu diperhatikan.
Tanda dan gejala "alarm"(peringatan) seperti disfagia, berat badan turun, nyeri
menetap dan hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang sangat sering,
hematemesis, melena atau jaudice kemungkinan besar adalah merupakan penyakit
serius yang memerlukan pemeriksaan seperti endoskopi dan / atau "USG" atau
"CT Scan" untuk mendeteksi struktur peptik, adenokarsinoma gaster atau
esophagus, penyakit ulkus, pankreatitis kronis atau keganasan pankreas empedu.
Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial
misalnya: masalah anak, hubungan antar manusia, hubungan suami-istri,
pekerjaan dan pendidikan. Hal ini berakibat eksaserbasi gejala pada beberapa
orang. Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dispepsia:

10
- Pasien ulkus peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan
nyeri berkurang dengan mencerna makanan tertentu atau antasid
- Nyeri sering membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan pada
ulkus duodenum
- Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk setelah
makan kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak
spesifik (bedakan dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala
perasaan asam pada mulut.
- Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya didapatkan pada
penyakit esofagus, gastritis erosif dan karsinoma
- Sebaliknya, bila muncul setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi
pada ulkus duodenum
- Pasien dispepsia fungsional lebih sering mengeluhkan gejala di luar
gastrointestinal, ada tanda kecemasan atau depresi, atau mempunyai riwayat
pemakaian psikotropik. Pemeriksaan fisik untuk menemukan organomegali,
tumor abdomen, ascites, jaundice tetap penting dikerjakan untuk
menyingkirkan penyakit organik.
Pemeriksaan Penunjang1,3
Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi
Helicobacter
pylori, dan urea breath test (belum tersedia di Indonesia). Endoskopi merupakan
pemeriksaan baku emas, selain diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:
- CLO (rapid urea test)
- Patologi anatomi (PA)
- Kultur mikoorganisme (MO) jaringan
- PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian.
1. Laboratorium

11
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, setidak-tidaknya perlu
diperiksa darah, urine dan tinja secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah bila
ditemukan leukositosis berarti ada tanda tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja,
jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan
menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsi tukak,
sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu
diperiksa pertanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA,
dugaan kearah karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9. Dan lain lain
pemeriksaan laboratorium yang ada relevansi terhadap penyakit yang
menimbulkan sindroma dispepsia.
2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi banyak menunjang diagnosis sesuatu penyakit
di saluran makan. Setidak - tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologi
terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di esophagus yang menurun
terutama dibagian distal, tampak antiperistaltik di antrum yang meninggi serta
sering menutupnya pylorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestine.
Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat
gambar yang disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras
media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya regular, semisirkuler,
dengan dasar licin.
Kanker di lambung secara radiologi, akan tampak massa yang ireguler
tidak terlihat peristaltic di daerah kanker, bentukdari lambung berubah.
Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat ganda
seperti terpotongnya usus besar, atau tampak dilatasi dari intestine terutama di
yeyenum yang disebut Sentinel loops.\

3. Endoskopi

12
Pemeriksaan endoskopi dari saluran makan bagian atas akan banyak
membantu menentukan diagnosis. Yang perlu diperhatikan ada tidaknya kelainan
di esofagus, lambung, dan duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan
warna mukosa , lesi tumor jinak atau ganas. Kelainan di esofagus yang sering
ditemukan dan perlu diperhatikan di antaranya ialah: esofagitis, tukak esofagus,
varises esofagus, tumor jinak atau ganas yang umumnya lokasinya di bagian
distal esofagus. Lokasi kelainan di lambung yang terbanyak ialah disekitar
angulus, antrum, dan prepilorus, diantaranya berupa gastritis, tukak lambung,
tumor jinak atau ganas. Kelaianan di duodenum yang sering ditemukan ialah
tanda peradangan (duodenitis), tukak yang lokasinya terbanyak di bulbus dan pars
desenden.
Bila pada endoskopi ditemukan tukak baik di esofagus , lambung
maupun di duodenum, maka dapat dibuat diagnosis dispepsi tukak. Sedangkan
bila tidak ditemukan tukak tetapi hanya tanda peradangan maka dapat dibuat
diagnosis dispepsia bukan tukak.
4. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) merupakan sarana diagnostik yang tidak invasif,
akhir- akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan
diagnosis dari sesuatu penyakit. Apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping,
dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi pasien yang beratpun dapat
dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada sindroma dispepsia terutama bila ada
dugaan kearah kelainan di traktus biliaris , pankreas, kelainan di tiroid, bahkan
juga ada dugaan tumor di esofagus dan lambung.
5. Sidik abdomen
Juga dipakai sebagai pemeriksaan untuk mengeksklusi penyebab
organik.

6. Manometri Esofago-gastro-duodenum

13
Sampai saat ini merupakan sarana penunjang diagnosis yang banyak
dikembangkan. Dapat ditemukan kelainan manometrik berupa gangguan fase III
migrating motor complex. Banyak ahli yang berpendapat bahwa saat ini dispepsia
merupakan gangguan pengosongan lambung.
7. Waktu Pengosongan Lambung
Dapat dilakukan dengan scintigrafi atau dengan pellet radioopak. Pada
dispepsia terdapat perlambatan pengosongan lambung 30-40%.

1.9 Penatalaksanaan Umum1,2,4,6


Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori
1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentral
kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas
endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.

14
15
Pengobatan dispepsia antara lain:
1. Diet
Merupakan peranan yang terpenting. Pada garis besarnya yang dipakai
adalah cara pemberian diet seperti yang diajukan oleh Sippy 1915 hingga dikenal
pula Sippy Diet. Sekarang lebih dikenal dengan diit lambung yang sudah
disesuaikan dengan masyarakat Indonesia. Dasar diet ialah makan sedikit
berulang kali, makanan yang banyak mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi
makanan yang dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang dan

16
kemungkinan dapat menetralisir asam HCl. Pemberiannya dalam porsi kecil dan
berulang kali. Dilarang makan pedas, masam, dan alkohol.

2. Antasida 20-150ml/hari
Antasida akan menetralisir sekresi asam HCl. Obat ini biasa digunakan
untuk sindroma dispepsia. Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid
akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na
bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan
terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg
triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben
sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare
karena terbentuk senyawa MgCl2.
3. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat
menekan seksresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek
sitoprotektif.
4. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia
organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan
antagonis respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

17
18
5. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir
dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

6. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil
(PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel
parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang
selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan
meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site

19
protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna
bagian atas (SCBA).
7. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional
dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam
lambung (acid clearance).

1.10 Pencegahan1
Pencegahan dispepsia antara lain:
- Atur pola makan seteratur mungkin.
- Olahraga teratur.
- Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi
lambung (coklat, keju, dan lain-lain).
- Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis, kentang,
melon, semangka, dan lain-lain).
- Hindari makanan yang terlalu pedas.
- Hindari minuman dengan kadar caffeine dan alkohol.
- Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung, seperti obat
antiinflammatory, misalnya yang mengandung ibuprofen, aspirin, naproxen,
dan ketoprofen. Acetaminophen adalah pilihan yang tepat untuk mengobati
nyeri karena tidak mengakibatkan iritasi pada dinding lambung.
- Kelola stres psikologi se-efisien mungkin.

1.11 Prognosis
Sindrom dispepsia yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan
penunjang yang akurat, mempunyai prognosis yang baik.1

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Djojoningrat, Dharmika.2009. Dispepsia Fungsional dalam Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-5,p 529-33. Jakarta: Internal Publishing
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3. Tarigan, Pengarapen. 2009. Tukak Gaster dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
4. Rani A, Soegondo S, Nasir A, Wijaya I. 2009. Panduan Pelayanan Medik
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Interna
Publishing
5. Mansjoer, Triyani, Savitri, Wardhani, Setiowulan. 1999. Kapita Selekta
Kedokteran Jilid 1. Edisi Ke-3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
6. Hirlan.2009. Gastritis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid I. Edisi ke-
5. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
7. Jawetz, Melnick, Adelbergs. Medical Microbiology. Edisi ke-24. United
States of America : McGraw-Hill ; 2007.

21
22

Anda mungkin juga menyukai