Anda di halaman 1dari 23

Kata pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang askep gizi penunjang pada pasien kritis

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang askep gizi
penunjang pada pasien kritis ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

pantonlabu,25 JULI 2017

Penyusun
Daftar isi..
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang . .......................................................................................................................


B. Rumusan Masalah . ..................................................................................................................
C. Tujuan Penulisan . ....................................................................................................................
D. Manfaat Penulisan . ..................................................................................................................

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian . .............................................................................................................................
B. Menilai status nutrisi pada pasien sakit kritis .........................................................................
C. Kebutuhan energi pada penderita sakitkritis ...........................................................................
D. Dukungan nutrisi pada pasien-pasiensakit kritis.....................................................................
E. Rute pemberian nutrisi: enteral atau parenteral ......................................................................
F. Kapan sebaiknya memulai terapi nutrisi .................................................................................
G. Nutrisi pada berbagai kondisi dan penyakit .........................................................................

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR

A. Pengkajian
B. Diagnosa
C. intervensi

BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan . .............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
A. latar belakang
Malnutrisi adalah masalah umum yang dijumpai pada kebanyakan
pasien yang masuk ke rumah sakit.Malnutrisi mencakup kelainan yang
disebabkan olehdefisiensi asupan nutrien, gangguan metabolismenutrien,
atau kelebihan nutrisi. Sebanyak 40% pasiendewasa menderita malnutrisi
yang cukup serius yangdijumpai pada saat mereka tiba di rumah sakit dan
dua pertiga dari semua pasien mengalami perburukan status nutrisi selama
mereka dirawat di rumah sakit. Untuk pasien kritis yang dirawat di
Intensive Care Unit (ICU) sering kali menerima nutrisi yang tidak adekuat
akibatdokter salah memperkirakan kebutuhan nutrisi dari pasien dan juga
akibat keterlambatan memulai pemberian nutrisi. Pasien-pasien yang
masuk ke ICUumumnya bervariasi, yaitu pasien elektif pasca
operasimayor, pasien emergensi akibat trauma mayor, sepsisatau gagal
napas. Kebanyakan dari pasien-pasientersebut ditemukan malnutrisi
sebelum dimasukkan ke ICU. Keparahan penyakit dan terapinya
dapatmengganggu asupan makanan normal dalam jangkawaktu yang lama.
Selanjutnya, lamanya tinggal di ICUdan kondisi kelainan sebelumnya,
seperti alkoholismedan kanker dapat memperburuk status nutrisi.
Responhipermetabolik komplek terhadap trauma akanmengubah
metabolisme tubuh, hormonal, imunologisdan homeostasis nutrisi. Efek
cedera atau penyakit beratterhadap metabolisme energi, protein,
karbohidrat danlemak akan mempengaruhi kebutuhan nutrisi pada pasien
sakit kritis. Malnutrisi sering dikaitkan dengan peningkatanmorbiditas,
mortalitas akibat perburukan pertahanantubuh, ketergantungan dengan
ventilator, tingginyaangka infeksi dan penyembuhan luka yang
lama,sehingga menyebabkan lama rawat pasien memanjangdan
peningkatan biaya perawatan. Malnutrisi jugadikaitkan dengan
meningkatnya jumlah pasien yangdirawat kembali. Pentingnya nutrisi
terutama pada perawatan pasien-pasien kritis mengharuskan para
klinisimengetahui informasi yang benar tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi manajemen pemberian nutrisi dan pengaruh pemberian
nutrisi yang adekuat terhadap outcome penderita kritis yang dirawat di
ICU

B. Rumusan Masalah
Bagaimana yang dimaksut dengan gizi penunjang pada pasien
kritis

C. Tujuan Penulisan

Tujuan umum

Untuk mengetahui bagaimana cara mengontrol tingkat


keberhasilan pengobatan terhadap seorang pasien

Tujuan khusus

1. Menyelesaikan tugas mata kuliah kep intensif


2. Lebih memahami tentang askep keperawatan intensif

D. Manfaat Penulisan

Bagi mahasiswa

Dengan adanya makalah ini dapat dijadikan referensi terhadap


mahsiswa tentang gizi penunjang pada pasien kritis

Bagi institusi

Dapat dijadikan tambahan referensi perpustakaan berkaitan dengan


gizi penunjang pada pasien kritis
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN GIZI

Nutrisi adalah ikatan kimia yang yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur
proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000). Menurut Soenarjo (2000), Nutrisi
merupakan kebutuhan utama pasien kritis dan nutrisi enteral lebih baik dari
parenteral karena lebih mudah, murah, aman, fisiologis dan penggunaan nutrien
oleh tubuh lebih efisien.

Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk


membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk
berlangsungnya fungsi normal setiap organ dan jaringan tubuh (Rock CL, 2004).
Nutrisi adalah suatu proses organism menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses degesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan (Supariasa, 2001).

Nutrisi adalah zat dalam makanan yang dibutuhkan organisme untuk dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan fungsinya. Nutrisi di peroleh
dari hasil pemecahan makanan oleh sistem pencernaan. dan seringkali di sebut
dengan istilah sari-sari makanan. Nutrisi terbagi dalam 2 golongan, yaitu
makronutrisi dan mikronutrisi (kamusq.com.2013)

B. MENILAI STATUS NUTRISI PADA PASIEN SAKIT KRITIS


Pada penderita sakit kritis ditemukan peningkatan pelepasan mediator-mediator
inflamasi atausitokin (misalnya IL-1, IL-6, dan TNF) dan peningkatan produksi
counter regulatory hormone (misalnyakatekolamin, kortisol, glukagon, hormon
pertumbuhan),sehingga menimbulkan efek pada status metabolik dannutrisi
pasien. Status nutrisi adalah fenomenamultidimensional yang memerlukan
beberapa metodedalam penilaian, termasuk indikator-indikator yang berhubungan
dengan nutrisi, asupan nutrisi dan pemakaian energi, seperti Body Mass Index
(BMI), serum albumin, prealbumin, hemoglobin, magnesium danfosfor.
Pengukuran antropometrik termasuk ketebalanlapisan kulit ( skin fold )
permukaan daerah trisep (triceps skin fold, TSF ) dan pengukuran lingkar otot
lengan atas (midarm muscle circumference,MAMC), tidak berguna banyak pada
pasien sakit kritis karena ukuran berat badancenderung untuk berubah.
Jenis protein yang paling sering diukur adalahalbumin serum. Level albumin
yang rendahmerefleksikan status nutrisi penderita yang dihubungkandengan
proses penyakit dan atau proses pemulihan. Pada pasien kritis terjadi penurunan
sntesa albumin, perges-eran distribusi dari ruangan intravaskular ke
interstitial,dan pelepasan hormon yang meningkatkan dekstruksimetabolisme
albumin. Level serum pre-albumin jugadapat menjadi petunjuk yang lebih cepat
adanya suatustres fisiologik dan sebagai indikator status nutrisi. Level serum
hemoglobin dan trace elements sepertimagnesium dan fosfor merupakan tiga
indikator biokimia tambahan. Hemoglobin digunakan sebagai in-dikator
kapasitas angkut oksigen, sedangkan magne-sium atau fosfor sebagai indikator
gangguan pada jan-tung, saraf dan neuromuskular. Selain itu Delayed
hypersensitivity dan Total Lymphocyte Count (TLC)adalah dua pengukuran yang
dapat digunakan untuk mengukur fungsi imun sekaligus berfungsi sebagai
screening.
Penilaian global subyektif (Subjective global assessment/SGA) juga
merupakan alat penilai statusnutrisi, karena mempertimbangkan kebiasaan
makan,kehilangan berat badan yang baru ataupun kronis,gangguan
gastrointestinal, penurunan kapasitasfungsional dan diagnosis yang dihubungkan
denganasupan yang buruk. Penilaian jaringan lemak subkutandan
penyimpanannya dalam otot skelet juga merupakan bagian dari SGA, dan
bersama dengan evaluasi edemadan ascites, membantu untuk menegakkan
kemungkinanmalnutrisi sebelumnya. Level stres pada pasien sakitkritis juga harus
dinilai karena bisa memperburuk status nutrisi penderita secara keseluruhan.
C. KEBUTUHAN ENERGI PADA PENDERITA SAKITKRITIS
Keseimbangan nitrogen dapat digunakan untuk menegakkan keefektifan terapi
nutrisi. Nitrogen secarakontinyu terakumulasi dan hilang melalui pertukaranyang
bersifat homeostatik pada jaringan protein tubuh.Keseimbangan nitrogen dapat
dihitung denganmenggunakan formula yang mempertimbangkan nitro-gen urin 24
jam, dalam bentuk nitrogen urea urin (urineurea nitrogen/UUN), dan nitrogen dari
protein dalam makanan:

Keseimbangan Nitrogen = ((dietary protein/6,25)-(UUN/0,8) + 4)

Karena umumnya protein mengandung 16%nitrogen, maka jumlah nitrogen


dalam makanan bisadihitung dengan membagi jumlah protein terukur den-gan
6,25. Faktor koreksi 4 ditambahkan untuk mengkompensasi kehilangan nitrogen
pada feses, air liur dan kulit. Keseimbangan nitrogen positif adalah kondisidimana
asupan nitrogen melebihi ekskresi nitrogen, danmenggambarkan bahwa asupan
nutrisi cukup untuk terjadinya anabolisme dan dapat mempertahankan leanbody
mass. Sebaliknya keseimbangan nitrogen negatif ditandai dengan ekskresi
nitrogen yang melebihiasupan. Kebutuhan energi dapat juga diperkirakandengan
formula persamaan Harris-Bennedict (tabel 1),atau kalorimetri indirek. Persamaan
Harris-Bennedict pada pasien hipermetabolik harus ditambahkan faktor stres.
Penelitian menunjukkan bahwa rumus perkiraankebutuhan energi dengan
menggunakan prosedur inicenderung berlebih dalam perhitungan
energiexpenditure pada pasien dengan sakit kritis hingga15%. Sejumlah ahli
menggunakan perumusan yangsederhana Rule of Thumb dalam menghitung
kebutuhan kalori, yaitu 25-30 kkal/kg bb/hari. Selain itu penetapan Resting
Energy Expenditue (REE) harusdilakukan sebelum memberikan nutrisi. REE
adalah pengukuran jumlah energi yang dikeluarkan untuk mempertahankan
kehidupan pada kondisi istirahat dan12 - 18 jam setelah makan. REE sering juga
disebutBMR ( Basal Metabolic Rate), BER (Basal Energy Requirement ), atau
BEE (Basal Energy Expenditure).Perkiraan REE yang akurat dapat membantu
mengurangikomplikasi akibat kelebihan pemberian nutrisi (overfeeding ) seperti
infiltrasi lemak ke hati dan pulmonary compromise Banyak metode yang
tersediauntuk memperkirakan REE, salah satunya adalah kalorimetri yang dapat
dipertimbangkan sebagai gold standard dan direkomendasi sebagai metode
pengukuranREE pada pasien-pasien sakit kritis

D. DUKUNGAN NUTRISI PADA PASIEN-PASIENSAKIT KRITIS


Tujuan pemberian nutrisi adalah menjaminkecukupan energi dan nitrogen, tapi
menghindarimasalah-masalah yang disebabkan overfeeding atau refeeding
syndrome seperti uremia, dehidrasi hipertonik,steatosis hati, gagal napas
hiperkarbia, hiperglisemia,koma non-ketotik hiperosmolar dan hiperlipidemia.
Level yang terbaik untuk memulai pemberian nutrisi pada pasien sakit kritis
adalah 25 kkal/kgbb dari berat badan ideal per hari. Harus diperhatikan bahwa
pemberian nutrisi yang kurang atau lebih dari kebutuhan,akan merugikan buat
pasien. REE dapat bervariasi antarameningkat sampai 40% dan menurun sampai
30%, tergantung dari kondisi pasien (tabel 1).

Tabel 1. Rumus untuk memperkirakan kebutuhan energi.

Perhitungan Basal Energy Expenditure(BEE)

Persamaan Harris-Benedict:

Laki-laki: 66,47 + (13,75 x BB) + (5 x TB) - (6,76 x Umur)

Wanita: 655,1 + (9,56 x BB) + 1,85 x TB) (4,67 x Umur)

Rata-rata BEE adalah mendekati 25 kkal/kgbb/hari

Faktor Stres

Koreksi terhadap perhitungan kebutuhan energi derajathipermetabolisme :

* Postoperasi (tanpa komplikasi) 1,00 1,30

* Kanker 1,10 1,30

* Peritonitis / sepsis 1,20 1,40

* Sindroma kegagalan organ multiple 1,20 1,40


* Luka bakar 1,20 2,00

(perkiraan BEE + % luas permukaan tubuh yang terbakar)

Koreksi kebutuhan energy (kkal/hari) = BEE xfaktor stres

Pemberian protein yang adekuat adalah pentinguntuk membantu proses


penyembuhan luka, sintesis protein, sel kekebalan aktif, dan paracrine messenger.
Disamping itu, serum glukosa dijaga antara 100 200mg/dL. Hiperglisemia tak
terkontrol dapatmenyebabkan koma hiperosmolar non ketotik dan
resikoterjadinya sepsis, yang mempunyai angka mortalitassebesar 40%.
Hipofosfatemia merupakan satu darikebanyakan komplikasi metabolik yang
serius akibat Refeeding Syndrome. Hipofosfatemia yang beratdihubungkan
dengan komplikasi yang mengancamnyawa, termasuk insufisiensi respirasi,
abnormalitas jantung, disfungsi SSP, disfungsi eritrosit, disfungsileukosit dan
kesulitan untuk menghentikan penggunaan respirator.

E. RUTE PEMBERIAN NUTRISI: ENTERAL ATAU PARENTERAL


Di Inggris sejak 15 tahun terakhir, penggunaannutrisi parenteral sudah mulai
dikurangi. Hal inididasarkan pada kenyataan bahwa terjadi perubahansistim imun
dan gangguan pada usus lewat jalur GALT (Gut Associated Lymfatic System),
yang merupakanstimulasi proinflamasi selama kelaparan usus. Abnorma-litas
sekunder lainnya adalah perubahan permeabilitasatau bahkan translokasi kuman.
Kegagalan pertahananimun dihubungkan dengan kurangnya nutrisi enteral
atauluminal. Idealnya rute pemberian nutrisi adalah yangmampu menyalurkan
nutrisi dengan morbiditas mini-mal. Masing-masing rute mempunyai keuntungan
dankerugian tersendiri (tabel 2 dan 3), dan pemilihan harustergantung pada
penegakkan klinis dari pasien. Meskipun rute pemberian nutrisi secara enteral
selalulebih dipilih dibandingkan parenteral, namun nutrisienteral tidak selalu
tersedia, dan untuk kasus tertentukurang dapat diandalkan atau kurang aman.
Nutrisi pa-renteral mungkin lebih efektif pada kasus-kasus tertentu,asal diberikan
dengan cara yang benar. Dalam perawatanterhadap penderita sakit kritis, nutrisi
enteral selalumenjadi pilihan pertama dan nutrisi parenteral menjadialternatif
berikutnya.

1. Nutrisi Enteral
Pada pemberian nutrisi enteral, pipa nasal lebihdianjurkan daripada oral,
kecuali pada keadaan fraktur basis cranii dimana bisa terjadi resiko penetrasi
keintrakranial. Pipa naso jejunal dapat digunakan jikaterjadi kelainan
pengosongan lambung yang menetapdengan pemberian obat prokinetik atau
pada pankreatitis.Alternatif lain untuk akses nutrisi enteral jangka
panjangadalah dengan gastrostomi dan jejunum perkutaneus.Larutan nutrisi
enteral yang tersedia dipasaran memilikikomposisi yang bervariasi. Nutrisi
polimer mengandung protein utuh (berasal dari whey, daging, isolat kedelaidan
kasein), karbohidrat dalam bentuk oligosakarida atau polisakarida. Formula
demikian memerlukan enzim pan-kreas saat absorbsinya. Nutrisi elemental
dengan sumber nitrogen (asam amino maupun peptida) tidaklah men-
guntungkan bila digunakan secara rutin, namun dapatmembantu bila absorbsi
usus halus terganggu, contohnya pada insufisiensi pankreas atau setelah
kelaparan dalam jangka panjang. Lipid biasanya berasal dari minyak nabati
yang mengandung banyak trigliserida rantai panjang, tapi juga berisi
trigliserida rantai sedang yanglebih mudah diserap. Proporsi kalori dari non
proteinseperti karbohidrat biasanya dua pertiga dari totalkebutuhan kalori.
Serat diberikan untuk menurunkaninsiden diare. Serat dimetabolisme oleh
bakteri menjadiasam lemak rantai pendek, yang digunakan oleh koloniuntuk
pengambilan air dan elektrolit. Elektrolit, vita-min dan trace mineral
ditambahkan sampai volume yangmengandung 2000 kkal. Nutrisi enteral
adalah faktor resiko independen pneumonia nosokomial yang berhubungan
dengan ventilasi mekanik. Cara pemberiansedini mungkin dan benar nutrisi
enteral akanmenurunkan kejadian pneumonia, sebab bila nutrisienteral yang
diberikan secara dini akan membantumemelihara epitel pencernaan, mencegah
translokasikuman, mencegah peningkatan distensi gaster, kolonisasikuman,
dan regurgitasi. Posisi pasien setengah duduk dapat mengurangi resiko
regurgitasi aspirasi. Diare sering terjadi pada pasien di ICU yang mendapat
nutrisienteral, penyebabnya multifaktorial, termasuk terapiantibiotik, infeksi
Clostridium difficile, impaksi feses,dan efek tidak spesifik akibat penyakit
kritis. Komplikasimetabolik paling sering berupa abnormalitas elektrolitdan
hiperglikemia.

Tabel 2. Nutrisi enteral

Keuntungan Kerugian

Fisiologis Membutuhkan waktu


untuk mencapaisokongan
yang utuh

Menyediakan fungsi Tergantung fungsi


Kekebalan saluran cerna

Menyediakan fungsi Kontraindikasi pada


pertahanan usus obstruksi intestinal
Tidak mahal
dibandingkanTPN

Meningkatkan aliran Ketidakstabilan


Splanchnic yang hemodinamik: output
Melindungi tinggi pada fistula
dari cedera iskemik enterokutaneus, diare
atau reperfusi berat

2. Nutrisi Parenteral

Tunjangan nutrisi parenteral diindikasikan bilaasupan enteral tidak dapat


dipenuhi dengan baik.Terdapat kecenderungan untuk tetap memberikan
nutrisienteral walaupun parsial dan tidak adekuat dengansuplemen nutrisi
parenteral. Pemberian nutrisi parenteral pada setiap pasien dilakukan dengan
tujuan untuk dapat beralih ke nutrisi enteral secepat mungkin. Pada pasienICU,
kebutuhan dalam sehari diberikan lewat infus se-cara kontinu dalam 24 jam.
Monitoring terhadap faktor biokimia dan klinis harus dilakukan secara ketat.
Hal yang paling ditakutkan pada pemberian nutrisi parenteral total (TPN/Total
Parenteral Nutrition) melalui venasentral adalah infeksi. Hal-hal yang harus
diperhatikanadalah:

1. Insersi subklavia: infeksi lebih jarang dibanding jugular interna dan


femoral.
2. Keahlian operator dan staf perawat di ICUmempengaruhi tingkat infeksi.
3. Disenfektan kulit klorheksidin 2% dalam alkoholadalah sangat efektif.
4. Teknik yang steril akan mengurangi resiko infeksi.
5. Penutup tempat insersi kateter dengan bahantransparan lebih baik.
6. Kateter sekitar tempat insersi sering-sering diolesidengan salep
antimikroba.
7. Penjadwalan penggantian kateter tidak terbuktimenurunkan sepsis

Tabel 3. Nutrisi parenteral

Keuntungan Kerugian

Tersedia apabila rute Berhubungan dengan


enteral merupaka natropi jaringan limfoid
kontraindikasi sistem digestif

Dapat meningkatkan Morbilitas septik yang


asupan bila oral tidak meningkat
adekuat Memberikan dukungan
penuh kurang dari 24 jam Tumbuhnya bakteri

Sedikit kontraindikasi Translokasi mikroorganisme


padasirkulasi portal

F. KAPAN SEBAIKNYA MEMULAI TERAPI NUTRISI


Pada pasien sakit kritis yang menderita kurang gizi dan tidak menerima
makanan melalui oral, enteralatau parenteral, maka nutrisi harus dimulai
sedinimungkin. Keuntungan pemberian dini, menyebabkanhemodinamik pasien
menjadi stabil, yang telahditunjukkan dengan penurunan permeabilitas
intestinaldan penurunan disfungsi organ multipel. Pada praktek klinis, pemberian
makanan enteral dini dimulai dalam24 hingga 48 jam setelah trauma. Moore dkk.
mengamati adanya penurunan pada komplikasi klinis pasien dengan cedera
abdomen yang menerima makananmelalui NGT dibandingkan grup kontrol yang
menerimaTPN yang dimulai pada hari ke-6 setelah operasi. Penelitiyang lain juga
mengkonfirmasikan hasil yang sama yangmendukung keuntungan pemberian
nutrisi secara dini.Tinjauan literatur baru-baru ini menemukan bahwa TPNyang
diberikan pada penderita kurang gizi pada periode preoperatif akan menurunkan
komplikasi post operasihampir 10%. Namun jika diberikan ketika periode
postoperasi, maka resiko komplikasi post operasi, terutamakomplikasi infeksi
akan meningkat.

G. NUTRISI PADA BERBAGAI KONDISI DAN PENYAKIT

1. Nutrisi Pada Keadaan Trauma

Pasien trauma cenderung mengalami malnutrisi protein akut karena


hipermetabolisme yang persisten,yang mana akan menekan respon imun dan
peningkatanterjadinya kegagalan multi organ (MOF) yang berhubungan
dengan infeksi nosokomial. Pemberiansubstrat tambahan dari luar lebih awal
akan dapatmemenuhi kebutuhan akibat peningkatan kebutuhanmetabolik yang
dapat mencegah atau memperlambatmalnutrisi protein akut dan menjamin
outcome pasien. Nutrisi enteral total (TEN/Total Enteral Nutrition) lebihdipilih
dari pada TPN karena alasan keamanan, murah,fisiologis dan tidak membuat
hiperglisemia. IntoleransiTEN dapat terjadi, yaitu muntah, distensi atau
cramping abdomen, diare, keluarnya makanan dari selang nasogastrik.
Pemberian TPN secara dini tidak diindikasikan kecuali pasien mengalami
malnutisi berat.
2. Nutrisi pada Pasien Sepsis

Pada pasien sepsis, Total Energy Expenditure(TEE) pada minggu pertama


kurang lebih 25 kcal/kg/hari, tetapi pada minggu kedua TEE akan
meningkatsecara signifikan. Kalorimetri indirek merupakan caraterbaik untuk
menghitung kebutuhan kalori, proporsiserta kuantitas zat nutrisi yang
digunakan. Pemberianglukosa sebagai sumber energi utama dapat mencapai 4
5 mg/kg/menit dan memenuhi 50 60% dari kebutuhankalori total atau 60
70% dari kalori non protein.Pemberian glukosa yang berlebihan
dapatmengakibatkan hipertrigliseridemia, hiperglikemia, di-uresis osmotik,
dehidrasi, peningkatan produksi CO2yang dapat memperburuk insufisiensi
pernafasan danketergantungan terhadap ventilator, steatosis hepatis,
dankolestasis. Pemberian lemak sebaiknya memenuhi 25 30% dari kebutuhan
total kalori dan 30 40% dari kalorinon protein. Kelebihan lemak dapat
mengakibatkandisfungsi neutrofil dan limfosit, menghalangi sistemfagositik
mononuklear, merangsang hipoksemia yangdikarenakan oleh gangguan
perfusi-ventilasi dan cederamembran alveolokapiler, merangsang steatosis
hepatik,dan meningkatkan sintesis PGE2. Dalam keadaankatabolik, protein
otot dan viseral dipergunakan sebagaienergi di dalam otot dan untuk
glukoneogenesis hepatik (alanin dan glutamin). Kebutuhan protein
melebihikebutuhan protein normal yaitu 1,2 g/kg/protein/hari.Kuantitas protein
sebaiknya memenuhi 15 20% darikebutuhan kalori total dengan rasio kalori
non protein/nitrogen adalah 80:1 sampai dengan 110:1

3. Nutrisi pada Penyakit Ginjal Akut (Acute Renal Failure)

ARF secara umum tidak berhubungan dengan peningkatan kebutuhan


energi. Meski demikian kondisitraumatik akut yang menetap dapat
meningkatkan REE(misalnya pada sepsis meningkat hingga 30%). Adanya
penurunan toleransi terhadap glukosa dan resistensi in-sulin menyebabkan
uremia akut, asidosis atau peningkatan glukoneogenesis. Pada pasien
ARFmembutuhkan perhatian yang hati-hati terhadap kadar glukosa darah dan
penggunaan insulin dimungkinkandalam larutan glukosa untuk mencapai kadar
euglikemik.Pemberian lipid harus dibatasi hingga 20 25% darienergi total.
Meski demikian lipid sangatlah pentingkarena osmolaritasnya yang rendah,
sebagai sumber energi, produksi CO2 yang rendah dan asam lemak essensial.
Protein atau asamamino diberikan 1,0 1,5g/kg/hari tergantung dari beratnya
penyakit, dan dapatdiberikan lebih tinggi (1,5 2,5 g/kg/hari) pada pasienARF
yang lebih berat dan mendapat terapi menggunakanCVVH, CVVHD,
CVVHDF, yang memiliki klirens ureamingguan yang lebih besar

4. Nutrisi pada Pankreatitis Akut

Nutrisi enteral dapat diberikan, namun ada beberapa bukti bahwa pemberian
nutrisi enteral dapatmeningkatkan keparahan penyakit. Nutrisi parenteral pada
pankreatitis akut berguna sebagai tambahan pada pemeliharaan nutrisi.
Mortalitas dilaporkan menurunseiring dengan peningkatan status nutrisi,
terutama pada pasien-pasien pankreatitis akut derajat sedang dan berat.Pada
pasien dengan penyakit berat pemberian nutrisiisokalorik maupun hiperkalorik
dapat mencegahkatabolisme protein. Oleh karena itu, pemberian
energihipokalorik sebesar 15 20 kkal/kg/hari lebih sesuai pada keadaan
katabolik awal pada pasien-pasien non bedah dengan MOF. Pemberian protein
sebesar 1,2 1,5 g/kg/hari optimal untuk sebagian besar pasien pankreatitis
akut. Pemberian nutrisi peroral dapat mulaidiberikan apabila nyeri sudah
teratasi dan enzim pan-kreas telah kembali normal. Pasien awalnya
diberikandiet karbohidrat dan protein dalam jumlah kecil,kemudian kalorinya
ditingkatkan perlahan dan diberikanlemak dengan hati-hati setelah 3 6 hari.

5 Nutrisi pada Penyakit Hati

Pada penyakit hati terjadi peningkatan lipolisis,sehingga lipid harus


diberikan dengan hati-hati untuk mencegah hipertrigliseridemia, yaitu tidak
lebih dari 1g/kg perhari. Pembatasan protein diperlukan padaensefalopati
hepatik kronis, mulai dari 0,5 g/kg perhari,dosis ini dapat ditingkatkan dengan
hati-hati menuju kearah pemberian normal. Ensefalopati hepatik menyebabkan
hilangnya Branched Chain Amino Acids(BCAAs) mengakibatkan peningkatan
pengambilan asamamino aromatik serebral, yang dapat menghambat neuro-
transmiter. Pada pasien dengan intoleransi protein, pemberian nutrisi yang
diperkaya dengan BCAAs dapatmeningkatkan pemberian protein tanpa
memperburuk ensefalopati yang sudah ada. Kegagalan fungsi hatifulminan
dapat menurunkan glukoneogenesis sehinggaterjadi hipoglikemia yang
memerlukan pemberian infusglukosa. Lipid dapat diberikan, karena masih
dapatditoleransi dengan baik
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus
dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
a. Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang
Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah:
terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan
sputum yang hitam.
b. Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada untuk bernapas,
segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain yang
dapat menghambat pernapasan, misalnya pneumothorax, hematothorax, dan
fraktur costae.
c. Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema, pada
luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma
yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar, dapat diberikan dengan
Formula Baxter.
Formula Baxter
a) Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar
b) Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16 jam
berikutnya.
2. Pengkajian sekunder
1. Identitas pasien
Resiko luka bakar setiap umur berbeda: anak dibawah 2 tahun dan diatas
60 tahun mempunyai angka kematian lebih tinggi, pada umur 2 tahun lebih
rentan terkena infeksi. (Doengoes, 2000)
2. Riwayat kesehatan sekarang
a) Sumber kecelakaan
b) Sumber panas atau penyebab yang berbahaya
c) Gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi
d) Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan
e) Keadaan fisik disekitar luka bakar
f) Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit
g) Beberapa keadaan lain yang memeperberat luka bakar
3. Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk menentukan apakah pasien ,mempunyai penyakit yang
merubah kemampuan utuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya
pertahanan terhadap infeksi (seperti DM, gagal jantung, sirosis hepatis,
gangguan pernafasan). (Doengoes, 2000)

B. DIAGNOSA
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for Planning and
Documenting Patient Care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan
sebagai berikut:
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial;
oedema mukosa; kompresi jalan nafas
2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema
3. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute
abnormal.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat;
kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatic
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan metabolik

C. INTERVENSI
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial;
oedema mukosa; kompresi jalan nafas.
Tujuan : Oksigenasi jaringan adekuat
Kriteria Hasil:
- Tidak ada tanda-tanda sianosis

- Frekuensi nafas 12 - 24 x/mnt


- SP O2 > 95

Intervensi :

1. Kaji tanda-tanda distress nafas, bunyi, frekuensi, irama, kedalaman


nafas

2. Monitor tanda-tanda hypoxia(agitsi,takhipnea, stupor,sianosis)

3. Monitor hasil laboratorium, AGD, kadar oksihemoglobin, hasil oximetri


nadi

4. Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah


kepala, sesuai indikasi

5. Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering

6. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemasangan endotracheal tube atau


tracheostomi tube bila diperlukan

7. Kolabolarasi dengan tim medis untuk pemasangan ventilator bila


diperlukan

8. Kolaborasi dengan tim medis untuik pemberian inhalasi terapi bila


diperlukan

2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema


Tujuan: Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria Hasil: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi
wajah dan postur tubuh rileks.
Intervensi :
1. Kaji respon pasien terhadap rasa sakit
2. Kaji kualitas, lokasi dan penyebaran dari rasa sakit
3. Berikan posisi yang nyaman
4. Ajarkan teknik relaksasi
5. Kolaborasi pemberian anlgesik narkotik sedikitnya 30 menit sebelum
prosedur perawatan luka
6. Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan.
Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien
tak dapat membantu membalikkan badan sendiri.

3. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui


rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik,
ketidakcukupan pemasukan.
Tujuan: Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik
Kriteria Hasil: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit
serum dalam batas normal, haluaran urine 1-2 cc/kg BB/jam
Intervensi :
1. Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer
2. Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine
dan hemates sesuaiindikasi
3. Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak
4. Timbang berat badan setiap hari
5. Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi
6. Selidiki perubahan mental
7. Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.
8. Lakukan program kolaborasi meliputi :
a) Pasang / pertahankan kateter urine
b) Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV
c) Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit,
plasma, albumin
9. Awasi hasil pemeriksaan laboratorium (Hb, elektrolit, natrium)
10. Berikan obat sesuai idikasi
11. Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam
selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
12. Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam
selama periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak


adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder
tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
Tujuan: Pasien bebas dari infeksi
Kriteria Hasil: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik
Intervensi :
1. Pantau :
a. Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di
atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.
b. Suhu setiap 4 jam.
c. Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
2. Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jaringan nekrotik
(debridemen)
3. Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan
sarung tangan steril dan berikan krim antibiotika topikal yang diresepkan pada
area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka
4. Batasi pengunjung yang menyebabkan infeksi silang
5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik sistemik dan topical
6. Kolaborasi pemberian diet, berikan protein tinggi, diet tinggi kalori.
Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara
makan bila masukan makanan kurang dari 50%.

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan metabolik


Tujuan : Intake nutrisi adekuat dengan mempertahankan 85-90% BB
Kriteria Hasil :
- Intake kalori 1600 -2000 kkal
- Intake protein +- 40 gr /hari
- Makanan yang disajikan habis dimakan

Intervensi :
1. Kaji sejauh mana kurangnya nutrisi
2. Lakukan penimbangan berat badan klien setiap hari (bila mungkin)
3. Pertahankan keseimbangan intake dan output
4. Jelaskan kepada klien tentang pentingnya nutrisi sebagai penghasil
kalori yang sangat dibutuhkan tubuh dalam kondisi luka bakar
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian nutrisi parenteral
6. Kolaborsi dengan tim ahli gizi untuk pemberian nutrisi yang adekuat
BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan dari uraian diatas maka dapat kita simpulkan bahwa pada
pasien luka bakar cenderung lebih kurangnya nutrisi yang diakibat oleh luka
bakar, seperti :

1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial;


oedema mukosa; kompresi jalan nafas
2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema
3. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute
abnormal.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat;
kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatic
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan metabolik

DAFTAR PUSTAKA

AKADEMIA.EDU.NUTRISI_pada_penderita_sakit_kritis.pdf.www.akademia.
edu

ELSAHERLINDANRS. /2015/11/asuhan-keperawatan-gawat-darurat-
luka.html.www.elsaherlindanrs..co.id

HESA-ANDESSA./2010/03/askep-luka-bakar-combustio.html.www.hesa-
andessa.co.id

Anda mungkin juga menyukai