Disusun oleh :
Lucy Febriana Surya 715.6.2.0572
Siwin Siwulandari 715.6.2.0581
Khairunnisa 715.6.2 0582
Ach. Sholihin 715.6.2.0589
Penulis
i
DAFTAR ISI
Hal
Kata Pengantar........................................................................... i
Daftar isi..................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 2.1 Definisi GempaBumi.................................................... 3
2.2 2.2 Penyebab Terjadinya Gempa Bumi.............................. 4
2.3 Proses Terjadinya Gempa…………………………… 5
2.1 2.4 Aktivitas Gempa Bumi Di Indonesia........................ 7
2.5 Dampak Terjadinya Gempa Bumi………………. 8
2.2 2.6 Karakteristik Gempa Bumi……………………. 11
2.7 Pemeriksaan Penunjang................................................. 12
2.8 Penatalaksanaan............................................................. 13
2.9 Komplikasi..................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................. 59
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
manajemen pemberian nutrisi dan pengaruh pemberian nutrisi yang adekuat
terhadap outcome penderita kritis yang dirawat di ICU.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
gastrointestinal, penurunan kapasitas fungsional dan diagnosis yang dihubungkan
dengan asupan yang buruk. Penilaian jaringan lemak subkutan dan
penyimpanannya dalam otot skelet juga merupakan bagian dari SGA , dan
bersama dengan evaluasi edema dan ascites, membantu untuk menegakkan
kemungkinan malnutrisi sebelumnya. Level stres pada pasien sakit kritis juga
harus dinilai karena bisa memperburuk status nutrisi penderita secara keseluruhan.
4
REE adalah pengukuran jumlah energi yang dikeluarkan untuk mempertahankan
kehidupan pada kondisi istirahat dan 12 - 18 jam setelah makan. REE sering juga
disebut BMR (Basal Metabolic Rate), BER (Basal Energy Req uirement), atau
BEE (Basal Energy Expenditure). Perkiraan REE yang akurat dapat membantu
mengurangi komplikasi akibat kelebihan pemberian nutrisi (overfeeding) seperti
infiltrasi lemak ke hati dan pulmonary compromise. Banyak metode yang tersedia
untuk memperkirakan REE, salah satunya adalah kalorimetri yang dapat
dipertimbangkan sebagai gold standard dan direkomendasi sebagai metode
pengukuran REE pada pasien-pasien sakit kritis.
5
Pemberian protein yang adekuat adalah penting untuk membantu proses
penyembuhan luka, sintesis protein, sel kekebalan aktif, dan paracrine messenger.
Disamping itu, serum glukosa dijaga antara 100 – 200 mg/dL. Hiperglisemia tak
terkontrol dapat menyebabkan koma hiperosmolar non ketotik dan resiko
terjadinya sepsis, yang mempunyai angka mortalitas sebesar 40%. Hipofosfatemia
merupakan satu dari kebanyakan komplikasi metabolik yang serius akibat
Refeeding Syndrome. Hipofosfatemia yang berat dihubungkan dengan komplikasi
yang mengancam nyawa, termasuk insufisiensi respirasi, abnormalitas jantung,
disfungsi SSP, disfungsi eritrosit, disfungsi leukosit dan kesulitan untuk
menghentikan penggunaan respirator.
6
dan lemak. Meskipun turnover glukosa meningkat pada kondisi stres,
metabolisme oksidatif tidak meningkat dalam proporsi yang sama. Oleh
karena itu kecepatan pemberian glukosa pada pasien dewasa maksimal 5
mg/kgbb/menit.
2.4.2 Lemak
Komponen lemak dapat diberikan dalam bentuk nutrisi enteral
ataupun parenteral sebagai emulsi lemak. Pemberian lemak dapat
mencapai 30% – 50% dari total kebutuhan. Satu gram lemak
menghasilkan 9 kalori. Lemak memiliki fungsi antara lain sebagai sumber
energi, membantu absorbsi vitamin yang larut dalam lemak, menyediakan
asam lemak esensial, membantu dan melindungi organ-organ internal,
membantu regulasi suhu tubuh dan melumasi jaringan-jaringan tubuh.
Pemberian kalori dalam bentuk lemak akan memberikan keseimbangan
energi dan menurunkan insiden dan beratnya efek samping akibat
pemberian glukosa dalam jumlah besar. Penting juga bagi kita untuk
memperkirakan komposisi pemberian lemak yang berhubungan dengan
proporsi dari asam lemak jenuh (SFA), asam lemak tidak jenuh tunggal
(MUFA), asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) dan rasio antara asam
lemak esensial omega 6 dan omega 3 dan komponen antioksidan. Selama
hari-hari pertama pemberian emulsi lemak khususnya pada pasien yang
mengalami stres, dianjurkan pemberian infus selambat mungkin, yaitu
untuk pemberian emulsi Long Chain Triglyseride (LCT) kurang dari 0,1
gram/kgbb/jam dan emulsi campuran Medium Chain Triglyseride
(MCT)/Long Chain Triglyseride (LCT) kecepatan pemberiannya kurang
dari 0,15 gram/kgbb/jam. Kadar trigliserida plasma sebaiknya dimonitor
dan kecepatan infus selalu disesuaikan dengan hasil pengukuran.
2.4.3 Protein (Asam-Asam Amino)
Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk protein adalah
0,8 g/kgbb/hari atau kurang lebih 10% dari total kebutuhan kalori. Para
ahli merekomendasikan pemberian 150 kkal untuk setiap gram nitrogen
(6,25 gram protein setara dengan 1 gram nitrogen). Kebutuhan ini
didasarkan pada kebutuhan minimal yang dibutuhkan untuk
7
mempertahankan keseimbangan nitrogen. Dalam sehari kebutuhan
nitrogen untuk kebanyakan populasi pasien di ICU direkomendasikan
sebesar 0,15 – 0,2 gram/ kgbb/hari. Ini sebanding dengan 1 – 1,25 gram
protein/ kgbb/hari. Beratnya gradasi hiperkatabolik yang dialami pasien
seperti luka bakar luas, dapat diberikan nitrogen sampai dengan 0,3
gram/kgbb/hari. Kepustakaan lain menyebutkan rata-rata kebutuhan
protein pada dewasa muda sebesar 0,75 gram protein/kgbb/hari. Namun
selama sakit kritis kebutuhan protein meningkat menjadi 1,2 – 1,5
gram/kgbb/hari. Pada beberapa penyakit tertentu, asupan protein harus
dikontrol, misalnya kegagalan hati akut dan pasien uremia, asupan protein
dibatasi sebesar 0,5 gram/kgbb/hari. Kebutuhan protein pada pasien sakit
kritis bisa mencapai 1,5 – 2 gram protein/kgbb/hari, seperti pada keadaan
kehilangan protein dari fistula pencernaan, luka bakar, dan inflamasi yang
tidak terkontrol. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Elwyn yang hanya
menggunakan dekstrosa 5% nutrisi, menunjukkan bahwa perbedaan
kecepatan kehilangan nitrogen berhubungan dengan tingkat keparahan
penyakit. Disamping itu, keseimbangan nitrogen negatif lebih tinggi 8 kali
pada pasien dengan luka bakar, dan 3 kali lipat pada sepsis berat apabila
dibandingkan dengan individu normal. Data ini dengan jelas
mengindikasikan pertimbangan kondisi penyakit ketika mencoba untuk
mengembalikan keseimbangan nitrogen.
2.4.4 Mikronutrien
Pasien sakit kritis membutuhkan vitamin-vitamin A, E, K, B1
(tiamin), B3 (niasin), B6 (piridoksin), vitamin C, asam pantotenat dan
asam folat yang lebih banyak dibandingkan kebutuhan normal sehari-
harinya. Khusus tiamin, asam folat dan vitamin K mudah terjadi defisiensi
pada TPN. Dialisis ginjal bisa menyebabkan kehilangan vitamin-vitamin
yang larut dalam air. Selain defisiensi besi yang sering terjadi pada pasien
sakit kritis dapat juga terjadi defisiensi selenium, z inc, mangan dan
copper.
8
2.4.5 Nutrisi Tambahan
Nutrisi tambahan adalah beberapa komponen sebagai tambahan
pada larutan nutrisi untuk memodulasi respon metabolik dan sistim imun,
walaupun signifikansinya belum bisa disimpulkan. Komponen tersebut
termasuk growth hormone, glutamine,branched chain amino acids (asam
amino rantai panjang), novel lipids, omega-3 fatty acids, arginine,
nucleotides. Namun perlu di waspadai khususnya L-arginine yang sering
disebut sebagai immune-enhancing diets, dapat memperburuk sepsis,
karena L-arginine akan meningkatkan NO yang dapat meningkatkan reaksi
inflamasi, vasodilatasi, gangguan motilitas usus dan gangguan integritas
mukosa, serta gangguan respirasi. Heyland DK dkk. menyimpulkan bahwa
imunonutrisi dapat menurunkan komplikasi infeksi, tapi tidak
berhubungan dengan mortalitas secara umum.
9
2.5.1 Nutrisi Enteral
Pada pemberian nutrisi enteral, pipa nasal lebih dianjurkan
daripada oral, kecuali pada keadaan fraktur basis cranii dimana bisa terjadi
resiko penetrasi ke intrakranial. Pipa naso jejunal dapat digunakan jika
terjadi kelainan pengosongan lambung yang menetap dengan pemberian
obat prokinetik atau pada pankreatitis. Alternatif lain untuk akses nutrisi
enteral jangka panjang adalah dengan gastrostomi dan jejunum
perkutaneus. Larutan nutrisi enteral yang tersedia dipasaran memiliki
komposisi yang bervariasi. Nutrisi polimer mengandung protein utuh
(berasal dari whey, daging, isolat kedelai dan kasein), karbohidrat dalam
bentuk oligosakarida atau polisakarida. Formula demikian memerlukan
enzim pankreas saat absorbsinya. Nutrisi elemental dengan sumber
nitrogen (asam amino maupun peptida) tidaklah menguntungkan bila
digunakan secara rutin, namun dapat membantu bila absorbsi usus halus
terganggu, contohnya pada insufisiensi pankreas atau setelah kelaparan
dalam jangka panjang. Lipid biasanya berasal dari minyak nabati yang
mengandung banyak trigliserida rantai panjang, tapi juga berisi trigliserida
rantai sedang yang lebih mudah diserap. Proporsi kalori dari non protein
seperti karbohidrat biasanya dua pertiga dari total kebutuhan kalori. Serat
diberikan untuk menurunkan insiden diare. Serat dimetabolisme oleh
bakteri menjadi asam lemak rantai pendek, yang digunakan oleh koloni
untuk pengambilan air dan elektrolit. Elektrolit, vitamin dan trace mineral
ditambahkan sampai volume yang mengandung 2000 kkal. Nutrisi enteral
adalah faktor resiko independen pneumonia nosokomial yang
berhubungan dengan ventilasi mekanik. Cara pemberian sedini mungkin
dan benar nutrisi enteral akan menurunkan kejadian pneumonia, sebab bila
nutrisi enteral yang diberikan secara dini akan membantu memelihara
epitel pencernaan, mencegah translokasi kuman, mencegah peningkatan
distensi gaster, kolonisasi kuman, dan regurgitasi. Posisi pasien setengah
duduk dapat mengurangi resiko regurgitasi aspirasi. Diare sering terjadi
pada pasien di ICU yang mendapat nutrisi enteral, penyebabnya
multifaktorial, termasuk terapi antibiotik, infeksi Clostridium difficile,
10
impaksi feses, dan efek tidak spesifik akibat penyakit kritis. Komplikasi
metabolik paling sering berupa abnormalitas elektrolit dan hiperglikemia.
11
2. Keahlian operator dan staf perawat di ICU mempengaruhi tingkat
infeksi.
3. Disenfektan kulit klorheksidin 2% dalam alkohol adalah sangat efektif.
4. Teknik yang steril akan mengurangi resiko infeksi.
5. Penutup tempat insersi kateter dengan bahan transparan lebih baik.
6. Kateter sekitar tempat insersi sering-sering diolesi dengan salep
antimikroba.
7. Penjadwalan penggantian kateter tidak terbukti menurunkan sepsis.
12
pemberian nutrisi secara dini. Tinjauan literatur baru-baru ini menemukan bahwa
TPN yang diberikan pada penderita kurang gizi pada periode preoperatif akan
menurunkan komplikasi post operasi hampir 10%. Namun jika diberikan ketika
periode post operasi, maka resiko komplikasi post operasi, terutama komplikasi
infeksi akan meningkat.
13
sebaiknya memenuhi 25 – 30% dari kebutuhan total kalori dan 30 – 40%
dari kalori non protein. Kelebihan lemak dapat mengakibatkan disfungsi
neutrofil dan limfosit, menghalangi sistem fagositik mononuklear,
merangsang hipoksemia yang dikarenakan oleh gangguan perfusi-ventilasi
dan cedera membran alveolokapiler, merangsang steatosis hepatik, dan
meningkatkan sintesis PGE2. Dalam keadaan katabolik, protein otot dan
viseral dipergunakan sebagai energi di dalam otot dan untuk
glukoneogenesis hepatik (alanin dan glutamin). Kebutuhan protein
melebihi kebutuhan protein normal yaitu 1,2 g/kg/protein/hari. Kuantitas
protein sebaiknya memenuhi 15 – 20% dari kebutuhan kalori total dengan
rasio kalori non protein/ nitrogen adalah 80:1 sampai dengan 110:1.
2.7.3 Nutrisi pada Penyakit Ginjal Akut (Acute Renal Failure)
ARF secara umum tidak berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan energi. Meski demikian kondisi traumatik akut yang menetap
dapat meningkatkan REE (misalnya pada sepsis meningkat hingga 30%).
Adanya penurunan toleransi terhadap glukosa dan resistensi insulin
menyebabkan uremia akut, asidosis atau peningkatan glukoneogenesis.
Pada pasien ARF membutuhkan perhatian yang hati-hati terhadap kadar
glukosa darah dan penggunaan insulin dimungkinkan dalam larutan
glukosa untuk mencapai kadar euglikemik. Pemberian lipid harus dibatasi
hingga 20 – 25% dari energi total. Meski demikian lipid sangatlah penting
karena osmolaritasnya yang rendah, sebagai sumber energi, produksi CO2
yang rendah dan asam lemak essensial. Protein atau asamamino diberikan
1,0 – 1,5 g/kg/hari tergantung dari beratnya penyakit, dan dapat diberikan
lebih tinggi (1,5 – 2,5 g/kg/hari) pada pasien ARF yang lebih berat dan
mendapat terapi menggunakan CVVH, CVVHD, CVVHDF, yang
memiliki klirens urea mingguan yang lebih besar.
2.7.4 Nutrisi pada Pankreatitis Akut
Nutrisi enteral dapat diberikan, namun ada beberapa bukti bahwa
pemberian nutrisi enteral dapat meningkatkan keparahan penyakit. Nutrisi
parenteral pada pankreatitis akut berguna sebagai tambahan pada
pemeliharaan nutrisi. Mortalitas dilaporkan menurun seiring dengan
14
peningkatan status nutrisi, terutama pada pasien-pasien pankreatitis akut
derajat sedang dan berat. Pada pasien dengan penyakit berat pemberian
nutrisi isokalorik maupun hiperkalorik dapat mencegah katabolisme
protein. Oleh karena itu, pemberian energi hipokalorik sebesar 15 – 20
kkal/kg/hari lebih sesuai pada keadaan katabolik awal pada pasien-pasien
non bedah dengan MOF. Pemberian protein sebesar 1,2 – 1,5 g/kg/hari
optimal untuk sebagian besar pasien pankreatitis akut. Pemberian nutrisi
peroral dapat mulai diberikan apabila nyeri sudah teratasi dan enzim
pankreas telah kembali normal. Pasien awalnya diberikan diet karbohidrat
dan protein dalam jumlah kecil, kemudian kalorinya ditingkatkan perlahan
dan diberikan lemak dengan hati-hati setelah 3 – 6 hari.
2.7.5 Nutrisi pada Penyakit Hati
Pada penyakit hati terjadi peningkatan lipolisis, sehingga lipid
harus diberikan dengan hati-hati untuk mencegah hipertrigliseridemia,
yaitu tidak lebih dari 1 g/kg perhari. Pembatasan protein diperlukan pada
ensefalopati hepatik kronis, mulai dari 0,5 g/kg perhari, dosis ini dapat
ditingkatkan dengan hati-hati menuju ke arah pemberian normal.
Ensefalopati hepatik menyebabkan hilangnya Branched Chain Amino
Acids (BCAAs) mengakibatkan peningkatan pengambilan asam amino
aromatik serebral, yang dapat menghambat neurotransmiter. Pada pasien
dengan intoleransi protein, pemberian nutrisi yang diperkaya dengan
BCAAs dapat meningkatkan pemberian protein tanpa memperburuk
ensefalopati yang sudah ada. Kegagalan fungsi hati fulminan dapat
menurunkan glukoneogenesis sehingga terjadi hipoglikemia yang
memerlukan pemberian infus glukosa. Lipid dapat diberikan, karena masih
dapat ditoleransi dengan baik.
15
BAB III
ASKEP KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN
16
nyeri didaerah abdomen dengan skala 3, nyeri sperti ditusuk tusuk, nyeri
bertambah saat klien terlentang. Nyeri hilang timbul. Didapatkan pula TD =
110/80 mmHg, 85 x/menit, S = 36,5 oC, RR = 21 x/Menit, BB = 43 Kg
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan punya riwayat penyakit liver dan sebelumnya juga pernah
dirawat dirumah sakit sekitar satu tahun yang lalu karena penyakit thypoid
(tipes), klien belum pernah dioperasi sebelumnya dan tidak mempunyai riwayat
alergi makanan ataupun minuman dan obat-obatan
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
seperti dirinya dan tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menurun
seperti hipertensi dan jantung serta tidak ada keluarga yang mempunyai
riwayat penyakit menular seperti TBC dan hipertensi.
7. Pola fungsional Virginia Henderson
a. Pola Oksigenasi
Sebelum masuk RS = klien mengatakan tidak pernah merasa sesak dan
dapat bernafas dengan normal.
Saat dikaji = klien mengatakan tidak merasa sesak dan klien dapat bernafas
dengan normal tanpa alat bantu.
b. Pola Nutrisi
Sebelum masuk RS = klien mengatakan dapat makan secara mandiri
sebanyak 3 kali sehari dan satu porsi habis dengan nasi, lauk dan sayur,
minum jika klien haus
Saat dikaji = klien mengatakan dengan makan bubur halus dan hanya habis
setengah porsi dengan dibantu keluarga. Klien masih sering mual-mual serta
klien minum jika haus saja, terjadi penurunan BB 3 kg.
c. Pola Eliminasi
Sebelum masuk RS = Klien mangetakan sebelumnya dapat beremilinasi
dengan baik dan mandiri dengan prekuensi BAB 2x2 sehari dan BAK 5-7
kali sehari
17
d. pola istirahat tidur
sebelum masuk RS = klien mengatakan sebelumnya dapat istirahat dengan
baik yaitu sekitar 7 jam
saat dikaji = klien mengatakan semalaman tidak bias tidur karena suasana
berisik sehingga menyebabkan tidak nyaman.
e. pola aktivitas
sebelum masuk RS = klien mengatakan dapat melakukan aktivitas sehari –
hari tanpa kesulitan, sebelumnya klien bekerja sebagai IRT.
Saat dikaji = klien mengatakan masih mampu berjalan ke lamar mandi
walau dengan bantuan, segala kebutuhan klien dibantu keluarga.
f. pola personal Hygine
Sebelum masuk RS = klien mengatakan sebelumnya mandi 2 x sehari dan
sikat gigi 2 x sehari dan melakukan secara mandiri
Saat dikaji = klien mengatakan hanya diseka satu kali sehari dan tidak
pernah sikat gigi.
g. pola berpakaian
Sebelum masuk RS = klien mengatakan dapat memilih dan berpakaian
secara mandiri.
Saat dikaji = klien mengatakan dalam berpakaian dibantu keluarga atau
perawatnya.
h. pola menjaga suhu tubuh
Sebelum masuk RS = klien mengatakan tidak memiliki gangguan dalam
menjaga suhu tubuhnya mampu melakukan secara mandiri
Saat dikaji = klien mengatakan diruangan terasa panas sehingga klien
menggunakan pakaian yang tipis.
i. Pola komunikasi
Sebelum masuk RS = klien mengatakan dapat berkomunikasi dengan baik
kepada keluarga dan masyarakat disekitarnya
Saat dikaji = klien mengatakan dirumah sakit dapat berkomunikasi dengan
baik kepada keluarga, perawat, dan teman sekamarnya.
18
j. Pola spiritual
Sebelum masuk RS = klien mengatakan aktif dalam beribadah dan
menjalankan sholat 5 waktu
Saat dikaji = klien mengatakan tidak dapat menjalankan sholat karena
merasalemas dan pusing.
k. Pola rekreasi
Sebelum masuk RS = klien mengatakan jika bosan klien akan main
ketempat tetangga atau menonton TV
Saat dikaji = klien mengatakan jika bosan akan mengajak pasien sebelahnya
ngobrol.
l. Pola aktivitas
Sebelum masuk RS = klien mengatakan bahwa klien mampu melakukan
aktivitas dengan mudah
Saat dikaji = klien mengatakan mampu bekerja dan hanya tiduran saja di
tempat tidur
m. Pola belajar
Sebelum masuk RS = klien mengatakan mendapatkan informasi tentang
kesehatan dan puskesmas dan televise
Saat dikaji = klien mengatakan mendapat informasi dari perawat dan dokter
diruangan, tetapi saat ditanya klien bisa menjawab.
n. Pola rasa aman dan nyaman
Sebelum masuk RS = klien mengatakan merasa aman dan nyaman saat
berkumpul dengan keluarga dan tidak merasa sakit
Saat dikaji = klien mengeluh nyeri perut dan merasa tidak nyaman dan aman
karena tidak bias berkumpul dengan keluarganya, nyeri berskala 3 diperut
bagian kanan atas seperti ditusuk-tusuk nyeri bertambah saat klien
terlentang dan nyeri hilang timbul
19
8. Genogram
Keterangan :
: Laki-Laki
: perempuan
: meninggal
: meninggal
: menikah
: serumah
: pasien
9. pemeriksaan fisik
keadaan umum : baik
kesadaran : kompos mentis
TTV : TD : 110/80 mmHg
N : 84 x/m
RR : 21 x/m
S : 36,5 C
Kepala : bentuk mesocepai, kulit kepala sedikit kotor, rambut bau tak sedap
20
Mata : bentuk simetris, konjungtiva anemis, sclera ikterik,pupil isokor
3/3,+/+.
Hidung : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada pernafasan cuping hidung,
klien tidak menggunakan alat bantu pernafasan.
Mulut : mukosa kering, rongga mulut kotor, tidak ada sariawan/ lesi.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Dada : paru – paru =
- I : bentuk simestris, tidak ada luka atau benjolan, tidak ada
retraksi dinding dada
- Pal : Vokal vremitus simetris
- Per : bunyi sonor
- A : suara paru vesikuler
Jantung :
- I : bentuk normal, iktus cordis tidak terlihat,
- Pal : tidak ada pembesaran jantung
- Per : bunyi pekak
- A : suara jantung s1 & s2 reguler
Abdomen :
- I : pengembangan simetris, tidak ada pembesaran hati, tidak ada
asites, tidak ada luka / lesi
- Pal : terdapat nyeri tekan di region 4, turgor kulit jelek
- Per : bunyi pekak
- A : bising usus normal 11 x/m
Ekstremitas atas : tangan kiri terpasang infus, kekuatan otot 4/4 tidak ada
edema. Akral hangat
Ekstremitas Bawah : kekuatan otot 4/4, tidak ada edema, akral hangan
10. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan USG
Gambaran klinis hepatis : tidak tampakkelainan pada organ,VK, Lien,
pancreas, kedua renal,vesika urinaria
b. Pemeriksaan laboratorium tanggal 25 mei 2016
Pemeriksaan Hasil Normal
Leukosit 28,65 4,80 – 10,80 104 3/UL
21
Eritrosit 2,40 4,20 - 5,40 104 6/UL
Hemoglobin 7,0 12,0 – 16,0 g/dL
Hematokrit 20 37 – 43 %
Trombosit 668 150-450 104 3/UL
Albumin 2,9 3,50 – 5,00 mg/dL
SGOT 126,0 0,0 – 40,0 u/L
SGPT 153,0 0,0 – 41,0 u/L
c. Pemeriksaan laboratorium tanggal 27 mei 2016
Pemeriksaan Hasil Normal
Leukosit 14,65 4,80 – 10,80 104 3/UL
Eritrosit 2,64 4,20 - 5,40 104 6/UL
Hemoglobin 7,7 12,0 – 16,0 g/dL
Hematokrit 22 37 – 43 %
Trombosit 358 150-450 104 3/UL
d. Pemeriksaan laboratorium tanggal 29 mei 2016
Pemeriksaan Hasil Normal
Leukosit 9,25 4,80 – 10,80 104 3/UL
Eritrosit 2,55 4,20 - 5,40 104 6/UL
Hemoglobin 7,4 12,0 – 16,0 g/dL
Hematokrit 22 37 – 43 %
Trombosit 276 150-450 104 3/UL
22
3.2 Analisa Data
No Waktu Data Fokus Etiologi Problem
1 Senin / 30- DS : Mual dan Ketidakseimbangan
05-2016 - Klien Mengatakan muntah nutrisi kurang dari
merasa mual kebutuhan tubuh
- Klien mengatakan
ingin muntah saat
makan
- klien merasakan
lemas dan pusing
- Klien mengatakan
males makan dan
hanya
menghabiskan
setangah porsi
makanannya
- Klien mengatakan
dirinya semakin
kurus
DO :
- Klien merasa
lemas
- Klien hanya
tiduran ditempat
tidur
- Klien hanya
makan setangah
porsi dari
makanannya
- Klien sudah 3 hari
mengalami milena
- Klien tidak
menghabiskan
makanannya
- BB klien turun
menjadi 43 Kg
dalam seminggu
23
- Klien mengatakan
perutnya terasa
penuh
DO :
- Klien tampak
jarang pergi ke
toilet
- Klien tampak tidak
nyaman karena
perutnya terasa
penuh
- Klien jarang
minum air putih
dan hanya
menghabiskan
setengah porsi
makanannya
DO :
- Klien tampak
kebingungan saat
ditanya tentang
penyakitnya
- Klien tidak bias
menjawab
pertanyaan dari
perawatnya
24
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan muntah
2. Konstipasi b/d Asuhan serat tidak tercukupi
3. Defisiensi pengetahuan b/d kurangnya informasi
25
3 Senin/ Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Mengkaji tingkat
30-05- selama 3 x 24 jam, diharapakan masalah pendidikan dan
2016 keperawatan difisiensi pengeahuan dapat pengetahuan klien dan
teratasi dengan kriteria hasil : keluarga
No KH IR ER b. Memberikan
1 Klien dan keluarga 2 5 informasi yang hanya
paham tentang relevan dengan situasi
penyakitnya c. Memberikan
2 Klien dan keluarga 2 5 pendidikan kesehatan
mampu menerapkan pada klien dan
apa yang diajarkan keluarga sesuai
perawat kebutuhan keluarga
3 Klien dan keluarga 2 5 dengan menggunakan
dapat menjelaskan cara yang tepat
kembali materi yang d. Mengevaluasi
disampaikan pengetahuan klien dan
keluarga atas
informasi yang
dijelaskan oleh
perawat
3.5 Implementasi
Waktu No Dx Implementasi Evaluasi Formatif
30-05- 1. a. menentukan program S : klien mengatakan
2016 diet dan pola makan klien hanya bias makan bubur
10.00 dan bandingkan dengan halus
makanan yang dapat O : klien hanya
dihabiskan menghabiskan setengah
porsi
10.00 2. b. melibatkan keluarga S : keluarga klien
klien pada perencanaan mengatakan klien tidak
makan sesuai indikasi bias makan makanan lain
selain bubur
O:-
09.00 2. a. Menentukan pola S : klien mengatakan
defekasi bagi klien hanya bisa BAB 3 hari
untuk menjalankan sekali dan sedikit
O:-
10.00 2. c. menimbang BB S:-
O : BB 40 kg
08.00 2. a. memberikan cairan S : klien mengatakan
sebanyak 1-26 unit hanya minum jika klien
untuk menambah haus
cairan jika tidak kontra O : klien minum hanya
indikasi sekitar 2 – 3 gelas / hari
10.00 3 a. Mengkaji tingkat S : klien mengatakan
pengetahuan klien tidak tahu dirinya sakit
dan keluarga apa dan seperti apa
26
dirinya
O : klien tampak
bingung saat ditanya
08.00 b. Menyediakan S : klien mengatakan
informasi pada bahwa dirinya ingin
klien tentang cepat pulang
kondisinya O : klien tidak banyak
bertanya
Selasa 1. a. memberikan S:-
31 – 05 obat vitamin untuk O : BB 43 kg
– 2016 menambah nafsu
16.00 makan
17.00 2. a. memberikan S : klien mengatakan
cangkupan nutrisi sudah bisa
yang berserat mengkonsumsi buah
sesuai dengan papaya untuk
indikasi melancarkan BAB
O : klien belum bisa
defekasi secara rutin dan
teratur
16.00 2. b. memberikan S:-
cairan parenteral O : cairan RL masuk IV
untuk menambah litne
jumlah cairan
15.00 3. a. menjelaskan S : klien mengatakan
secara singkat paham dengan apa yang
tentang dijelaskan oleh perawat
penyakitnya yang O : klien sedikit tahu
diderita
15.00 3. b. menyediakan S : keluarga klien
bagi keluarga mengatakan kondisi
informasi tentang klien sudah mulai
kemajuan klien membaik
dengan cara yang O : klien dan keluarga
tepat sering menanyakan
kondisi klien
Rabu 3. a. melakukan S : klien mengatakan
01-06- pendidikan kesehatan menjadi tahu tentang
2016 penyakitnya
10.00 O : klien dapat
menjawab pertanyaan
dari perawat
b.menyiapkan S : klien mengatakan
pasien untuk sudah akan pulang dan
pulang merasa senang
O:
- infus sudah
dilepas
27
- gelang sudah
dilepas
c. Memberikan obat S : Klien mengatakan
oral sebelum sudah siap untuk pulang
pasien pulang O : klien mendapat obat
Anemolat, curcuma, dan
transamin masing –
masing diminum 3 x 1
3.6 Evaluasi
Waktu No. Dx Eavluasi
Senin / 1 S:
30-05- - Klien mengatakan masih lemas dan pusing
16 - Klien mengatakan tidak nafsu makan
O:
- Klien hanya mampu menghabiskan setengah porsi
makanannya
- BB 40 Kg
A:
- Masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan belum teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi
- Anjurkan klien makan dengan porsi sedikit tapi
sering
2 S:
- Klien mengatakan masih belum lancar BAB
- Klien mengatakan BAB 3 kali sehari dan keluarnya
sedikit
O:
- Klien tampak tidak nyaman
- Perut tampak buncit
- Klien jarang minum
A:
- Masalah keperawatan konstipasi belum teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi
- Berikan makan yang berserat
3 S:
- Klien mengatakan tidak mengetahui tentang
penyakitnya
- Klien mengatakan tidak mengetahui tentang cara
perawatan penyakitnya
O:
- Klien tampak kebingungan saat ditanya
- Klien tidak mampu menjawab pertanyaan perawat
28
A:
- Masalah keperawatan kurang pengetahuan belum
teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi
- Berikan informasi secara sederhana kepada klien
dan keluarga tentang kondisi klien
Selasa 1 S:
/ 31- - Klien mengatakan masih sedikit lemas dan pusing
05-16 - Klien mengatakan sudah bias menghabiskan porsi
makanannya dengan beberapa kali makan
O:
- Klien sudah kelihatan lebih bertenaga
- BB 40 Kg
- Makanan klien habis
A:
- Masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi
- Berikan vitamin atau kurkuma untuk menambah
nafsu makan klien
2 S:
- Klien mengatakan masih belum bisa BAB secara
rutin dan teratur
- Klien mengatakan BABnya sedikit
O:
- Klien tampak sudah baikan atau merasa lebih
enakan
- Perut klien yang lain tampak sedikit buncit
A:
- Masalah keperawatan konstipasi belum teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi
- Berikan enema sesuai dengan indikasi
3 S:
- Klien mengatakan sehat dan ingin pulang
- Klien sudah sedikit tahu tentang penyakitnya
O:
- Klien dapat menjawab saat ditanya
- Klien tampak jauh lebih baik
A:
- Masalah keperawatan kurang pengetahuan teratasi
sebagian
P:
29
- Lanjutkan intervensi
- Berikan penyuluhan tentang penyakitnya dan cara
perawatannya
Rabu / 2 S:
01-06- - Klien mengatakan sudah bias BAB walaupun
16 sedikit tapi teratur
- Klien mengatakan banyak minum dan makan
makanan berserat
O:
- Klien tampak lebih sehat
- Perut kemps atau sudah tidak buncit
A:
- Masalah keperawatan konstipasi teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi
3 S:
- Klien mengatakan lebih tahu tentang penyakitnya
- Klien mengatakan akan melaksanakan apa yang
sudah diajarkan
O:
- Klien dapat menjawab pertanyaan perawat
- Klien tampak paham
A:
- Masalah keperawatan kurang pengetahuan teratasi
P:
- Hentikan intervensi
30
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Kebutuhan nutrisi pada pasien sakit kritis tergantung dari tingkat
keparahan cedera atau penyakitnya, dan status nutrisi sebelumnya. Pasien sakit
kritis memperlihatkan respon metabolik yang khas terhadap kondisi sakitnya.
Pada sakit kritis terjadi pelepasan mediator inflamasi (misalnya IL-1, IL-6, dan
TNF) dan peningkatan produksi “counter regulatory hormone” (misalnya
katekolamin, kortisol, glukagon, GH), yang dapat menyebabkan serangkaian
proses yang mempengaruhi seluruh sistem tubuh dan menimbulkan efek yang
jelas pada status metabolik dan nutrisi pasien.
Penilaian secara objektif status nutrisi pasien di ICU adalah sulit, karena
proses dari penyakit mengacaukan metode penilaian yang kita gunakan. Status
nutrisi adalah fenomena multi dimensional yang memerlukan beberapa metode
dalam penilaian, termasuk indikator-indikator nutrisi, intake nutrisi, dan
pemakaian / pengeluaran energi.
Pemberian nutrisi pada kondisi sakit kritis bisa menjamin kecukupan
energi dan nitrogen, namun harus dihindari overfeeding seperti uremia, dehidrasi
hipertonik, steatosis hati, gagal napas hiperkarbia, hiperglisemia, koma non-
ketotik hiperosmolar dan hiperlipidemia. Pada pasien sakit kritis tujuan pemberian
nutrisi adalah menunjang metabolik, bukan untuk pemenuhan kebutuhannya saat
itu. Bahkan pemberian total kalori mungkin dapat merugikan karena
menyebabkan hiperglisemia, steatosis dan peningkatan CO2 yang menyebabkan
ketergantungan terhadap ventilator dan imunosupresi.
Secara umum dapat diuraikan tujuan pemberian dukungan nutrisi pada
kondisi kritis adalah meminimalkan keseimbangan negatif kalori dan protein dan
kehilangan protein dengan cara menghindari kondisi starvasi, mempertahankan
fungsi jaringan khususnya hati, sistem imun, sistem otot dan otot-otot
pernapasan,dan memodifikasi perubahan metabolik dan fungsi metabolik dengan
menggunakan substrat khusus.
31
4.2 Saran
Sebagai seorang calon perawat diharapkan bisa turut andil dalam
melakukan kegiatan tanggap bencana. Sekarang tidak hanya dituntut mampu
memiliki kemampuan intelektual namun harus memilki jiwa kemanusiaan melalui
aksi siaga bencana.
32
DAFTAR PUSTAKA
Yuniar Irene, Latief Abdul, dkk. Sari Pediatri, Vol. 16, No. 4, Desember 2014.
Pemberian Nutrisi pada Pasien dengan Penyakit Kritis di Ruang Perawatan
Intensif Anak RS. Cipto Mangunkusumo. Diakses tanggal 7 Oktober 2018
33