Anda di halaman 1dari 21

Makalah Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit Pada Pasien Yang

Menjalani Perawatan di Ruang Intensive Care Unit (ICU)

Disusun oleh :

1. Ahmad Rizki
2. Sri Suciati

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2019 / 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
Pemenuhan Kdebutuhan Cairan dan Elektrolit pada pasien yang menjalani perawatan di
ruang Intensive Care Unit (ICU) dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita semua. Sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah disusun di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya dan
semoga dapat berguna baik bagi penulis maupun pembaca. Sebelumnya penulis meminta
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Surabaya, 8 Desember 2019

   
Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................5
1.3 Tujuan......................................................................................................................5
BAB 2 PEMBAHASAN......................................................................................................6
2.1 Fisiologi Cairan Tubuh...............................................................................................6
2.2 Faktor yang mempengaruhi cairan dan elektrolit.....................................................11
2.3 Pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit di ruang ICU.......................................12
BAB 3 PENUTUP..............................................................................................................20
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................20
3.2 Saran.........................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................21
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cairan dalam tubuh mencakup 50%-60% dari total berat badan (Ignatavicius &
Workman 2006 dalam Imam Subiyanto 2009). Jumlah asupan cairan setiap orang sangat
bervariasi dan bahkan pada orang yang sama pada hari yang berbeda. Jumlah asupan
cairan yang dibituhkan tergantung pada kebiasaan dan tingkat aktivitas fisik, keadaan
kesehatan, keadaan saat itu, dan cuaca / lingkungan sekitar (Indrajaya 2007 dalam Imam
Subiyanto 2009). Kebutuhan cairan elektrolit menurut Abraham Maslow dalam hirarki
merupakan kebutuhan fisisologis yang memiliki prioritas tertinggi. Kekurangan volume
cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit ekstraseluler dalam jumlah
yang proporsional (isotonik). Secara umum, kekurangan cairan disebabkan oleh beberapa
hal, yaitu kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupan cairan, dan
perdarahan. Kekurangan volume cairan adalah penurunan cairan intravaskuler,
interstisial, dan atau intraselular. Hal ini mengacu pada pada dehidrasi, kehilangan cairan
saja tanpa perubahan natrium (Herdman 2009 dalam Arief Dwi 2016).
Dari penelitian yang dilakukan Arif Kadri Balci et al (2013),di Fakultas Kedokteran,
Departement of Emergency Medicine, Universitas Uludag, Bursa, Turkey. Dari 996
dengan umur lebih dari 18 tahun semua pasien memiliki elektrolit. Dan di hasilkan data
usia rata-rata pasien adalah 59,28 + 16,79, dan 55% dari pasien pria. Pasien dengan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit gejala yang paling umum dari pasien ada
dyspnea (14,7%), demam (13,7%), dan sistemik kerusakan (11,9%), tetapi yang paling
sering mengalami ketidakseimbangan elektrolit adalah hiponatremia, dan
hypermagnesia. Kebanyakan temuan pasien dalam pemeriksaan fisik yang kebingungan
(14%), edema (10%), dan rales (9%) dan temuan patologis yang sering ditemui di EKG
yang takikardi di 24%, dan fibrilasi atrium pada 7% pasien. Kebanyakan komorbiditas
sering adalah keganasan (39%). Diagnosa yang sering ditemui adalah sepsis (11%),
pneumonia (9%), dan gagal ginjal akut (7%).
Berdasarkan hasil pengamatan pada pasien yang diberikan terapi cairan intravena di
ruang ICU RS Denkesyah Bandar Lampung, didapatkan data bahwa pemberian cairan
intravena diatur pemberiannya secara konsisten 24 jam. Apabila dianalogikan pada
asupan cairan pada kondisi sehat, maka pemberian cairan secara konstan berbeda dengan
asupan ciran dalam kondisi sehat. Pada kondisi sehat asupan cairan lebih banyak pada
siang hari dan lebih sedikit pada sore hari, sedangkan pada malam hari relatif sedikit.
(Karger & Basel 2009 dalam Imam Subiyanto 2009). Lemone dan Burke 2008 dalam
Imam Subiyanto 2009, mengembangkan cara membedakan pembagian cairan yang
diberikan pada pasien berdasarkan proporsi jumlah cairan pada setiap shift. Jumlah
cairan yang diberikan rentang shift pagi sejumlah 50% dari total cairan yang dibutuhkan
dalam 24 jam, 25 – 33% total cairan yang dibituhkan dalam 24 jam diberikan pada shift
siang, dan sisanya diberikan pada rentang dinas malam.
Berdasarkan masalah diatas maka dibutuhkan pembahasan lebih mendalam mengenai
pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit pada pasien yang menjalani perawatan di
ruang ICU.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana fisiologi cairan tubuh?
1.2.2 Apa saja faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit?
1.2.3 Bagaimana pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit pada pasien yang menjalani
perawatan di ruang ICU?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui fisiologi cairan tubuh
1.3.2 Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit
1.3.3 Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit pada pasien yang
menjalani perawatan di ruang ICU
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Fisiologi Cairan Tubuh


Komponen terbesar dalam tubuh adalah air. Air tubuh total (total body water, TBW) 
jumlahnya bervariasi  tergantung pada umur, jenis kelamin dan kandungan lemak tubuh.
Lemak pada dasarnya bebas air, sehingga lemak yang makin sedikit akan mengakibatkan
makin tingginya persentase air. Sebaliknya jaringan otot memiliki kandungan air yang
tinggi. Oleh karena itu dibandingkan dengan orang yang kurus, orang yang gemuk
mempunyai TBW yang relative lebih kecil dibandingkan dengan berat badannya. Wanita
pada umumnya secara proporsional mempunyai lebih banyak lemak dan lebih sedikit
otot jika dibandingkan dengan pria, sehingga jumlah TBW juga lebih sedikit
dibandingkan dengan berat badannya.
Orang berusia tua juga mempunyai persentase lemak tubuh yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan orang muda. Pada bayi usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar
80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. 
Air membentuk sekitar 60% berat badan seorang pria dan sekitar 50 % berat badan
wanita. 
Cairan tubuh didistribusikan di antara dua kompartemen utama yang dipisahkan oleh
membran sel menjadi: cairan intraseluler (CIS) dan cairan ekstraseluler (CES). Pada
orang dewasa, sekitar 40% berat badan atau duapertiga dari TBW berada dalam sel atau
disebut cairan intraselular (intracellular fluid, ICF). Cairan ekstraseluler (extracellular
fluid, ECF) terbagi ke dalam kompartemen cairan intravaskuler (IVF) atau plasma (5%)
dan cairan interstisial-limfe (ISF) yang terletak antara sel (15%). Selain ISF dan IVF,
sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraocular, dan sekresi saluran cerna,
membentuk sebagian kecil (1% sampai 2% dari berat badan) dari cairan ekstraselular
yang disebut transeluler. 
1) Cairan Intraseluler 
Cairan Intraseluler adalah cairan yang terkandung di dalam sel.  Pada orang
dewasa kira-kira 2/3 dari cairan tubuh adalah intraselular, sama kira-kira 25 L pada
rata-rata pria dewasa (70 kg).  Sebaliknya, hanya ½ dari cairan tubuh bayi adalah
cairan intraselular. Cairan intraseluler dipisahkan dari cairan ekstraseluler oleh
membrane sel selektif yang sangat permeable terhadap air, tetapi tidak permeabel
terhadap sebagian besar elektrolit dalam tubuh. Membran sel bagian luar memegang
peranan penting dalam mengatur volume dan komposisi intraseluler.  Pompa
membrane-bound ATP-dependent akan mempertukarkan Na dengan K dengan
perbandingan 3 : 2.  Oleh karena membran sel relatif tidak permeabel tehadap ion
sodium dan ion potasium, ion potasium akan dikonsentrasikan di dalam sel sedangkan
ion sodium akan dikonsentrasikan di ekstra sel.  Akibatnya, potasium menjadi faktor
dominan yang menentukan tekanan osmotik intraseluler, sedangkan sodium
merupakan faktor terpenting yang menentukan tekanan osmotik ekstraseluler.
Impermeabilitas membran sel terhadap protein menyebabkan konsentrasi
protein intraseluler yang tinggi.  Oleh karena protein merupakan zat terlarut yang
nondifusif (anion), rasio pertukaran yang tidak sama dari 3 Na dengan 2 K oleh
pompa membran sel adalah hal yang penting untuk pencegahan hiperosmolaritas
relatif intraseluler.  Gangguan pada aktivitas pompa Na-K-ATPase seperti yang terjadi
pada keadaan iskemi akan menyebabkan pembengkakan sel.
2) Cairan Ekstraseluler
           Cairan Ekstraseluler adalah cairan di luar sel.  Ukuran relatif dari CES
menurun dengan peningkatan usia.  Pada bayi baru lahir, kira-kira ½ cairan tubuh
terkandung didalam CES.  Setelah 1 tahun, volume relatif dari CES menurun sampai
kira-kira 1/3 dari volume total.  Ini hampir sebanding dengan 15 L dalam rata-rata pria
dewasa (70 kg). Dua komponen terbesar dari cairan ekstraseluler adalah cairan
interstitial, yang merupakan tiga perempat cairan ekstraseluler, dan plasma, yang
hampir seperempat cairan ekstraseluler, atau sekitar 3 liter.
           Fungsi dasar dari cairan ekstraseluler adalah menyediakan nutrisi bagi sel dan
memindahkan hasil metabolismenya.  Keseimbangan antara volume ekstrasel yang
normal terutama komponen sirkulasi (volume intravaskuler) adalah hal yang sangat
penting.  Oleh sebab itu, secara kuantitatif sodium merupakan kation ekstraseluler
terpenting dan merupakan faktor utama dalam menentukan tekanan osmotik dan
volume.  Perubahan volume cairan ekstraseluler berhubungan dengan perubahan
jumlah total sodium dalam tubuh. Hal ini tergantung dari sodium intake, ekskresi
sodium renal, hilangnya sodium ekstrarenal.

Komposisi Elektrolit Cairan Intra dan Ekstraseluler


Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan
nonelektrolit.  Nonelektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan
tidak bermuatan listrik, seperti: protein, urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida dan
asam-asam organik.  Sedangkan elektrolit tubuh mencakup natrium (Na+), kalium (K+),
kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), Klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-), fosfat (HPO42-),
sulfat (SO42-).  Konsenterasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian
dengan bagian yang lainnya, tetapi meskipun konsenterasi ion pada tiap-tiap bagian
berbeda, hukum netralitas listrik menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan negatif
harus sama dengan jumlah muatan-muatan positif.
(1) Kation:
a) Sodium (Na+):
1. Kation berlebih di ruang ekstraseluler
2. Sodium penyeimbang cairan di ruang ekstraseluler
3. Sodium adalah komunikasi antara nerves dan musculus
4. Membantu proses keseimbangan asam-basa dengan menukar ion hidrogen
pada ion sodium di tubulus ginjal: ion hidrogen diekresikan
5. Sumber: snack, kue, rempah-rempah, daging panggang.
b) Potasium (K+):
1. Kation berlebih di ruang intraseluler
2. Menjaga keseimbangan kalium di ruang intrasel
3. Mengatur kontraksi (polarissasi dan repolarisasi) dari muscle dan nerves
4. Sumber: pisang, alpokat, jeruk, tomat, dan kismis
c) Calcium (Ca++):
1. Membentuk garam bersama dengan fo  sfat, carbonat, flouride di dalam
tulang
dan gigi untuk membuatnya keras dan kuat
2. Meningkatkan fungsi syaraf dan muscle
3. Meningkatkan efektifitas proses pembekuan darah dengan proses pengaktifan
protrombin dan trombin
4. Sumber: susu dengan kalsium tinggi, ikan dengan tulang, sayuran, dll.
(2) Anion:
a) Chloride (Cl-):
1. Kadar berlebih di ruang ekstrasel
2. Membantu proses keseimbangan natrium
3. Komponen utama dari sekresi kelenjar gaster
4. Sumber: garam dapur
b) Bicarbonat (HCO3-):
1. Bagian dari bicarbonat buffer sistem
2. Bereaksi dengan asam kuat untuk membentuk asam karbonat dan suasana
garam untuk menurunkan pH.
c) Fosfat (H2PO4- dan HPO42-):
1. Bagian dari fosfat buffer system
2. Berfungsi untuk menjadi energi pad metabolisme sel
3. Bersama dengan ion kalsium meningkatkan kekuatan dan kekerasan tulang
4. Masuk dalam struktur genetik yaitu: DNA dan RNA.

Perpindahan cairan dan elektrolit tubuh terjadi dalam tiga fase yaitu : 
1) Fase I
Plasma darah pindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem sirkulasi, dan nutrisi dan
oksigen diambil dari paru-paru dan tractus gastrointestinal.
2) Fase II
Cairan interstitial dengan komponennya pindah dari darah kapiler dan sel
3) Fase III
Cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interstitial
masuk ke dalam sel.Pembuluh darah kapiler dan membran sel yang merupakan
membrane semipermiabel mampu memfilter tidak semua substansi dan
komponen dalam cairan tubuh ikut berpindah.

Metode perpindahan dari cairan dan elektrolit tubuh dengan cara :


Setiap kompartmen dipisahkan oleh barier atau membran yang membatasi mereka.
Setiap zat yang akan pindah harus dapat menembus barier atau membran tersebut. Bila
substansi zat tersebut dapat melalui membran, maka membran tersebut permeabel
terhadap zat tersebut. Jika tidak dapat menembusnya, maka membran tersebut tidak
permeabel untuk substansi tersebut.Membran disebut semipermeable (permeabel
selektif) bila beberapa partikel dapat melaluinya tetapi partikel lain tidak dapat
menembusnya.Perpindahan substansi melalui membran ada yang secara aktif atau pasif.
Transport aktif membutuhkan energi, sedangkan transport pasif tidak membutuhkan
energi.
a) Difusi.
Merupakan bercampurnya molekul-molekul dalam cairan, gas, atau zat padat secara
bebas dan acak. Proses difusi dapat terjadi bila dua zat bercampur dalam sel membrane.
Dalam tubuh, proses difusi air, elektrolit dan zat-zat lain terjadi melalui membrane
kapiler yang permeable.kecepatan proses difusi bervariasi, bergantung pada factor
ukuran molekul, konsentrasi cairan dan temperature cairan. Zat dengan molekul yang
besar akan bergerak lambat dibanding molekul kecil. Molekul kecil akan lebih mudah
berpindah dari larutan dengan konsentrasi tinggi ke larutan dengan konsentrasi rendah.
Larutan dengan konsentrasi yang tinggi akan mempercepat pergerakan molekul,
sehingga proses difusi berjalan lebih cepat.
b) Osmosis.
Proses perpindahan zat ke larutan lain melalui membrane semipermeabel biasanya
terjadi dari larutan dengan konsentrasi yang kurang pekat ke larutan dengan konsentrasi
lebih pekat. Solute adalah zat pelarut, sedang solven adalah larutannya. Air merupakan
solven, sedang garam adalah solute. Proses osmosis penting dalam mengatur
keseimbangan cairan ekstra dan intra.
Osmolaritas adalah cara untuk mengukur kepekatan larutan dengan menggunakan satuan
nol. Natrium dalam NaCl berperan penting mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh.
Apabila terdapat tiga jenis larutan garam dengan kepekatan berbeda dan didalamnya
dimasukkan sel darah merah, maka larutan yang mempunyai kepekatan yang sama akan
seimbang dan berdifusi. Larutan NaCl 0,9% merupakan larutan yang isotonic karena
larutan NaCl mempunyai kepekatan yang sama dengan larutan dalam system vascular.
Larutan isotonic merupakan larutan yang mempunyai kepekatan sama dengan larutan
yang dicampur. Larutan hipotonik mempunyai kepekatan lebih rendah dibanding larutan
intrasel. Pada proses osmosis dapat terjadi perpindahan dari larutan dengan kepekatan
rendah ke larutan yang kepekatannya lebih tinggi melalui membrane semipermeabel,
sehingga larutan yang berkonsentrasi rendah volumenya akan berkurang, sedang larutan
yang berkonsentrasi lebih tinggi akan bertambah volumenya.
c) Transport aktif.
Merupakan gerak zat yang akan berdifusi dan berosmosis. Proses ini terutama penting
untuk mempertahankan natrium dalam cairan intra dan ekstrasel.
2.2 Faktor yang mempengaruhi cairan dan elektrolit
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit, di
antaranya adalah :
1) Usia
Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme yang diperlukan dan
berat badan.  Selain itu, cairan tubuh menurun dengan peningkatan usia.  Infant dan
anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia
dewasa.  Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan
gangguan fungsi ginjal atau jantung.
2) Jenis kelamin
Wanita mempunyai air tubuh yang kurang secara proporsional, karena lebih banyak
mengandung lemak tubuh.
3) Sel-sel lemak
Mengandung sedikit air, sehingga air tubuh menurun dengan peningkatan lemak tubuh.
4) Stres
Stres dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah dan glikolisis
otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air.  Proses ini dapat
meningkatkan produksi ADH dan menurunkan produksi urine.
5) Kondisi sakit
6) Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh, Misalnya:
(1) Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui insensible
water lost (IWL)
(2) Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
(3) Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan
pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya
secara mandiri.
7) Diet
Diet seseorang berpengaruh terhadap intake cairan dan elektrolit.  Ketika intake nutrisi
tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga serum albumin
dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses
keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.
8) Temperatur lingkungan
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya
rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. 
Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat.  Seseorang dapat kehilangan NaCl
melalui keringat sebanyak 15-30 g/hari.  Sedangkan seseorang yang beraktifitas di
lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L perhari.
9) Pengobatan
Pengobatan seperti pemberian diuretik dan laksatif dapat berpengaruh pada kondisi
cairan dan elektrolit tubuh.
10) Tindakan Medis
Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh seperti: suction, nasogastric tube dan lain-lain.
11) Pembedahan
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan darah selama
pembedahan.

2.3 Pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit pada pasien yang menjalani
perawatan di ruang ICU
2.3.1 Kebutuhan cairan dan elektrolit
Dewasa
            Air       : 30-35 ml/kgBB, kenaikan suhu 1°C bertambah 10-15%
            Na⁺      : 1,5 mEq/kg (100mEq/hari atau sekitar 5,9 g)
            K⁺       : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau sekitar 4,5 g)

Bayi dan Anak


            Air       : BB 0-10kg    : 4ml/kg/jam (100ml/kg/hari)
                          BB 10-20 kg : 40ml + 2ml/kg/jam setiap kg diatas 10kg
                                                (1000ml + 50ml/kg diatas 10kg per hari)
                          BB > 20 kg   : 60ml + 1ml/kg/jam setiap kg diatas 20kg
                                                (1500ml + 20ml/kg diatas 20kg per hari)
            Na⁺      : 2 mEq/kg
            K⁺       : 2 mEq/kg
Tubuh mendapatkan cairan dari air minum sekitar 800-1700 ml, dari makanan
sekitar 500-1000 ml dan dari hasil sisa metabolisme (oksidasi) sekitar 200-300 ml.
Cairan tersebut dikeluarkan dari tubuh sebagai urine secara normal lebih dari 0,5-1
ml/kg/jam, sebagai feces sekitar 1-3 ml/kg/hari dan sebagai Insensible Water Loss (IWS)
15 ml/kg/hari pada orang dewasa. Pada anak IWS sebesar : (30 dikurang usia dalam th)
ml/kg/hari.

2.3.2 Perubahan Cairan Tubuh


Gangguan cairan tubuh dapat dibagi dalam tiga bentuk yakni perubahan :
1. Volume
a) Defisit volume
Pada keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda
gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang
lambat, lebih dapat ditoleransi sampai defisit volume cairan ekstraseluler yang berat.
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari
natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau
hipernatremik (.150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering
terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10%
dari kasus.Dehidrasi isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir
sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium
besarnya relatif sama dalam kompartemen intravascular maupun kompartemen
ekstravaskular. Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan
dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis).
Sedangkan dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan
dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah.
Ditinjau dari segi banyaknya defisit cairan dan elektrolit yang hilang, maka dehidrasi
dapat dibagi atas :
(1) Dehidrasi ringan (defisit 4%BB)
(2) Dehidrasi sedang (defisit 8%BB)
(3) Dehidrasi berat (defisit 12%BB)
Tabel rumatan cairan menurut rumus Hollyday-Segar
Berat Badan Jumlah Cairan
< 10 kg 100 ml/kg/hari
11 – 20 kg 1000,l + 50 ml/kg/hari untuk setiap kg diatas 10 kg
> 20 kg 1500 ml + 20 ml/kg/hari untuk setiap kg diatas 20 kg

Cara rehidrasi yaitu hitung cairan dan elektrolit total (rumatan + penggantian defisit)
untuk 24 jam pertama. Berikan separuhnya dalam 8 jam pertama dan selebihnya dalam
16 jam berikutnya
b) Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air
dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang menyebabkan kelebihan
air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan GFR), sirosis, ataupun
gagal jantung kongestif.
2. Perubahan konsentrasi
Perubahan konsentrasi cairan tubuh dapat berupa hipernatremia atau
hiponatremia maupun hiperkalemia atau hipokalemia.
Rumus untuk menghitung defisit elektrolit :
a) Defisit natrium (mEq total) = (Na serum yang diinginkan –Na serum sekarang) x
0,6 x BB (kg)
b) Defisit Kalium (mEq total) = (K serum yang diinginkan [mEq/liter] –K serum
yang diukur) x 0,25 x BB (kg)
c) Defisit Klorida (mEq total) = (Cl serum yang diinginkan [mEq/liter] –Cl serum
yangdiukur) x 0,45 x BB (kg)
3. Perubahan komposisi
Perubahan komposisi itu dapat terjadi tersendiri tanpa mempengaruhi
osmolaritas cairan ekstraseluler. Sebagai contoh misalnya kenaikan konsentrasi K
dalam darah dari 4 mEq menjadi 8 mEq, tidak akan mempengaruhi osmolaritas
cairan ekstraseluler tetapi sudah cukup mengganggu otot jantung. Demikian pula
halnya dengan gangguan ion kalsium, dimana pada keadaan hipokalsemia kadar Ca
kurang dari 8 mEq, sudah akan timbul kelainan klinik tetapi belum banyak
menimbulkan perubahan osmolaritas.
2.3.3 Terapi Cairan
Penatalaksanaan terapi cairan meliputi dua bagian dasar yaitu :
a) Resusitasi cairan
Ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh, sehingga seringkali
dapat menyebabkan syok. Terapi ini ditujukan pula untuk ekspansicepat dari cairan
intravaskuler dan memperbaiki perfusi jaringan.
b) Terapi rumatan
Bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tub uh dan nutrisi yang
diperlukan oleh tubuh
Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang dapat dilakukan penghitungan untuk
menghitung berapa besarnya cairan yang hilang tersebut :
1. Refraktometer
Defisit cairan : BD plasma –1,025 x BB x 4 ml
Ket. BD plasma = 0,001
2. Dari serum Na+
Air yang hilang : 0,6 Berat Badan x BB (Plasma Natrium –1 )
Ket. Plasma Na = 140
3. Dari Hct
Defisit plasma (ml) = vol.darah normal – (vol.darah normal x nilai Hct awal )
Hct terukur
Pemilihan Cairan
Cairan intravena diklasifikasikan menjadi kristaloid dan koloid. Kristaloid
merupakan larutan dimana molekul organik kecil dan inorganik dilarutkan dalam
air. Larutan ini ada yang bersifat isotonik, hipotonik, maupun hipertonik. Cairan
kristaloid memiliki keuntungan antara lain : aman, nontoksik, bebas reaksi, dan
murah. Adapun kerugian dari cairan kristaloid yang hipotonik dan isotonik adalah
kemampuannya terbatas untuk tetap berada dalam ruang intravaskular.
1. Kristaloid
Cairan kristaloid yang paling banyak digunakan adalah normal saline dan
ringer laktat. Cairan kristaloid memiliki komposisi yang mirip cairan ekstraselular.
Karena perbedaan sifat antara kristaloid dan koloid, dimana kristaloid akan lebih
banyak menyebar ke ruang interstitial dibandingkan dengan koloid maka kristaloid
sebaiknya dipilihuntuk resusitasi defisit cairan di ruang intersisial.Penggunaan
cairan normal salin dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan timbulnya
asidosis hiperkloremik, sedangkan penggunaan cairan ringer laktat dengan jumlah
besar dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang disebabkan adanya
peningkatan produksi bikarbonat akibat metabolisme laktat.Larutan dekstrose 5%
sering digunakan jika pasien memiliki gula darah yang rendah atau memiliki kadar
natrium yang tinggi. Namun penggunaannya untuk resusitasi dihindarkan karena
komplikasi yang diakibatkan antara lain hiperomolalitas-hiperglikemik, diuresis
osmotik, dan asidosis serebral.
2. Koloid
Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
“plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai
berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini
cenderung bertahan agak lama dalam ruang intravaskuler.Koloid dapat
mengembalikan volume plasma secara lebih efektif dan efisien daripada kristaloid,
karena larutan koloid mengekspansikan volume vaskuler dengan lebih sedikit
cairan dari pada larutan kristaloid. Sedangkan larutan kristaloid akan keluar dari
pembuluh darah dan hanya 1/4 bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus.
Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik dan karenanya
menghasilkan tekanan onkotik. Bila diberikan intravena, sebagian besar akan
menetap dalam ruang intravaskular.Meskipun semua larutan koloid akan
mengekspansikan ruang intravaskular, namun koloid yang mempunyai tekanan
onkotik lebih besar daripada plasma akan menarik pula cairan ke dalam ruang
intravaskular. Ini dikenal sebagai ekspander plasma, sebab mengekspansikan
volume plasma lebih dari pada volume yang diberikan.
3. Albumin
Albumin merupakan larutan koloid murni yang berasal dari plasma manusia.
Albumin dibuat dengan pasteurisasi pada suhu 600C dalam 10 jam untuk
meminimalisir resiko transmisi virus hepatitis B atau C atau pun virus
imunodefisiensi. Waktu paruh albumin dalam plasma adalah sekitar 16 jam,
dengan sekitar 90% tetap bertahan dalam intravascular 2 jam setelah pemberian.
4. Dekstran
Dekstran merupakan semisintetik koloid yang secara komersial dibuat dari
sukrose oleh mesenteroides leukonostok strain B 512 dengan menggunakan enzim
dekstran sukrose. Ini menghasilkan dekstran BM tinggi yang kemudian
dilengketkan oleh hidrolisis asam dan dipisahkan dengan fraksionasi etanol
berulang untuk menghasilkan produk akhir dengan kisaran BM yang relatif sempit.
Dekstran untuk pemakaian klinis tersedia dalam dekstran 70 (BM 70.000) dan
dekstran 40 (BM 40.000) dicampur dengan garam faal, dekstrosa atau Ringer
laktat.Dekstran 70 6 % digunakan pada syok hipovolemik dan untuk profilaksis
tromboembolisme dan mempunyai waktu paruh intravaskular sekitar 6 jam.
Pemakaian dekstran untuk mengganti volume darah atau plasma hendaknya
dibatasi sampai 1 liter (1,5 gr/kgBB) karena risiko terjadi perdarahan abnormal.
Batas dosis dekstran yaitu 20 ml/kgBB/hari.Sekitar 70% dosis dekstran 40 yang
diberikan akan dieksresikan ke dalam urine dalam 24 jam. Molekul-molekul yang
lebih besar dieksresikan lewat usus atau dimakan oleh sel-sel sistem
retikoloendotelial. Volume dekstran melebihi 1 L dapat mengganggu hemostasis.
Disfungsi trombosit dan penurunan fibrinogen dan faktor VIII merupakan alasan
timbulnya perdarahan yang meningkat. Reaksi alergi terhadap dekstran telah
dilaporkan, tetapi kekerapan reaksi anafilaktoid mungkin kurang dari 0,02 %.
Dekstran 40 hendaknya jangan dipakai pada syok hipovolemik karena dapat
menyumbat tubulus ginjal dan mengakibatkan gagal ginjal akut.
5. Gelatin
Gelatin dibuat dengan jalan hidrolisis kolagen sapi. Preparat yang umum dipasaran
adalah gelatin yang mengalami suksinasi seperti Gelofusin dengan pelarut NaCL
isotonik. Gelatin dengan ikatan urea-poligelin ( Haemaccel ) dengan pelarut NaCL
isotonik dengan Kalium 5,1 mmol/l dan Ca 6,25 mmol/ L.Pemberian gelatin
agaknya lebih sering menimbulkan reaksi alergik daripada koloid yang lain.
Berkisar dari kemerahan kulit dan pireksia sampai anafilaksis yang mengancam
nyawa. Reaksi-reaksi tersebut berkaitan dengan pelepasan histamine yang mungkin
sebagai akibat efek langsung gelatin pada sel mast.Gelatin tidak menarik air dari
ruang ekstravaskular sehingga bukan termasuk ekspander plasma seperti dekstran.
Larutan gelatin terutama diekskresikan lewat ginjal dalam urin, sementara itu
gelatin dapat menghasilkan diuresis yang bagus. Sebagian kecil dieliminasikan
lewat usus. Karena gelatin tidak berpengaruh pada sistem koagulasi, maka tidak
ada pembatasan dosis. Namun, bila terlalu banyak infus, pertimbangkan adanya
efek dilusi. Gelatin dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
bahkan pada pasien yang menjalani hemodialisis. Indikasi gelatin : Penggantian
volume primer pada hipovolemia, stabilisasi sirkulasi perioperatif. Sedangkan
kontraindikasi adalah infark miokard yang masih baru terjadi, gagal jantung
kongestif dan syok normovolemik.
6. Hydroxylethyl Starch (HES)
Senyawa kanji hidroksietil ( HES ) merupakan suatu kelompok koloid sintetik
polidisperse yang mempunyai glikogen secara struktural. Kurang dapat diterima
kanji hidroksi (HES ) untuk pengantian volume paling mungkin akibat laporan-
laporan adanya koagulasi abnormal yang menyertai subtitusi plasma ini. Laporan
laporan tentang HES yang memperlihatkan koagulasi darah yang terganggu dan
kecenderungan perdarahan yang meningkat sebagian besar berdasarkan pemakaian
preparat HES berat molekul tinggi ( HMW-HES ). Waktu paruh dari 90% partikel
HES adalah 17 hari.Seperti semua koloid lainnya, kanji hidroksietil juga berkaitan
dengan reaksi anafilaktoid yang ringan dengan kekerapan kira-kira 0,006 %.
Indikasi pemberian HES adalah : Terapi dan profilaksis defisiensi volume
(hipovolemia) dan syok (terapi penggantian volume) berkaitan dengan
pembedahan (syok hemoragik), cedera (syok traumatik), infeksi (syok septik),
kombustio (syok kombustio). Sedangkan kontra indikasi adalah : Gagal jantung
kongestif berat, Gagal ginjal (kreatinin serum >2 mg/dL dan >177
mikromol/L).Gangguan koagulasi berat (kecuali kedaruratan yang mengancam
nyawa). Dosis penggunaan HES adalah 20 ml/kgBB/hari.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan salah satu bagian dari
fisiologi homeostatis.  Dengan kemampuannya yang sangat besar untuk menyesuaikan
diri, tubuh mempertahankan keseimbangan, biasanya dengan proses-proses faal
(fisiologis) yang terintegrasi yang mengakibatkan adanya lingkungan sel yang relatif 
konstan tapi dinamis.  Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang
normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh.  Keseimbangan
cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu
terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis sadari sepenuhnya masih terdapat banyak
kekeliruan dan kesalahan yang terdapat didalamnya. Olehnya itu, kritik dan saran dari
berbagai pihak yang sifatnya membangun sangat diharapkan dalam rangka perbaikan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
      
Anonim. 2000. Resusitasi Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku Pegangan Pelatihan Bantuan
hidup Dasar dan Bantuan Hidup Lanjut bagi Dokter Umum se-Propinsi Sulawesi
Selatan. Makassar: Ikatan Dokter Spesialis Anestesiologi Indonesia Cabang Sulawesi
Selatan

Kurniawan, Arief. 2016. Asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan cairan da elektrolit


pada Tn.R di ruang dahlia RSUD Dr.Soedirman Kebumen. STIKES Muhammadiyah
Gombong

Salam, Samsul Hilal. 2016. Dasar – dasar terapi cairan dan elektrolit. Universitas
Hassanudin

Subiyanto, Imam. 2009. Dampak pengaturan cairan pada pasien yang mendapat terapi
cairan intravena di ruang intensive care unit rumah sakit denkesyah Bandar
Lampung. Universitas Indonesia

Ningsih, Suharti, dkk. 2011. Makalah pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit di ruang
flamboyan RS M.yunus Bengkulu. STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu

Anda mungkin juga menyukai