Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH NEUROVASKULER

STROKE DENGAN GANGGUAN MOBILISASI

USNADI
2018727094

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
SEMESTER GENAP 2017-2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah- Nya,
makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan sebuah pengetahuan bagi para
mahasiswa/i keperawatan maupun bagi para pembaca dibidang lainnya.Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada, Tuhan Yang Maha Esa, dan Bapak Kamil selaku dosen
pembimbing mata kuliah Neurovaskuler

Makalah ini di buat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari dosen mata kuliah
Neurovaskuler dengan judul “stroke dengan gangguan mobilisasi”. Dalam penulisan
makalah ini penulis menyajikan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para
pembaca.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangan. Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari
rekan-rekan pembaca. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan
yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Aamiin.

Jakarta, Februari 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran

darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan di otak sehingga

mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Stroke masih

merupakan masalah medis yang menjadi masalah kesakitan dan kematian nomor 2 di

Eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat. Sebanyak 10% penderita stroke mengalami

kelemahan yang memerlukan perawatan.[ CITATION Bat08 \l 1033 ]

Secara global, penyakit serebrovaskular (stroke) adalah penyebab utama

kedua kematian. Ini adalah penyakit yang dominan terjadi pada pertengahan usia dan

orang dewasa yang lebih tua. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2005, stroke

menyumbang 5,7 juta kematian di seluruh dunia, setara dengan 9,9 % dari seluruh

kematian. Lebih dari 85 % dari kematian ini akan terjadi pada orang yang hidup di

negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dan sepertiga akan pada orang

yang berusia kurang dari 70 tahun. Stroke disebabkan oleh gangguan suplai darah ke

otak, biasanya karena pembuluh darah semburan atau diblokir oleh gumpalan darah.

Ini memotong pasokan oksigen dan nutrisi, menyebabkan kerusakan pada jaringan

otak.[ CITATION Wor15 \l 1033 ]

Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan

penderita stroke cukup tinggi. Penderitanya melebihi prevalensi stroke di daerah

perkotaan secara nasional.  Singkawang merupakan kota di Kalimantan Barat dengan

prevalensi stroke yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan penelitian di

lima rumah sakit yang ada di Kota Singkawang menunjukkan, adanya peningkatan
jumlah pasien stroke yang dirawat. Jumlah tersebut belum termasuk pasien stroke

yang dirujuk dan dirawat di rumah sakit selain di Singkawang serta pasien yang

berobat ke puskesmas. Jumlah kekambuhan stroke juga menunjukkan angka yang

tinggi.[ CITATION Hut15 \l 1033 ]

B. Rumusan masalah
Dengan melihat latar belakang yang dikemukakan sebelumnya maka beberapa

masalah yang akan dirumuskan dalam makalah ini adalah:

1. Pengertian Stroke

2. Jenis/ Bentuk/ Klasifikasi Stroke

3. Faktor Resiko

4. Mekanisme Kausal Terjadinya Penyakit

C. Tujuan
untuk mengetahui serta memahami bagaimana Asuhan keperawatan stroke dengan
gangguan mobilisasai.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit

neurologis mendadak sebagai akbat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak.

[ CITATION Man07 \l 1033 ]

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran

darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan di otak sehingga

mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. [ CITATION Bat08 \l

1033 ]

Stroke dapat juga diartikan sebagai gangguan fungsional otak yang bersifat:

a. fokal dan atau global

b. akut

c. berlangsung antara 24 jam atau lebih

d. disebabkan gangguan aliran darah otak

e. tidak disebabkan karena tumor/infeksi

Stroke dapat digolongkan sesuai dengan etiologi atau dasar perjalanan penyakit.

Sesuai dengan perjalanan penyakit, stroke dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Serangan iskemik sepintas (TIA) : merupakan gangguan neurologis fokal yang

timbul mendadak dan menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa

jam.

2. Progresif/inevolution (stroke yang sedang berkembang) : perjalanan stroke

berlangsung perlahan meskipun akut. Stoke dimana deficit neurologisnya

terus bertambah berat.


3. Stroke lengkap/completed : gangguan neurologis maksimal sejak awal

serangan dengan sedikit perbaikan. Stroke dimana deficit neurologisnya pada

saat onset lebih berat, bisa kemudian membaik/menetap

Klasifikasi berdasarkan patologi:

1. Stroke hemoragi: stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah

sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi

antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa,

2. stroke non hemoragi: stroke yang disebabkan embolus dan thrombus.

B. Etiologi

Penyebab stroke menurut [ CITATION Ari10 \l 1033 ]:

a. Thrombosis Cerebral

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga

menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti

di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau

bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan

penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan

gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis.

Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:

1. Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan

pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan

arteri iliaka [ CITATION Hut15 \l 1033 ] . Aterosklerosis adalah mengerasnya

pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding


pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.

Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:

a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.

b) Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.

c) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan

kepingan thrombus (embolus).

d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan

terjadi perdarahan.

b. Hyperkoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat

melambatkan aliran darah serebral.

c. Arteritis( radang pada arteri )

d. Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,

lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang

terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat

dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat

menimbulkan emboli:

a) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).

b) Myokard infark

c) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan

ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu

kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.


d) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya

gumpalan-gumpalan pada endocardium.

e. Haemorhagi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang

subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi

karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak

menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan

penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak

akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan

mungkin herniasi otak.

f. Hipoksia Umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:

1. Hipertensi yang parah.

2. Cardiac Pulmonary Arrest

Cardiac output turun akibat aritmiaG

g. Hipoksia Setempat

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:

1. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.

2. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

C. Patofisiologi
Setiap kondisi yang meyebabkan perubahan perfusi darah pada otak yang

menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebakan

iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit
dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen. Sedangkan

iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan

mengakibatkan infark pada otak.

Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang terkena.

Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh darah otak yang terkena.

Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah arteri serebral tengah

dan arteri karotis interna. Defisit fokal permanen dapat diketahui jika klien pertama

kali mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi.

Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli, maka

mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan okigen dalam

satu menit dapat menunjukan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran.

Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis

mikroskopik neuron-neuron. Area yang mengalami nekrosis disebut infark.

Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme sel-

sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan glikogen sehingga

kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa  dan oksigen yang terdapat pada

arteri-arteri menuju otak.

Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau ke

dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan

degeneratif pembuluh darah yang menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga

perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi

pada pembuluh darah otak.


Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin trombosit dan

oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi. Ruptur ulangan

merupakan resiko serius yang terjadi sekitar  7-10 hari setelah perdarahan pertama.

Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah kebagian tertentu,

menimbulkan gegar otak dan kehilagan kesadaran, peningkatan tekanan cairan

serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak (otak terbelah sepanjang

serabut). Perdarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan otak.

Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan tekanan

intrakranial yang membahayakan jiwa dengan cepat. Peningkatan tekanan intrakranial

yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum. Disamping itu,

terjadi bradikardia, hipertensi sistemik, dan gangguan pernafasan.

Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah dapat

mengiritasi pembuluh darah, menigen, dan otak. Darah dan vasoaktif yang dilepas

mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi serebral. Spasme

serebri atau vasospasme biasa terjadi pada hari ke-4 sampai ke-10 setelah terjadinya

perdarahan dan menyebabkan vasokonstriksi arteri otak. Vasospasme merupakan

kompikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan fokal neurologis, iskmik otak

dan infark. [ CITATION Bat08 \l 1033 ]

D. Tanda dan Gejala

Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh

darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequat dan jumlah
aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak

akan membaik sepenuhnya.

a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)

b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”

c. Tonus otot lemah atau kaku

d. Menurun atau hilangnya rasa

e. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”

f. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk

kata; afhasia atau disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)

g. Gangguan persepsi

h. Gangguan status mental

E. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang timbul tergantung dari jenis stroke.

1. Gejala klinis pada stroke hemoragik, berupa:

a. Defisit neurologis mendadak,

b. Kadang-kadang tidak terjadi penurunan kesadaran,

c. Terjadi terutama pada usia >50 tahun,

d. Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan

pembuluh darah dan lokasinya.

2. Gejala klinis pada stroke akut berupa:

a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul

mendadak,

b. Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorik),

c. Perubahan mendadak pada status mental (kesadaran menurun),

d. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai,


e. Gangguan penglihatan,

f. Gangguan daya ingat,

g. Bicara pelo atau cadel,

h. Mual dan muntah,

i. Nyeri kepala hebat, Gangguan fungsi otak. [ CITATION Sme02 \l 1033 ]

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Angiografi serebral

Membantu menunjukkan penyebab stroke secara spesifik, misalnya pertahanan

atau sumbatan arteri.

2. Skan Tomografi Komputer (Computer Tomography scan – CT-scan)

Mengetahui adamya tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan

tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung

darah menunjukan adanya perdarahan subarakhnoid dan perdarahan

intrakranial. Kadar protein total meningkat, beberapa kasus trombosis disertai

proses inflamasi.

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Menunjukan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena (MAV).

4. Ultrasonografi doppler (USG doppler)

Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis [aliran

darah atau timbulnya plak]) dan arteriosklerosis.

5. Elektroensefalogram (Electroencephalogram-EEG)

Mengidentifikasi masalah pada otak dan memperlihatkan daerah lesi yang

spesifik.

6. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan

dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis

serebral; klasifikasi parsial  dinding aneurisma ada perdarahan subarakhnoid.

7. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan cara memeriksakan darah rutin,

gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal, analisa gas darah (AGD), biokimia

darah, dan elektrolit. [ CITATION Bat08 \l 1033 ]

G. Penatalaksanaan Medik

Penatalaksaan medik pada klien dengan stroke meliputi:

1. Non pembedahan

b. Terapi antikoagulan. Kontraindikasi pemberian terapi antikoagulan pada klien

dengan riwayat ulkus, eremia dan kegagalan hepar. Sodium heparin diberikan

secara subkutan atau melalui IV drip.

c. Phenytonin (Dilantin) dapat digunakan untuk mencegah kejang.

d. Enteris-coated, misalnya aspirin dapat digunakan untuk lebih dulu

menghancurkan trombotik dan embolik.

e. Epsilon-aminocaproic acid (Amicar) dapat digunakan untuk menstabilkan

bekuan diatas anuarisma yang ruptur.

f. Calcium channel blocker (Nimodipine) dapat diberika untuk mengatasi

vasospasme pembuluh darah.

2. pembedahan

a. Karotid  endarteretomi untuk mengangkat plaque atherosclerosis.


b. Superior temporal arteri-middle serebra arteri  anatomisis dengan melalui

daerah yang tersumbat dan menetapkan kembali aliran darah pada daerah

yang dipengaruhi. [ CITATION Man07 \l 1033 ]

H. Pengertian mobilitas

Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara

mudah, bebas dan teratur untuk mencapai suatu tujuan, yaitu untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya baik secara mandiri maupun dengan bantuan orang lain dan

hanya dengan bantuan alat (Widuri, 2010).

Mobilitas adalah proses yang kompleks yang membutuhkan adanya koordinasi antara

sistem muskuloskeletal dan sistem saraf (P. Potter, 2010) Mobilisasi adalah suatu

kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan dengan bebas (Kozier, 2010). Jadi

mobilitas atau mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,

mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna

mempertahankan kesehatannya untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara

mandiri.

I. Jenis mobilitas

a. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan

mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien

dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah

paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi

tekanan.
b. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami

keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak

akibat suatu penyakit.

c. Imobilitas emosional, keadan ketika seseorang mengalami pembatasan secara

emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.

Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi

ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan

sesuatu yang paling dicintai.

d. Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan

interaksi sosial karena keadaan penyakit sehingga dapat memengaruhi perannya

dalam kehidupan social (Widuri, 2010)

J. Etiologi

a. Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik yaitu :

b. Penurunan kendali otot

c. Penurunan kekuatan otot

d. Kekakuan sendi

e. Kontraktur

f. Gangguan muskuloskletal

g. Gangguan neuromuskular

h. Keengganan melakukan pergerakan (Tim Pokja DPP PPNI, 2017)

K. Tanda dan gejala


Adapun tanda gejala pada gangguan mobilitas fisik yaitu :

1. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif , Mengeluh sulit menggerakkan ektremitas. Objektif Kekuatan otot

menurun, Rentang gerak (ROM) menurun,


2. Gejala dan Tanda Minor Subjektif, Nyeri saat bergerak, Enggan melakukan

pergerakan, Merasa cemas saat bergerak. Objektif Sendi kaku 12, Gerakan

tidak terkoordinasi, Gerak terbatas, Fisik lemah (Tim Pokja DPP PPNI, 2017).

L. Penatalaksanaan Mobilitas Fisik Dengan Range Of Motion

Range of motion atau ROM merupakan latihan gerakan sendi yang memungkinkan

terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing

persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Latihan range of

motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau

memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara

normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry,

2006)

Tabel 1
Gerakan Range of Motion (ROM )

1 2 3
Leher
Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menggerakkan dagu menempel ke Rentang 45°


dada.
Ekstensi Mengembalikan kepala keposisi Rentang 45°
tegak.
Hyperekstensi Menekuk kepala kebelakang sejauh Rentang 40-45°
mungkin.
Fleksi lateral Memiringkan kepala sejauh Rentang 40-45°
mungkin kearah setiap bahu.
Rotasi Memutar kepala sejauh mungkin Rentang 45°
dalam gerakan sirkuler.
Bahu
Ekstensi Mengembalikan lengan keposisi di Rentang 180°
samping tubuh.
Hiperekstensi Menggerakkan lengan kebelakang Rentang 45-60°
tubuh, siku tetap lurus.
Abduksi Menaikkan lengan posisi samping di Rentang 180°
atas kepala dengan telapak tangan
jauh dari kepala.
Adduksi Menurunkan lengan kesamping dan Rentang 320°
menyilang tubuh sejauh mungkin

Rotasi dalam Dengan siku fleksi, memutar bahu Rentang 90°


dengan menggerakkan lengan
sampai ibu jari menghadap ke dalam
dan ke belakang.
Fleksi Menaikkan lengan dari posisi di Rentang 180°
samping tubuh ke depan ke posisi di
1 2 3
atas kepala.
Rotasi luar Dengan siku fleksi, menggerakkan Rentang 90°
lengan sampai ibu jari ke atas dan
samping kepala.
Sirkumduksi Menggerakkan lengan dengan Rentang 360°
lingkaran penuh.
Siku
Fleksi Menggerakkan siku sehingga lengan Rentang 150°
bahu bergerak kedepan sendi bahu
dan tangan sejajar bahu.
Ekstensi Meluruskan siku menurunkan Rentang 150°
tangan.
Lengan Bawah
Supinasi Memutar lengan bawah dan tangan Rentang 70-90°
sehingga telapak tangan menghadap
keatas.
Pronasi Memutar lengan bawah sehingga Rentang 70-90°
telapak tangan menghadap ke
bawah.
Pergelangan Tangan
Fleksi Menggerakkan telapak tangan kesisi Rentang 80-90°
bagian dalam lengan bawah.
Ekstensi Menggerakkan jari – jari tangan Rentang 80-90°
sehingga jari – jari, tangan, lengan
bawah berada dalam arah yang
sama.
Hiperkesktensi Membawa permukaan tangan dorsal Rentang 89-90°
kebelakang sejauh mungkin.
Abduksi Menekuk pergelangan tangan miring Rentang 30°
ke ibu jari.
1 2 3
Jari – Jari Tangan
Fleksi Membuat genggaman. Rentang 90°
Ekstensi Meluruskan jari – jari tangan Rentang 90°
kebelakang sejuh mungkin.
Hiperekstensi Meregangkan jari – jari tangan Rentang 30-60°
kebelakang sejauh mungkin.
Abduksi Meregangkan jari – jari tangan yang Rentang 30°
satu dengan yang lain.

Adduksi Merapatkan kembali jari – jari Rentang 30°


tangan
Ibu Jari
Fleksi Menggerakkan ibu jari menyilang Rentang 90°
permukaan telapak tangan.
Ekstensi Menggerakkan ibu jari lurus Rentang 90°
menjauh dari tangan.
Abduksi Menjauhkan ibu jari kedepan tangan. Rentang 30°
Adduksi Menggerakkan ibu jari ke depan Rentang 30°
tangan.
Oposisi Menyentuh ibu jari ke setiap jari –
jari tangan pada tangan yang sama.
Panggul
Ekstensi Menggerakkan kembali kesamping Rentang 90-120°
tungkai yang lain.
Hiperekstensi Menggerakkan tungkai kebelakang Rentang 30-50°
tubuh.
Abduksi Menggerakkan tungkai kesamping Rentang 30-50°
tubuh.
Adduksi Menggerakkan tungkai kembali Rentang 30-50°
keposisi media dan melebihi jika
mungkin.
1 2 3
Rotasi dalam Memutar kaki dan tungkai kearah Rentang 90°
tungkai lain.
Rotasi luar Memutar kaki dan tungkai menjauhi Rentang 90°
tungkai lain.
Sirkumduksi Menggerakkan tungkai melingkar. -

Lutut
Fleksi Merakkan tumit kearah belakang Rentang 120-130°
paha.
Ekstensi Mengembalikan tungkai kelantai. Rentang 120-130°

Mata Kaki
Dorsi fleksi Menggerakkan kaki sehingga jari – Rentang 20-30°
jari kaki menekuk keatas.
Plantar fleksi Menggerakkan kaki sehingga jari – Rentang 45-50°
jari kaki menekuk ke bawah.
Inversi Memutar telapak kaki kesamping Rentang 10°
dalam.
Eversi Memutar telapak kaki kesamping Rentang 10°
Luar
Jari – Jari Kaki
Fleksi Menekukkan jari- jari ke bawah. Rentang 30-60°
Ekstensi Meluruskan jari – jari kaki. Rentang 30-60°
Sumber : Potter & Perry, Fundamental Keperawatan, 2006
BAB III

Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik dengan Gangguan


Mobilitas Fisik

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah bagian dari setiap aktifitas yang dilakukan oleh perawat dengan

dan untuk pasien (Atkinson, 2008).

Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi dan dokumentasi data

(informasi) yang sistematis dan bersinambungan (Kozier et al., 2010).

Pada tahap ini, perawat wajib melakukan pengkajian atas permasalahan yang ada.

Yaitu tahapan di mana seorang perawat harus menggali informasi secara terus

menerus dari pasien maupun anggota keluarga yang dibina (Murwani, Setyowati,

& Riwidikdo, 2008). Menurut Bakri (2016) dalam proses pengkajian dibutuhkan

pendekatan agar pasien dan keluarga dapat secara terbuka memberikan data-data

yang dibutuhkan. Pendekatan yang digunakan dapat disesuikan dengan kondisi

pasien dan sosial budayanya. Selain itu, diperlukan metode yang tepat bagi

perawat untuk mendapatkan data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan

keadaan pasien.

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah proses pengumpulan informasi tentang status

kesehatan klien. Proses ini harus sistematis dan kontinu untuk mencegah

kehilangan data yang signifikan dan menggambarkan perubahan status kesehatan

klien (Kozier et al., 2010).

Metode pengumpulan data yang utama adalah observasi, wawancara, dan

pemeriksaan.
1) Observasi

Observasi adalah pengumpulan data dengan menggunakan indra.

Observasi adalah keterampilan yang disadari dan disengaja yang dikembangkan

melalui upaya dan dengan pendekatan yang terorganisasi. Walaupun perawat

melakukan observasi, terutama melalui penglihatan, sebagian besar indra

dilibatkan selama observasi yang cermat.

2) Wawancara

Wawancara adalah komunikasi yang direncanakan perbincangan dengan

suatu tujuan, misalnya, mendapatkan atau memberikan informasi,

mengidentifikasi masalah keprihatinan bersama, mengevaluasi perubahan,

mengajarkan, memberikan dukungan, atau memberikan konseling atau terapi.

Salah satu contoh wawancara, yaitu riwayat kesehatan keperawatan, yang

merupakan bagian pengkajian keperawatan saat masuk rumah sakit .

3) Pemeriksaan

Pemeriksaan menjadi hal yang harus dilakukan selanjutnya. Pemeriksaan

merupakan suatu proses inspeksi tubuh dan sistem tubuh untuk menentukan ada

atau tidaknya penyakit. Pemeriksaan dapat berupa pemeriksaan fisik, laboratorium

atau rontgen. Pemeriksaan fiik terdiri dari empat prosedur yang digunakan yaitu

inspeksi, palpasi dan auskultasi pemeriksaan fisik dalat dilakukan secara head to

toe, pemeriksaan laboratorium secerti urinalisis, pemeriksaan darah dan kultur,

selanjutnya yaitu pemeriksaan hasil rotgen yang merupakan visualisasi bagian

tubuh dan fungsinya.

Setelah dilakukan pengumpulan data, maka akan mendapatkan data yang

diinginkan. Terdapat dua tipe data pada saat pengkajian yaitu data subjektif dan
data objektif. Data subjektif adalah data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu

pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak dapat

ditentukan oleh perawat secara independen, tetapi melalui suatu interaksi atau

komunikasi. Data subjektif sering didapatkan dari riwayat keperawatan termasuk

persepsi pasien, perasaan, dan ide tentang status kesehatannya. Informasi yang

diberikan sumber lainnya, misalnya dari keluarga, konsultan, dan tenaga

kesehatan lainnya juga dapat sebagai data subjektif jika didasarkan pada pendapat

pasien (Arif Muttaqin, 2010).

Sedangkan data objetif adalah data yang diobservasi dan diukur. Informasi

tersebut biasanya diperoleh melalui “sense”: 2S (sight atau pengelihatan dan smell

atau penciuman) dan HT (hearing atau pendengaran dan touch atau taste ) selama

pemeriksaan fisik (Arif Muttaqin, 2010). Pengumpulan data menurut Muttaqin

meliputi:

1) Anamnesis

Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawatan merupakan hal

utama yang dilaksanakan perawat karena 80% diagnosis masalah pasien dapat

ditegakkan dari anamnesis. Pengkajian dengan melakukan anamnesis atau

wawancara untuk menggali masalah keperawatan lainnya yang dilaksanakan

perawat adalah mengkaji riwayat kesehatan pasien. Dalam wawancara awal,

perawat berusaha memperoleh gambaran umum status kesehatan pasien. Perawat

memperoleh data subjektif dari pasien mengenai awitan masalhnya dan bagimana

penangan yang sudah dilakukan. Persepsi dan harapan pasien sehubungan dengan

masalah kesehatan dapat memengaruhi perbaikan kesehatan (Arif Muttaqin,

2010).
a) Informasi Biografi

Informasi biografi meliputi tanggal lahir, alamat, jenis kelamin, usia, status

pekerjaan, status perkawinan, nama anggota keluarga terdekat atau orang terdekat

lainnya, agama, dan sumber asuransi kesehatan. Usia pasien dapat menunjukkan

tahap perkembangan baik pasien secara fisik maupun psikologis. Jenis kelamin

dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap

terjadinya masalah atau penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh

terhadap pengetahuan klien masalah atau penyakitnya (Arief Muttaqin, 2014)

b) Keluhan Utama
Pengkajian anamnesis keluhan utama didapat dengan menanyakan tentang

gangguan terpenting yang dirasakan pasien sampai perlu pertolongan (Arif

Muttaqin, 2010).

Setiap keluhan utama harus ditanyakan sedetil-setilnya kepada pasien dan

semuanya dituliskan pada riwayat penyakit sekarang. Pada umunya, beberapa hal

yang harus diungkapkan pada setiap gejala adalah lama timbulnya (surasi), lokasi

penjalarannya. Pasien diminta untuk menjelaskan keluhan-keluhannya dari gejala

awal sampai sekarang (Arif Muttaqin, 2010).

(1) Riwayat kesehatan dahulu

Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami

sebelumnya. Menurut (Arif Muttaqin, 2010) hal-hal yang perlu dikaji meliputi:

(a) Pengobatan yang lalu dan riwayat alergi.

Ada beberapa obat yang diminum oleh pasien pada masa lalu yang masih

relevan, seperti pemakaian obat kortikosteroid. Catat adanya efek samping yang

terjadi di masa lalu. Selain itu juga harus menanyakan alergi obat dan reaksi alergi

seperti apa yang timbul.


(b) Riwayat keluarga.

Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga.

Apabila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga

ditanyakan. Hal ini ditanyakan karena banyak penyakit menurun dalam keluarga.

(c) Riwayat pekerjaan dan kebiasaan

Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Seperti

kebiasaan sosial, kebiasaan merokok dan sebagainya yang memengaruhi

kesehatan.

(d) Status perkawinan dan kondisi kehidupan.

Tanyakan mengenai status perkawinan pasien dan tanyakan dengan hati-

hati menganai kepuasan dari kehidupannya yang sekarang. Tanyakan mengenai

kondisi kesehatan pasangannya dan setiap anak-anaknya. Pertanyaan mengenai

rencana kehidupan pasien adalah penting terutama untuk penyakit kronis, di mana

pasien harus mengetahui bantuan sosial apa yang tersedia dan apakah pasien dapat

mengaturnya di rumah (misalnya beberapa langkah yang dibutuhkan untuk

mecapai rumah).

Setiap pengkajian riwayat harus dapat diadaptasikan sesuai kebutuhan unik

seorang pasien. Setiap pola merupakan suatu rangkaian perilaku yang membantu

perawat mengumpulkan, mengorganiasikan, dan memilah-milah data (P. A.

Potter, 1996).

Adapun pola-pola fungsional gordon terdiri dari :

a) Persepsi-kesehatan-pola manajemen-kesehatan

Menggambarkan pola pemahaman pasien dan keluarga tentang kesehtaan

dan kesejahteraan dan bagaimana kesehatan mereka diatur.


b) Pola metabolic - nutrisi

Menggambarkan konsumsi relative terhadap kebuthan metabolic dan

suplai gizi, meliputi pola konsumsi makanan dan cairan, keadaan kulit, rambut,

kuku, dan membrane mukosa, suhu tubuh, tinggi dan berat badan.

c) Pola eliminasi

Menggambarkan pola ekskresi (usus besar, kandung kemih, dan kulit),

termasuk pola individu sehari-hari, perubahan atau gangguan, dan metabolisme

yang digunakan untuk menggalikan ekskresi.

d) Pola aktivitas - olahraga

Menggambarkan pola olahraga, aktivitas, pengisian waktu senggang, dan

rekreasi, termasuk aktivitas kehidupan sehari-hari, tipe dan kualitas olahraga, dan

faktor-faktor yang memengaruhi pola aktivitas (seperti otot-saraf, respirasi, dan

sirkulasi).

e) Pola tidur - istirahat

Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan relaksasi dan setiap bantuan

untuk merubah pola tersebut

f) Pola persepsi - kognitif

Mengambarkan pola persepsi-sensori dan pola kognitif, meliputi

keadekuatan bentuk sensori (pengelihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan,

dan penghidu).

g) Pola persepsi-diri-konsep-diri

Menggambarkan bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri,

kemampuan mereka, gambaran diri, dan perasaan.


h) Pola hubungan peran

Menggambarkan pola keterikatan peran dengan hubungan meliputi persepsi

terhadap peran utama dan tanggung jawab dalam situasi kehidupan saat ini.

i) Pola reproduksi - seksualitas

Menggambarkan kepuasan atau ketidakpuasan dalam seksualitas, termasuk

status reproduksi wanita.

j) Pola koping - toleransi stress

Menggambarkan pola koping umum, dan keefektifan keterampilan koping

dalam mentoleransi stress.

k) Pola nilai - kepercayaan

Menggambarkan pola nilai, tujuan atau kepercayaan (termasuk

kepercayaan spiritual) yang mengarahkan pilihan keputusan gaya hidup (Gordon

1987 dalam Potter, 1996).

2) Pemeriksaan fisik

Menurut Muttaqin (2010) pemeriksaan fisik dengan pendekatan per sistem

dimulai dari kepala ke ujung kaki atau head to toe dapat lebih mudah dilakukan

pada kondisi klinik. Pada pemeriksaan fisik diperlukan empat modalitas dasar

yang digunakan yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.

Setelah pemeriksaan fisik terdapat pemeriksaan tambahan mengenai

pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengkaji tingkat kesehatan umum

seseorang dan pengukuran tanda-tanda vital (tekanan darah, suhu, respirasi, nadi)

(P. A. Potter, 1996).


2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons

pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik

yang berlangsung aktual maupun potensial. Tujuan diagnosis keperawatan adalah

untuk mengidentifikasi respons pasien individu, keluarga, komunitas terhadap

situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja DPP PPNI, 2016).

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien stroke non hemoragik

yaitu gangguan mobilitas fisik berhubungan penurnan kekuatan otot ditandai

dengan mengeluh susah menggerakkan ekstermitas, rentang gerak (ROM)

menurun. (Tim Pokja DPP PPNI, 2016).

Adapun diagnosa yang mungkin muncul pada pasien stroke non

hemoragik:

a. Gangguan menelan berhubungan dengan penurunan fungsi nerfus vagus atau

hilangnya refluks muntah

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi nerfus

hipoglosus.

c. Nyeri akut

d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis, kehilangan

keseimbangan dan koordinasi, spastisitas dan cedera otak.

e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gejala sisa stroke

f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hemiparesis/hemiplegia,

penurunan mobilitas.

g. Resiko jatuh berhubungan dengan perubahan ketajaman penglihatan


h. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi otot

facial/oral

i. Resiko ketidakefektifakn perfusi jaringan otak berhubungan dnegan

penurunan aliran darah ke otak (aterosklerosis, embolisme) (Nurarif .A.H.

dan Kusuma. H, 2015).

3. Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan merupakan fase dari proses keperawatan yang penuh

pertimbangan dan sistematis serta mencakup pembuatan keputusan untuk

menyelesaikan masalah (Kozier et al., 2010). Menurut McCloskey & Bulecheck

(2000), intervensi keperawatan adalah setiap tindakan berdasarkan penilaian klinis

dan pengetahuan, yang perawat lakukan untuk meningkatkan hasil pada pasien

(Kozier et al., 2010).

Berikut merupakan intervensi dari stroke non hemoragik:

1 2 3 4
No. Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Gangguan NOC NIC
menelan 1. Pencegahan aspirasi Aspiration precaution
Batasan 2. Status menelan : 1. Memantau tingakat
karakteristik: tindakan pribadi kesadaran, refleks
1. Gangguan fase untuk mencegah batuk, refleks muntah,
esofagus pengeluaran cairan dan kemampuan
2. Abnormalitas dan partikel padat ke menelan
pada fase dalam paru 2. Monitor status paru
esofagus pada 3. Status menelan : fase menjaga atau
pemeriksaan esofagus: penyaluran mempertahankan jalan
menelan cairan atau partikel Nafas
3. Pernafasan bau padat dari faring ke 3. Posisi tegak 90 derajat
asam lambung atau sejauh mungkin
4. Bruksisme 4. Status menelan: fase 4. Jauhan manset trakea
5. Nyeri oral : persiapan, meningkat
epigastrik, nyeri penahanan, dan 5. Menyuapkan makanan
ulu hati pergerakan cairan dalam jumlah kecil
6. Menolak atau partikel padat ke 6. Hindari makan, jika
makan arah posterior mulut. residu tinggi tempat
7. Hematemesis 5. Status menelan : fase “pewarna” dalam
8. Hiperekstensi faring: penyaluran tabung pengisi NG
kepala cairan atau partikel 7. Penawaran makanan
(misalnya padat dari mulut ke atau caiaran yang dapat
membukuk esofagus dibentuk menjadi bolus
pada saat atau Kriteria Hasil: sebelum menelan
setelah makan) 1. Dapat 8. Potong makanan
9. Bangun malam mempertahankan menjadi potongan-
karena mimpi makanan dalam mulut potongan kecil
buruk 2. Kemampuan menelan
10.Batuk malam adekuat
hari 3. Pengirim bolus ke
11.Terlihat bukti hipofaring selaras
kesulitan dengan refleks
menelan menelan
(misalnya 4. Kemampuan untuk
statis makanan mengosongkan
pada rongga rongga mulut
mulut, 5. Mampu mengontrol
batuk/tersedak) mual muntah
Faktor yang 6. Imobilisasi
berhubungan: konsekuensi :
1. Akalsia Fisiologis
2. Defek anatomi
didapat
3. Paralisis
serebral
4. Gangguan saraf
kranial
5. Keterlambatan
perkembangan
6. Abnormalitas
orofaring
7. Prematuritas
8. Trauma, cedera
kepala
traumatik
2 Ketidakseimbang NOC NIC
an Nutrisi kurang 1. Nutritional status Nutrition Management
dari kebutuhan : food and fluid 1. Kaji adanya alergi
tubuh 2. Intake makanan
Batasan 3. Nutritional 2. Kolaborasi dengan ahli
karakteristik: status: nutrient gizi untuk menentukan
1. Ketidak intake jumlah kalor dan nutrisi
mampuan 4. Weight control yang dibutuhkan pasien
memakan Kriteria hasil: 3. Anjurkan pasien untuk
makanan 1. Adanya peningkatan meningkatkan intake Fe
2. Tonus otot berat badan 4. Anjurkan pasien untuk
menurun 2. Berat badan ideal meningkatkan protein
3. Mengeluh sesuai dengan tinggi dan vitamin C
gangguan badan 5. Berikan substansi gula
sensasi rasa 3. Mampu 6. Yakinkan diet yang
4. Kelemahan mengidentifikasi dimakan mengandung
otot kebutuhan nutrisi tingg serat untuk
4. Tidak adan tanda-
pengunyah tanda malnutrisi mencegah konstipasi
5. Kelemahan 5. Menunjukkan 7. Berikan makanan yang
otot untuk peningkatan fungsi terpilih ( yang sudah
menelan pengecap dari dikonsultasikan dengan
Faktor-faktor menelan ahli gizi)
yang 6. Tidak terjadi 8. Ajarkan pasien
berhubungan penurunan berat bagaimana membuat
1. Faktor badan yang berarti catatan makanan harian
biologis 9. Monitor jumlah nutrisi
2. Faktor dan kandungan kalori
ekonomi 10.Berikan informasi
3. Ketidakmamp tentang kebutuhan
uan untuk nutrisi
mengabsorbsi 11.Kaji kemampuan pasien
nutrien untuk mendapatkan
4. Ketidak nutrisi yang dibutuhkan
mampuan Nutrition Monitoring
untuk 1. BB pasien dalam batas
mencerna normal
makanan 2. Monitor adanya
5. Ketidak penurunan berat badan
mampuan 3. Monitor tipe dan jumlah
menelan aktivitas yang biasa
makanan dilakukan
6. Faktor 4. Monitor interaksi anak
psikologis atau orang tua selama
makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor mual dan
muntah
10. Monitor kadar
albumin, total
protein,Hb dan kadar Ht
11. Monitor pertumbungan
dan perkembangan
12. Monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
13. Monitor kalori dan
intae nutrisi
14. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
15. Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet.
3 Nyeri akut NOC NIC
Batasan 1. Pain level Pain Management
karakteristik 2. Pain control 1. Lakukan pengkajian
1. Perubahan 3. Comfort level nyeri secara komperhensif
selera makan Kriteria hasil: termasuk
2. Perubahan 1. Mampu mengontrol lokasi, karakteristik,
tekanan darah nyeri (tahu penyebab durasi, frekuensi,
3. Perubahan nyeri, mampu kualitas dan faktor
frekuensi menggunakan tehnik presipitasi
jantung nonfarmakologi untuk 2. Observasi reaksi
4. Perubahan mengurangi nyeri, nonverbal dari
frekuensi mencari bantuan) ketidaknyamanan
pernafasan 2. Melaporkan bahwa 3. Gunakan tenik
5. Laporan nyeri berkurang komunikasi terapeutik
isyarat dengan manajemen untuk mengetahui
6. Diaforesis nyeri pengalaman nyeri
7. Perilaku 3. Mampu mengenali pasien
distraksi nyeri ( skala, 4. Kaji kultur yang
(misalnya intensitas, frekuensi mempengaruhi respon
berjalan dan tanda nyeri) 5. Evaluasi pengalaman
mondar-mandi 4. Menyatakan rasa nyeri masa lampau
mencari orang nyaman setelah nyeri 6. Evaluasi bersama pasien
lain dan atau berkurang dan tim kesehatan lain
aktivitas lain, tentang ketidakefektifan
aktivitas yang kontrol nyeri asa
berulang lampau
8. Mengekspresi 7. Bantu pasien dan
kan perilaku keluarga untuk mencari
9. Masker wajah dan menemukan
10.Sikap dukungan
melindungi 8. Kontrol lingkungan
area nyeri yang dapat
11.Fokus mempengaruhi nyeri
menyempit seperti suhu ruangan,
12.Indikasi nyeri pencahayaan dan
yang dapat kebisingan
diamati 9. Kurangi faktor
13.Perubahann presipitasi nyeri
posisi untuk 10.Pilih dan lakukan
menghindari penanganan nyeri
nyeri (farmakologi, non
14.Sikap tubuh farmakologi dan
melindungi interpersonal)
15.Dilatasi pupil 11.Kaji tipe dan sumber
16.Melaporkan nyeri untuk menentukan
nyeri secara intervensi
verbal 12.Ajarkan tentang teknik
17.Gangguan non farmakologi
tidur 13.Berikan analgetik untuk
Faktor yang mengurangi nyeri
berhubungan 14.Evaluasi keefektifan
1. Agen cedera kontrol nyeri
(misalnya 15.Tingkatkan istirahat
biologis, kimia, 16.Kolaborasikan dengan
fisik, psikologis) dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
Berhasil
4. Gangguan NOC: NIC :
mobilitas fisik 1. Joint Movement Exercise therapy :
Batasan : Active ambulation
Karakteristik: 2. Mobility level 1. Monitoring vital sign
1.Kesulitan 3. Self care : ADLs sebelum atau sesudah
membolak balik 4. Transfer performance latihan dan lihat respon
posisi Kreteria Hasil : pasien saat latihan
2.Perubahan cara 1. Klien meningkat 2. Konsultasikan dengan
berjalan dalam aktivitas fisik terapi fisik tentang
3.Keterbatasan 2. Mengerti tujuan dari rencana ambulasi sesuai
kemampuan peningkatan mobilitas dengan kebutuhan
1 2 3 4
melakukan 3. Membervalisasikan 3. Bantu klien untuk
keterampilan perasaan dalam menggunakan tongkat
motorik halus peningkatan kekuatan saat berjalan dan cegah
4.Keterbatasan dan kemmapuan terhadap cedera
kemampuan berpindah 4. Ajarkan pasien atau
melakukan 4.Memperagakan tenaga kesehatan lain
keterampian penggunaan akat tentang teknik ambulasi.
motorik kasar 5.Bantu untuk mobilisasi 5. Kaji kemampuan pasien
5.Keterbatasan dalam mobilisasi
rentang 6. Latihan pasien dalam
pergerakan pemenuhan kebutuhan
sendi adls secara mandiri
Faktor yang sesuai kemampuan
berhubungan 7. Dampingi dan bantu
1. Penurunan pasien saat mobilisasi
kendali otot dan bantu penuhi
2. Gangguan kebutuhan adls
neuromoskular 8. Berikan alat bantu jika
3. Penurunan klien memerlukan
kekuatan otot 9. Ajarkan pasien
4. Kurang bagaimana merubah
pengetahuan posisi dan berikan
tentang aktivitas bantuan jika diperlukan
fisik
5. Keengganan
memulai
pergerakan
5. Defisit perawatan Noc : Nic :
diri 1. Sefl care status Self care assistance :
2. Self care : dressing dressing / grooming
3. Activity tolerance 1. Pantau tingkat kekuatan
1 2 3 4
4. Fatigue level dan toleransi aktivitas
Kriteria hasil: 2. Pantau peningkatan dan
1. Mampu melakukan penurunan kemampuan
tugas fisik yang untuk berpakaian dan
paling mendasar dan melakukan perawatan
aktivitas perawatan rambut
diri secara mandiri 3. Pertimbangkan usia
dengan atau tanpa alat pasien ketika
bantu mempromosikan
2. Mampu menganakan aktivitas perawatan diri
pakaian dengan atau 4. Sediakan pakaian pasien
tanpa alat bantu pada tempat yang
3. Mampu mudah di jangkau
mempertahankan 5. Dukung kemandirian
kebersihan pribadi dan dalam berpakaian,
penampilan yang rapih berhias, bantu pasien
secara mandiri dengan jika diperlukan
atau tanpa alat bantu 6. Perawatan diri
4. Perawatan diri eliminasi:
eliminasi: mampu Membantu pasien ke
melakukan aktivitas toilet
eliminasi 7. Menyediakan privasi
5. Mampu duduk dan selama eliminasi
turun dari kloset 8. Perawatan diri makan:
6. Membersihkan diri Memonitor pasien
setelah eliminasi kemampuan untuk
7. Perawatan diri makan menelan
: kemampuan 9. Identifikasi diet yang
menyiapkan makan diresepkan
padat atau cairan 10. Mengatur nampan
makanan dan meja
secara aman dari Menarik
mulut ke lambung 11.Ciptakan lingkungan
8. Mampu makan secara yang menyenangkan
mandiri selama waktu makan
9. Perawatan diri mandi 12.Pastikan posisi pasien
: mampu untuk yang tepat untuk
membersihkan tubuh memfasilitas
secara mandiri dengan mengunyah dan
atau tanpa alat bantu menelan
10.Mampu untuk 13.Memberikan bantuan
mempertahankan fisik, sesuai kebutuhan
kebersihan dan 14.Perawatan diri mandi :
penampilan yang rapi Menyediakan artikel
secara mandiri dengan pribadi yang diinginkan
atau tanpa alat bantu ( sikat gigi, sabun,
11.Mampu untuk sampo, lotion, dan
merawat mulut dan produk aromaterapi)
gigi secara mandiri 15.Memfasilitasi mandi
dengan atau tanpa alat pasien
bantu 16.Memantau integritas
12.Mampu kulit pasien
mempertahankan 17.Menjaga kebersihan
mobilitas yang ritual
diperlukan untuk
kamar mandi dan
menyediakan
perlengkapan mandi
13.Mengungkapkan
secara verbal
kepuasan tentang
kebersihan tubuh dan
6. Resiko kerusakan NOC NIC:
intagritas kulit 1. Tissue integrity : Pressure Management
skin and muccous 1. Anjurkan pasien untuk
2. Membranes menggunakan pakaian
3. Hemodyalis akses longgar
Kriteria hasil : 2. Hindari kerutan pada
1. Integritas kulit bisa tempat tidur
dipertahankan 3. Jaga kebersihan kulit
2. Perfusi jaringan baik agar tetap bersih dan
3. Mampu melindungi kering
kulit dan 4. Mobilisasi pasien (ubah
mempertahankan posisi pasien setiap 2
kelembaban kulit dan jam sekali)
perawatan alami 5. Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada
daerah yang tertekan
6. Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien.
7 Resiko Jatuh NOC NIC
Faktor resiko: 1. Trauma Risk For Fall prevention
Fisiologis 2. Injury risk for 1. Mengidentifikasi defisit
1. Gangguan Kriteria Hasil : kognitif atau fisik
keseimbangan 1. Keseimbangan : pasien yang dapat
2. Gangguan kemampuan untuk meningkatkan potensi
mobilitas fisik mempertahankan jatuhdalam lingkungan
ekulibrium tertentu
2. Gerakan terkoordinasi 2. Mengidentifikasi
kemampuan otot perilaku dan faktor yang
untuk bekerja sama mempengaruhi risiko
secara volunter untuk Jatuh
melakukan gerakan yang 3. Mengidentifikasi
bertujuan karakteristik lingkungan
3. Perilaku pencegahan yang dapat
jatuh : tindakan meningkatkan potensi
individu atau pemberi untuk jatuh
asuhan untuk 4. Sarankan perubhana
meminimalkan faktor dalam gaya berjalan
resiko yang dapat kepada pasien
memicu jatuh 5. Mendorong pasien
dilingkungan individu untuk menggunakan
4. Kejadian jatuh : tidak tongkat atau alat
ada kejadian jatuh pembantu berjalan
5. pengetahuan : 6. Kunci roda dari kursi
keamanan pribadi. roda, tempat tidur atau
6. Pelanggaran brankar selama transfer
perlindungan tingkat pasien
kebingungan akut 7. Tempat artikel mudah
7. Tingkat agitasi dijangkau dari pasien
8. Komunitas 8. Ajarkan pasien
pengendalian risiko : bagaimana jatuh untuk
kekerasan meminimalkan cedera
9. Komunitas tingkat
kekerasan
10.Gerakan
terkoordinasi
11. Kecenderungan
12. risiko pelarian untuk
kawin
13.Kejadian terjun
Keparahan cedera
Fisik
1 2 3 4
4. Kerusakan NOC NIC
komunikasi 1. Komunikasi ekspresif 1. Beri satu kalimat
verbal ( kesulitan bicara) simpel setiap bertemu,
Batasan ekspresi pesan verbal jika diperlukan
karakteristik dan atau non verbal
2. Konsultasikan dengan
1. Tidak dapat yang bermakna
dokter kebutuhan
bicara
2. Mampu terapi wicara
2. Kesulitan memanajemen
3. Dorong pasien untuk
mengekspresik kemampuan fisik
berkomunikasi secara
an pikiran yang dimiliki
perlahan dan untuk
secara verbal
3. Mampu mengulangi
3. Pelo mengkomunikasikan permintaan
kebutuhan dengan
4. Sulit bicara 4. Dengarkan dengan
lingkungan sosial
penuh perhatian
5. Bicara dengan
kesulitan 5. Beri anjuran kepada
pasien dan keluarga
Faktor yang
tentang penggunaan
berhubungan:
alat bantu bicara
1. Perubahan
sistem saraf 6. Berikan pujian positif,
pusat jika diperlukan

2. Penurunan 7. Anjurkan kunjungan


sirkulasi ke keluarga secara teratur
otak untuk memberi
stimulus komunikasi
3. Hambatan
fisik

4. Pelemahan
sistem
muskuloskelet
1 2 3 4
al

9 Perfusi Perifer NOC: NIC :


. Tidak Efektif 1. Circulation status Peripheral Sensastion
Batasan 2. Tissue perfusion Management
Karakteristik: : cerebral (managemen sensasi
1. Perubahan Kriteria Hasil : perifer)
fungsi motorik Mendemonstrasikan 1. Monitor adanya daerah
2. Perubahan status sirkulasi yang tertentu yang hanya
tekanan darah ditandai dengan: peka terhadap panas/
Diekstermitas 1. Berkomunikasi dingin/tajam/tumpulM
3. Nyeri dengan jelas dan onitor adanya paretese
Ekstermitas sesuai dengan 2. Instruksikan keluarga
Faktor yang kemampuan untuk mengobservasi
berhubungan :
2. Menunjukkan kulit jika ada isis atau
1. Kurang
perhatian, konsentasi laserasi
Pengetahuan
dan orientasi 3. Gunakan sarung
tetang faktor
3. Memproses tangan untuk proteksi
Pemberat
informasi 4. Batasi gerak pada
(misalnya :
4. Membuat keputusan kepala, leher dan
merokok, gaya
dengan benar punggung
hidup monoton,
5. Menunjukan fungsi 5. Monitor kemampuan
trauma, obesitas,
sensori motori cranial BAB
asupan garam,
yang utuh : tingkat 6. Kolaborasi pemberian
imobilitas).
kesadaran membaik, analgetik
2. Kurang
tidak ada gerakan 7. Monitor adanya
Pengetahuan
gerakan involunter tromboplebitis
tentang proses
8. Diskusikan mengenai
penyakit.
penyebab perubahan
Sensasi
Sumber : Nurarif, A.H & Hardhi , Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nic Noc, 2015
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi pengumpulan data

berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan,

serta menilai data yang baru. Pada proses keperawatan, implementasi adalah fase

ketika perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan. Berdasarkan

terminology NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan

tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk

melaksanakan intervensi (atau program keperawatan). Perawat melaksanakan atau

mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap

perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan

keperawatan dan respons klien terhadap tindakan tersebut (Kozier, 2010).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan. Evaluasi adalah

aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari evaluasi

menentukan menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan,

atau diubah. Evaluasi berjalan kontinu, evaluasi yang dilakukan ketika atau segera

setelah mengimplementasikan program keperawatan memungkinkan perawat segera

memodifikasi intervensi. Evaluasi yang dilakukan pada interval tertentu (misalnya,

satu kali seminggu untuk klien perawatan dirumah) menunjukan tingkat kemajuan

untuk mencapai tujuan dan memungkinkan perawat untuk memperbaiki kekurangan

dan memodifikasi rencana asuhan sesuai kebutuhan (Kozier, 2010).


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mobilitas adalah proses yang kompleks yang membutuhkan adanya koordinasi antara

sistem muskuloskeletal dan sistem saraf (P. Potter, 2010) Mobilisasi adalah suatu

kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan dengan bebas (Kozier, 2010). Jadi

mobilitas atau mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,

mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna

mempertahankan kesehatannya untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara

mandiri

B. Saran

Stroke menjadi beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan.Berbagai

fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih merupakan masalah utama

di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah

krusial ini diperlukan strategi penangulangan Stroke yang mencakup aspek preventif,

terapi rehabilitasi, dan promotif

Anda mungkin juga menyukai