Anda di halaman 1dari 55

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Chronic kidney disease (CKD) atau gagal ginjal kronik merupakan kondisi
ketika pasien mengalami kerusakan ginjal yang berlanjut sehingga memerlukan
terapi pengganti ginjal secara terus menerus, kondisi penyakit pasien telah masuk
ke stadium akhir penyakit ginjal kronis, yang dikenal juga dengan gagal ginjal
tahap akhir (Smeltzer & Bare, 2010).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2012 penderita
gagal ginjal baik akut maupun kronik mencapai 50% sedangkan yang diketahui
dan mendapatkan pengobatan hanya 25% dan 12,5% yang terobati dengan baik.
Berdasarkan Data Laporan Tahunan USRDS (United States Renal Data System)
tahun 2013, lebih dari 615.000 orang Amerika sedang dirawat karena gagal ginjal.
Berdasarkan jumlah tersebut, lebih dari 430.000 adalah pasien dialisis dan lebih
dari 185.000 melakukan transplantasi ginjal. Sejak tahun 2000, jumlah pasien
yang telah didiagnosis dengan gagal ginjal telah meningkat sebanyak 57%.
Prevalensi ESRD (End Stage Renal Diases) pada tahun 2011 di Amerika Serikat
sebesar 1.901/1.000.000 penduduk. Pada tahun 2011, lebih dari 92.000 pasien
meninggal akibat komplikasi gagal ginjal.
Penyakit gagal ginjal di Indonesia menempati urutan ke 10 dalam penyakit
tidak menular (Kemenkes RI, 2013). Prevalensi gagal ginjal di Indonesia
mencapai 400.000 juta orang tetapi belum semua pasien tertangani oleh tenaga
medis, baru sekitar 25.000 orang pasien yang dapat ditangani, artinya ada 80%
pasien yang tidak mendapat pengobatan dengan baik. Pada bulan November 2011
dinas kesehatan provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Rumah Sakit Umum
Pusat dr. Kariadi Semarang melakukan penelitian dengan hasil penderita gagal
ginjal kronik terbesar adalah kabupaten Surakarta dengan 54,2% dari jumlah total
56 ribu penderita. Diperkirakan tiap tahun ada 2000 pasien baru. Berdasarkan data
tersebut sekitar 60%-70% dari pasien tersebut berobat dalam kondisi sudah masuk
tahap gagal ginjal terminal. Sedangkan untuk kabupaten Kebumen prevalensinya
mencapai 3% atau sekitar 456 penderita (Dinkes Jateng, 2011).

1
2

Menurut data RSUD Doris Sylvanus, di Palangkaraya, pada 2015 ada 9.743
pasien menjalani cuci darah atau hemodialisa dan 55 orang di antaranya
meninggal. Angkanya meningkat ketimbang 2014 dengan 8.518 pasien dan 40
orang di antaranya meninggal. Penderita gagal ginjal di Palangkaraya, Kalimantan
Tengah, meningkat. Hal itu dipicu oleh diabetes melitus, hipertensi, serta terlalu
banyak mengonsumsi obat herbal dan suplemen penambah stamina. Pasien
terbanyak di usia produktif, sekitar 40 tahun. Ada juga remaja putri berusia 16
tahun karena sejak kecil kerap mengonsumsi vitamin C dosis tinggi.
Kegagalan ginjal membentuk eritropoitin dalam jumlah yang adekuat sering
menimbulkan anemia dan keletihan, akibat anemia berpengaruh buruk pada
kualitas hidup (Corwin, 2009). Hemodialisa atau tranplantasi ginjal diperlukan
untuk kelangsungan hidup pasien gagal ginjal kronis. Dialysis merupakan suatu
proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah didalam
tubuh ketika ginjal tidak dapat melakukan hal tersebut. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih
kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal
dialysis (Smeltzer & Bare, 2010).
Terapi hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal
dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik atau endokrin yang
dilaksanakan oleh ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapi terhadap
kualitas hidup pasien. Pasien harus menjalani dialisis sepanjang hidupnya atau
sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan (Smeltzer & Bare,
2010).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat laporan studi kasus
tentang Asuhan Keperawatan Pada Ny.L Dengan Chronic kidney disease CKD
Di Ruang Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah sebagai
berikut : “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Ny. L dengan Chronic Kidney
Disease (CKD) di Ruang Bougenville RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya?”.
3

1.3 Tujuan Studi Kasus


1.3.1 Tujuan Umum
Dari penulisan studi kasus adalah untuk mendapatkan atau memperoleh
kemampuan dalam menyusun dan menyajikan laporan studi kasus dengan
menggunakan proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan Kusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Ny.L dengan
Chronic Kidney Disease (CKD) di Ruang Bougenville RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya
1.3.2.2 Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien Ny. L
dengan Chronic Kidney Disease (CKD) di Ruang Bougenville RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya
1.3.2.3 Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
masalah keperawatan pada Ny.L dengan Chronic Kidney Disease (CKD)
di Ruang Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
1.3.2.4 Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan
pada Ny.L dengan Chronic Kidney Disease (CKD) di Ruang
Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.5 Mahasiswa Mampu membuat evaluasi keperawatan pada Ny.L dengan
Chronic Kidney Disease (CKD) di Ruang Bougenville RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Teoritis
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat untuk meningkatkan
mutu profesi keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien
dengan penyakit Chronic Kidney Disease (CKD).
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Mahasiswa
Untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam
mempelajari asuhan keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney Disease
4

(CKD).. Serta sebagai acuan atau referensi mahasiswa dalam penulisan laporan
studi kasus selanjutnya
1.4.2.2 RSUD dr. Doris Sylvanus
Untuk RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya khususnya ruang B
(Bougenville), penulisan laporan studi kasus ini di dapat sebagai referensi bagi
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Chronic
Kidney Disease (CKD)., serta sebagai masukan untuk meningkatkan mutu
pelayanan yang lebih baik, khususnya pada pasien dengan Chronic Kidney
Disease (CKD)..
1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap Palangka Raya
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa yang akan
datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam penguasaan
terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai
pendokumentasiaan.
5

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik (Chronic Kidney Desease)


2.1.1 Definisi
Gagal ginjal kronis (Chronic Kidney Desease) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2009:47).
Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan
gangguan fungsi ginjal yang progesif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan sampah nitrogen lain dalam darah) (Surhayanto,
2009:183).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2011:166).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah destruksi struktur ginjal yang
progresif dan terus menerus yang berakibat fatal dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah.

2.1.2 Etiologi
Menurut Muttaqin, 2012: 166) etiologi dari gagal ginjal kronis yaitu sebagai
berikut:
2.1.2.1 Penyakit dari Ginjal
1) Infeksi kuman: pyelonefritis,
Infeksi ginjal atau pielonefritis terjadi karena berpindahnya bakteri dari
kandung kemih ke ginjal, yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman atau nyeri.
Infeksi ginjal biasanya merupakan komplikasi dari infeksi saluran kemih. Bakteri
akan memasuki tubuh manusia melalui kulit yang berada di sekitar uretra, lalu
6

berpindah dari uretra menuju kandung kemih, sebelum akhirnya menginfeksi


ginjal.
2) Batu ginjal: nefrolitiasis
Penyakit batu ginjal atau nefrolitiasis adalah suatu kondisi ketika material
keras yang menyerupai batu terbentuk di dalam ginjal. Material tersebut berasal
dari sisa zat-zat limbah di dalam darah yang disaring oleh ginjal yang kemudian
mengendap dan mengkristal seiring waktu.
3) Kista di ginjal: polcystis kidney.
Merupakan penyakit keturunan berupa munculnya kista (kantong berisi
cairan) yang berkelompok di dalam ginjal. Penyakit ginjal polikistik tidak ganas,
namun dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.
4) Trauma langsung pada ginjal.
Terkena pukulan berat langsung pada ginjal, dapat mengakibatkan penyakit
ginjal.
5) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
Obstruksi urinaria atau sumbatan pada sistem perkemihan dapat menjadi
sebuah presentasi adanya gangguan kesehatan pada saluran perkemihan ringan
hingga kondisi kesehatan yang serius. dapat menyebabkan gagal ginjal.
2.1.2.2 Penyakit Umum di Luar Ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes melius, hipertensi.
Ketika tubuh memiliki kadar gula yang terlalu tinggi atau lebih sering
disebut dengan kondisi diabetes maka akan menyebabkan ginjal bekerja terlalu
keras. Ginjal akan menyerap darah dalam jumlah yang lebih tinggi sehingga
menyebabkan pembuluh darah yang bertugas menyaring darah bisa bekerja terlalu
banyak. Kemudian setelah beberapa lama ginjal tidak mampu menyaring semua
bagian limbah dari darah dan menyebabkan kebocoran. Akibatnya maka urin
mengandung protein yang seharusnya tinggal dalam tubuh. Ginjal akan
kehilangan fungsinya dengan ditandai penemuan protein tinggi dalam urin. Ginjal
tidak bisa bekerja lagi kemudian terjadilah gagal ginjal.
Tekanan darah tinggi membuat pembuluh darah bekerja terlalu keras karena
aliran darah yang terlalu kuat. Kondisi ini dapat menyebabkan pembuluh darah
rusak termasuk pembuluh darah yang ada pada bagian ginjal. Arteri besar dan
7

pembuluh darah kecil yang menuju ginjal dapat rusak. Kemudian secara perlahan
ginjal mengalami penurunan fungsi dan menyebabkan banyak cairan limbah yang
menumpuk pada ginjal
2) Obat-obatan.
Kebiasaan mengkonsumsi berbagai jenis obat-obatan yang mengandung
bahan lithium dan siklosporin dapat memicu terjadinya gagal ginjal. Hal ini
disebabkan karena ginjal bekerja terlalu keras untuk menyaring semua limbah
yang dihasilkan dari sisa obat dalam tubuh. Akibat yang paling parah dari
kebiasaan minum obat berlebihan adalah gagal gi
3) Dehidrasi
Dehidrasi adalah sebuah kondisi ketika tubuh tidak memiliki jumlah cairan
yang cukup dan menyebabkan sistem metabolisme tubuh menjadi terganggu. Ada
beberapa tahapan dehidrasi mulai dari tahap ringan, berat hingga sangat parah.
Dehidrasi bisa tergantung pada berat badan dan jumlah cairan yang hilang dari
tubuh. Tanda pertama dehidrasi adalah ketika tubuh terus merasa haus dan urin
berwarna lebih keruh. Selain itu, dehidrasi juga bisa ditandai dengan sakit kepala
tiba-tiba, lelah, mulut dan bibir lebih kering, jumlah urin yang lebih kecil.
Dehidrasi yang lebih parah dapat menyebabkan gangguan ginjal kronis karena
tidak ada cairan yang bisa diserap oleh ginjal. Penyakit ginjal kronis bisa berujung
pada gagal ginjal

2.1.3 Patofisiologi
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan produk sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang
sakit.Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal
ginjal kronis mungkin minimal karena nefron-nefron lain yang sehat mengambil
alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan laju filtrasi,
reabsorbsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi dalam proses tersebut.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak
dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan
tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reasorbsi protein.
8

Seiring dengan penyusutan progresif nefron, terjadi pembentukkan jaringan


parut dan penurunan aliran darah ginjal. Pelepasan renin dapat meningkat dan
bersama dengan kelebihan beban cairan, dapat menyebabkan hipertensi.Hipertensi
mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan meningkatkan filtrasi (karena tuntutan
untuk reasorbsi) protein plasma dan menimbulkan stress oksidatif.Kegagalan
ginjal membentuk eritropoietin dalam jumlah yang adekuat sering kali
menimbulkan anemia dan keletihan akibat anemia berpengaruh buruk pada
kualitas hidup.Selain itu, anemia kronis dapat menyebabkan penurunan oksigenasi
jaringan di seluruh tubuh dan mengaktifkan refleks-refleks yang ditujukan untuk
meningkatkan curah jantung guna memperbaiki oksigenasi.Refleks ini mencakup
aktivasi susunan saraf simpatis dan peningkatan curah jantung.Akhirnya,
perubahan tersebut merangsang individu yang menderita gagal ginjal mengalami
gagal jantung kongestif sehingga penyakit ginjal kronis menjadi satu faktor risiko
yang terkait dengan penyakit jantung (Corwin, 2009:729).
Menurut (Muhammad, 2012:34), perjalanan umum gagal ginjal kronis dapat
dibagi menjadi 4 stadium, yaitu sebagai berikut.
2.1.3.1 Stadium I (Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40%– 75%))
Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik dan laju
filtrasi glomerulus 40-50% tetapi, sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi. Pada
tahap ini penderita ini belum merasakan gejala gejala dan pemeriksaan
laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin
serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberikan beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih yang lama atau
dengan mengadakan test GFR yang teliti.
2.1.3.2 Stadium II (Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20% – 50%))
Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal
daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat
dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan
pencegahan pemberian obat-obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila
langkah- langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75% jaringan yang
9

berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein
dalam diet. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal.
2.1.3.3 Stadium III (Gagal Ginjal (faal ginjal kurang dari 10%))
Pada tahap ini laju filtrasi glomerulus 10-20% normal, BUN dan kreatinin
serum meningkat. Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan
dimana tak dapat melakukan tugas sehari - hari sebagaimana mestinya. Gejala-
gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas,
pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan
akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Oleh karena itu, penderita
tidak dapat melakukan tugas sehari-hari.
2.1.3.4 Stadium IV (End Stage Meal Disease (ESRD)
Sltadium akhir timbul pada sekitar 90% dari massa nefron telah hancur.
Nilai GFR nya 10% dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-
10 ml/menit atau kurang.Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan
meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh.
Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari
karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang
tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia
dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem
dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal
kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
10

2.1.4 Pathway
11

2.1.5 Manifestasi Klinis


Menurut (Muhammad, 2012:40), manifestasi klinis pada Gagal
Ginjal Kronik (Chronic Kidney Desease) yaitu sebagai berikut:
2.1.5.1 Gangguan pada Gastrointestinal
1) Anoreksia, mual/muntah akibat adanya gangguan metabolisme protein
dalam usus dan terbentuknya zat toksik.
2) Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur yang
kemudian diubah menjadi ammonia oleh bakteri, sehingga napas penderita
berbau ammonia.
2.1.5.2 Sistem Kardiovaskular
1) Hipertensi
Merupakan keadaan dimana tekanan darah berada di atas batas normal,
yaitu di atas 120/80 mmHg. Peningkatan tekanan darah berkepanjangan akan
merusak pembuluh darah di sebagian besar tubuh. Di dalam ginjal terdapat jutaan
pembuluh darah kecil yang berfungsi sebagai penyaring guna mengeluarkan
produk sisa darah. Jika pembuluh darah di ginjal rusak, maka kemungkinan aliran
darah berhenti membuang limbah dan cairan ekstra dari tubuh. Bila ekstra cairan
di dalam pembuluh darah menigkat, maka bisa meningkatkan tekanan darah.
2) Dada terasa nyeri dan sesak napas.
Sakit didada bisa akibat nyeri urat-otot, sendi tulang atau mungkin juga
karena ada gangguan jantung atau gangguan paru-paru. Nyeri dada merupakan
salah satu gejala yang tidak boleh di anggap remeh, karena salah satu nyeri dada
adalah serangan jantung yang berpotensi mengancam jiwa sehingga penting sekali
untuk dapat mengenalinya agar segera mencari pertolongan dengan cepat dan
tepa.
3) Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini.
4) Edema
Edema meliputi vasokonstriksi rena (agen antiinflamasi nonsteroid dan
siklosporin), dilatasi arteriol (vasodilator), peningkatan reabsorpsi natrium ginjal
(hormon steroid) dan kerusakan kapiler (interleukin).
12

2.1.5.3 Gangguan Sistem Saraf dan Otak


1) Miopati, kelainan dan hipertrofi otot.
2) Ensepalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur, dan konsentrasi terganggu.
2.1.5.4 Gangguan Sistem Hematologi dan Kulit
1) Anemia karena kekurangan produksi eritropoetin.
2) Kulit pucat kekuningan akibat anemia dan penimbuann urokrom.
3) Gatal-gatal akibat toksik uremik.
4) Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
5) Gangguan fungsi kulit (fagositosis dan kematosis berkurang).
2.1.5.5 Gangguan Sistem Endokrin:
1) Gangguan metabolisme glukosa retensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.
2) Gangguan seksual/libido; fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki dan
gangguan sekresi imun.
2.1.5.6 Gangguan pada Sistem Lain
1) Tulang mengalami osteodistrofi renal.
2) Asidosis metabolik.

2.1.6 Komplikasi
Menurut (Corwin, 2009:730), komplikasi dari penyakit gagal ginjal
kronik adalah sebagai berikut.
2.1.6.1 Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan
elektrolit, asidosis metabolik, azotemia, dan uremia.
2.1.6.2 Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan
uremia berat. Asidosis metabolik memburuk, yang secara mencolok merangsang
kecepatan pernapasan.
2.1.6.3 Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremik, dan
pruritus (gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi.
2.1.6.4 Penurunan pembentukan eriropoietin dapat menyebabkan sindrom anemia
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskular, dan penyakit
ginjal yang akhirnya menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
2.1.6.5 Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
13

2.1.6.6 Tanpa pengobatan dapat terjadi koma dan kematian.

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut (Arif Muttaqin, 2011:172), pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut.
2.1.7.1 Laju Endap Darah (LED)
Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia.
2.1.7.2 Ureum dan kreatinin
Meninggi,biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin kurang lebih
20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna,
demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah
protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
2.1.7.3 Natrium
Natrium sering dijadikan salah satu indikator gangguan pada jantung, ginjal
ndan penyakit gondok. Beberapa diagnosis pen yakit seperti gangguan ginjal
disertai pembengkakkan pada kaki dan atau seluruh badan, pembengkakkan
jantung, pembengkkan pada peru yang berisi cairan, diare yang berkepanjangan,
dan olah raga dengan keringat yang berlebihan.
2.1.7.4 Kalium
Seperti halnya natrium, kalium juga merupakan indikator adanya gangguan
metabolisme cairan tubuh, terutamamelibatkanjantung dabn gagal ginjal. Kadar
kalium bisa menurun pada orang-orang yang menderita diabetes melitus (kencing
manis), diare yang berkepanjangan, muntah-muntah, dan penyakit ginjal.
2.1.7.5 Magnesium
Magnesium terdapat di dalam tulang dan otot. Kadarnya bisa meninggi pada
pasien dengan kelainan iramajantung atau gagal ginjal. Orang yang sering
mengkonsumsi alkohol biasanyaa mengalami penurunan kadar magnesium.
Begitu pula halnya kasus-kasus malnutrisi atau kekurangan gizi.
2.1.7.6 Gula Darah Sewaktu
Pemeriksaan ini biasanya hanya diperiksa sewaktu-waktu. Tidak ada
pemeriksaan khusus.
14

2.1.7.7 Pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD/ BGA)


Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran pH (dan juga
keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat,
saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa

2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Gagal Ginjal adalah sebagai
berikut.
2.1.8.1 Pencegahan
Pencegahan mencakup perubahan gaya hidup dan jika diperlukan, obat
untuk mengontrol hipertensi, obat pengontrol glikemik yang baik bagi penderita
diabetes, dan jika mungkin menghindari obat-obat nefrotoksik. Pemakaian lama
analgesik yang mengandung kodein dan obat-obat anti-inflamasi non steroid
(NSAID) harus dihindari, khususnya pada individu yang mengalami gangguan
ginjal. Diagnosis dini dan pengobatan lupus eritematosus sistemik dan penyakit
lainnya yang diketahui merusak ginjal amat penting. Selain itu, pada semua
stadium pada gagal ginjal kronik pencegahan infeksi perlu dilakukan (Elizabeth
corwin, 2009:731).

2.1.8.2 Penatalaksanaan Medis


Menurut (Arif Muttaqin, 2011:173), tujuan penatalaksanaan adalah menjaga
keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut.
1) Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal
yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis
memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan
perdarahan; dan membantu penyembuhan luka.
2) Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting karena
hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama
harus diingat adlah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan
pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EKG dan
EEG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan
15

mengurangi intake kalium, pemberian Na bikarbonat, dan pemberian infus


glukosa.
3) Koreksi anemia. Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor
defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat
diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggi
Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,
misalnya ada insufisiensi koroner.
4) Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada
permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan,
jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialysis peritoneal dapat
juga mengatasi asidosis.
5) Pengendalian hipertensi. Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan
vasodilator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan
hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi
natrium.
6) Transplantasi ginjal. Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pasien
GGK, maka seluruh faal ginjal diganti dengan ginjal yang baru.

2.1.8.3 Penatalaksanaan Keperawatan


Menurut (Price, 2011:965), penatalaksanaan keperawatan pada pasien
dengan gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
1) Pengaturan Diet Protein
Pembatasan tidak hanya mengurangi kadar BUN dan mungkin juga hasil
metabolisme protein toksik yang belum diketahui, tetapi juga mengurani
asupan kalium, fosfat, dan produksi ion hydrogen yang berasal dari protein.
Mempertahankan keseimbangan protein pada diet protein 20g mungkin
dilakukan, menyediakan protein dalam nilai biologik yang tertinggi dan
kalori yang memadai.
2) Pengaturan Diet Kalium
16

Jumlah yang diperbolehkan dalam diet adalah 40 hingga 80 mEq/hari.


Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-
obatan atau makanan yang tinggi kandungan kalium.

3) Pengaturan Diet Natrium Dan Air


Jumlah natrium yang biasanya diperbolehkan adalah 40 hingga 90
mEq/hari. Tapi asupan natrium yang optimal harus ditentukan secara individual
pada setiap pasien untuk mempertahankan hidrasi yang baik.

2.2 Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Manusia


2.2.1 Definisi
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait
dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan.
Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik
yang muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui sistem saraf
perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di
spinal cord
Secara umum keperawatan mendefinisikan nyeri sebagai apapun yg
menyakitkan tubuh yg dikatakan individu yg mengalaminya, yg ada kapanpun
individu mengatakannya.Nyeri → Perasaan atau keadaan emosi yang tidak
menyenangkan karena potensial kerusakan jaringan atau jaringan rusak.
Mc Coffery (2010) : suatu keadaan yg mempengaruhi seseorang, yg
keberadaanya diketahui hanya jika orang itu pernah mengalaminya
Wolf W. Feurst (2011) : suatu perasaan menderita secara fisik dan mental
atau perasaan yg menimbulkan ketegangan
Arthur C. Curton (2011) : suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul
ketika jaringan sedang rusak,dan menyebabkan individu tersebut bereaksi utk
menghilangkan nyeri
17

2.2.2 Etiologi
Trauma. Trauma ini juga terbagi menjadi beberapa macam. Penyebab
trauma ini terbagi menjadi :
2.2.2.1 Mekanik. Rasa nyeri yang diakibatkan oleh mekanik ini timbul akibat
ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan. Contoh dari nyeri akibat trauma
mekanik ini adalah akibat adanya benturan, gesekan, luka dan lain-lain.
2.2.2.2 Thermis. Nyeri karena hal ini timbul karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat panas, dingin, misal karena api dan air.
2.2.2.3 Khemis. Nyeri yang ditimbulkan karena adanya kontak dengan zat kimia
yang bersifat asam atau pun basa kuat.
2.2.2.4 Elektrik. Nyeri yang ditimbulkan karena adanya pengaruh aliran listrik
yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan
luka bakar.
1) Neoplasma. Neoplasma ini juga terbagi menjadi dua yaitu :
a) Neoplasma Jinak.
b) Neoplasma Ganas.Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh
darah. Hal ini dapat dicontohkan pada pasien dengan infark miokard
akut atau pun angina pektoris yang dirasakan adalah adanya nyeri dada
yang khas.
2) Peradangan. Nyeri yang diakibatkan karena adanya kerusakan ujung-ujung
saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.
Contohnya adalah nyeri karena abses.
3) Trauma psikologis.

2.2.3 Patofisiologi
Patofisiologi nyeri ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Reseptor nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor mencakup ujung-ujung saraf
bebas yang berespon terhadap berbagai rangsangan termasuk tekanan mekanis,
deformasi, suhu yang ekstrim, dan berbagai bahan kimia. Pada rangsangan yang
intensif, reseptor-reseptor lain misalnya badan Pacini dan Meissner juga mengirim
informasi yang dipersepsikan sebagai nyeri. Zat-zat kimia yang memperparah
nyeri antara lain adalah histamin, bradikini, serotonin, beberapa prostaglandin, ion
18

kalium, dan ion hydrogen. Masing-masing zat tersebut tertimbun di tempat


cedera, hipoksia, atau kematian sel. Nyeri cepat (fast pain) disalurkan ke korda
spinalis oleh serat A delta, nyeri lambat (slow pain) disalurkan ke korda spinalis
oleh serat C lambat.
Serat-serat C tampak mengeluarkan neurotransmitter substansi P sewaktu
bersinaps di korda spinalis. Setelah di korda spinalis, sebagian besar serat nyeri
bersinaps di neuron-neuron tanduk dorsal dari segmen. Namun, sebagian serat
berjalan ke atas atau ke bawah beberapa segmen di korda spinalis sebelum
bersinaps. Setelah mengaktifkan sel-sel di korda spinalis, informasi mengenai
rangsangan nyeri diikirim oleh satu dari dua jaras ke otak- traktus
neospinotalamikus atau traktus paleospinotalamikus (Corwin, 2000 : 225).
Informasi yang di bawa ke korda spinalis dalam serat-serat A delta di
salurkan ke otak melalui serat-serat traktus neospinotalamikus. Sebagian dari serat
tersebut berakhir di reticular activating system dan menyiagakan individu
terhadap adanya nyeri, tetapi sebagian besar berjalan ke thalamus. Dari thalamus,
sinyal-sinyal dikirim ke korteks sensorik somatic tempat lokasi nyeri ditentukan
dengan pasti (Corwin, 2000 : 225).
Informasi yang dibawa ke korda spinalis oleh serat-serat C, dan sebagian
oleh serat A delta, disalurkan ke otak melalui serat-serat traktus
paleospinotalamikus. Serat-serat ini berjalan ke daerah reticular dibatang otak, dan
ke daerah di mesensefalon yang disebut daerah grisea periakuaduktus. Serat- serat
paleospinotalamikus yang berjalan melalui daerah reticular berlanjut untuk
mengaktifkan hipotalamus dan system limbik. Nyeri yang di bawa dalam traktus
paleospinotalamik memiliki lokalisasi yang difus dan berperan menyebabkan
distress emosi yang berkaitan dengan nyeri (Corwin, 2000 : 225).

2.2.4 Fisiologi
Munculnya nyeri berkaitan erat dengean reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang di maksud adalah niciceptor, merupakan ujung-ujung saraf
sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang
tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri,
hati, dan kandung empedu.
19

Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau


rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berubah zat kimiawi seperti  histamine,
bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang di lepas apabila terdapat
kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat
berupa termal, listrik atau mekanis.

2.2.5 Klasifikasi
Klasifikasi nyeri secara umum di bagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan
kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan di tandai adanya peningkatan
tegangan otot.
Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya
berlangsung cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Termasuk dalam kategori nyeri
kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis.
Ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat dibagi kedalam beberapa kategori, di
antaranya nyeri tersusuk dan nyeri terbakar.

2.2.6 Manifestasi klinis


2.2.6.1 Gangguam tidur
2.2.6.2 Posisi menghindari nyeri
2.2.6.3 Gerakan meng hindari nyeri
2.2.6.4 Raut wajah kesakitan (menangis,merintih)
2.2.6.5 Perubahan nafsu makan
2.2.6.6 Tekanan darah meningkat
2.2.6.7 Nadi meningkat
2.2.6.8 Pernafasan meningkat.
2.2.6.9 Depresi

2.2.7 Cara mengukur skala nyeri


Skala nyeri menurut Hayward
Skala Keterangan
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan
20

4-6 Nyeri sedang


7-9 Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan aktifitas yang
biasa dilakukan
10 Sangat nyeri dan tidak bias dikontrol

2.2.8 Penatalaksanaan medis keperawatan


2.2.8.1 Non farmakologi
1) Relaksasi distraksi, mengalihkan perhatian klien terhadap sesuatu
Contoh : membaca buku, menonton tv , mendengarkan musik dan bermain
2) Stimulaisi kulit, beberapa teknik untuk stimulasi kulit antara lain : Kompres
dingin, counteriritan, seperti plester hangat.
2.2.8.2 Farmakologi adalah obat:
1) Obat
2) Injeksi

2.2.9 Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


Pengalaman nyeri pada seseorang dapat di pengaruhi oleh beberapa
hal, di antaranya adalah:
2.2.9.1 Arti Nyeri.
Nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian arti
nyeri merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak, dan lain-lain.
Keadaan ini di pengaruhi lingkungan dan pengalaman.

2.2.9.2 Persepsi Nyeri.


21

Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif tempatnya pada


korteks (pada fungsi evaluasi kognitif). Persepsi ini di pengaruhi oleh faktor yang
dapat memicu stimulasi nociceptor.
2.2.9.3 Toleransi Nyeri.
Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat
mempengaruhi peningkatan toleransi  nyeri  antara lain alcohol, obat-
obatan, hipnotis, gerakan atau garakan, pengalihan perhatian, kepercayaan
yang kuat dan sebagainya. Sedangkan faktor yang menurunkan toleransi
antara lain kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang kunjung tidak
hilang, sakit, dan lain-lain
2.2.9.4 Reaksi terhadap Nyeri.
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respon seseorang terhadap nyeri,
seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan
bentuk respon nyeri yang dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor, seperi arti
nyeri, tingkat perspepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial,
kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia, dan lain-lain

2.3 Konsep Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keeprawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk menegvaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Nursalam,
2001:17).
Menurut (Arif Muttaqin, 2011:171), pengkajian yang dapat dilakukan pada
pasien dengan gagal ginjal kronik adalah adalah sebagai berikut:
2.3.1.1 Keluhan utama
Keluhan utama yang di dapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak ada
selera makan anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas
berbau (ureum), dan gatal pada kulit.
22

2.3.1.2 Riwayat Kesehatan Sekarang


Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola
napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau ammonia,
dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta
pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.
2.3.1.3 Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik Benign Prostatic Hyperplasia,
dan prostatektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi
sistem erkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting
untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
2.3.1.4 Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
2.3.1.5 Keadaan umum, penampilan cukup rapi, pasien tampak meringis
2.3.1.6 Pemeriksaan Fisik
Menurut (Muttaqin, 2012:171-172), pemeriksaan fisik pada pasien
dengan gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut:
1) B1 (Breathing)
Klien bernapas engan bau urine (feter urenik) sering didapatkan pada fase
ini. Respons uremia didipatakan adanya pernapasan kussmaul. Pola napas cepat
dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan koarbon dioksida
yang menumpuk di sirkulasi.
2) B2 (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan auksultasi perawatat akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial. Didapatkan
tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >3
23

detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama jantung,
edema penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan anemia. Anemia sebagai akibat
dari penurunan produksi eripoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel
darah merah, dan kehilangan darah.
3) B3 (Brain)
Didapatkan pemurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses pikir dan disoreintasi. Klien sering didapatkan adanya kejang,
adanya neuropati perifer, kram otot dan nyeri otot.
4) B4 (Bladder)
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi. Perubahan warna urine, contoh
kuning pekat, merah, coklat, berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau
mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, demam (sepsis,
dehidrasi), petekie, fraktur tulang, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak
sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisiksecara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari jaringan.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau bresiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2001:35).
24

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gagal


ginjal kronik adalah sebagai berikut:
2.3.2.1 Perubahan nutrisi: kurang dari pemenuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut
(Surhayanto, 2009:193).
2.3.2.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis (Surhayanto, 2009:193).
2.3.2.3 Aktual/resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan
dengan penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium (Muttaqin, 2011:174).
2.3.2.4 Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan infeksi
2.3.2.5 Nyeri akut berhubungan dengan peradangan
2.3.2.6 Defisit perawatan diri (kuku) berhubungan dengan kelemahan.

2.3.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan diartikan sebagai suatu dokumentasi tulisan tangan
dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi (Nursalam, 2001:51).
2.3.3.1 Perubahan nutrisi: kurang dari pemenuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam, maka masukan nutrisi yang adekuat dapat
dipertahankan.
Kriteria evaluasi:
1) Berat badan stabil
2) Nafsu makan meningkat
3) Tidak ditemukan edema
Intervensi:
1) Kaji status nutrisi: perubahan berat badan, nilai laboratorium (BUN,
kreatinin, protein, besi, dan transferin).
Rasional: Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan evaluasi
intervensi.
2) Kaji pola diet nutrisi: riwayat diet, makanan kesukaan, dan hitung kalori.
Rasional: Pola diet dulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu.
25

3) Kaji faktor yang merubah dalam masukan nutrisi: mual, muntah, anoreksia,
diet yang tidak menyenangkan, depresi, kurang memahami pembatasan,
stomatitis.
Rasional: Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah
atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan dengan protein yang
mengandung nilai biologis tinggi seperti telur, daging, produk susu.
Rasional: Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
5) Jelaskan alasan pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal
dan peningkatan urea dan kreatinin.
Rasional: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet
urea, kreatinin dengan penyakit ginjal.
6) Kolaborasi dengan keluarga dalam pemberian makan dengan porsi kecil tapi
sering.
Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual yang berhubungan dengan
status uremik/menurunnya peristaltik.
2.3.3.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang
dapat ditoleransi.
Kriteria evaluasi:
1) Berkurangnya keluhan lelah.
2) Perasaan lebih berenergi.
3) Frekuensi pernapasan dan frekuensi jantung kembali dalam rentang normal
setelah penghentian aktivitas.
Intervensi:
1) Kaji faktor yang menimbulkan keletihan: anemia, ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit, retensi produk sampah, depresi.
Rasional: Menyediakan informasi mengenai indikasi tingkat keletihan.
2) Bantu pasien dalam beraktivitas bila pasien tidak mampu melakukannya
sendiri.
26

Rasional: Agar bertahap secara mandiri dan tidak ketergantungan dengan


orang lain.
3) Anjurkan aktivitas alternatif pada saat istirahat.
Rasional: Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat
ditoleransi dan istirahat yang cukup.
4) Anjurkan untuk istirahat setelah dialisis.
Rasional: Istirahat yang adekuat setelah dialisis dianjurkan, bagi banyak
pasien yang melelahkan.
5) Kolaborasi dengan dokter bila keluhan kelelahan menetap.
Rasional: Ini dapat menandakan kemajuan kerusakan ginjal dan perlunya
penilaian tambahan dalam terapi.
2.3.3.3 Aktual/resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan
dengan penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik.
Kriteria evaluasi:
1) Klien tidak sesak napas.
2) Edema ekstremitas berkurang.
3) Piting edema (-).
4) Produksi urine >600 ml/hari.
Intervensi:
1) Kaji adanya edema ekstremitas
Rasional: Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
2) Istirahatkan/anjurkan klien untuk tirah baring pada saat edema masih terjadi.
Rasional: Menjaga klien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari
mungkin diperlukan untuk meningkatkan dieresis yang bertujuan
mengurangi edema.
3) Kaji tekanan darah.
Rasional: Sebagai ssalah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah
cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung yang
dapat diketahui dari meningkatnya tekanan darah.
27

4) Ukur intake dan output.


Rasional: Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan perfusi ginjal,
retensi natrium/air, dan penurunan urine output.
5) Timbang berat badan.
Rasional: Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan gangguan
keseimbangan cairan.
6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai dengan
indikasi.
Rasional: Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia
7) Kolaborasi :
a) Berikan diet tanpa garam.
Rasional: Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume
plasma.
b). Berikan diet rendah protein tinggi kalori.
Rasional: Diet rendah protein untuk menurunkan insufisiensi renal dan
retensi nitrogen yang akan meningkatkan BUN. Diet tinggi kalori untuk
cadangan energy dan mengurangi katabolisme protein.
c). Berikan diuretic, contoh: furosemide, spironolakton, hidronolakton.
Rasional: Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan
menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan resiko
terjadinya edema paru.
2.3.3.4 Nyeri akut berhubungan dengan trauma infeksi jaringan.
Intervensi :
1) Kaji keadaan umum pasien dan memonitor tanda-tanda vital
Rasional : Keadaan umum pasien cukup, tanda-tanda vital pasien normal
2) Kaji nyeri pasien
Rasional : untuk mengetahui skala nyeri pasien
3) Berikan posisi yang nyaman dari pasien
Rasional : dengan posisi nyaman pasien dapat beristirahat.
28

4) Ajarkan latihan teknik relaksasi dan distraksi


Rasional : Untuk mengurangi nyeri pasien
5). Kolaboasi dalam pemberian analgetik

Rasional : Untuk mengurangi nyeri pasien.

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut meliputi kegiatan-
kegiatan :Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap
perencanaan,menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang
diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin
timbul,menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan,
mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan
dilaksanankan mengidentifikasi aspekhukum dan etik terhadap resiko dari
potensial tindakan.

2.3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai, yang terjadi selama tahap pengkajian,
analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.
29

BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian Keperawatan


Nama Mahasiswa : Ervinawati
Nim : 2015.C.07a.0697
Ruang Praktek : Ruang Bougenville
Tanggal Praktek : 16 Januari 2018
Tanggal Dan Jam Pengkajian : 16 Januari 2018 jam 08.50 WIB

3.1.1 Identitas pasien


Nama: : Ny.L
Umur: : 49 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama: : Kristen Protestan
Pekerjaan: : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl.Tcilik riwut
Tgl MRS : 12 Januari 2018
Diagnosa Medis : Chronic Kidney Disease (CKD)

3.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan


3.1.2.1 Keluahan Utama
Pasien mengatakan’’Pasien mengetakan nyeri bagian payudara kiri, nyeri
seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri sedang (5), nyeri dirasakan saat bergerak’’.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan pada tanggal 11 Januari 2018 pasien mengeluh lemah
dan merasakan nyeri, kemudian pasien dibawa keluarganya ke IGD RSUD dr.
Doris Sylvanus pasien mengeluh nyeri. Di IGD diberikan terapi Pemasangan
Stopper ditangan sebelah kanan, Injeksi Furosemide 3x1 Ampul/IV, CaC03 3x1,

33
30

dan Asam Folat 3x1. Terpasang O 2 3-4 liter/menit. Kemudian pasien dianjurkan
untuk rawat inap diruang Bougenville untuk mendapatkan perawatan.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pasien telah menjalani hemodialisa selama ±1 bulan yang lalu, pasien
tidak ada riwayat penyakit keturunan, seperti hipertensi, penyakit diabetes
melitus, , pasien tidak pernah di operasi sebelumnya.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan bahwa keluarga tidak ada yang menderita gagal ginjal.
3.1.2.5 Genogram Keluarga 3 Generasi

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien (Ny. L)
: Tinggal serumah
: Garis Keturunan
: Meninggal

3.1.3 Pemeriksaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum
Kesadaran pasien compos menthis, penampilan cukup rapi, bagian kuku
pasien terlihat kotor, pasien tampak meringis, terpasang stopper di tangan sebelah
kanan dan terpasang oksigen nasal canul 3 liter/menit.
3.1.3.2 Status Mental
Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah meringis, bentuk badan
sedang, suasana hati baik, berbicara lancar, fungsi kognitif orientasi waktu
31

pasien dapat membedakan antara pagi, siang, malam, orientasi orang pasien dapat
mengenali keluarga maupun petugas kesehatan, orientasi tempat pasien
mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit. Insight baik, mekanisme
pertahanan diri adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital
Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi
87 x/menit, pernapasan 23/menit dan suhu 36,5 0C.
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris, kebiasaan merokok tidak ada,tidak nyeri dada, type
pernafasan dada, irama pernafasan teratur, suara nafas vasukuler, suara nafas
tambahan tidak ada.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Pasien tidak ada nyeri dada, tidak ada pusing, pasien tidak ada merasa
sakit kepala dan tidak ada pembengkakan pada ekstrimitas. Pasien tidak
mengalami clubing finger ataupun kram pada kaki dan tidak terlihat pucat,
capillary refill < 2 detik, tidak terdapat tidak terjadi peningkatan vena jugularis
dan suara jantung normal.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS E: 4 (dengan spontan membuka mata), V: 6 (orientasi baik),
M 6 (bergerak sesuai perintah) dan total Nilai GCS: 15 (Comphos Mentis),
kesadaran Ny.L comphosmentis, pupil Ny.L isokor tidak ada kelainan, reflex
cahaya kanan dan kiri positif.
Uji Syaraf Kranial :
Penilaian fungsi saraf kranial: syaraf kranial I (olfaktoris): pada
pemeriksaan ini menggunakan serbuk kopi dan serbuk teh, pasien mampu
membedakan kedua bau tersebut. Syaraf kranial II (optikus): pasien mampu
melihat orang-orang disekitarnya dengan baik. Syaraf Kranial III
(okulomotorius): pupil pasien dapat berkontraksi saat melihat cahaya. Syaraf
kranial IV (trochlear): pasien mampu menggerakaan bola mata ke atas dan
kebawah. Syaraf kranial V (trigeminus): pasien dapat mengunyah nasi, buah, dan
32

ikan. Syaraf VI (abdusen): pasien dapat melihat benda sekitar, Syaraf kranial VII
(fasialis): pasien mampu menggerutkan dahi dan mengangkat alis secara simetris.
Syaraf kranial VIII (vestibulokokhlearis): pasien mampu mendengarkan dengan
jelas. Syaraf kranial IX (glosofaringeus):pasien mampu membedakan rasa pahit,
manis, asam dan asin. Syaraf kranial X (vagus): pasien dapat berbicara dengan
jelas. Syaraf kranial XI (assesorius): pasien mampu menoleh kekiri dan ke kanan.
Syaraf kranial XII (hipoglosus): pasien mampu menggerakkan lidahnya dengan
baik.
Uji Koordinasi:
Ekstrimitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung positif, ekstrimitas bawah
tumit ke jempol kaki positif. Uji kestabilan tubuh uji kestabilan tubuh Ny. L
positif. Refleks kanan dan kiri positif tidak ada yang mengalami kekakuan, uji
sensasi Ny.L tidak di kaji .
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Pada pemeriksaan sistem eliminasi urin (bladder) ditemukan hasil yaitu,
produksi urine dengan output urine± 3x/hari, sekitar 400 cc/ 24 jam warna urine
kuning dan bau khas (amoniak).
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Pada pemeriksaan eliminasi alvi (bowel) ditemukan hasil yaitu, bibir
lembab, gigi lengkap dan tidak terdapat caries, tidak ada peradangan dan
kemerahan pada gusi, tidak ada peradangan dan lesi pada lidah, mukosa bibir
lembab, tidak ada peradangan pada tonsil, tidak terdapat benjolan pada rektum,
tidak terdapat hemoroid, BAB 2x/hari dengan warna kuning dan konsistensi feses
lunak.
Tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.9 Tulang - Otot - Integumen (Bone)
Pada pemeriksaan tulang, otot, dan integumen (bone) ditemukan hasil yaitu,
kemampuan pergerakan sendi bebas, tidak ada parises, nyeri pada bagian
bayudara kiri, bengkak pada bagian payudara kiri, tidak ada kekakuan, serta
ukuran otot simetris, tulang belakang normal dan uji kekuatan otot ekstremitas
33

atas 5 1 dan ekstremitas bawah 5 5 tidak ada deformitas, peradangan,


perlukaan dan patah tulang.
Masalah Keperawatan: Nyeri akut
3.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut
Riwayat alergi pasien tidak pernah mengalami alergi obat, alergi makanan.
Suhu kulit Ny. L hangat , warna kulit normal tidak ada kelainan, turgor kulit halus
tidak kasar maupun kemerahan tidak ada peradangan, jaringan parut tidak ada,
tekstur rambut lembut, distribusi rambut merata, bentuk kuku simetris tidak ada
kelainan tidak ada masalah keperawatan.
3.1.3.11 Sistem Penginderaan
1) Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan Ny.L baik, gerakan bola mata normal, skera
normal/putih, konjungtiva anemis, kornea bening, tidak ada keluhan dan nyeri
yang di rasakan pasien, pasien juga tidak menggunakan alat bantu atau kacamata.
2). Hidung/Penciuman
Fungsi penciuman pasien baik, hidung simetris tidak ada peradangan
maupun kelainanan yang di alami pasien.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba,
kelenjar tyroid tidak teraba, mobilitas leher bergerak bebas tidak terbatas.
3.1.3.13 Sistem Reproduksi
Reproduksi tidak ada mengalami kemerahan, gatal-gatal, perdarahan, tidak
ada kelainan pada uretra, kebersihan cukup bersih,
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah

3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan


3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Pasien mengatakan menerima keadaannya sekarang, pasien mengatakan
ingin cepat sembuh dam dapat beraktivitas kembali.
34

3.1.4.2 Nutrisida Metabolisme


Tinggi badan 160 cm, berat badan sebelum sakit 50 kg, berat badan saat
sakit 45 kg. Diet TKTP (tinggi kalori, tinggi protein) , tidak kesukaran menelan
atau normal.

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit


Frekuensi/hari 3x sehari 3x sehari
Porsi 1 porsi 1 piring makan
Nafsu makan Baik Baik
Jenis Makanan Bubur, lauk, sayur, buah Nasi, lauk, sayur
Jenis Minuman Air putih Air putih, teh
Jumlah minuman/cc/24 jam 700 cc/24 jam 1500 cc/24 jam
Kebiasaan makan Pagi, siang, malam Pagi, siang,
malam
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Tabel 2.1 Pola Makan Sehari-hari Ny. L di Ruang Bougenville

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah

3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur


Pasien mengatakan sebelum sakit tidur pada malam hari 6-8 jam sedangkan
pada siang hari 1-2 jam. Saat sakit pasien tidur 6-7 jam dan siang hari 1-2 jam
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
3.1.4.4 Kognitif
Pasien mengatakan mengetahui apa yang dialami pasien sekarang ini
Masalah keperawatan :tidak ada masalah.
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, identitas diri, harga diri, peran)
Gambaran diri: pasien dapat menerima kondisinya, ideal diri: pasien ingin
cepat sembuh dari penyakit yang di deritanya, identitas diri: pasien seorang
perempuan yang berusia 49 Tahun yang sudah menikah, harga diri: pasien merasa
dihormati dan dihargai,Peran: pasien adalah seorang ibu rumah tanggal.
Masalah Keperawatan: tidak ada
35

3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari


Pasien mengatakan selama dirawat dirumah sakit aktivitas sehari-harinya
digunakan untuk beristirahat ditempat tidur.
Masalah Keperawatn: Tidak ada masalah
3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress
Pasien mengatakan bila ada masalah pasien bercerita kepada keluarga bila
ada masalah untuk mengurangi beban pikiran dan untuk mendapatkan solusi.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
Pasien mengatakan ia percaya penyakit yang diderita sekarang dapat di
tangani dengan bantuan tenaga medis.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah

3.1.5 Sosial-Spritual
3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik pada keluarga, petugas kesehatan
dan pasien yang ada diruangan.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
3.1.5.2 Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan pasien sehari-hari, yaitu bahasa Dayak.
3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Hubungan pasien dan keluarga cukup baik, ditandai dengan perhatian yang
diberikan oleh keluarga.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Pasien berhungan baik dengan teman, petugas kesehatan maupun orang
lain.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat
Pasien sangat dekat dengan keluara terutama anak dan suaminnya.
3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang
Pasien mengunakan waktu yang luang dengan berkumpul bersama
keluarga dan beristirahat di rumah.
36

3.1.5.7 kegiatan beribadah


Sebelum sakit pasien beribadah digereja, sesudah sakit pasien hanya
berdoa ditempat tidur

3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang lainnya)


3.1.6.1 Pemeriksaan Laboratorium 15 Januari 2018
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
WBC 10.16x10^3/uL 4.00-10.00
RBC 3.73 x 10^6/uL 3.50-5.50
HGB 9.6. g/dl 11.0-16.0
PLT 219x10^3/uL 150-400
Ureum 103mg/dl 21-53
Craetinin 6.33 0,7-1,5
Tabel 2.2 Data Penunjang Tn. R

3.1.7 Penatalaksanaan Medis


Nama Obat Dosis Rute Indikasi
Inj. Furosemide 3x1 Intravena Furosemide adalah sebuah
Amp obat yang digunakan
untuk meningkatkan
prodeksi urin . Obat ini
basanya ditujukan untuk
mengurangi
pembengkakkan dan
retensi cairan yang
disebabkan oleh berbagai
masalah
kesehatan,termasuk pada
penyakit jantung dan hati.

Inj. Ketorolac Intravena Indikasi untuk


mengurangi nyeri

CaCo3 3x1 mg Intravena Kalsium Carbonat adalah


obat jenis Antasida dan
anti ulkus, Kalsium
37

karbonat di konversi
menjadi kalsium klorida
oleh asam lambung. Pada
pasien dengan CKD
biasanya diberikan
CaCO3 untuk mencegah
terjadinya hiperfosfatemia
karena CACo3 mampu
mengikat fosfat.

Palangka Raya, 16 Januari 2018


Mahasiswa,

(Ervinawati)

3.1.8 Analisa data


38

Data Subyektif dan Data Kemungkinan Masalah


Obyektif Penyebab

DS : Pasien mengatakan nyeri Infeks Nyeri Akut


, nyeri seperti ditusuk-
tusuk, bagian payudara
kiri, skala nyeri sedang
(5), nyeri dirasakan saat
Inflamasi/peradangan
bergerak“

DO :

1. Pasien tampak meringis


2. Terdapat bengkak pada Nyeri Akut
payudara kiri
3. Nyeri dibagian payudara
kiri
4. Terdapat benjolan pada
payudara kiri
5. Hasil TTV :
TD :120/80 mmHg,
N:87x/m
RR : 23/m
S : 36,5 0C.

DS : Pasien mengatakan
belum bisa melakukan Ketidakmampuan Defisit perawatan

perawatan kuku secara melakukan kebersihan


39

mandiri. kuku secara mandiri diri (kuku)

DO :

1. Kuku terlihat kotor Kelemahan dalam


2. Kuku terlihat panjang bergerak
3. Pasien belum mampu
untuk membersihkan
kuku Belum mampu untuk
membersihkan kuku

3.1.9 Prioritas Masalah


40

3.1.9.1 Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi


3.1.9.2 Defisit perawatan diri (kuku) berhubungan dengan kelemahan
41

3.1.10 Intervensi Keperawatan

Nama Pasien : Ny.L

Ruang Rawat : Bougenville

Diagnosa Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional


Keperawatan
Nyeri akut berhubungan Setelah di lakukan tindakan 1. Observasi skala nyeri 1. Untuk mengetahui seberapa berat nyeri
dengan inflamasi keperawatan selama 1x7 jam, 2. Observasi tanda-tanda vital yang dirasakan
diharapkan nyeri berkurang 3. Beri posisi tirah baring yang 2. Untuk mengetahui keadaan umum pesien
atau hilang. nyaman 3. Dengan posisi nyaman pesien beristirahat
Kriteria hasil : 4. Ajarkan pesien tehnik relaksasi 4. Membantu pesien untuk pesien
1. Pasien tampak tenang dan distraksi mengurang nyeri
2. Tidak ada bonjolan 5. Jelaskan kepada pasien dan 5. Dengan menjelaskan tentang nyeri
3. Tidak ada pembengkakan keluarga tentang nyeri pengetahuan pasien bertambah
4. Skala nyeri 1 6. Kolaborasi dalam pemberian 6. Untuk mengurangi rangsangan nyeri
5. TTV batas Normal terapi obat ketorolac
TD :120/80 mmHg,
N:87x/m
RR : 23/m
42

S : 36,5 0C.
.Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi kuku pasien 1. Mengetahui keadaan kuku pasien
(kuku) berhubungan keperawatan selama 1x7 jam 2. Lakukan potong kuku 2. Untuk menjaga kebersihan kuku pasien
dengan kelemahan diharapkan kuku pasien 3. Menjelaskan kepada pasien 3. Dengan menjelaskan pengetahuan pasien
sudah bersih. pentingnya menjaga kebersihan bertambah.
Kriteria hasil : kuku 4. Untuk menjaga kebersihan
1. Kuku kelihatan bersih 4. Lakukan bed meking
2. Kuku kelihatan pendek
43

3.1.11 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Hari
Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi TTD
Keperawatan
Jam
Selasa, 16 Dx 1 1. Mengobservasi skala nyeri S : pasien mengatakan masih merasakan
Januari 2. Mengobservasi tanda-tanda vital nyeri, nyeri seperti ditusuk-tusuk, bagian
2018 3. Memberi posisi tirah baring yang nyaman payudara kiri, skala sedang (5), nyeri saat
08.50 WIB 4. Mengajarkan pesien tehnik relaksasi dan bergerak
distraksi O:
5. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga 1. Pasien tampak meringis
tentang nyeri 2. Terdapat bengkak pada payudara kiri
6. berkolaborasi dalam pemberian terapi obat 3. Nyeri dibagian payudara kiri
ketorolac 4. Terdapat benjolan pada payudara kiri
5. Hasil TTV :
TD :120/80 mmHg,
N:87x/m
RR : 23/m
S : 36,5 0C.
44

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi, 1,2,3,4 dan 5

Selasa, 16 Dx : 2 1. Mengobservasi kuku pasien S : pasien mengatakan kukunya sudah bersih


Januari 2. Melakukan potong kuku O : kuku bersih, kuku sudah pendek.
2018 3. Menjelaskan kepada pasien pentingnya A: Masalah teratasi
08.50 WIB menjaga kebersihan kuku P : Hentikan intervensi
4. Melakukan bed meking.
45

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Pengkajian munurut penulis yang ditemukan pada Ny.L dengan Gagal
Ginjal Kronik di temukan keluhan utama pada Ny.L yaitu pasien mengatakan
nyeri, nyeri seperti dditusuk-tusuk, nyeri dirasakan bagian payudara kiri, skala
nyeri sedang (5), nyeri saat bergerak. Dan ditemukan pemeriksaan fisik, yaitu
keadaan umum Kesadaran pasien compos menthis, penampilan cukup rapi, bagian
kuku pasien terlihat kotor, pasien tampak meringis, terpasang stopper di tangan
sebelah kanan, status mental tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah
meringis, bentuk badan ideal, cara berbaring terlentang. Tanda-tanda vital suhu :
36,5 0C, nadi : 87x/menit, RR : 23x/menit, tekanan darah : 120/80 mmHg. Dan
pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan tulang, otot, dan integumen (bone)
ditemukan hasil yaitu, kemampuan pergerakan sendi bebas, tidak ada parises,
nyeri pada bagian bayudara kiri, bengkak pada bagian payudara kiri, tidak ada
kekakuan, serta ukuran otot simetris, tulang belakang normal dan uji kekuatan
otot ekstremitas atas 5 1 dan ekstremitas bawah 5 5 tidak ada
deformitas, peradangan, perlukaan dan patah tulang.
Pengkajian menurut teori (Nursalam, 2010:17). adalah tahap awal dari
proses keeprawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk menegvaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien . Menurut (Arif Muttaqin, 2011:171),
pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah
adalah sebagai berikut: Identitas, keluhan utama yang di dapat biasanya
bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah
sampai penurunan kesadaran, tidak ada selera makan anoreksia), mual, muntah,
mulut terasa kering, rasa lelah, napas, riyawat penyakit sekarang, penyakit
sebelumnya dan penyakit keluarga. keadaan umum, penampilan cukup rapi,
pasien tampak meringis
46

Menurut (Muttaqin, 2012:171-172), pemeriksaan fisik pada pasien dengan


gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut:
1) B1 (Breathing)
Respons uremia didipatakan adanya pernapasan kussmaul. Pola napas cepat
dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan koarbon dioksida
yang menumpuk di sirkulasi.
2) B2 (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan auksultasi perawatat akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial. Didapatkan
tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >3
detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama jantung,
edema penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan anemia. Anemia sebagai akibat
dari penurunan produksi eripoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel
darah merah, dan kehilangan darah Didapatkan adanya kelemahan fisik secara
umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari jaringan.
3) B3 (Brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses pikir dan disoreintasi. Klien sering didapatkan adanya kejang,
adanya neuropati perifer, kram otot dan nyeri otot.
4) B4 (Bladder)
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut). Abdomen
kembung, diare, atau konstipasi. Perubahan warna urine, contoh kuning pekat,
merah, coklat, berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau
mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, nyeri bagian payudara (bengkak), kram
otot, nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi,
47

demam (sepsis, dehidrasi), petekie, fraktur tulang, jaringan lunak, dan sendi
keterbatasan gerak sendi.
Berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan persamaan pada pasien Ny.L
dengan Gagal Ginjal Kronik yaitu dari pemeriksaan fisik otot, tulang dan
integumen (Bone) adalah didapatkan nyeri bagian payudara, bengkak bagian
payudara, dan kesamaan pada keadaan umum pasien tampak meringis. Tetapi juga
memiliki perbedaan antara lain dari teori terdapat pemeriksaan fisik (bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, kram otot, nyeri kaki (memburuk saat malam
hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, demam (sepsis, dehidrasi), petekie,
fraktur tulang, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak sendi dan keadaan
umum kesadaran pasien compos menthis, penampilan cukup rapi, bagian kuku
pasien terlihat kotor, pasien tampak meringis, terpasang stopper di tangan sebelah
kanan.

4.2 Diagnosa keperawatan


Diagnosa munurut penulis yang ditemukan pada Ny.L dengan Gagal
Ginjal Kronis diagnosa yang didapatkan adalah nyeri akut berhubungan dengan
peradangan dan defisit perawatan diri (kuku) berhubungan dengan kelemahan.
Karena saat pengkajian data yang penulis dapatkan pada Kesadaran pasien
compos menthis, penampilan cukup rapi, bagian kuku pasien terlihat kotor, pasien
tampak meringis, terpasang stopper di tangan sebelah kanan, status mental tingkat
kesadaran compos menthis, ekspresi wajah meringis, bentuk badan ideal, cara
berbaring terlentang. Tanda-tanda vital suhu : 36,5 0C, nadi : 87x/menit, RR :
23x/menit, tekanan darah : 120/80 mmHg. Dan pemeriksaan fisik Pada
pemeriksaan tulang, otot, dan integumen (bone) ditemukan hasil yaitu,
kemampuan pergerakan sendi bebas, tidak ada parises, nyeri pada bagian
bayudara kiri, bengkak pada bagian payudara kiri, tidak ada kekakuan, serta
ukuran otot simetris, tulang belakang normal dan uji kekuatan otot ekstremitas
atas 5 1 dan ekstremitas bawah 5 5 tidak ada deformitas, peradangan,
perlukaan dan patah tulang.
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau beresiko perubahan pola) dari individu atau
48

kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan


memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2001:35).
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gagal
ginjal kronik adalah sebagai berikut:
1). Perubahan nutrisi: kurang dari pemenuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut
(Surhayanto, 2009:193).
2). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis (Surhayanto, 2009:193).
3). Aktual/resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium (Muttaqin, 2011:174).
4). Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan infeksi
Berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan persamaan diagnosa
keperawatan pada pasien Ny.L dengan Gagal Ginjal Kronik yaitu masalah nyeri
namun penyebabnya yang berbeda menurut teori nyeri berhubungan dengan
trauma jaringan infeksi sedangkan menurut fakta nyeri berhubungan dengan
inflamasi. Tetapi ada juga perbedaan diantara menurut teori diagnosa perubahan
nutrisi: kurang dari pemenuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual
muntah pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut, intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis, aktual/resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan
berhubungan dengan penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium
sedangkan fakta ditemukan diagnosa defisit perawatan diri (kuku) berhubungan
dengan kelemahan.

4.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi munurut fakta yang ditemukan pada Ny.L dengan Gagal Ginjal
Kronis yaitu dengan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan
inflamasi yaitu : observasi skala nyeri, observasi tanda-tanda vital, beri posisi
tirah baring yang nyaman, ajarkan pesien tehnik relaksasi dan distraksi, jelaskan
kepada pasien dan keluarga tentang nyeri, kolaborasi dalam pemberian tetapi obat
49

ketorolac. Dan diagnosa yang kedua defisit perawatan diri (kuku) berhubungan
dengan kelemahan dengan intervensi yaitu observasi kuku pasien, lakukan potong
kuku menjelaskan kepada pasien pentingnya menjaga kebersihan kuku, lakukan
bed meking.
Menurut teori (Surhayanto, 2009:193) intervensi keperawatan adalah
perilaku sfesifik yang diharapkan dari pasien atau tindakan yang harus dilakukan
oleh perawat, Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat
perencanaan(Intervensi) keperawatan, tujuan perencanaan adalah untuk
mengurangi, menghilangkan, mencegah yang dirasakan oleh pasien. Adapun
intevensi dengan diagnosa keperawatan nyeri berhubungan dengan trauma
jaringan infeksi adalah kaji keadaan umum pasien dan memonitor tanda-
tanda vital, kaji nyeri pasien, berikan posisi yang nyaman dari pasien, ajarkan
latihan teknik relaksasi dan distraksi, kolaborasi dalam pemberian analgetik.
Berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan persamaan intervensi
keperawatan pada pasien Ny.L dengan Gagal Ginjal Kronik yaitu berdasarkan
fakta nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan nyeri berhubungan dengan
trauma jaringan infeksi dengan intervensi yang sama yaitu observasi skala nyeri,
observasi tanda-tanda vital, beri posisi tirah baring yang nyaman, ajarkan pesien
tehnik relaksasi dan distraksi, jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang nyeri,
Tetapi ada juga perbedaan diantara menurut teori kolaborasi dalam pemberian
terapi analgetik dan menurut fakta kolaborasi dalam pemberian ketorolac. Dan ada
perbedaan intervensi dengan masalah yaitu defisit perawatan diri (kuku)
berhubungan dengan kelemahan dengan intervensi yaitu observasi kuku pasien,
lakukan potong kuku menjelaskan kepada pasien pentingnya menjaga kebersihan
kuku, lakukan bed meking.

4.4 Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan selama satu hari pada tanggal 16
Januari 2018 dinas di Ruang Bougenvile, yaitu diagnosa pertama dengan
implementasi yaitu Mengobservasi skala nyeri, mengobservasi tanda-tanda vital,
memberi posisi tirah baring yang nyaman, mengajarkan pesien tehnik relaksasi
dan distraksi, menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang nyeri,
50

berkolaborasi dalam pemberian tetapi obat ketorolac dan diagnosa kedua dengan
implementasi yaitu mengobservasi kuku pasien, melakukan potong kuku
menjelaskan kepada pasien pentingnya menjaga kebersihan kuku dan melakukan
bed meking.
Implementasi adalah tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan
tersebut meliputi kegiatan-kegiatan :Review tindakan keperawatan yang
diidentifikasi pada tahap perencanaan,menganalisa pengetahuan dan keterampilan
keperawatan yang diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan
yang mungkin timbul,menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan,
mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan
dilaksanankan mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko dari
potensial tindakan. Adapun implementasi pada diagnosa di teori yaitu
Mengobservasi skala nyeri, mengobservasi tanda-tanda vital, memberi posisi tirah
baring yang nyaman, mengajarkan pesien tehnik relaksasi dan distraksi,
menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang nyeri, berkolaborasi dalam
pemberian tetapi obat analgetik
Berdasarkan fakta dan teori ditemukan pada masalah nyeri memiliki
kesamaan implementasi yaitu Mengobservasi skala nyeri, mengobservasi tanda-
tanda vital, memberi posisi tirah baring yang nyaman, mengajarkan pesien tehnik
relaksasi dan distraksi, menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang nyeri,
berkolaborasi dalam pemberian tetapi obat ketorolac. Tetapi ada juga perbedaan
dengan masalah defisit perawatan diri (kuku) berhubungan dengan kelemahan
dengan implementasi yaitu mengobservasi kuku pasien, melakukan potong kuku
menjelaskan kepada pasien pentingnya menjaga kebersihan kuku dan melakukan
bed meking.
Dari penatalaksanaan yang telah dilakukan penulis menyimpulkan bahwa,
penatalaksanaan sesuia dengan intervensi keperawatan yang direncanakan.
51

4.5 Evaluasi
Berdasarkan evaluasi keperawatan pada diagnosa pertama yang dilakukan
di Ruang Bougenvile pada tanggal 16 Januari 2018 yaitu subyektif : pasien
mengatakan masih merasakan nyeri, nyeri seperti ditusuk-tusuk, bagian payudara
kiri, skala sedang (5), nyeri saat bergerak, objektif : pasien tampak meringis ,
terdapat bengkak pada payudara kiri, nyeri dibagian payudara kiri, terdapat
benjolan pada payudara kiri Hasil TTV : TD :120/80 mmHg, N:87x/m, RR :
23/menit , S : 36,5 0C. assesment : Masalah belum teratasi , planning : Lanjutkan
intervensi, 1,2,3,4 dan 5.
Berdasarkan evaluasi keperawatan pada diagnosa kedua yang dilakukan di
Ruangan Bougenville pada tanggal 16 Januari 2018 yaitu subyektif : pasien
mengatakan kukunya sudah bersih, objektif : kuku bersih, kuku sudah pendek.
Masalah teratasi, hentikan intervensi karena kuku pasien sudah bersih.
Evaluasi adalah penilaian terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan terhadap pasien mengacu pada skala penilaian berupa tujuan dam
kriteria hasil yang ditetapkan dalam perencanaan keperawatan sebelumnya.
Berdasarkan menurut penulis masalah nyeri belum teratasi dan defisit
perawatan diri (kuku) sudah beratasi.
52

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada pengkajian berdasarkan teori dan fakta ditemukan persamaan pada
pasien Ny.L dengan Gagal Ginjal Kronik yaitu dari pemeriksaan fisik otot, tulang
dan integumen (Bone) adalah didapatkan nyeri bagian payudara, bengkak bagian
payudara, dan kesamaan pada keadaan umum pasien tampak meringis. Tetapi juga
memiliki perbedaan antara lain dari teori terdapat pemeriksaan fisik (bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, kram otot, nyeri kaki (memburuk saat malam
hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, demam (sepsis, dehidrasi), petekie,
fraktur tulang, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak sendi dan keadaan
umum kesadaran pasien compos menthis, penampilan cukup rapi, bagian kuku
pasien terlihat kotor, pasien tampak meringis, terpasang stopper di tangan sebelah
kanan.
Pada diagnosa keperawatan berdasarkan fakta dan teori ditemukan
persamaan diagnosa keperawatan pada pasien Ny.L dengan Gagal Ginjal Kronik
yaitu masalah nyeri namun penyebabnya yang berbeda menurut teori nyeri
berhubungan dengan trauma jaringan infeksi sedangkan menurut fakta nyeri
berhubungan dengan inflamasi. Tetapi ada juga perbedaan diantara menurut teori
diagnosa perubahan nutrisi: kurang dari pemenuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut,
intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis, aktual/resiko tinggi terhadap kelebihan volume
cairan berhubungan dengan penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium
sedangkan fakta ditemukan diagnosa defisit perawatan diri (kuku) berhubungan
dengan kelemahan.
Pada intervensi keperawatab berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan
persamaan intervensi keperawatan pada pasien Ny.L dengan Gagal Ginjal Kronik
yaitu berdasarkan fakta nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan nyeri
berhubungan dengan trauma jaringan infeksi dengan intervensi yang sama yaitu
observasi skala nyeri, observasi tanda-tanda vital, beri posisi tirah baring yang
nyaman, ajarkan pesien tehnik relaksasi dan distraksi, jelaskan kepada pasien dan
53

keluarga tentang nyeri, Tetapi ada juga perbedaan diantara menurut teori
kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik dan menurut fakta kolaborasi dalam
pemberian ketorolac. Dan ada perbedaan intervensi dengan masalah yaitu defisit
perawatan diri (kuku) berhubungan dengan kelemahan dengan intervensi yaitu
observasi kuku pasien, lakukan potong kuku menjelaskan kepada pasien
pentingnya menjaga kebersihan kuku, lakukan bed meking.
Pada implementasi keperawatan berdasarkan fakta dan teori ditemukan pada
masalah nyeri memiliki kesamaan implementasi yaitu Mengobservasi skala nyeri,
mengobservasi tanda-tanda vital, memberi posisi tirah baring yang nyaman,
mengajarkan pesien tehnik relaksasi dan distraksi, menjelaskan kepada pasien dan
keluarga tentang nyeri, berkolaborasi dalam pemberian tetapi obat ketorolac.
Tetapi ada juga perbedaan dengan masalah defisit perawatan diri (kuku)
berhubungan dengan kelemahan dengan implementasi yaitu mengobservasi kuku
pasien, melakukan potong kuku menjelaskan kepada pasien pentingnya menjaga
kebersihan kuku dan melakukan bed meking. Dari penatalaksanaan yang telah
dilakukan penulis menyimpulkan bahwa, penatalaksanaan sesuia dengan
intervensi keperawatan yang direncanakan.
Berdasarkan menurut penulis masalah nyeri belum teratasi dan lanjtukan
intervensi, defisit perawatan diri (kuku) sudah beratasi dan hentikan intervensi

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam
mempelajari asuhan keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidney Disease
(CKD) atau Gagal Ginjal Kronik Serta sebagai acuan atau referensi mahasiswa
dalam penulisan laporan studi kasus selanjutnya
5.2.2 RSUD dr. Doris Sylvanus
Diharapkan RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya khususnya ruang B
(Bougenville), penulisan laporan studi kasus ini di dapat sebagai referensi bagi
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Chronic
Kidney Disease (CKD) atau Gagal Ginjal Kronik., serta sebagai masukan untuk
54

meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, khususnya pada pasien dengan
Chronic Kidney Disease (CKD)..
5.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap
Palangka Raya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa
yang akan datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam
penguasaan terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai
pendokumentasiaan.
55

DAFTAR PUSTAKA

Aprianti (2012).Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gagal


Ginjal.http://www.skripsipedia.com
Brunner and Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Ed 8
Volume 2. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi :Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed 3. Jakarta:
EGC.
Muhammad, As’adi. 2012. Serba-Serbi Gagal Ginjal. Yogyakarta: DIVA press.
Muttaqin Arif dan Sari Kumala. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik, Ed. 4. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit,
Ed 6. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing
Surhayanto, toto.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan.Jakarta: TIM.
Tim Redaksi Vita Health. 2008. Gagal Ginjal (Informasi Lengkap
UntukPenderita dan Keluarganya). Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai