BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Chronic kidney disease (CKD) atau gagal ginjal kronik merupakan kondisi
ketika pasien mengalami kerusakan ginjal yang berlanjut sehingga memerlukan
terapi pengganti ginjal secara terus menerus, kondisi penyakit pasien telah masuk
ke stadium akhir penyakit ginjal kronis, yang dikenal juga dengan gagal ginjal
tahap akhir (Smeltzer & Bare, 2010).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2012 penderita
gagal ginjal baik akut maupun kronik mencapai 50% sedangkan yang diketahui
dan mendapatkan pengobatan hanya 25% dan 12,5% yang terobati dengan baik.
Berdasarkan Data Laporan Tahunan USRDS (United States Renal Data System)
tahun 2013, lebih dari 615.000 orang Amerika sedang dirawat karena gagal ginjal.
Berdasarkan jumlah tersebut, lebih dari 430.000 adalah pasien dialisis dan lebih
dari 185.000 melakukan transplantasi ginjal. Sejak tahun 2000, jumlah pasien
yang telah didiagnosis dengan gagal ginjal telah meningkat sebanyak 57%.
Prevalensi ESRD (End Stage Renal Diases) pada tahun 2011 di Amerika Serikat
sebesar 1.901/1.000.000 penduduk. Pada tahun 2011, lebih dari 92.000 pasien
meninggal akibat komplikasi gagal ginjal.
Penyakit gagal ginjal di Indonesia menempati urutan ke 10 dalam penyakit
tidak menular (Kemenkes RI, 2013). Prevalensi gagal ginjal di Indonesia
mencapai 400.000 juta orang tetapi belum semua pasien tertangani oleh tenaga
medis, baru sekitar 25.000 orang pasien yang dapat ditangani, artinya ada 80%
pasien yang tidak mendapat pengobatan dengan baik. Pada bulan November 2011
dinas kesehatan provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Rumah Sakit Umum
Pusat dr. Kariadi Semarang melakukan penelitian dengan hasil penderita gagal
ginjal kronik terbesar adalah kabupaten Surakarta dengan 54,2% dari jumlah total
56 ribu penderita. Diperkirakan tiap tahun ada 2000 pasien baru. Berdasarkan data
tersebut sekitar 60%-70% dari pasien tersebut berobat dalam kondisi sudah masuk
tahap gagal ginjal terminal. Sedangkan untuk kabupaten Kebumen prevalensinya
mencapai 3% atau sekitar 456 penderita (Dinkes Jateng, 2011).
1
2
Menurut data RSUD Doris Sylvanus, di Palangkaraya, pada 2015 ada 9.743
pasien menjalani cuci darah atau hemodialisa dan 55 orang di antaranya
meninggal. Angkanya meningkat ketimbang 2014 dengan 8.518 pasien dan 40
orang di antaranya meninggal. Penderita gagal ginjal di Palangkaraya, Kalimantan
Tengah, meningkat. Hal itu dipicu oleh diabetes melitus, hipertensi, serta terlalu
banyak mengonsumsi obat herbal dan suplemen penambah stamina. Pasien
terbanyak di usia produktif, sekitar 40 tahun. Ada juga remaja putri berusia 16
tahun karena sejak kecil kerap mengonsumsi vitamin C dosis tinggi.
Kegagalan ginjal membentuk eritropoitin dalam jumlah yang adekuat sering
menimbulkan anemia dan keletihan, akibat anemia berpengaruh buruk pada
kualitas hidup (Corwin, 2009). Hemodialisa atau tranplantasi ginjal diperlukan
untuk kelangsungan hidup pasien gagal ginjal kronis. Dialysis merupakan suatu
proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah didalam
tubuh ketika ginjal tidak dapat melakukan hal tersebut. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih
kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal
dialysis (Smeltzer & Bare, 2010).
Terapi hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal
dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik atau endokrin yang
dilaksanakan oleh ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapi terhadap
kualitas hidup pasien. Pasien harus menjalani dialisis sepanjang hidupnya atau
sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan (Smeltzer & Bare,
2010).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat laporan studi kasus
tentang Asuhan Keperawatan Pada Ny.L Dengan Chronic kidney disease CKD
Di Ruang Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
(CKD).. Serta sebagai acuan atau referensi mahasiswa dalam penulisan laporan
studi kasus selanjutnya
1.4.2.2 RSUD dr. Doris Sylvanus
Untuk RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya khususnya ruang B
(Bougenville), penulisan laporan studi kasus ini di dapat sebagai referensi bagi
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Chronic
Kidney Disease (CKD)., serta sebagai masukan untuk meningkatkan mutu
pelayanan yang lebih baik, khususnya pada pasien dengan Chronic Kidney
Disease (CKD)..
1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap Palangka Raya
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa yang akan
datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam penguasaan
terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai
pendokumentasiaan.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.2 Etiologi
Menurut Muttaqin, 2012: 166) etiologi dari gagal ginjal kronis yaitu sebagai
berikut:
2.1.2.1 Penyakit dari Ginjal
1) Infeksi kuman: pyelonefritis,
Infeksi ginjal atau pielonefritis terjadi karena berpindahnya bakteri dari
kandung kemih ke ginjal, yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman atau nyeri.
Infeksi ginjal biasanya merupakan komplikasi dari infeksi saluran kemih. Bakteri
akan memasuki tubuh manusia melalui kulit yang berada di sekitar uretra, lalu
6
pembuluh darah kecil yang menuju ginjal dapat rusak. Kemudian secara perlahan
ginjal mengalami penurunan fungsi dan menyebabkan banyak cairan limbah yang
menumpuk pada ginjal
2) Obat-obatan.
Kebiasaan mengkonsumsi berbagai jenis obat-obatan yang mengandung
bahan lithium dan siklosporin dapat memicu terjadinya gagal ginjal. Hal ini
disebabkan karena ginjal bekerja terlalu keras untuk menyaring semua limbah
yang dihasilkan dari sisa obat dalam tubuh. Akibat yang paling parah dari
kebiasaan minum obat berlebihan adalah gagal gi
3) Dehidrasi
Dehidrasi adalah sebuah kondisi ketika tubuh tidak memiliki jumlah cairan
yang cukup dan menyebabkan sistem metabolisme tubuh menjadi terganggu. Ada
beberapa tahapan dehidrasi mulai dari tahap ringan, berat hingga sangat parah.
Dehidrasi bisa tergantung pada berat badan dan jumlah cairan yang hilang dari
tubuh. Tanda pertama dehidrasi adalah ketika tubuh terus merasa haus dan urin
berwarna lebih keruh. Selain itu, dehidrasi juga bisa ditandai dengan sakit kepala
tiba-tiba, lelah, mulut dan bibir lebih kering, jumlah urin yang lebih kecil.
Dehidrasi yang lebih parah dapat menyebabkan gangguan ginjal kronis karena
tidak ada cairan yang bisa diserap oleh ginjal. Penyakit ginjal kronis bisa berujung
pada gagal ginjal
2.1.3 Patofisiologi
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan produk sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang
sakit.Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal
ginjal kronis mungkin minimal karena nefron-nefron lain yang sehat mengambil
alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan laju filtrasi,
reabsorbsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi dalam proses tersebut.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak
dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan
tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reasorbsi protein.
8
berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein
dalam diet. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal.
2.1.3.3 Stadium III (Gagal Ginjal (faal ginjal kurang dari 10%))
Pada tahap ini laju filtrasi glomerulus 10-20% normal, BUN dan kreatinin
serum meningkat. Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan
dimana tak dapat melakukan tugas sehari - hari sebagaimana mestinya. Gejala-
gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas,
pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan
akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Oleh karena itu, penderita
tidak dapat melakukan tugas sehari-hari.
2.1.3.4 Stadium IV (End Stage Meal Disease (ESRD)
Sltadium akhir timbul pada sekitar 90% dari massa nefron telah hancur.
Nilai GFR nya 10% dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-
10 ml/menit atau kurang.Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan
meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh.
Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari
karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang
tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia
dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem
dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal
kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
10
2.1.4 Pathway
11
2.1.6 Komplikasi
Menurut (Corwin, 2009:730), komplikasi dari penyakit gagal ginjal
kronik adalah sebagai berikut.
2.1.6.1 Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan
elektrolit, asidosis metabolik, azotemia, dan uremia.
2.1.6.2 Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan
uremia berat. Asidosis metabolik memburuk, yang secara mencolok merangsang
kecepatan pernapasan.
2.1.6.3 Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremik, dan
pruritus (gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi.
2.1.6.4 Penurunan pembentukan eriropoietin dapat menyebabkan sindrom anemia
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskular, dan penyakit
ginjal yang akhirnya menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
2.1.6.5 Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
13
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Gagal Ginjal adalah sebagai
berikut.
2.1.8.1 Pencegahan
Pencegahan mencakup perubahan gaya hidup dan jika diperlukan, obat
untuk mengontrol hipertensi, obat pengontrol glikemik yang baik bagi penderita
diabetes, dan jika mungkin menghindari obat-obat nefrotoksik. Pemakaian lama
analgesik yang mengandung kodein dan obat-obat anti-inflamasi non steroid
(NSAID) harus dihindari, khususnya pada individu yang mengalami gangguan
ginjal. Diagnosis dini dan pengobatan lupus eritematosus sistemik dan penyakit
lainnya yang diketahui merusak ginjal amat penting. Selain itu, pada semua
stadium pada gagal ginjal kronik pencegahan infeksi perlu dilakukan (Elizabeth
corwin, 2009:731).
2.2.2 Etiologi
Trauma. Trauma ini juga terbagi menjadi beberapa macam. Penyebab
trauma ini terbagi menjadi :
2.2.2.1 Mekanik. Rasa nyeri yang diakibatkan oleh mekanik ini timbul akibat
ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan. Contoh dari nyeri akibat trauma
mekanik ini adalah akibat adanya benturan, gesekan, luka dan lain-lain.
2.2.2.2 Thermis. Nyeri karena hal ini timbul karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat panas, dingin, misal karena api dan air.
2.2.2.3 Khemis. Nyeri yang ditimbulkan karena adanya kontak dengan zat kimia
yang bersifat asam atau pun basa kuat.
2.2.2.4 Elektrik. Nyeri yang ditimbulkan karena adanya pengaruh aliran listrik
yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan
luka bakar.
1) Neoplasma. Neoplasma ini juga terbagi menjadi dua yaitu :
a) Neoplasma Jinak.
b) Neoplasma Ganas.Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh
darah. Hal ini dapat dicontohkan pada pasien dengan infark miokard
akut atau pun angina pektoris yang dirasakan adalah adanya nyeri dada
yang khas.
2) Peradangan. Nyeri yang diakibatkan karena adanya kerusakan ujung-ujung
saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.
Contohnya adalah nyeri karena abses.
3) Trauma psikologis.
2.2.3 Patofisiologi
Patofisiologi nyeri ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Reseptor nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor mencakup ujung-ujung saraf
bebas yang berespon terhadap berbagai rangsangan termasuk tekanan mekanis,
deformasi, suhu yang ekstrim, dan berbagai bahan kimia. Pada rangsangan yang
intensif, reseptor-reseptor lain misalnya badan Pacini dan Meissner juga mengirim
informasi yang dipersepsikan sebagai nyeri. Zat-zat kimia yang memperparah
nyeri antara lain adalah histamin, bradikini, serotonin, beberapa prostaglandin, ion
18
2.2.4 Fisiologi
Munculnya nyeri berkaitan erat dengean reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang di maksud adalah niciceptor, merupakan ujung-ujung saraf
sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang
tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri,
hati, dan kandung empedu.
19
2.2.5 Klasifikasi
Klasifikasi nyeri secara umum di bagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan
kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan di tandai adanya peningkatan
tegangan otot.
Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya
berlangsung cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Termasuk dalam kategori nyeri
kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis.
Ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat dibagi kedalam beberapa kategori, di
antaranya nyeri tersusuk dan nyeri terbakar.
detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama jantung,
edema penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan anemia. Anemia sebagai akibat
dari penurunan produksi eripoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel
darah merah, dan kehilangan darah.
3) B3 (Brain)
Didapatkan pemurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses pikir dan disoreintasi. Klien sering didapatkan adanya kejang,
adanya neuropati perifer, kram otot dan nyeri otot.
4) B4 (Bladder)
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi. Perubahan warna urine, contoh
kuning pekat, merah, coklat, berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau
mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, demam (sepsis,
dehidrasi), petekie, fraktur tulang, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak
sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisiksecara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari jaringan.
3) Kaji faktor yang merubah dalam masukan nutrisi: mual, muntah, anoreksia,
diet yang tidak menyenangkan, depresi, kurang memahami pembatasan,
stomatitis.
Rasional: Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah
atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan dengan protein yang
mengandung nilai biologis tinggi seperti telur, daging, produk susu.
Rasional: Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
5) Jelaskan alasan pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal
dan peningkatan urea dan kreatinin.
Rasional: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet
urea, kreatinin dengan penyakit ginjal.
6) Kolaborasi dengan keluarga dalam pemberian makan dengan porsi kecil tapi
sering.
Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual yang berhubungan dengan
status uremik/menurunnya peristaltik.
2.3.3.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang
dapat ditoleransi.
Kriteria evaluasi:
1) Berkurangnya keluhan lelah.
2) Perasaan lebih berenergi.
3) Frekuensi pernapasan dan frekuensi jantung kembali dalam rentang normal
setelah penghentian aktivitas.
Intervensi:
1) Kaji faktor yang menimbulkan keletihan: anemia, ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit, retensi produk sampah, depresi.
Rasional: Menyediakan informasi mengenai indikasi tingkat keletihan.
2) Bantu pasien dalam beraktivitas bila pasien tidak mampu melakukannya
sendiri.
26
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai, yang terjadi selama tahap pengkajian,
analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.
29
BAB III
TINJAUAN KASUS
33
30
dan Asam Folat 3x1. Terpasang O 2 3-4 liter/menit. Kemudian pasien dianjurkan
untuk rawat inap diruang Bougenville untuk mendapatkan perawatan.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pasien telah menjalani hemodialisa selama ±1 bulan yang lalu, pasien
tidak ada riwayat penyakit keturunan, seperti hipertensi, penyakit diabetes
melitus, , pasien tidak pernah di operasi sebelumnya.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan bahwa keluarga tidak ada yang menderita gagal ginjal.
3.1.2.5 Genogram Keluarga 3 Generasi
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien (Ny. L)
: Tinggal serumah
: Garis Keturunan
: Meninggal
pasien dapat membedakan antara pagi, siang, malam, orientasi orang pasien dapat
mengenali keluarga maupun petugas kesehatan, orientasi tempat pasien
mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit. Insight baik, mekanisme
pertahanan diri adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital
Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi
87 x/menit, pernapasan 23/menit dan suhu 36,5 0C.
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris, kebiasaan merokok tidak ada,tidak nyeri dada, type
pernafasan dada, irama pernafasan teratur, suara nafas vasukuler, suara nafas
tambahan tidak ada.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Pasien tidak ada nyeri dada, tidak ada pusing, pasien tidak ada merasa
sakit kepala dan tidak ada pembengkakan pada ekstrimitas. Pasien tidak
mengalami clubing finger ataupun kram pada kaki dan tidak terlihat pucat,
capillary refill < 2 detik, tidak terdapat tidak terjadi peningkatan vena jugularis
dan suara jantung normal.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS E: 4 (dengan spontan membuka mata), V: 6 (orientasi baik),
M 6 (bergerak sesuai perintah) dan total Nilai GCS: 15 (Comphos Mentis),
kesadaran Ny.L comphosmentis, pupil Ny.L isokor tidak ada kelainan, reflex
cahaya kanan dan kiri positif.
Uji Syaraf Kranial :
Penilaian fungsi saraf kranial: syaraf kranial I (olfaktoris): pada
pemeriksaan ini menggunakan serbuk kopi dan serbuk teh, pasien mampu
membedakan kedua bau tersebut. Syaraf kranial II (optikus): pasien mampu
melihat orang-orang disekitarnya dengan baik. Syaraf Kranial III
(okulomotorius): pupil pasien dapat berkontraksi saat melihat cahaya. Syaraf
kranial IV (trochlear): pasien mampu menggerakaan bola mata ke atas dan
kebawah. Syaraf kranial V (trigeminus): pasien dapat mengunyah nasi, buah, dan
32
ikan. Syaraf VI (abdusen): pasien dapat melihat benda sekitar, Syaraf kranial VII
(fasialis): pasien mampu menggerutkan dahi dan mengangkat alis secara simetris.
Syaraf kranial VIII (vestibulokokhlearis): pasien mampu mendengarkan dengan
jelas. Syaraf kranial IX (glosofaringeus):pasien mampu membedakan rasa pahit,
manis, asam dan asin. Syaraf kranial X (vagus): pasien dapat berbicara dengan
jelas. Syaraf kranial XI (assesorius): pasien mampu menoleh kekiri dan ke kanan.
Syaraf kranial XII (hipoglosus): pasien mampu menggerakkan lidahnya dengan
baik.
Uji Koordinasi:
Ekstrimitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung positif, ekstrimitas bawah
tumit ke jempol kaki positif. Uji kestabilan tubuh uji kestabilan tubuh Ny. L
positif. Refleks kanan dan kiri positif tidak ada yang mengalami kekakuan, uji
sensasi Ny.L tidak di kaji .
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Pada pemeriksaan sistem eliminasi urin (bladder) ditemukan hasil yaitu,
produksi urine dengan output urine± 3x/hari, sekitar 400 cc/ 24 jam warna urine
kuning dan bau khas (amoniak).
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Pada pemeriksaan eliminasi alvi (bowel) ditemukan hasil yaitu, bibir
lembab, gigi lengkap dan tidak terdapat caries, tidak ada peradangan dan
kemerahan pada gusi, tidak ada peradangan dan lesi pada lidah, mukosa bibir
lembab, tidak ada peradangan pada tonsil, tidak terdapat benjolan pada rektum,
tidak terdapat hemoroid, BAB 2x/hari dengan warna kuning dan konsistensi feses
lunak.
Tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.9 Tulang - Otot - Integumen (Bone)
Pada pemeriksaan tulang, otot, dan integumen (bone) ditemukan hasil yaitu,
kemampuan pergerakan sendi bebas, tidak ada parises, nyeri pada bagian
bayudara kiri, bengkak pada bagian payudara kiri, tidak ada kekakuan, serta
ukuran otot simetris, tulang belakang normal dan uji kekuatan otot ekstremitas
33
3.1.5 Sosial-Spritual
3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik pada keluarga, petugas kesehatan
dan pasien yang ada diruangan.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
3.1.5.2 Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan pasien sehari-hari, yaitu bahasa Dayak.
3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Hubungan pasien dan keluarga cukup baik, ditandai dengan perhatian yang
diberikan oleh keluarga.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Pasien berhungan baik dengan teman, petugas kesehatan maupun orang
lain.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat
Pasien sangat dekat dengan keluara terutama anak dan suaminnya.
3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang
Pasien mengunakan waktu yang luang dengan berkumpul bersama
keluarga dan beristirahat di rumah.
36
karbonat di konversi
menjadi kalsium klorida
oleh asam lambung. Pada
pasien dengan CKD
biasanya diberikan
CaCO3 untuk mencegah
terjadinya hiperfosfatemia
karena CACo3 mampu
mengikat fosfat.
(Ervinawati)
DO :
DS : Pasien mengatakan
belum bisa melakukan Ketidakmampuan Defisit perawatan
DO :
S : 36,5 0C.
.Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi kuku pasien 1. Mengetahui keadaan kuku pasien
(kuku) berhubungan keperawatan selama 1x7 jam 2. Lakukan potong kuku 2. Untuk menjaga kebersihan kuku pasien
dengan kelemahan diharapkan kuku pasien 3. Menjelaskan kepada pasien 3. Dengan menjelaskan pengetahuan pasien
sudah bersih. pentingnya menjaga kebersihan bertambah.
Kriteria hasil : kuku 4. Untuk menjaga kebersihan
1. Kuku kelihatan bersih 4. Lakukan bed meking
2. Kuku kelihatan pendek
43
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Pengkajian munurut penulis yang ditemukan pada Ny.L dengan Gagal
Ginjal Kronik di temukan keluhan utama pada Ny.L yaitu pasien mengatakan
nyeri, nyeri seperti dditusuk-tusuk, nyeri dirasakan bagian payudara kiri, skala
nyeri sedang (5), nyeri saat bergerak. Dan ditemukan pemeriksaan fisik, yaitu
keadaan umum Kesadaran pasien compos menthis, penampilan cukup rapi, bagian
kuku pasien terlihat kotor, pasien tampak meringis, terpasang stopper di tangan
sebelah kanan, status mental tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah
meringis, bentuk badan ideal, cara berbaring terlentang. Tanda-tanda vital suhu :
36,5 0C, nadi : 87x/menit, RR : 23x/menit, tekanan darah : 120/80 mmHg. Dan
pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan tulang, otot, dan integumen (bone)
ditemukan hasil yaitu, kemampuan pergerakan sendi bebas, tidak ada parises,
nyeri pada bagian bayudara kiri, bengkak pada bagian payudara kiri, tidak ada
kekakuan, serta ukuran otot simetris, tulang belakang normal dan uji kekuatan
otot ekstremitas atas 5 1 dan ekstremitas bawah 5 5 tidak ada
deformitas, peradangan, perlukaan dan patah tulang.
Pengkajian menurut teori (Nursalam, 2010:17). adalah tahap awal dari
proses keeprawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk menegvaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien . Menurut (Arif Muttaqin, 2011:171),
pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah
adalah sebagai berikut: Identitas, keluhan utama yang di dapat biasanya
bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah
sampai penurunan kesadaran, tidak ada selera makan anoreksia), mual, muntah,
mulut terasa kering, rasa lelah, napas, riyawat penyakit sekarang, penyakit
sebelumnya dan penyakit keluarga. keadaan umum, penampilan cukup rapi,
pasien tampak meringis
46
demam (sepsis, dehidrasi), petekie, fraktur tulang, jaringan lunak, dan sendi
keterbatasan gerak sendi.
Berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan persamaan pada pasien Ny.L
dengan Gagal Ginjal Kronik yaitu dari pemeriksaan fisik otot, tulang dan
integumen (Bone) adalah didapatkan nyeri bagian payudara, bengkak bagian
payudara, dan kesamaan pada keadaan umum pasien tampak meringis. Tetapi juga
memiliki perbedaan antara lain dari teori terdapat pemeriksaan fisik (bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, kram otot, nyeri kaki (memburuk saat malam
hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, demam (sepsis, dehidrasi), petekie,
fraktur tulang, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak sendi dan keadaan
umum kesadaran pasien compos menthis, penampilan cukup rapi, bagian kuku
pasien terlihat kotor, pasien tampak meringis, terpasang stopper di tangan sebelah
kanan.
ketorolac. Dan diagnosa yang kedua defisit perawatan diri (kuku) berhubungan
dengan kelemahan dengan intervensi yaitu observasi kuku pasien, lakukan potong
kuku menjelaskan kepada pasien pentingnya menjaga kebersihan kuku, lakukan
bed meking.
Menurut teori (Surhayanto, 2009:193) intervensi keperawatan adalah
perilaku sfesifik yang diharapkan dari pasien atau tindakan yang harus dilakukan
oleh perawat, Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat
perencanaan(Intervensi) keperawatan, tujuan perencanaan adalah untuk
mengurangi, menghilangkan, mencegah yang dirasakan oleh pasien. Adapun
intevensi dengan diagnosa keperawatan nyeri berhubungan dengan trauma
jaringan infeksi adalah kaji keadaan umum pasien dan memonitor tanda-
tanda vital, kaji nyeri pasien, berikan posisi yang nyaman dari pasien, ajarkan
latihan teknik relaksasi dan distraksi, kolaborasi dalam pemberian analgetik.
Berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan persamaan intervensi
keperawatan pada pasien Ny.L dengan Gagal Ginjal Kronik yaitu berdasarkan
fakta nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan nyeri berhubungan dengan
trauma jaringan infeksi dengan intervensi yang sama yaitu observasi skala nyeri,
observasi tanda-tanda vital, beri posisi tirah baring yang nyaman, ajarkan pesien
tehnik relaksasi dan distraksi, jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang nyeri,
Tetapi ada juga perbedaan diantara menurut teori kolaborasi dalam pemberian
terapi analgetik dan menurut fakta kolaborasi dalam pemberian ketorolac. Dan ada
perbedaan intervensi dengan masalah yaitu defisit perawatan diri (kuku)
berhubungan dengan kelemahan dengan intervensi yaitu observasi kuku pasien,
lakukan potong kuku menjelaskan kepada pasien pentingnya menjaga kebersihan
kuku, lakukan bed meking.
4.4 Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan selama satu hari pada tanggal 16
Januari 2018 dinas di Ruang Bougenvile, yaitu diagnosa pertama dengan
implementasi yaitu Mengobservasi skala nyeri, mengobservasi tanda-tanda vital,
memberi posisi tirah baring yang nyaman, mengajarkan pesien tehnik relaksasi
dan distraksi, menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang nyeri,
50
berkolaborasi dalam pemberian tetapi obat ketorolac dan diagnosa kedua dengan
implementasi yaitu mengobservasi kuku pasien, melakukan potong kuku
menjelaskan kepada pasien pentingnya menjaga kebersihan kuku dan melakukan
bed meking.
Implementasi adalah tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan
tersebut meliputi kegiatan-kegiatan :Review tindakan keperawatan yang
diidentifikasi pada tahap perencanaan,menganalisa pengetahuan dan keterampilan
keperawatan yang diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan
yang mungkin timbul,menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan,
mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan
dilaksanankan mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko dari
potensial tindakan. Adapun implementasi pada diagnosa di teori yaitu
Mengobservasi skala nyeri, mengobservasi tanda-tanda vital, memberi posisi tirah
baring yang nyaman, mengajarkan pesien tehnik relaksasi dan distraksi,
menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang nyeri, berkolaborasi dalam
pemberian tetapi obat analgetik
Berdasarkan fakta dan teori ditemukan pada masalah nyeri memiliki
kesamaan implementasi yaitu Mengobservasi skala nyeri, mengobservasi tanda-
tanda vital, memberi posisi tirah baring yang nyaman, mengajarkan pesien tehnik
relaksasi dan distraksi, menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang nyeri,
berkolaborasi dalam pemberian tetapi obat ketorolac. Tetapi ada juga perbedaan
dengan masalah defisit perawatan diri (kuku) berhubungan dengan kelemahan
dengan implementasi yaitu mengobservasi kuku pasien, melakukan potong kuku
menjelaskan kepada pasien pentingnya menjaga kebersihan kuku dan melakukan
bed meking.
Dari penatalaksanaan yang telah dilakukan penulis menyimpulkan bahwa,
penatalaksanaan sesuia dengan intervensi keperawatan yang direncanakan.
51
4.5 Evaluasi
Berdasarkan evaluasi keperawatan pada diagnosa pertama yang dilakukan
di Ruang Bougenvile pada tanggal 16 Januari 2018 yaitu subyektif : pasien
mengatakan masih merasakan nyeri, nyeri seperti ditusuk-tusuk, bagian payudara
kiri, skala sedang (5), nyeri saat bergerak, objektif : pasien tampak meringis ,
terdapat bengkak pada payudara kiri, nyeri dibagian payudara kiri, terdapat
benjolan pada payudara kiri Hasil TTV : TD :120/80 mmHg, N:87x/m, RR :
23/menit , S : 36,5 0C. assesment : Masalah belum teratasi , planning : Lanjutkan
intervensi, 1,2,3,4 dan 5.
Berdasarkan evaluasi keperawatan pada diagnosa kedua yang dilakukan di
Ruangan Bougenville pada tanggal 16 Januari 2018 yaitu subyektif : pasien
mengatakan kukunya sudah bersih, objektif : kuku bersih, kuku sudah pendek.
Masalah teratasi, hentikan intervensi karena kuku pasien sudah bersih.
Evaluasi adalah penilaian terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan terhadap pasien mengacu pada skala penilaian berupa tujuan dam
kriteria hasil yang ditetapkan dalam perencanaan keperawatan sebelumnya.
Berdasarkan menurut penulis masalah nyeri belum teratasi dan defisit
perawatan diri (kuku) sudah beratasi.
52
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada pengkajian berdasarkan teori dan fakta ditemukan persamaan pada
pasien Ny.L dengan Gagal Ginjal Kronik yaitu dari pemeriksaan fisik otot, tulang
dan integumen (Bone) adalah didapatkan nyeri bagian payudara, bengkak bagian
payudara, dan kesamaan pada keadaan umum pasien tampak meringis. Tetapi juga
memiliki perbedaan antara lain dari teori terdapat pemeriksaan fisik (bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, kram otot, nyeri kaki (memburuk saat malam
hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, demam (sepsis, dehidrasi), petekie,
fraktur tulang, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak sendi dan keadaan
umum kesadaran pasien compos menthis, penampilan cukup rapi, bagian kuku
pasien terlihat kotor, pasien tampak meringis, terpasang stopper di tangan sebelah
kanan.
Pada diagnosa keperawatan berdasarkan fakta dan teori ditemukan
persamaan diagnosa keperawatan pada pasien Ny.L dengan Gagal Ginjal Kronik
yaitu masalah nyeri namun penyebabnya yang berbeda menurut teori nyeri
berhubungan dengan trauma jaringan infeksi sedangkan menurut fakta nyeri
berhubungan dengan inflamasi. Tetapi ada juga perbedaan diantara menurut teori
diagnosa perubahan nutrisi: kurang dari pemenuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut,
intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis, aktual/resiko tinggi terhadap kelebihan volume
cairan berhubungan dengan penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium
sedangkan fakta ditemukan diagnosa defisit perawatan diri (kuku) berhubungan
dengan kelemahan.
Pada intervensi keperawatab berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan
persamaan intervensi keperawatan pada pasien Ny.L dengan Gagal Ginjal Kronik
yaitu berdasarkan fakta nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan nyeri
berhubungan dengan trauma jaringan infeksi dengan intervensi yang sama yaitu
observasi skala nyeri, observasi tanda-tanda vital, beri posisi tirah baring yang
nyaman, ajarkan pesien tehnik relaksasi dan distraksi, jelaskan kepada pasien dan
53
keluarga tentang nyeri, Tetapi ada juga perbedaan diantara menurut teori
kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik dan menurut fakta kolaborasi dalam
pemberian ketorolac. Dan ada perbedaan intervensi dengan masalah yaitu defisit
perawatan diri (kuku) berhubungan dengan kelemahan dengan intervensi yaitu
observasi kuku pasien, lakukan potong kuku menjelaskan kepada pasien
pentingnya menjaga kebersihan kuku, lakukan bed meking.
Pada implementasi keperawatan berdasarkan fakta dan teori ditemukan pada
masalah nyeri memiliki kesamaan implementasi yaitu Mengobservasi skala nyeri,
mengobservasi tanda-tanda vital, memberi posisi tirah baring yang nyaman,
mengajarkan pesien tehnik relaksasi dan distraksi, menjelaskan kepada pasien dan
keluarga tentang nyeri, berkolaborasi dalam pemberian tetapi obat ketorolac.
Tetapi ada juga perbedaan dengan masalah defisit perawatan diri (kuku)
berhubungan dengan kelemahan dengan implementasi yaitu mengobservasi kuku
pasien, melakukan potong kuku menjelaskan kepada pasien pentingnya menjaga
kebersihan kuku dan melakukan bed meking. Dari penatalaksanaan yang telah
dilakukan penulis menyimpulkan bahwa, penatalaksanaan sesuia dengan
intervensi keperawatan yang direncanakan.
Berdasarkan menurut penulis masalah nyeri belum teratasi dan lanjtukan
intervensi, defisit perawatan diri (kuku) sudah beratasi dan hentikan intervensi
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam
mempelajari asuhan keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidney Disease
(CKD) atau Gagal Ginjal Kronik Serta sebagai acuan atau referensi mahasiswa
dalam penulisan laporan studi kasus selanjutnya
5.2.2 RSUD dr. Doris Sylvanus
Diharapkan RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya khususnya ruang B
(Bougenville), penulisan laporan studi kasus ini di dapat sebagai referensi bagi
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Chronic
Kidney Disease (CKD) atau Gagal Ginjal Kronik., serta sebagai masukan untuk
54
meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, khususnya pada pasien dengan
Chronic Kidney Disease (CKD)..
5.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap
Palangka Raya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa
yang akan datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam
penguasaan terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai
pendokumentasiaan.
55
DAFTAR PUSTAKA