I. MANAJEMEN KEPERAWATAN
i. KODE ETIK KEPERAWATAN
1. Autonomy/menghargai hak – hak pasien dalam membuat keputusan tentang keperawatannya.
Contoh
Pasien memiliki diagnose medis SNH hari ini seorang perawat akan melakukan implementasi
ROM pasif membantu pasien makan. Sebelum mengajari 3 hal tsb pasien diberi kesempatan
untuk memilih latihan yang mana yang akan dilakukan.
2. Justice / keadilan
Contoh
Diruang rawat mentari terdapat 2 kelas perawatan yaitu kelas satu dan kelas dua, saat dinas
pagi ada 2 pasien yang sedang membutuhkan bantuan perawat, perawat anton mengganti
cairan infuse kelas satu dengan ramah dan penuh senyum namun saat menganti cairan infuse
dikelas dua perawat anton tampak cemberut.
3. Beneficience/ berbuat baik
Contoh
Perawat menasehati klien tentang program latihan untuk memperbaiki kesehatan secara
umum, tetapi perawat menasehati untuk tidak dilakukan karena alesan resiko serangan
jantung.
4. Fidelity/ menepati janji
Contoh
Seorang perempuan 28 th di rawat diruang penyakit dalam dengan keluhan BAB encer sejak 2
minggu yang lalu, pasien sudah diberitahu oleh perawat bahwa menderita HIV, pasien
meminta kepada perawat untuk merahasiakan penyakitnya kepada siapa pun, perawat
menyetujui permintaan pasien tersebut.
5. Confidentiality/ kerahasiaan
Contoh
Saat perawat sedang melakukan perawatan pada genetalia pasien perawat lupa menutup
korden jendela sehingga salah satu lansia lain melihat tindakan yang dilakukan perawat
tersebut.
6. Nonmaleficience/ tidak merugikan
7. Veracity /kejujuran
5. Imunisasi
BCG Babicille calmette guerin
imunisasi BCG adalah imunisasi untuk mencegah penyakit TB (tuberculosis). Dosis
pemberian 0,05 ml sebanyak 1 kali , Disuntikkan secara intracutan di daerah
lengan kanan atas pada insersio musculus deltoideus
CAMPAK
Vaksin campak diberikan secara subcutan atau Intramuscular di lengan atas dengan
dosis 0.5 ml. Vaksin campak diberikan pada bayi berusia 9 bulan.
POLIO
Imunisasi polio diberikan dengan tujuan untuk mencegah anak terjangkit penyakit
polio yang dapat menyebabkan anak menderita kelumpuhan pada kedua kakinya dan
otot-otot wajah. Diberikan secara oral sebanyak 2 tetes. Diberikan 4 x dengan
interval waktu minimal 4 minggu
DPT
Vaksin DPT diberikan secara Intramuscular pada paha kanan atau kiri dengan
dosis 0.5 ml. jumlah suntikan 3 kali.
HEPATITS B
Pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 x Dosis pertama diberikan pada
usia 0-7 hari dan selanjutnya dengan interval waktu minimal 4 minggu.
Andi Kurniawan Lebang,S.Kep,Ns
| 12
IV. GADAR
1. START model korban dibagi dalam 4 kelompok warna:
Hitam/ Deceased : Korban meninggal atau tidak bernafas meskipun jalan nafas
sudah dibebaskan, korban meninngal dibiarkan di tempat kejadian dan diangkat
belakangan setelah semuanya tertolong.
Merah/ Immediate/ Prioritas 1 Evakuasi : Korban dengan luka yang mengancam
nyawa dan segera membutuhkan perawatan lanjut atau tindakan operasi sesegera
mungkin dibawah 1 jam dari waktu kejadian.
Kuning/ Delayed/ Prioritas 2 evakuasi : Korban dalam kondisi stabil, tapi tetap
memerlukan perawatan lebih lanjut
Hijau/ Minor/ Prioritas 3 evakuasi :Pasien dengan luka yang merlukan pertolongan
dokter tapi bisa ditunda beberapa jam atau hari.
2. Penanganan trauma
a. Danger
Aman diri = APD
Aman lingkungan
Aman pasien
b. Respon
Alert
Verbal
Pain
Unrespon
3. Primary survey
A. Airway
a) Suction = Gargling, lama tindakan 10 – 15 detik.
Soft tip
Untuk penghisapan caian
Rigid tip
Untuk darah yang mengumpal
b) Snoring = pangkal lidah jatuh kebelakang
OPA, dilakukan pada pasien tdk sadar
f) NECK CHOLAR
Beathel sign, jejas muka, rinorhea
g) HEAD TILT CHIN LIFT
Dilakukan pada pasien non trauma
B. Breathing
a. Masalah oksigenasi
a) Nasal kanul
Aliran oksigen 1 – 6 liter/menit
Saturasi oksigen 95 – 100 %
b) RM
Aliran oksigen 6 – 10 liter/menit
Saturasi oksigen 90 – 94 %
Tidak ada katub
c) NRM
Aliran oksigen 10 – 12 liter/menit
Saturasi oksigen 85 %
Ada katub
VERBAL
5 : orientasi bagus
4 : disorientasi
3 : hanya bisa mengucapkan kata – kata
2 : mengerang
1 : tidak ada respon
CKR GCS 15 – 14
CKS GCS 9 – 13
CKB GSC 3 – 8
1. Pasien henti napas henti jantung RJP dewasa 30 : 2, keceptan kompresi
100 – 120x/menit, RJP bayi 15 ; 1
2. Ada nadi tidak ada napas, rescued breathing / napas buatan per 6 detik.
E. Exposure
Gunting baju
V. KEPERAWATAN JIWA
1. PK
a. Tanda gejala
Mengancam
Mengumpat
Bicara keras dan kasar
Meninju
Membanting
Melempar
b. Startegi pelaksanaan
Pasien
Sp 1
Mengidentifikasi penyebab PK
Andi Kurniawan Lebang,S.Kep,Ns
| 18
Mengidentifikasi tanda gejala PK
Mengidentifikasi PK yang dilakukan
Mengidentifikasi akibat PK
Menyebutkan cara mengontrol PK
Membantu pasien mempraktekan latihan cara mengontrol fisik 1
Menganjurkan pasien memasukan kedalam kegiatan harian
Sp II
Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien
Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik II
Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
SP III
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
SP IV
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum obat
Menganjurkan pasien memasukan ke dalam jadwal kegiatan
harian
Keluarga
SP I
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala serta proses terjadinya PK
Jelaskan cara merawat pasien dengan PK
SP II
Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan PK
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien PK
Sp III
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
2. ISOLASI SOSIAL
SP II
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan
dengan orang lain
Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang – bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian
SP III
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan berkenalan
dengan dua orang atau lebih
Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
Andi Kurniawan Lebang,S.Kep,Ns
| 20
SP I
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda gejala isolasi social yang dialami pasien
Sp II
Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan isolasi
social
SP III
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
3. HALUSINASI
a. Tanda gejala
Mengatakan mendengar suara bisikan/melihat bayangan
Berbicara sendiri
Tertawa sendiri
Melamun
Menyendiri
Marah tanpa sebab
b. Strategi pelaksanaan
Pasien
Sp I
Mengidentifikasi penyebab halusinasi
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
Mengajarkan pasien cara menghardik halusinasi
Menganjurkan pasien memasukan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan
SP II
Keluarga
Sp I
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda gejala resiko bunuh diri yang dialami pasien dan
jenis perilaku bunuh diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya
Andi Kurniawan Lebang,S.Kep,Ns
| 26
Menjelaskan cara merawat pasien resiko bunuh diri
Sp II
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien resiko bunuh
diri
Sp III
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
VI. KEPERAWATAN KELUARGA
a. Tipe keluarga
a) Traditional nuclear
keluarga inti yang terdiri dari suami, istri dan anak
b) Extended family
Keluarga inti di tambah kakek, nenek, keponakan
c) Reconstituted nuclear
Pembentukan keluarga baru dari hasil perkawinan suami / istri dan anak tiri tinggal
bersamanya
d) Dual carrier
Suami / istri yang bekerja tanpa ada anak
e) Commuter merid
Suami istri bekerja tinggal terpisah dan keduanya mencari waktu untuk saling bertemu
f) Communal
Pasangan monogamy dan anak – anak tinggal bersama
g) Single parent
Duda atau janda ada anak
h) Single adult
Wanita atau pria dewasa yang tiggal sendiri tanpa ada keinginan untuk menikah
i) Dyadic nuclear
Suami istri bekerja, keduanya sudah berumur tetapi tidak memiliki anak
j) Middle age / aging couple
.
c. Lima dasar fungsi keluarga
Diet
Diet dan pengobatan adalah pelaksanaan dalam pengontrolan gula darah
pada penyakit Diabetes Mellitus.
Intake kalori
Menentukan kebutuhan kalori dasar dengan mempetimbangkan usia, jenis
kelamin, BB, dan tingkat aktivitas.
Distribusi kalori
Dalam pengaturan jumlah kalori harian, perencanaan pemberian makanan
harus difokuskan.
d) Diagnose keperawatan
Tahap berikutnya dalam menentukan proses keperawatan adalah menentukan
hasil. Dalam menentukan hasil harus terdiri dari SMART yaitu Spesifik,
Measurable, Achivable, Reliable, Time.
c. ASMA
a) Tanda gejala
Terdengar suara napas wheezing atau mengi
Sesak napas
Batuk produktif sering terjadi pada malam hari
Penggunaan otot bantu napas
b) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan sputum:
Pemeriksaan darah
Eusinofilia (kenaikan badan eusinofil)
Peningkatan kadar IgE pada asma alergi
AGD hipoxi (serangan akut)
c) Diagnose keperawatan
Ketidakefektifan jalan nafas b.d peningkatan produksi sekret.
Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai O2
Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri b.d sesak dan
kelemahan fisik.
Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
pemasukan yang tidak adekuat: mual, muntah dan tidak nafsu makan.
Kecemasan b.d sesak nafas dan takut.
Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru selama serangan
akut.
Resiko tinggi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahan utama (penurunan
kerja silia dan menetapnya sekret)
Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi.
d) Penatalaksanaan
Terapi Non Farmakologis
Istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
Oksigenasi
Dukungan diit : pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol atau
menghilangkan oedema.
Terapi Farmakologis :
Glikosida jantung. Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasillkan : peningkatan curah
jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diurisi dan
mengurangi oedema.
Terapi diuretic, diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal.
Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia
Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadasi
tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
e) Diagnose keperawatan
Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik, Perubahan struktural,
Intoleran aktivitas berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai
oksigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama
Ph 7,35 – 7,45
Pco2 35 – 45 mmhg
Hco3 22 – 26 meq/ L
Cao2 16 – 22 m/o2/dl
1. Asidosis respiratory
Definisi
Ph < 7,35, Pco2 > 45mmhg
Tanda gejala
Over dosis obat
Trauma dada dan kepala
2. Asidosis respiratory terkompensasi
Ph < 7,35, PCO2 & HCO3 meningkat
3. Asidosis metabolic
Hco3 < 22 meq/L, Ph < 7,35
Tanda gejala
Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat ( KUsmuul)
Koma
4. Asidosis metabolic terkompensasi
C Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan salah satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi
tambahan
E Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan
satu fungsi tambahan
b. Kekuatan
0= tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
1= ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh
2 = mampu menahan tegak tetapi dengan sentuhan akan jatuh
20 : Mandiri
FASE KERJA
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan
3. Melakukan desinfeksi tutup botol cairan infuse
4. Klem selang infuse
5. Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukkan ke bagian karet atau akses selang ke botol
infus.
6. Mengantungkan botol infuse pada standart infuse
7. Isi cairan ke dalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisi sebagian dan buka klem
selang hingga cairan memenuhi selang dan udara selang keluar.
8. Letakkan pengalas di bawah tempat (vena) yang akan dilakukan penginfusan.
9. Lakukan pembendungan dengan torniket (karet pembendung) 10 – 12 cmdiatas tempat penusukan
dan anurkan pasien untuk menggemgam dengan gerakan sirkular (bila sadar).
10. Gunakan sarung tangan steril.
B. Pemasangan Oksigenasi
PROSEDUR
FASE PERSIAPAN
Persiapan perawat
1. Mengkaji data-data mengenai kekurangan oksigen ( sesak nafas, nafas cuping hitung,
penggunaan otot pernafasan tambahan, takikardi, gelisah, bimbang dan sianosis)
2. Perawat mencuci tangan
3. Memakai sarung tangan
Persiapan alat
1. Tabung oksigen ( oksigen dinding ) berisi oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier
yang berisi aquades sampai batas pengisian
2. Nasal kanul (pemilihan alat sesuai kebutuhan)
3. Plester (jika di butuhkan)
4. Gunting plester (jika di butuhkan)
5. Cotton budd
Persiapan pasien
1. Menyapa pasien (ucapkan salam)
Andi Kurniawan Lebang,S.Kep,Ns
| 44
2. Jelaskan maksud dan tujuan tentang tindakan yang akan dilakukan
3. Pasien diatur dalam posisi aman dan nyaman (semi fowler)
FASE KERJA
1. Siapkan nasal kanul 1 set tabung oksigen ( oksigen central )
2. Hubungkan nasal kanul dengan flowmeter pada tabung oksigen atau oksigen dinding
3. Bila hidung pasien kotor, bersihkan lubang hidung pasien dengan cotton budd atau tissu
4. Cek fungsi flowmeter dengan memutar pengatur konsetrasi oksigen dan mengamati adanya
gelembung udara dalam humidifier
5. Cek aliran oksigen dengan cara mengalirkan oksigen melalui nasal kanul kepunggung tangan
perawat
6. Pasang nasal kanul kelubang hidung pasien dengan tepat
7. Tanyakan pada pasien, apakah aliran oksigennya terasa atau tidak
8. Atur pengikat nasal kanul dengan benar, jangan terlalu kencang dan jangan terlalu kendor
9. Pastikkan nasal kanul terpasang dengan aman
10. Atur aliran oksigen sesuai dengan program
11. Alat-alat dikembalikan di tempat semula
12. Perawat mencuci tangan setelah melakukan tindakan
13. Mengakhiri tindakan dengan mengucapkan salam
FASE TERMINASI
1. Respon pasien 15 menit setelah dilakukan tindakan
2. Dokumentasikan:
a. Waktu pelaksanaan
b. Respon pasien
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Tindakan Keperawatan : Pemasangan Kateter Urine
Pengertian
Kateter adalah selang yang digunakan untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan. Kateterisasi
urinarius adalah memasukkan kateter melalui uretra ke dalam kandung kemih dengan tujuan
mengeluarkan urin. Kateterisasi urine sedapat mungkin tidak dilakukan kecuali bila sangat
diperlukan, karena dapat menyebablkan infeksi nosokomial
Tujuan
1. Untuk mengambil sample urine guna pemeriksaan kultur mikrobiologi dengan menghindari
kontaminasi.
2. Pengukuran residual urine dengan cara, melakukan regular kateterisasi pada klien segera
setelah mengakhiri miksinya dan kemudian diukur jumlah urine yang keluar.
Hal-hal yang harus diperhatikan
1. Observasi letak meatus uretra
2. Kaji adanya riwayat penyakit genetalia.
Pelaksanaan
Tahap Pra Interaksi
1) Mengucapkan salam terapeutik
Andi Kurniawan Lebang,S.Kep,Ns
| 45
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan
dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7) Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8) Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama
berkomunikasi dan melakukan tindaka.
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
Tahap Orientasi
1. Memperkenalkan diri
Mengucapkan salam terapeutik dan memeprkenalkan diri
Validasi data : nama klien dan data lain terikat
2. Meminta persetujuan tindakan
Menyampaikan/menjelaskan tujuan tindakan
Menyampaikan/menjelaskan langkah-langkah prosedur
3. Membuat kontrak dan kesepakatan untuk pelaksanaan tindakan
Tahap Interaksi
Memberikan sampiran dan menjaga privacy
Mengatur posisi pasien (wanita:posisi dorsal recumbent, pria:posisi supine dan melepaskan pakaian bawah
Memasang perlak, penglas di bawah bokong pasien
Menutup area pinggang dengan selimut pasien serta menutup bagian ekstremitas bawah dengan selimut
mandi sehingga hanya area perineal yang terpajan
Meletakkan nierbekken di antara paha pasien
Menyiapkan cairan antiseptic ke dalam kom
Gunakan sarung tangan bersih
Membersihkan genetalia dengan cairan antiseptic
Buka sarung tangan dan simpan nierbekken atau buang ke kantong plastic yang telah disediakan
Buka bungkusan luar set kateter dan urin bag dan kemudian simpan di alas steril. Jika pemasangan kateter
dilakukan sendiri, maka siapkan KY jelly di dalam bak sterik. Jangan menyentuh area steril
Gunakan sarung tangan steril
Buka sebagian bungkusan dalam kateter, pegang kateter dan berikan jelly pada ujung kateter (dengan
meminta bantuan atau dilakukan sendiri) dengan tetap mempertahankan teknik steril
Pada laki-laki, Posisikan penis tegak lurus 900 dengan tubuh pasien
Pada wanita, Buka labio minora menggunakan ibu jari dan telunjuk atau telunjuk dengan jari tengah tangan
tidak dominan
Dengan menggunakan pinset atau tangan dominan, masukkan kateter perlahan-lahan hingga ujung kateter.
Anjurkan pasien untuk menarik nafas saat kateter dimasukkan. Kaji kelancaran pemasukan kateter jika ada
hambatan berhenti sejenak kemudian dicoba lagi. Jika masih ada tahanan kateterisasi dihentikan.
Andi Kurniawan Lebang,S.Kep,Ns
| 46
Pastikan nierbekken yang telah disiapkan berasa di ujung kateter agar urine tidak tumpah. Setelah urin
mengalir, ambil specimen urin bila diperlukan. Lalu segera sambungkan kateter dengan urine bag
Kembangkan balon kateter dengan aquadest/NaCl steril sesuai volume yang tertera pada label spesifikasi
kateter yang dipakai
Tarik kateter keluar secara perlahan untuk memastikan balon kateter sudah terfiksasi dengan baik dalam
vesika urinaria.
Bersihkan jelly yang tersisa pada kateter dengan kasa
Fiksasi kateter: Pada pasien laki-laki difiksasi dengan plester pada abdomen, Pada pasien wanita kateter
difiksasi dengan plester pada pangkal paha
Menempatkan urine bag di tempat tidur pada posisi yang lebih rendah dari kandung kemih
Lepaskan duk dan pengalas serta bereskan alat
Lepaskan sarung tangan
Rapihkan kembali pasien
LUKA BAKAR
a) Derajad I
b) Derajad II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai
proses eksudasi.
Dijumpai bulae.
Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal
Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis. Organ-organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Penyembuhan terjadi spontan
dalam waktu 10-14 hari.
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Organ-organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh. Penyembuhan
terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih
dari sebulan.
c) Derajad III
Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam. Organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
Tidak dijumpai bulae. Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering
letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis
dan dermis yang dikenal sebagai eskar. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh
karena ujung- ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian. Penyembuhan terjadi
lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari dasar luka.
Kepala leher 9%
Genetalia 1%
RUMUS BAXTER
LB% x BB x 4 ml
Hasil dari Rumus baxter dibagi dua untuk 8 jam pertama selanjutnya 16 jam