Anda di halaman 1dari 133

RINGKASAN MATERI DALAM UKOM NERS

I. MANAJEMEN KEPERAWATAN

i. KODE ETIK KEPERAWATAN

1. Autonomy/menghargai hak – hak pasien dalam membuat


keputusan tentang keperawatannya.

Contoh

Pasien memiliki diagnose medis SNH hari ini seorang


perawat akan melakukan implementasi ROM pasif
membantu pasien makan. Sebelum mengajari 3 hal tsb
pasien diberi kesempatan untuk memilih latihan yang mana
yang akan dilakukan.

2. Justice / keadilan

Contoh

Diruang rawat mentari terdapat 2 kelas perawatan yaitu


kelas satu dan kelas dua, saat dinas pagi ada 2 pasien yang
sedang membutuhkan bantuan perawat, perawat anton
mengganti cairan infuse kelas satu dengan ramah dan
penuh senyum namun saat menganti cairan infuse dikelas
dua perawat anton tampak cemberut.

3. Beneficience/ berbuat

baik Contoh

Perawat menasehati klien tentang program latihan untuk


memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat
menasehati untuk tidak dilakukan karena alesan resiko
serangan jantung.
4. Fidelity/

menepati janji

Contoh

Seorang perempuan 28 th di rawat diruang penyakit dalam


dengan keluhan BAB encer sejak 2 minggu yang lalu, pasien
sudah diberitahu oleh perawat bahwa menderita HIV, pasien
meminta kepada perawat untuk merahasiakan penyakitnya
kepada siapa pun, perawat menyetujui permintaan pasien
tersebut.

5. Confidentiality/ kerahasiaan
1
Contoh

Saat perawat sedang melakukan perawatan pada genetalia


pasien perawat lupa menutup korden jendela sehingga salah
satu lansia lain melihat tindakan yang dilakukan perawat
tersebut.

6. Nonmaleficience/ tidak merugikan

7. Veracity /kejujuran

ii. GAYA KEPEMIMPINAN

1. Demokratis

Definisi pemimpin yang selalu mendengar dan


mempertimbangkan atas masukan – masukan dari para
pegawainya.

Contoh

Disebuah ruang perinatalogi terlihat kepala ruang dan para


perawat sangat dekat. Kepala ruang perinatalogi sering
mendisusikan tentang pelayanan yang lebih baik dan para
perawat pun aktif dalam memberikan masukan – masukan.

2. Otoriter

Definisi gaya pemimpin yang memusatkan pada segala


keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri
secara penuh.

Contoh
Dalam menjalankan tugas para perawat dibangsal bedah
saraf harus sesuai tujuan yang telah ditentukan oleh kepala
ruang, tidak ada sedikit pun bantahan dari perawat untuk
melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang diinginkan
kepala ruang.
2
3. Laisez faire

Definisi pemimpin memberikan dan membiarkan


pegawainya untuk melakukan kinerja masing – masing
sesuka hati

Contoh

Seorang kepala ruang disuatu bangsal memberikan


kepercayaan penuh kepada para pegawainya untuk
melaksanakan tugas masing – masing, kepala ruang hanya
menerima laporan perkembangan kinerjanya.

4. Otokratis

Definisi ketergantungan kepada yang berwenang dan tidak


akan melakukan apa – apa kecuali jika diperintah

5. Karismatik

Definisi suatu hubungan emosional antara pemimpin dan


anggota kelompok yang dipimpin.

iii. METODE PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL

A. Metode

Fungsional

Contoh
Seorang perawat bernama heyna bekerja di ruang
penyakit dalam, dalam ruangan tersebut pasiennya
sangat banyak tetapi perawat tidak sebanding dengan
jumlah pasien yang ada. Ruangan tersebut kekuarangan
perawat pelaksana, suster heyna sangat ahli dalam
melakukan tugas debridement setiap
3
harinya, disamping itu ada perawat yang lain yang
tugasnya memberikan obat dan ada pula yang memantau
vital sign.

B. Metode

TIM

Definisi

Membagi perawat menjadi beberapa kelompok dengan


setiap kelompok memiliki penanggung jawab sebagai
ketua

Contoh

Dalam pemberian tugas IGD kepala ruang membagi tugas


perawat pelaksana dalam beberapa kelompok, kepala
ruang memiliki harapan agar mencapai pelayanan yang
professional. Perawat yang dipilih untuk menjadi
penanggung jawab terhadap anggotanya. Perawat untuk
menjadi penanggung jawab merupakan perawat yang
sudah memiliki pengalaman yang lebih dibandingkan
dengan anggotanya.

C. Metode KASUS

Definisi penjelasan dari pelayanan asuhan keperawatan


dengan model kasus yaitu pemberian asuhan
keperawatan yang secara menyeluruh dengan satu
penanggung jawab sehingga pasien akan merasa puas dan
perawat bekerja secara professional.

Contoh
Diruang hemodialisa terdapat 15 tempat tidur setiap
harinya 15 tempat tidur tersebut selalu ditempati pasien
yang sudah terjadwal untuk cuci darah demi menjangkau
kualitas mutu pelayanan yang baik pihak rumah sakit
menjadwalka untuk satu pasien satu perawat.

D. Metode Primer

Definisi pemberian asuhan keperawatan yang


menugaskan kepada perawat yang bertanggung jawab
penuh terhadap keadaan pasien selama 24 jam dengan
kinerja mulai pengkajian, evaluasi hingga pasien pulang
dengan dibantu perawat pelaksana.

Contoh
4
Diruang asoka terdapat 9 perawat setiap shift pagi
dengan kepala ruang. Dalam pemberian asuhan
keperawatan yang berkualitas, kepala ruang menugaskan
setiap perawat memiliki tanggung – jawab penuh selama
24 jam bagi pasiennya dengan dibantu perawat
pelaksana.

iv. FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN

a. Planning (perencanaan)
sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan
organisasi sampai dengan menyusun dan menetapkan
rangkaian kegiatan untuk mencapainya, melalui
perencanaan yang akan dapat ditetapkan tugas - tugas
staf. Dengan tugas ini seorang pemimpin akan
mempunyai pedoman untuk melakukan supervisi dan
evaluasi serta menetapkan sumber daya yang dibutuhkan
oleh staf dalam menjalankan tugas- tugasnya
b. Organizing (pengorganisasian)
adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk
menghimpun semua sumber data yang dimiliki oleh
organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk
mencapai tujuan organisasi.
c. Actuating (directing, commanding, coordinating) atau
penggerakan adalah proses memberikan bimbingan
kepada staf agar mereka mampu bekerja secara optimal
dan melakukan tugas- tugasnya sesuai dengan
ketrampilan yang mereka miliki sesuai dengan dukungan
sumber daya yang tersedia.
d. Controlling (pengawasan, monitoring)
adalah proses untuk mengamati secara terus menerus
pelaksanaan rencana kerja yang sudah disusun dan
mengadakan koreksi terhadap penyimpangan yang
terjadi.
v. PERHITUNGAN RUMUS BOR, ALOS,DLL

a) BOR

RUMUS =

5
jumlah perawat x 100% ÷ ( Jumlah tempat tidur x
jumlah 1 periode)

b) ALOS

Jumlah lama dirawat ÷ jumlah pasien keluar

c) TOI

Rum

us

( Jumlah tempat tidur x jumlah 1 periode ) – Hari


perawatan ÷ jumlah pasien keluar

II. KEPERAWATAN MATERNITAS

1. Kehamilan

A. Tanda – tanda

a) Ukuran dada membesar

b) Mual dan muntah

c) Telat haid

d) Pusing dan sakit kepala

e) Sering mengantuk

B. Taksiran BB Janin
 Jika kepala sudah

masuk PAP ( TFU –

11 ) x 155 gram

 Jika kepala belum

masuk PAP ( TFU –

12 ) x 155 gram

C. HPHT
6
 HPHT bulan Januari sd

Maret Tanggal + 7,

Bulan + 9, Tahun + 0

 HPHT bulan april sd

desember Tanggal + 7,

Bulan – 3, Tahun + 0

D. Usia kehamilan

 Bulan = TFU x 2/7

 Minggu = TFU x 8/7

E. Pemeriksaan Leopold

 Leopold I

untuk menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin


yang berada dalam fundus uteri.

 Leopold II

Untuk menentukan bagian janin yang berada pada kedua


sisi uterus, pada letak lintang tentukan di mana kepala
janin.

 Leopold III

Untuk menentukan bagian janin apa yang berada pada


bagian bawah dan apakah sudah masuk atau masih
goyang.

 Leopold IV
Untuk menentukan presentasi dan “engangement “

2. Persalinan

a. Tahapan – tahapan persalinan

 Kala I, Pembukaan

 Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12


jam
7
 multigravida sekitar 8 jam.

Tanda-tanda kala I persalinan :

Rasa sakit adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.

Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih


banyak karena robekan kecil pada servik.

Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya.

Servik mulai membuka (dilatasi) dan mendatar


(effacement)

Fase-Fase kala I Persalinan

i. Fase laten

Dimulai sejak awal kontraksi, pembukaan servik

secara bertahap Pembukaan serviks kurang dari 4

cm

Biasanya berlangsung hingga

dibawah 8 jam ii. Fase aktif

Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sd 4


cm.

Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4


cm sd 9 cm.

Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sd


lengkap (+ 10 cm).

 Kala II ( Pengeluaran Janin )

 His terkoordinir cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3


menit sekali,
 kepala janin telah turun dan masuk ruang panggul,
sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar
panggul yang secara reflek menimbulkan rasa
ngedan karena tekanan pada rectum sehingga
8
merasa seperti BAB dengan tanda anus membuka.
Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan,

 vulva membuka dan perineum meregang.

 Dengan his mengedan yang terpimpin akan lahir


dan diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II pada
primi 1.5-2 jam, pada multi 0.5 jam.

 Kala III ( Pengeluaran Plasenta )

Setelah bayi lahir, kontraksi, rahim istirahat sebentar,


uterus teraba keras dengan fundus uteri sehingga pucat,
plasenta menjadi tebal. Beberapa saat kemudian timbul
his, dalam waktu 5-10 menit, seluruh plasenta terlepas,
terdorong kedalam vagina dan akan lahir secara spontan
atau dengan sedikit dorongan dari atas simpisis/fundus
uteri, seluruh proses berlangsung 5-30 menit setelah
bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan
pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc.

 Kala IV

Pengawasan, selama 2 jam setelah bayi dan plasenta

lahir, mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya

perdarahan post partum. Dengan menjaga kondisi

kontraksi dan retraksi uterus yang kuat dan terus-

menerus. Tugas uterus ini dapat dibantu dengan obat-

obat oksitosin.

b. Tanda – tanda persalinan


 Rasa sakit oleh adanya his yang dating lebih kuat, sering
dan teratur.

 Keluar lendir dan bercampur darah yang lebih banyak,


robekan kecil pada bagian servik.

 Kadang-kadang ketuban pecah

9
 Pada pemeriksaan daam, servik

mendatar c. Moulage

 Moulage 0

Tulang – tulang kepala janin terpisah, sutura dengan


mudah dapat diraba

 Moulage 1

Tulang – tulang kepala janin saling bersentuhan

 Moulage 2

Tulang – tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi


masih dapat dipisahkan

 Moulage 3

Tulang – tulang kepala janin saling tumpang tindih dan


tidak dapat dipisahkan

d. Faktor yang mempengaruhi persalinan

 Power / Tenaga

 Passages/jalan lahir

 Passanger/ janin

 Psikologis/kejiwaan ibu

e. Periode nifas

 Early Puerperium (masa nifas dini)

Masa dimana telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-


jalan sendini mungkin.

 Immediate Puerperium
1
0
Kepulihan alat-alat genetalia yag lamanya sampai dengan
6-8 minggu

 Later Puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulihnya dan sehat


sempurna terutama bila selama kehamilan atau bersalin
mengalami komplikasi, waktu untuk sehat sempurna
bisa berminggu-minggu, bulan bahkan tahunan.

f. Rupture perineum

 Robekan perineum tingkat 1

Apabila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang


robek dan biasanya tidak memerlukan penjahitan.

 Robekan perineum tingkat 2

Mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum perlu


dijahit.

 Robekan perineum tingkat 3

Robekan total muskulus sfingter ani eksternum ikut


terputus dan kadang-kadang dinding depan rectum ikut
robek pula. Menjahit robekan harus dilakukan dengan
teliti.

 Robekan perineum tingkat 4

Mukosa vagina, kulit, jaringan perineum, sfingter ani


sampai ke ruktum perlu di rujuk.

g. Adaptasi psikologis post partum

Fase Taking In ( dependent)


Fase ini dimulai pada hari kesatu dan kedua setelah

melahirkan, dimana ibu membutuhkan perlindungan dan

pelayanan pada tahap

1
1
ini pasien sangat ketergantungan.

Fase Taking Hold (dependent- independent)

Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan


berakhir pada minggu keempat sampai kelima. Sampai
hari ketiga ibu siap menerima pesan barunya dan belajar
tentang hal-hal baru, pada fase ini ibu membutuhkan
banyak sumber informasi.

Fase Letting Go (independent)

Fase dimulai minggu kelima sampai minggu keenam

setelah kelahiran, dimana ibu mampu menerima

tanggung jawab normal.

h. Lochea

 Hari 2 – 3 post partum : Lochea rubra


Cairan secret berwarna merah karena berisi darah segar
dan sisa – sisa selaput ketuban.
 Hari 7 – 14 post partum : lochea serosa,
Berbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian
menjadi kuning
 Lochea sanguilenta
Cairan secret berwarna merah kuning berisi darah dan
lender yang keluar pada hari 3 – 7 post partum
 lochea alba,
bentuknya seperti cairan putih berbentu cream terdiri
atas leokosit dan sel – sel desidua.
3. KB

a. Jangka panjang

a) Mantap
 MOW (metode operasi wanita ) Tubektomi
1
2
 MOP (metode operasi pria ) Vasektomi

b) Tahun

 AKDR (alat kontrasepsi dalam

rahim ) IUD 10 tahun

 Implant 3 tahun

b. Jangka pendek

a) Suntik

 1 bulan tdk disarankan ibu menyusui

 3 bulan disarankan ibu menyusui

b) Pil KB

c) Kondom

c. Usia subur

Hari

terpendek

Tanggal menstruasi – 18

=…. Maka H + hasil hari

terpendek =… Hari

terpanjang

Tanggal menstruasi – 11 = ….

Maka H + Hasil hari

terpanjang =….
III. KEPERAWATAN ANAK

1. APGAR SCORE

 APPERANCE / WARNA KULIT

1
3
Nilai 2 : seluruh tubuh bayi kemerahan

Nilai 1 : pucat pada bagian ekstermitas

Nilai 0 : pucat seluruh tubuh / sianosis

 PULSE/ DENYUT JANTUNG

Nilai 2: > 100 x/menit

Nilai 1: < 100 x/menit

Nilai 0: tidak ada denyut jantung

 GRIMACE / RESPON REFLEK

Nilai 2: gerakan kuat

Nil : gerakan
ai 1 sedikit
Nil
ai 0 : tidak ada

 ACTIVITY / TONUS OTOT

Nilai 2: gerakan aktif

Nilai 1: ekstermitas ditekuk

Nilai 0: bayi lahir dalam keadaan lunglai

 RESPIRATORY

Nilai 2: menangis kuat

Nilai 1: lemah / tidak teratur

Nilai 0: bayi lahir tanpa menangis


2. Penatalaksanaan pada bayi baru lahir

1
4
 Asfiksia berat (jika nilai score

APGAR 0-3) : Kolaborasi dalam

pemberian suction . Kolaborasi

dalam pemberian O2 .

Berikan kehangatan pada bayi .

Observasi denyut jantung , warna kulit ,

respirasi . Berikan injeksi vit K , apabila ada

indikasi perdarahan .

 Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6) :

Kolaborasi dalam melakukan pemberian

suction . Kolaborasi dalam pemberian

O2 .

Observasi respirasi bayi .

Beri kehangatan kepada

bayi .

 Bayi normal (jika nilai score APGAR 7-10) :

3. Rumus menghitung BBI

anak ( 8 + ( 2xn) )

Keterangan

N: usia anak saat ini


4. Rumus menghitung usia

anak Contoh

Seorang anak perempuan pada tanggal 15 juni 2016 di antar ke

poli tumbuh kembang untuk melakukan pemeriksaan

perkembangan dari hasil pengkajian didapatkan anak lahir

tanggal 25 oktober 2014, berapakah usia anak saat ini?

1
5
Tanggal lahir 25 10 2014

Tanggal kunjungan 15 06 2016

Maka tanggal 30 +15 – 25 = 20 hari

Bulan 12 + 5 – 10 = 7 bulan

Tahun 2015 – 2014 = 1 tahun

5. Imunisasi

 BCG Babicille calmette guerin

imunisasi BCG adalah imunisasi untuk mencegah penyakit


TB (tuberculosis).
Dosis pemberian 0,05 ml sebanyak 1 kali , Disuntikkan
secara intracutan di daerah lengan kanan atas pada insersio
musculus deltoideus

 CAMPAK

Vaksin campak diberikan secara subcutan atau


Intramuscular di lengan atas dengan dosis 0.5 ml. Vaksin
campak diberikan pada bayi berusia 9 bulan.

 POLIO

Imunisasi polio diberikan dengan tujuan untuk mencegah


anak terjangkit penyakit polio yang dapat menyebabkan
anak menderita kelumpuhan pada kedua kakinya dan otot-
otot wajah. Diberikan secara oral sebanyak 2 tetes.
Diberikan 4 x dengan interval waktu minimal 4 minggu
 DPT

1
6
Vaksin DPT diberikan secara Intramuscular pada paha
kanan atau kiri dengan

dosis 0.5 ml. jumlah suntikan 3 kali.

 HEPATITS B

Pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 x Dosis


pertama diberikan pada usia 0-7 hari dan selanjutnya
dengan interval waktu minimal 4 minggu.

IV. GADAR

1. START model korban dibagi dalam 4 kelompok warna:

 Hitam/ Deceased : Korban meninggal atau tidak bernafas


meskipun jalan nafas sudah dibebaskan, korban meninngal
dibiarkan di tempat kejadian dan diangkat belakangan
setelah semuanya tertolong.

 Merah/ Immediate/ Prioritas 1 Evakuasi : Korban dengan


luka yang mengancam nyawa dan segera membutuhkan
perawatan lanjut atau tindakan operasi sesegera mungkin
dibawah 1 jam dari waktu kejadian.

 Kuning/ Delayed/ Prioritas 2 evakuasi : Korban dalam


kondisi stabil, tapi tetap memerlukan perawatan lebih
lanjut

 Hijau/ Minor/ Prioritas 3 evakuasi :Pasien dengan luka


yang merlukan pertolongan dokter tapi bisa ditunda
beberapa jam atau hari.

2. Penanganan trauma

a. Danger

 Aman diri = APD


 Aman lingkungan

 Aman pasien

b. Respon

1
7
 Alert

 Verbal

 Pain

 Unrespon

3. Primary

survey A.

Airway

a) Suction = Gargling, lama tindakan 10 – 15 detik.

 Soft tip

Untuk penghisapan caian

 Rigid tip

Untuk darah yang mengumpal

b) Snoring = pangkal lidah jatuh kebelakang

 OPA, dilakukan pada pasien tdk sadar

 NPA, dilakukan pada pasien sadar dan ada reflek


muntah

c) NEEDLE CRICOTIROIDOTOMI

Dilakukan pada membrane kricotiroid, IV catheter no.


12/14 dengan spuit 10 cc

d) Fraktur fremur

Dilakukan logroll, 4 penolong

e) JAW THRUST
Dilakukan pada pasien yang curiga trauma servical,
multiple trauma, jejas di atas clavicula, raccoon eye
1
8
f) NECK CHOLAR

Beathel sign, jejas muka, rinorhea

g) HEAD TILT CHIN LIFT

Dilakukan pada pasien non trauma

h) BACK BLOW untuk bayi atau anak

Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat.


Bila nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan back blow
5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik
silang garis antar belikat dengan tulang
punggung/vertebrae)

i) Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri


atau duduk

Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban,

lingkari pinggang korban dengan kedua lengan penolong,


kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol

tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar


dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan

tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke


perut dengan hentakan

1
9
yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan
gerakan yang jelas.

B. Breathing

a. Masalah oksigenasi

a) Nasal kanul

 Aliran oksigen 1 – 6 liter/menit

 Saturasi oksigen 95 – 100 %

b) RM

 Aliran oksigen 6 – 10 liter/menit

 Saturasi oksigen 90 – 94 %

 Tidak ada katub

c) NRM

 Aliran oksigen 10 – 12 liter/menit

 Saturasi oksigen 85 %
2
0
 Ada katub

b. Masalah yang sering muncul

a) Open pneumothorax

 Nyeri pada lokasi yang cidera

 Napas pendek

 Terdengar suara bubbling

 Penutupan luka dilakukan dengan memakai Kassa


3 sisi

b) Tension pneumothorax

 Trauma tembus atau benda tajam

 Dispnea

 Suara napas berkurang atau hilang pada sisi yang


cidera

 Distensi vena dan distensi trachea

 Penanganannya dengan needle thorakosintesis


mid II
kavicula

c) Flail chest

 Perkembangan dada tidak simetris

 Fraktur iga 2 – 3

d) Hematothorax massif
2
1
 Adanya darah dalam rongga pleura

 Pekak

 Penanganannya WSD

e) Tamponade jantung

 Jvp melemah

 Bunyi jantung melemah

 Penanganannya Perikardiosintesis

C. Circulation

 Hentikan perdarahan external

Jika px transfuse darah maka, Hb normal 10

Rumusnya : Hb normal – Hb sekarang x bb x 6 untuk


wbc x 4 untuk prc

 Pasang infuse 2

jalur D. Disability

 Pupil

 GCS

 EYE

4: buka mata spontan

3: buka mata mengikuti perintah

2: buka mata dengan rangsangan nyeri

1: tidak ada respon


2
2
 MOTORIK

6: mengikuti perintah

5: melokalisir nyeri

4: menghindari nyeri

3: fleksi abnormal

2: extensi abnormal

1: tidak ada respon

 VERBAL

5: orientasi bagus

4 : disorientasi
: hanya bisa mengucapkan kata
3 – kata

2 : mengerang

1 : tidak ada respon

CKR GCS 15 – 14

CKS GCS 9 – 13

CKB GSC 3 – 8

1. Pasien henti napas henti jantung RJP dewasa 30 : 2,


keceptan kompresi 100 – 120x/menit, RJP bayi 15 ;
1
2. Ada nadi tidak ada napas, rescued breathing / napas
buatan per 6
2
3
detik.

E. Exposure

 Gunting baju

 Hipotermi, selimuti

F. Folley catheter

 Pasang catheter urine

 Rumus output urine ½ - 1 cc/Kg BB/jam

 IWL = 10 x bb(kg) /24 jam, 15 x bb(kg)/24 jam

4. Secondary survey

 Anamnesa

 Alergi

 Medication

 Post illness

 Last meal

 Event

 Pemeriksaan fisik

 Head to toe

 vital sign

V. KEPERAWATAN JIWA
2
4
1. PK

a. Tanda gejala

 Mengancam

 Mengumpat

 Bicara keras dan kasar

 Meninju

 Membanting

 Melempar

b. Startegi pelaksanaan

 Pasie

n Sp

 Mengidentifikasi penyebab PK

 Mengidentifikasi tanda gejala PK

 Mengidentifikasi PK yang dilakukan

 Mengidentifikasi akibat PK

 Menyebutkan cara mengontrol PK

 Membantu pasien mempraktekan latihan cara


mengontrol fisik 1

 Menganjurkan pasien memasukan kedalam


kegiatan harian

Sp II

 Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien


 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik II

2
5
 Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal
kegiatan harian

SP III

 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal

 Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal


kegiatan harian

SP IV

 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

 Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum


obat

 Menganjurkan pasien memasukan ke dalam jadwal


kegiatan harian

 Keluarga

SP I

 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga


dalam merawat pasien

 Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala serta


proses terjadinya PK

 Jelaskan cara merawat pasien dengan PK

SP II

 Melatih keluarga mempraktekan cara merawat


pasien dengan PK
 Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung kepada pasien PK

2
6
Sp III

 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas


dirumah termasuk minum obat

2. ISOLASI SOSIAL

a. Tanda gejala

 Mengatakan malas berinteraksi

 Mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya

 Merasa orang lain tidak level

 Menyendiri

 Mengurung diri

 Tidak mau bercakap – cakap dengan orang lain

b. Startegi pelaksanaan

 Pasien

SP I

 Mengidentifikasi penyebab isolasi social pasien

 Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan


berinteraksi dengan orang lain

 Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak


berinteraksi dengan orang lain

 Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan orang


lain

 Menganjurkan pasien memasukan kegiatan harian

berbincang – bincang dengan orang lain dalam

kegiatan harian
2
7
SP II

 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

 Memberikan kesempatan kepada pasien


mempraktekan cara berkenalan dengan orang lain

 Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang

– bincang dengan orang lain sebagai salah satu

kegiatan harian

SP III

 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

 Memberikan kesempatan kepada pasien


mempraktekan berkenalan dengan dua orang atau
lebih

 Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal


kegiatan harian

 Keluarga

SP I

 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga


dalam merawat pasien

 Menjelaskan pengertian, tanda gejala isolasi social


yang dialami pasien

Sp II

 Melatih keluarga mempraktekan cara merawat


pasien dengan isolasi social
SP III

 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas


dirumah termasuk

2
8
minum obat

3. HALUSINASI

a. Tanda gejala

 Mengatakan mendengar suara bisikan/melihat bayangan

 Berbicara sendiri

 Tertawa sendiri

 Melamun

 Menyendiri

 Marah tanpa sebab

b. Strategi pelaksanaan

Pasie

n Sp

 Mengidentifikasi penyebab halusinasi

 Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien

 Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi

 Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi

 Mengajarkan pasien cara menghardik halusinasi


 Menganjurkan pasien memasukan cara menghardik
halusinasi dalam jadwal kegiatan
2
9
SP II

 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

 Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara


bercakap – cakap dengan orang lain

 Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal


kegiatan harian

SP III

 Megevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

 Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan


melakukan kegiatan yang biasa dilakukan pasien

 Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal


kegiatan harian

SP IV

 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

 Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan


obat secara teratur

 Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal

kegiatan harian Keluarga

SP I

 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga


dalam merawat pasien

 Menjelaskan pengertian, tanda gejala halusinasi


yang dialami pasien

 Menjelaskan cara merawat pasien halusinasi


SP II

3
0
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung
kepada pasien halusinasi

SP III

 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas


dirumah termasuk minum obat

4. WAHAM

a. Tanda gejala

 Merasa curiga

 Merasa diancam / diguna – guna

 Merasa sebagai orang hebat

 Merasa memiliki kekuatan luar biasa

 Merasa sudah mati

 Marah – marah tanpa sebab

b. Strategi

pelaksanaan

Pasien

Sp I

 Membantu oreintasi realita

 Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi

 Membantu pasien memenuhi kebutuhannya

 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal


kegiatan harian

SP II
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

3
1
 Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki

 Melatih kemampuan yang dimiliki

SP III

 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

 Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaaan


obat secara teratur

 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal

kegiatan harian Keluarga

SP 1

 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam


merawat pasien

 Menjelaskan pengertian, tanda gejala waham, jenis waham


yang dialami pasien

 Menjelaskan cara merawat pasien waham

SP II

 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung


kepada pasien waham

SP III

 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas


dirumah termasuk minum obat

5. DEFISIT PERAWAT

DIRI a. Tanda

gejala
 Menyatakan malas mandi

 Badan kotor

3
2
 Makan berserakan

 Bab/bak sembarang tempat

b. Strategi

pelaksanaan

Pasien

Sp I

 Menjelaskan pentingnya kebersihan diri

 Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri

 Membantu pasien mempraktekan cara menjaga kebersihan


diri

 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan


harian

Sp II

 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

 Menjelaskan cara makan yang baik

 Membantu pasien mempraktekan cara makan yang baik

 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan


harian

Sp III

 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

 Menjelaskan cara eliminasi yang baik

 Membantu pasien mempraktekan cara eliminasi yang


baik
 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal

kegiatan harian Keluarga

Sp I

Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam


merawat pasien
3
3
Menjelaskan pengertian, tanda gejala deficit perawatan
diri,dan jenis deficit perawatan diri yang dialami pasien

Menjelaskan cara merawat pasien waham

Sp II

Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada


pasien deficit perawatan diri

Sp III

Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah


termasuk minum obat

6. HDR

a. Tanda gejala

 Mengeluh hidup tidak bermakna

 Tidak memiliki kelebihan apapun

 Merasa jelek

 Putus asa

b. Strategi

pelaksanaan

Pasien

Sp I
 Mmebina hubungan saling percaya

 Mengidentifikasi kemampuan & aspek positif yang


dimiliki pasien
 Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang
masih dapat digunakan

 Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih


sesuai dengan kemampuan pasien

3
4
Sp II

 Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih

 Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan


pasien

 Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian

Sp III

 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

 Melatih kemampuan kedua

 Menganjurkan pasien memasukan dalam

kegiatan harian Keluarga

Sp I

 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam


merawat pasien

 Menjelaskan pengertian, tanda gejala HDR yang dialami


pasien beserta proses terjadinya

 Menjelaskan cara merawat pasien HDR

Sp II

 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung


kepada pasien HDR

Sp III

 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah


termasuk minum obat
7. RESIKO BUNUH

DIRI a. Tanda

gejala

3
5
 Mengatakan hidupnya tidak berguna lagi

 Ingin mati

 Menyatakan pernah mencoba bunuh diri

 Mengatakan sudah bosan hidup

 Ada bekas percobaan bunuh diri

b. Startegi

pelaksanaan

Pasien

Sp I
 Mengidentifikasi benda – benda yang dapat

membahayakan pasien  Mengamankan benda – benda

yang dapat membahayakan pasien  Mengajarkan cara

mengendalikan dorongan bunuh diri

 Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri

Sp II
 Mengidentifikasikan aspek positif pasien

 Mendorong pasien untuk berpikir positif terhadap diri

 Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu


yang berharga

Sp III
 Mengidentifikasikan pola koping yang biasa

diterapkan pasien  Menilai pola koping yang

biasa dilakukan

 Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif

 Menganjurkan pasien menerapkan pola koping


konstruktif dalam kegiatan harian

3
6
Sp IV

 Membuat rencana masa depan yang realistis bersama


pasien

 Mengidentifikasikan cara mencapai rencana masa depan


yang realistis

 Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam


rangka meraih masa depan yang realistis

Keluarga

Sp I

 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam


merawat pasien

 Menjelaskan pengertian, tanda gejala resiko bunuh diri


yang dialami pasien dan jenis perilaku bunuh diri yang
dialami pasien beserta proses terjadinya

 Menjelaskan cara merawat pasien resiko bunuh diri

Sp II

 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung


kepada pasien resiko bunuh diri

Sp III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah
termasuk minum
obat

3
7
VI. KEPERAWATAN KELUARGA

a. Tipe keluarga

a) Traditional nuclear

keluarga inti yang terdiri dari suami, istri dan anak

b) Extended family

Keluarga inti di tambah kakek, nenek, keponakan

c) Reconstituted nuclear

Pembentukan keluarga baru dari hasil perkawinan suami /


istri dan anak tiri tinggal bersamanya

d) Dual carrier

Suami / istri yang bekerja tanpa ada anak

e) Commuter merid

Suami istri bekerja tinggal terpisah dan keduanya mencari


waktu untuk saling bertemu

f) Communal

Pasangan monogamy dan anak – anak tinggal bersama

g) Single parent

Duda atau janda ada anak

h) Single adult

Wanita atau pria dewasa yang tiggal sendiri tanpa ada


keinginan untuk menikah
3
8
i) Dyadic nuclear

Suami istri bekerja, keduanya sudah berumur tetapi tidak


memiliki anak

j) Middle age / aging couple

Suami yang bekerja sebagai mencari uang, istri dirumah


sedangkan anak – anaknya meninggalkan rumah entah itu
kuliah, bekerja, atau menikah

b. Tahap perkembangan keluarga

a) Tahap keluarga baru

Tugas

perkembangannya:

 Membina hubungan intim yang memuaskan

 Membina hubungan dg keluarga lain,teman,kelompok


social

 Mendiskusikan rencana memiliki anak ( KB)

b) Keluarga dengan anak pertama

 Persiapan menjadi orang tua

 Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran,


interaksi, hubungan sexual dan kegiatan.

 Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan


pasangan.

c) Keluarga dengan anak prasekolah (2,5 thn- 5 tahun)

 Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti


kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman.
 Membantu anak untuk bersosialisasi

 Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam


keluarga maupun dengan masyarakat.
Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
3
9
 Pembagian tanggung jawab anggota

keluarga. Kegiatan dan waktu untuk

stimulasi tumbuh kembang.

d) Keluarga dengan anak usia sekolah (6-12 thun)

 Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan


lingkungan.

 Mempertahankan keintiman pasangan.

 Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang

semakin meningkat, termasuk kebutuhan untuk

meningkatkan kesehatan anggota keluarga.

e) Keluarga dengan anak remaja (13-18 thn)

 Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung


jawab.

 Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga

 Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak


dan orang tua. Hindari perdebatan, kecurigaan dan
permusuhan.

Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh


kembang keluarga. Merupakan tahap paling sulit karena
orang tua melepas otoritasnya dan membimbing anak
untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik
orang tua dan remaja.
f) Keluarga dengan anak dewasa

 Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.

 Mempertahankan keintiman pasangan.

 Membantu orang tua memasuki masa tua.

 Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.

4
0
Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.

g) Keluarga usia pertengahan

 Mempertahankan kesehatan.

Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan


teman sebaya dan anak-anak Meningkatkan keakraban
pasangan.

h) Keluarga usia lanjut

 Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.

 Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman,


kekuatan fisik dan pendapatan.

 Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling


merawat.

 Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial


masyarakat.

 Melakukan life review.

Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan


tugas utama keluarga pada tahap ini

c. Lima dasar fungsi keluarga

a) Fungsi afektif

 Saling asuh
 Saling menghargai

4
1
 Pertalian dan identifikasi

b) Fungsi ekonomi

 Mencari sumber – sumber penghasilan

 Menabung

c) Fungsi sosialisasi

 Hubungan social

 Membentuk norma – norma

 Meneruskan nilai budaya

d) Fungsi reproduksi

 Kb

 Menyusun keluarga baru

e) Health edication

 Kesehatan

 Pengetahuan hidup sehat

VII. KMB

a. HT

a) Tanda gejala

 Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg

 Sakit kepala

 Epistaksis

 Pusing / migraine
4
2
 Rasa berat ditengkuk

 Sukar tidur

 Mata berkunang kunang

 Lemah dan lelah

 Muka pucat

b) Klasifikasi HT

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah

KATEGORI SISTOLIK DIASTOLIK

Normal < 130 < 85


Tinggi Normal
Hipertensi 130 – 139 85 – 89
Stadium 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
Stadium
2 (Sedang) 160 – 179 100 – 109
Stadium
3 (berat) 180 – 209 110 – 119
Stadium (sangat
4 berat) > 210 > 120
c) Pemeriksaan penunjang

 Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap


volume cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan
factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.

 BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang


perfusi / fungsi ginjal.

 Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi)


dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.

 Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan


disfungsi ginjal danada DM.
4
3
 CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati

 EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas,


peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini
penyakit jantung hipertensi.

 IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti :


Batu ginjal,perbaikan ginjal.

 Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area


katup,pembesaran jantung.

d) Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Non Farmakologis

 Diet Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam.

 Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah


dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam
plasma dan kadar adosteron dalam plasma.

 Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan
disesuaikan denganbatasan medis dan sesuai dengan
kemampuan seperti berjalan, jogging,bersepeda atau
berenang.
4
4
e) Diagnose keperawatan

 Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung


berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.

 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
O2.

 Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala )


berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.

 Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal,


jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi.

b. DM

a) Tanda gejala

 Poliuria (peningkatan volume urine)

 Polidipsia (peningkatan rasa haus)

 Polifagia (peningkatan rasa lapar).

 Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran


darah pada pasien diabetes lama, katabolisme protein
diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi.

b) Klasifikasi
4
5
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan , yaitu :

 Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh


dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki
seperti “ claw,callus “.

 Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

 Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

 Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa


osteomielitis.

 Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki


dengan atau tanpa selulitis.

 Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

c) Penatalaksanaan

 Diet

Diet dan pengobatan adalah pelaksanaan dalam


pengontrolan gula darah pada penyakit Diabetes
Mellitus.

 Intake kalori

Menentukan kebutuhan kalori dasar dengan


mempetimbangkan usia, jenis kelamin, BB, dan tingkat
aktivitas.

 Distribusi kalori

Dalam pengaturan jumlah kalori harian, perencanaan


pemberian makanan harus difokuskan.
d) Diagnose keperawatan

Tahap berikutnya dalam menentukan proses keperawatan


adalah menentukan hasil. Dalam menentukan hasil harus
terdiri dari SMART yaitu Spesifik, Measurable, Achivable,
Reliable, Time.
4
6
1. Kekurangan volume cairan b/d diuresis osmotik

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d


ketidkseimbangan insulin, penurunan intake oral : mual,
nyeri abdomen

3. Resiko tinggi infeksi (sepsis) b/d kadar glukosa tinggi


penurunan fungsi leukosit

4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual b/d


perubahan kimia endogen : ketidakseimbangan glukosa
insulin dan elektrolit

c. ASMA

a) Tanda gejala

 Terdengar suara napas wheezing atau mengi

 Sesak napas

 Batuk produktif sering terjadi pada malam hari

 Penggunaan otot bantu napas

b) Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan sputum:

 Pemeriksaan darah

Eusinofilia (kenaikan badan eusinofil)

Peningkatan kadar IgE pada

asma alergi AGD  hipoxi

(serangan akut)
c) Diagnose keperawatan

 Ketidakefektifan jalan nafas b.d peningkatan produksi


sekret.

4
7
 Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai O2

 Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri


b.d sesak dan kelemahan fisik.

 Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh b.d pemasukan yang tidak adekuat: mual, muntah
dan tidak nafsu makan.

 Kecemasan b.d sesak nafas dan takut.

 Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru


selama serangan akut.

 Resiko tinggi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahan


utama (penurunan kerja silia dan menetapnya sekret)

 Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi.

d. DHF

a) Tanda gejala

 Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari ( tanpa sebab


jelas )

 Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.


4
8
 Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie,
echymosis, hematoma.

 Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.

 Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.

 Sakit kepala.

 Pembengkakan sekitar mata.

 Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.

 Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin,


tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih
dari dua detik, nadi cepat dan lemah).

b) Faktor penyebab

 Virus dengue

 Vektor : nyamuk aedes aegypti

 Host : pembawa.

c) Penatalaksanaan

 Tirah baring

 Pemberian makanan lunak

 Pemberian cairan melalui infus

 Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik,

 Anti konvulsi jika terjadi kejang

 Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).

 Monitor adanya tanda-tanda renjatan

 Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut


4
9
 Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari.

d) Pemeriksaan

 Trombositopeni : < 100.000/mm3

 HB meningkat lebih 20 %

 HT meningkat lebih 20 %

 Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3

 Protein darah rendah

 Ureum PH bisa meningkat

 NA dan CL rendah

 Serology : HI (hemaglutination inhibition test).

 Rontgen thorax : Efusi pleura.

 Uji test tourniket (+)

e) Klasifikasi

Derajat (WHO 1997):

 Derajat I : Demam dengan uji torniquet positif.

 Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan


dikulit atau perdarahan lain.

 Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi


cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/ hipotensi
disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi
gelisah.

 Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba


dan tekanan darah tidak dapat diukur.
f) Diagonasa keperawatan
5
0
 peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peruses
ppenyakit

 kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan


berpindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler

 resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan


trombositopenia.

 Gangguan pemenuhan nurtisi kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan mual muntah, anoreksia

 Cemas berhubungan dengan danfak hospitalisasi

 Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit,


perawatan dan pencegahan berhubungan dengan
kurangnya informasi.

e. CHF

a) Tanda gejala

 Peningkatan volume intravaskular.

 Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang


meningkat akibat turunnya curah jantung.

 Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena


pulmonalis yang menyebabkan cairan mengalir dari
kapiler paru ke alveoli; dimanifestasikan dengan batuk
dan nafas pendek.

 Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan,


intoleransi jantung terhadap latihan dan suhu panas,
ekstremitas dingin, dan oliguria akibat perfusi darah dari
jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
 Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta
peningkatan volume intravaskuler akibat tekanan perfusi
ginjal yang menurun (pelepasan renin ginjal).

b) Klasifikasi
5
1
 kelas 1 Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat
tampa keluhan

 kelas 2 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih


berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.

 kelas 3 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas


sehari-hari tanpa keluhan.

 kelas 4 Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan


aktifitas apapun dan harus tirah baring.

c) Pemeriksaan penunjang

 EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan


aksis, iskemia dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis :
takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T
persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard
menunjukkan adanya aneurisme ventricular.

 Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran


bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup atau area
penurunan kontraktilitas ventricular.

 Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan


memperkirakan pergerakan dinding.

 Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan


indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi
kanan verus sisi kiri, dan stenosis katup atau
insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat
kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan
ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontraktilitas.
5
2
d) Penatalaksanaan

Terapi Non Farmakologis

 Istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung

 Oksigenasi

 Dukungan diit : pembatasan natrium untuk mencegah,


mengontrol atau menghilangkan oedema.

Terapi Farmakologis :

 Glikosida jantung. Digitalis, meningkatkan kekuatan


kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi
jantung. Efek yang dihasillkan : peningkatan curah
jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan
peningkatan diurisi dan mengurangi oedema.

 Terapi diuretic, diberikan untuk memacu ekskresi


natrium dan air melalui ginjal. Penggunaan harus hati-
hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia

 Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk


mengurangi impadasi tekanan terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan
ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga
tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.

e) Diagnose keperawatan

 Penurunan curah jantung berhubungan dengan ;


Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi,
irama dan konduksi listrik, Perubahan struktural,
 Intoleran aktivitas berhubungan dengan : Ketidak
seimbangan antar suplai oksigen. Kelemahan umum,
Tirah baring lama

 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan :


m
e
n
u
r
u
n
n
y
a
la
ju
fi
lt
r
a
si
5
3
glomerulus (menurunnya curah jantung)

 Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan


dengan : perubahan membran kapiler-alveolus.

VIII.ANALISA GAS DARAH

Nilai normal

Ph 7,35 – 7,45
35 – 45
Pco2 mmhg
22 – 26
Hco3 meq/ L
16 – 22
Cao2 m/o2/dl
Asidosis
1. respiratory

Definisi

Ph < 7,35, Pco2 > 45mmhg

Tanda gejala

 Over dosis obat


 Trauma dada dan
kepala
Asidosis respiratory
2. terkompensasi
Ph < 7,35, PCO2 & HCO3
meningkat
5
4
3. Asidosis metabolic

Hco3 < 22 meq/L, Ph

< 7,35 Tanda gejala

 Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat


( KUsmuul)

 Koma

4. Asidosis metabolic

terkompensasi Hco3 menurun,

Pco2 menurun, Ph < 7,35

5. Alkalosis respiratory

Ph > 7,45, Pco2 < 35 mmhg, Tanda gejala: Hiperefleksi, Keringat


dingin, Cemas

6. Alkalosis respiratory

terkompensasi Pco2 &

Hco3 turun

7. Alkalosis metabolic

Ph > 7,45, HCO3 > 26 meq /L

8. Alkalosis metabolic

terkompensasi HCO3,

PCO2,PH meningkat
IX. Pengkajian kognitif pada lansia

a. Indeks Katz

A Kemandirian dalam hal makan, berpakaian,


kontinensia, ke kamar kecil, berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi
tsb

5
5
C Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan salah
satu fungsi tambahan

D Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi,


berpakaian dan satu fungsi tambahan

E Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi,


berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan

F Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi,


berpakaian, ke kamar kecil, berpindah dan satu fungsi
tambahan

G Ketergantungan pada ke enam fungsi tsb

b. Kekuatan

0= tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot

1= ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh

2 = mampu menahan tegak tetapi dengan sentuhan akan jatuh

3 = mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi


tidak mampu melawan dorongan yang diberikan oleh pemeriksa

4 = Kekuatan otot kurang dibandingkan sisi lsin

5 = Kekuatan otot normal

c. Barthel index

Makan
1 (Feeding) 0 = Tidak mampu
Butuh bantuan memotong,
1 = mengoles
mentega dll.
2 = Mandiri
Mandi
2 (Bathing) 0 = Tergantung orang lain
1 = Mandiri
Membutuhkan bantuan orang
3 Perawatan diri 0 = lain
Mandiri dalam perawatan muka,
1 = rambut,
(Grooming)
gigi, dan bercukur

56
Berpakaian
4 (Dressing) 0 = Tergantung orang lain
Sebagian dibantu (misal
1 = mengancing baju)
2 = Mandiri
Buang air kecil Inkontinensia atau pakai kateter
5 (Bowel) 0 = dan tidak
terkontrol
Kadang Inkontinensia (maks,
1 = 1x24 jam)
Kontinensia (teratur untuk lebih
2 = dari 7 hari)
Buang air besar Inkontinensia (tidak teratur atau
6 (Bladder) 0 = perlu
enema)
Kadang Inkontensia (sekali
1 = seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
7 Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan orang lain
Membutuhkan bantuan, tapi
1 = dapat
melakukan beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8 Transfer 0 = Tidak mampu
Butuh bantuan untuk bisa duduk (2
1 = orang)
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = mandiri
9 Mobilitas 0 = Immobile (tidak mampu)
1 = Menggunakan kursi roda
Berjalan dengan bantuan satu
2 = orang
Mandiri (meskipun
3 = menggunakan alat
bantu seperti, tongkat)
10 Naik turun tangga 0 = Tidak mampu
Membutuhkan bantuan (alat
1 = bantu)
2 = Mandiri
Interpretasi hasil :
:
Mandir
20 i
12-
19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang

5-8 : Ketergantungan Berat

0-4 : Ketergantungan Total

5
7
X. Ketrampilan Klinik tindakan

keperawatan A. Pemasangan

infuse

a) Ukuran IV
 No. 18 : untuk transfuse

 No. 16 : untuk bedah mayor

 No. 20 : untuk dewasa

 No. 22 : untuk anak – anak & lansia

 No. 24 & no.26 : untuk pediatric & neonatus

b) Indikasi

 Pasien yang mendapat tranfusi darah

 Pasien yang mendapatkan terapi obat dalam dosis yang


besar

c) Kontraindikasi

 Bengkak, nyeri, demam, pada lokasi pemasangan

 Pasien gagal ginjal lengan bawah

PROSEDUR

PERSIAPAN ALAT

1. Standar Infus.

2. Set infus.

3. Cairan sesuai program medic


4. Jarum infus dengan ukuran yang sesuai.
5
8
5. Pengalas.

6. Torniket.

7. Kapas alkohol.

8. Plester.

9. Gunting.

10. Kasa steril

11. Betadine

12. Sarung tangan

FASE KERJA

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2. Cuci tangan

3. Melakukan desinfeksi tutup botol cairan infuse

4. Klem selang infuse

5. Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukkan ke bagian


karet atau akses selang ke botol infus.

6. Mengantungkan botol infuse pada standart infuse

7. Isi cairan ke dalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga

terisi sebagian dan buka klem selang hingga cairan memenuhi

selang dan udara selang keluar.


5
9
8. Letakkan pengalas di bawah tempat (vena) yang akan dilakukan
penginfusan.

9. Lakukan pembendungan dengan torniket (karet pembendung) 10 –


12 cmdiatas tempat penusukan dan anurkan pasien untuk
menggemgam dengan gerakan sirkular (bila sadar).

10. Gunakan sarung tangan steril.

11. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alkohol.

12. Lakukan penusukan pada vena dengan meletakkan ibu jari


dibagian bawah vena dan posisi jarum (abocath) mengarah ke atas.

13. Perhatikan keluarnya darah melalui jarum (abocath/surflo)


maka tarik keluar bagian dalam (jarum) sambil meneruskan tusukan
ke dalam vena.

14. Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan/dikeluarkan,


tahan bagian atas vena dengan menekan menggunakan jari tangan
agar darah tidak keluar. Kemudian bagian infus
dihubungkan/disambungkan dengan selang infus.

15. Buka pengatur tetesan dan atur kecepatan sesuai dengan dosis
yang diberikan.

16. Lakukan fiksasi dengan kasa steril.

17. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta catat


ukuran jarum.

18. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.

19. Catat jenis cairan, letak infus, kecepatan aliran, ukuran dan
tipe jarum infus.
B. Pemasangan Oksigenasi
6
0
PROSEDUR
FASE PERSIAPAN
Persiapan perawat
1. Mengkaji data-data mengenai kekurangan oksigen ( sesak nafas,
nafas cuping hitung, penggunaan otot pernafasan tambahan,
takikardi, gelisah, bimbang dan sianosis)
2. Perawat mencuci tangan
3. Memakai sarung tangan
Persiapan alat
1. Tabung oksigen ( oksigen dinding ) berisi oksigen lengkap dengan
flowmeter dan humidifier yang berisi aquades sampai batas
pengisian
2. Nasal kanul (pemilihan alat sesuai kebutuhan)
3. Plester (jika di butuhkan)
4. Gunting plester (jika di butuhkan)
5. Cotton budd
Persiapan pasien
1. Menyapa pasien (ucapkan salam)
2. Jelaskan maksud dan tujuan tentang tindakan yang akan dilakukan
3. Pasien diatur dalam posisi aman dan nyaman (semi fowler)
FASE KERJA
1. Siapkan nasal kanul 1 set tabung oksigen ( oksigen central )
2. Hubungkan nasal kanul dengan flowmeter pada tabung oksigen
atau oksigen dinding
3. Bila hidung pasien kotor, bersihkan lubang hidung pasien dengan
cotton budd atau tissu
4. Cek fungsi flowmeter dengan memutar pengatur konsetrasi oksigen
dan mengamati adanya gelembung udara dalam humidifier
5. Cek aliran oksigen dengan cara mengalirkan oksigen melalui nasal
kanul kepunggung tangan perawat
6. Pasang nasal kanul kelubang hidung pasien dengan tepat
7. Tanyakan pada pasien, apakah aliran oksigennya terasa atau tidak
8. Atur pengikat nasal kanul dengan benar, jangan terlalu kencang
dan jangan terlalu kendor
9. Pastikkan nasal kanul terpasang dengan aman
10. Atur aliran oksigen sesuai dengan program
11. Alat-alat dikembalikan di tempat semula
12. Perawat mencuci tangan setelah melakukan tindakan
13. Mengakhiri tindakan dengan mengucapkan salam

FASE TERMINASI
1. Respon pasien 15 menit setelah dilakukan tindakan
2. Dokumentasikan:
a. Waktu pelaksanaan
b. Respon pasien
Standar Operasional Prosedur (SOP)
6
1
Tindakan Keperawatan : Pemasangan
Kateter Urine Pengertian
Kateter adalah selang yang digunakan untuk memasukkan atau
mengeluarkan cairan. Kateterisasi urinarius adalah memasukkan
kateter melalui uretra ke dalam kandung kemih dengan tujuan
mengeluarkan urin. Kateterisasi urine sedapat mungkin tidak
dilakukan kecuali bila sangat diperlukan, karena dapat
menyebablkan infeksi nosokomial Tujuan
1. Untuk mengambil sample urine guna pemeriksaan kultur
mikrobiologi dengan menghindari kontaminasi.
2. Pengukuran residual urine dengan cara, melakukan regular
kateterisasi pada klien segera setelah mengakhiri miksinya dan
kemudian diukur jumlah urine yang keluar.
Hal-hal yang harus diperhatikan
1. Observasi letak meatus uretra
2. Kaji adanya riwayat penyakit
genetalia. Pelaksanaan
Tahap Pra Interaksi
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan
tujuan tindakan yang akan dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis
serta tidak mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7) Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8) Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan
perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan
tindaka.
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan
dilakukan)

Tahap Orientasi
1. Memperkenalkan diri
˘ ˘ ˘ Mengucapkan
˘ ˘ ˘ salam˘ terapeutik
˘ dan memeprkenalkan diri
˘˘ ˘ ˘Validasi
˘ data˘ : nama
˘ klien
˘ dan data lain terikat
2. Meminta persetujuan tindakan
Menyampaikan/menjelaskan tujuan
˘ ˘ tindakan
˘˘ ˘ ˘ ˘ ˘
˘ ˘ ˘ Menyampaikan/menjelaskan
˘ ˘ ˘ ˘ ˘ langkah-langkah prosedur
3. Membuat kontrak dan kesepakatan untuk pelaksanaan tindakan

Tahap Interaksi
 Memberikan sampiran dan menjaga privacy
 Mengatur posisi pasien (wanita:posisi dorsal recumbent,
pria:posisi supine dan melepaskan
pakaian bawah
 Memasang perlak, penglas di bawah bokong pasien
 Menutup area pinggang dengan selimut pasien serta menutup
bagian ekstremitas bawah dengan selimut mandi sehingga
hanya area perineal yang terpajan
6
2
 Meletakkan nierbekken di antara paha pasien
 Menyiapkan cairan antiseptic ke dalam kom
 Gunakan sarung tangan bersih
 Membersihkan genetalia dengan cairan antiseptic
 Buka sarung tangan dan simpan nierbekken atau buang ke
kantong plastic yang telah disediakan
 Buka bungkusan luar set kateter dan urin bag dan kemudian
simpan di alas steril. Jika pemasangan kateter dilakukan
sendiri, maka siapkan KY jelly di dalam bak sterik. Jangan
menyentuh area steril
 Gunakan sarung tangan steril
 Buka sebagian bungkusan dalam kateter, pegang kateter dan
berikan jelly pada ujung kateter (dengan meminta bantuan
atau dilakukan sendiri) dengan tetap mempertahankan teknik
steril
 Pada laki-laki, Posisikan penis tegak lurus 900 dengan tubuh
pasien
 Pada wanita, Buka labio minora menggunakan ibu jari dan
telunjuk atau telunjuk dengan jari tengah tangan tidak
dominan
 Dengan menggunakan pinset atau tangan dominan, masukkan
kateter perlahan-lahan hingga ujung kateter.
 Anjurkan pasien untuk menarik nafas saat kateter
dimasukkan. Kaji kelancaran pemasukan kateter jika ada
hambatan berhenti sejenak kemudian dicoba lagi. Jika masih
ada tahanan kateterisasi dihentikan.
 Pastikan nierbekken yang telah disiapkan berasa di ujung
kateter agar urine tidak tumpah. Setelah urin mengalir, ambil
specimen urin bila diperlukan. Lalu segera sambungkan
kateter dengan urine bag
 Kembangkan balon kateter dengan aquadest/NaCl steril sesuai
volume yang tertera pada label spesifikasi kateter yang dipakai
 Tarik kateter keluar secara perlahan untuk memastikan balon
kateter sudah terfiksasi dengan baik dalam vesika urinaria.
 Bersihkan jelly yang tersisa pada kateter dengan kasa
 Fiksasi kateter: Pada pasien laki-laki difiksasi dengan plester
pada abdomen, Pada pasien wanita kateter difiksasi dengan
plester pada pangkal paha
 Menempatkan urine bag di tempat tidur pada posisi yang lebih
rendah dari kandung kemih
 Lepaskan duk dan pengalas serta bereskan alat
 Lepaskan sarung tangan
Rapihkan kembali pasien

LUKA BAKAR

6
3
A. PENYEBAB LUKA BAKAR

Luka bakar karena api

Luka bakar karena air

panas Luka bakar

karena bahan kimia

B. DERAJAD KEDALAMAN LUKA BAKAR

a) Derajad I

 Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis

 Kulit kering, hiperemi berupa eritema

 Tidak dijumpai bulae

 Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik

teriritasi Penyembuhan terjadi spontan

dalam waktu 5-10 hari

b) Derajad II

 Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis,


berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.

 Dijumpai bulae.

 Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.

 Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak


lebih tinggi diatas kulit normal

Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :


Derajat II dangkal (superficial)

Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis. Organ-


organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh. Penyembuhan terjadi spontan dalam
waktu 10-14 hari.

6
4
Derajat II dalam (deep)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Organ-


organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih
lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan
terjadi lebih dari sebulan.

c) Derajad III

Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang


lebih dalam. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan. Tidak
dijumpai bulae. Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan
pucat. Karena kering letaknya lebih rendah dibanding kulit
sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis
yang dikenal sebagai eskar. Tidak dijumpai rasa nyeri dan
hilang sensasi, oleh karena ujung- ujung saraf sensorik
mengalami kerusakan/kematian. Penyembuhan terjadi lama
karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari dasar luka.

C. LUAS LUKA BAKAR

Kepala leher 9%

Thorax depan & belakang 18 %


Abdomen depan & 18
belakang %

Paha kanan kiri 18%

Kaki kanan kiri 18%


18
Seluruh punggung %

Genetalia 1%
6
5
D. BERAT RINGANNYA LUKA

BAKAR Luka bakar ringan/

minor

1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa


2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai
muka, tangan, kaki, dan perineum.
Luka bakar sedang (moderate burn)
1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka
bakar derajat III kurang dari 10 %
2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun
atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari
10 %
3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa
yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
Luka bakar berat (major burn)
1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau
di atas usia 50 tahun
2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada
butir pertama
3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) atau trauma
inhalasi
RUMUS BAXTER

LB% x BB x 4 ml
6
6
Hasil dari Rumus baxter dibagi dua untuk 8 jam pertama selanjutnya
16 jam
6
7

Anda mungkin juga menyukai