Disusun Oleh:
1
ii. GAYA KEPEMIMPINAN
1. Demokratis
Definisi pemimpin yang selalu mendengar dan mempertimbangkan atas masukan –
masukan dari para pegawainya.
Contoh
Disebuah ruang perinatalogi terlihat kepala ruang dan para perawat sangat dekat.
Kepala ruang perinatalogi sering mendisusikan tentang pelayanan yang lebih baik
dan para perawat pun aktif dalam memberikan masukan – masukan.
2. Otoriter
Definisi gaya pemimpin yang memusatkan pada segala keputusan dan kebijakan
yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh.
Contoh
Dalam menjalankan tugas para perawat dibangsal bedah saraf harus sesuai tujuan
yang telah ditentukan oleh kepala ruang, tidak ada sedikit pun bantahan dari perawat
untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang diinginkan kepala ruang.
3. Laisez faire
Definisi pemimpin memberikan dan membiarkan pegawainya untuk melakukan
kinerja masing – masing sesuka hati
Contoh
Seorang kepala ruang disuatu bangsal memberikan kepercayaan penuh kepada para
pegawainya untuk melaksanakan tugas masing – masing, kepala ruang hanya
menerima laporan perkembangan kinerjanya.
4. Otokratis
Definisi ketergantungan kepada yang berwenang dan tidak akan melakukan apa – apa
kecuali jika diperintah
5. Karismatik
Definisi suatu hubungan emosional antara pemimpin dan anggota kelompok yang
dipimpin.
2
iii. METODE PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL
A. Metode Fungsional
Contoh
Seorang perawat bernama heyna bekerja di ruang penyakit dalam, dalam ruangan tersebut
pasiennya sangat banyak tetapi perawat tidak sebanding dengan jumlah pasien yang ada.
Ruangan tersebut kekuarangan perawat pelaksana, suster heyna sangat ahli dalam
melakukan tugas debridement setiap harinya, disamping itu ada perawat yang lain yang
tugasnya memberikan obat dan ada pula yang memantau vital sign.
B. Metode TIM
Definisi
Membagi perawat menjadi beberapa kelompok dengan setiap kelompok memiliki
penanggung jawab sebagai ketua
Contoh
Dalam pemberian tugas IGD kepala ruang membagi tugas perawat pelaksana dalam
beberapa kelompok, kepala ruang memiliki harapan agar mencapai pelayanan yang
professional. Perawat yang dipilih untuk menjadi penanggung jawab terhadap
anggotanya. Perawat untuk menjadi penanggung jawab merupakan perawat yang sudah
memiliki pengalaman yang lebih dibandingkan dengan anggotanya.
C. Metode KASUS
Definisi penjelasan dari pelayanan asuhan keperawatan dengan model kasus yaitu
pemberian asuhan keperawatan yang secara menyeluruh dengan satu penanggung jawab
sehingga pasien akan merasa puas dan perawat bekerja secara professional.
Contoh
Diruang hemodialisa terdapat 15 tempat tidur setiap harinya 15 tempat tidur tersebut
selalu ditempati pasien yang sudah terjadwal untuk cuci darah demi menjangkau kualitas
mutu pelayanan yang baik pihak rumah sakit menjadwalka untuk satu pasien satu
perawat.
D. Metode Primer
Definisi pemberian asuhan keperawatan yang menugaskan kepada perawat yang
bertanggung jawab penuh terhadap keadaan pasien selama 24 jam dengan kinerja mulai
pengkajian, evaluasi hingga pasien pulang dengan dibantu perawat pelaksana.
Contoh
Diruang asoka terdapat 9 perawat setiap shift pagi dengan kepala ruang. Dalam
pemberian asuhan keperawatan yang berkualitas, kepala ruang menugaskan setiap
perawat memiliki tanggung – jawab penuh selama 24 jam bagi pasiennya dengan dibantu
perawat pelaksana.
3
iv. FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN
a. Planning (perencanaan)
sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi sampai
dengan menyusun dan menetapkan rangkaian kegiatan untuk
mencapainya, melalui perencanaan yang akan dapat ditetapkan tugas -
tugas staf. Dengan tugas ini seorang pemimpin akan mempunyai pedoman
untuk melakukan supervisi dan evaluasi serta menetapkan sumber daya
yang dibutuhkan oleh staf dalam menjalankan tugas- tugasnya
b. Organizing (pengorganisasian)
adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber
data yang dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya secara efisien
untuk mencapai tujuan organisasi.
c. Actuating (directing, commanding, coordinating) atau penggerakan
adalah proses memberikan bimbingan kepada staf agar mereka mampu
bekerja secara optimal dan melakukan tugas- tugasnya sesuai dengan
ketrampilan yang mereka miliki sesuai dengan dukungan sumber daya
yang tersedia.
d. Controlling (pengawasan, monitoring)
adalah proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan rencana
kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi terhadap
penyimpangan yang terjadi.
v. PERHITUNGAN RUMUS BOR, ALOS,DLL
a) BOR
RUMUS =
jumlah perawat x 100% ÷ ( Jumlah tempat tidur x jumlah 1 periode)
b) ALOS
Jumlah lama dirawat ÷ jumlah pasien keluar
c) TOI
Rumus
( Jumlah tempat tidur x jumlah 1 periode ) – Hari perawatan ÷ jumlah pasien keluar
4
II. KEPERAWATAN MATERNITAS
1. Kehamilan
A. Tanda – tanda
a) Ukuran dada membesar
b) Mual dan muntah
c) Telat haid
d) Pusing dan sakit kepala
e) Sering mengantuk
B. Taksiran BB Janin
Jika kepala sudah masuk PAP
( TFU – 11 ) x 155 gram
Jika kepala belum masuk PAP
( TFU – 12 ) x 155 gram
C. HPHT
HPHT bulan Januari sd Maret
Tanggal + 7, Bulan + 9, Tahun + 0
HPHT bulan april sd desember
Tanggal + 7, Bulan – 3, Tahun + 1
D. Usia kehamilan
Bulan = TFU x 2/7
Minggu = TFU x 8/7
E. Pemeriksaan Leopold
Leopold I
untuk menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin yang berada dalam fundus
uteri.
Leopold II
Untuk menentukan bagian janin yang berada pada kedua sisi uterus, pada letak
lintang tentukan di mana kepala janin.
Leopold III
Untuk menentukan bagian janin apa yang berada pada bagian bawah dan apakah
sudah masuk atau masih goyang.
Leopold IV
Untuk menentukan presentasi dan “engangement “
5
2. Persalinan
a. Tahapan – tahapan persalinan
Kala I, Pembukaan
Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam
multigravida sekitar 8 jam.
Tanda-tanda kala I persalinan :
Rasa sakit adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena
robekan kecil pada servik.
Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya.
Servik mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement)
Fase-Fase kala I Persalinan
i. Fase laten
Dimulai sejak awal kontraksi, pembukaan servik secara bertahap
Pembukaan serviks kurang dari 4 cm
Biasanya berlangsung hingga dibawah 8 jam
ii. Fase aktif
Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sd 4 cm.
Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sd 9 cm.
Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sd lengkap (+ 10
cm).
Kala II ( Pengeluaran Janin )
His terkoordinir cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali,
kepala janin telah turun dan masuk ruang panggul, sehingga terjadilah
tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflek menimbulkan
rasa ngedan karena tekanan pada rectum sehingga merasa seperti BAB
dengan tanda anus membuka. Pada waktu his kepala janin mulai
kelihatan,
vulva membuka dan perineum meregang.
Dengan his mengedan yang terpimpin akan lahir dan diikuti oleh seluruh
badan janin. Kala II pada primi 1.5-2 jam, pada multi 0.5 jam.
6
Kala III ( Pengeluaran Plasenta )
Setelah bayi lahir, kontraksi, rahim istirahat sebentar, uterus teraba keras dengan
fundus uteri sehingga pucat, plasenta menjadi tebal. Beberapa saat kemudian
timbul his, dalam waktu 5-10 menit, seluruh plasenta terlepas, terdorong kedalam
vagina dan akan lahir secara spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas
simpisis/fundus uteri, seluruh proses berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir.
Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc.
Kala IV
Pengawasan, selama 2 jam setelah bayi dan plasenta lahir, mengamati keadaan
ibu terutama terhadap bahaya perdarahan post partum. Dengan menjaga kondisi
kontraksi dan retraksi uterus yang kuat dan terus-menerus. Tugas uterus ini dapat
dibantu dengan obat-obat oksitosin.
b. Tanda – tanda persalinan
Rasa sakit oleh adanya his yang dating lebih kuat, sering dan teratur.
Keluar lendir dan bercampur darah yang lebih banyak, robekan kecil pada
bagian servik.
Kadang-kadang ketuban pecah
Pada pemeriksaan daam, servik mendatar
c. Moulage
Moulage 0
Tulang – tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat diraba
Moulage 1
Tulang – tulang kepala janin saling bersentuhan
Moulage 2
Tulang – tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan
Moulage 3
Tulang – tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan
d. Faktor yang mempengaruhi persalinan
Power / Tenaga
Passages/jalan lahir
Passanger/ janin
Psikologis/kejiwaan ibu
7
e. Periode nifas
Early Puerperium (masa nifas dini)
Masa dimana telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan sendini
mungkin.
Immediate Puerperium
Kepulihan alat-alat genetalia yag lamanya sampai dengan 6-8 minggu
Later Puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulihnya dan sehat sempurna terutama bila
selama kehamilan atau bersalin mengalami komplikasi, waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulan bahkan tahunan.
f. Rupture perineum
Robekan perineum tingkat 1
Apabila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek dan biasanya tidak
memerlukan penjahitan.
Robekan perineum tingkat 2
Mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum perlu dijahit.
Robekan perineum tingkat 3
Robekan total muskulus sfingter ani eksternum ikut terputus dan kadang-kadang
dinding depan rectum ikut robek pula. Menjahit robekan harus dilakukan dengan
teliti.
Robekan perineum tingkat 4
Mukosa vagina, kulit, jaringan perineum, sfingter ani sampai ke ruktum perlu di
rujuk.
g. Adaptasi psikologis post partum
Fase Taking In ( dependent)
Fase ini dimulai pada hari kesatu dan kedua setelah melahirkan, dimana
ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan pada tahap ini pasien
sangat ketergantungan.
Fase Taking Hold (dependent- independent)
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada
minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap menerima
8
pesan barunya dan belajar tentang hal-hal baru, pada fase ini ibu
membutuhkan banyak sumber informasi.
Fase Letting Go (independent)
Fase dimulai minggu kelima sampai minggu keenam setelah kelahiran,
dimana ibu mampu menerima tanggung jawab normal.
h. Lochea
9
b) Pil KB
c) Kondom
c. Usia subur
Hari terpendek
Tanggal menstruasi – 18 =….
Maka H + hasil hari terpendek =…
Hari terpanjang
Tanggal menstruasi – 11 = ….
Maka H + Hasil hari terpanjang =….
III. KEPERAWATAN ANAK
1. APGAR SCORE
APPERANCE / WARNA KULIT
Nilai 2 : seluruh tubuh bayi kemerahan
Nilai 1 : pucat pada bagian ekstermitas
Nilai 0 : pucat seluruh tubuh / sianosis
PULSE/ DENYUT JANTUNG
Nilai 2 : > 100 x/menit
Nilai 1 : < 100 x/menit
Nilai 0 : tidak ada denyut jantung
GRIMACE / RESPON REFLEK
Nilai 2 : gerakan kuat
Nilai 1 : gerakan sedikit
Nilai 0 : tidak ada
ACTIVITY / TONUS OTOT
Nilai 2 : gerakan aktif
Nilai 1 : ekstermitas ditekuk
Nilai 0 : bayi lahir dalam keadaan lunglai
RESPIRATORY
Nilai 2 : menangis kuat
Nilai 1 : lemah / tidak teratur
Nilai 0 : bayi lahir tanpa menangis
10
2. Penatalaksanaan pada bayi baru lahir
Asfiksia berat (jika nilai score APGAR 0-3) :
Kolaborasi dalam pemberian suction .
Kolaborasi dalam pemberian O2 .
Berikan kehangatan pada bayi .
Observasi denyut jantung , warna kulit , respirasi .
Berikan injeksi vit K , apabila ada indikasi perdarahan .
Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6) :
Kolaborasi dalam melakukan pemberian suction .
Kolaborasi dalam pemberian O2 .
Observasi respirasi bayi .
Beri kehangatan kepada bayi .
Bayi normal (jika nilai score APGAR 7-10) :
3. Rumus menghitung BBI anak
( 8 + ( 2xn) )
Keterangan
N : usia anak saat ini
4. Rumus menghitung usia anak
Contoh
Seorang anak perempuan pada tanggal 15 juni 2016 di antar ke poli tumbuh kembang
untuk melakukan pemeriksaan perkembangan dari hasil pengkajian didapatkan anak
lahir tanggal 25 oktober 2014, berapakah usia anak saat ini?
Tanggal lahir 25 10 2014
Tanggal kunjungan 15 06 2016
Maka tanggal 30 +15 – 25 = 20 hari
Bulan 12 + 5 – 10 = 7 bulan
Tahun 2015 – 2014 = 1 tahun
11
5. Imunisasi
BCG Babicille calmette guerin
imunisasi BCG adalah imunisasi untuk mencegah penyakit TB (tuberculosis). Dosis
pemberian 0,05 ml sebanyak 1 kali , Disuntikkan secara intracutan di daerah
lengan kanan atas pada insersio musculus deltoideus
CAMPAK
Vaksin campak diberikan secara subcutan atau Intramuscular di lengan atas dengan
dosis 0.5 ml. Vaksin campak diberikan pada bayi berusia 9 bulan.
POLIO
Imunisasi polio diberikan dengan tujuan untuk mencegah anak terjangkit penyakit
polio yang dapat menyebabkan anak menderita kelumpuhan pada kedua kakinya dan
otot-otot wajah. Diberikan secara oral sebanyak 2 tetes. Diberikan 4 x dengan
interval waktu minimal 4 minggu
DPT
Vaksin DPT diberikan secara Intramuscular pada paha kanan atau kiri dengan
dosis 0.5 ml. jumlah suntikan 3 kali.
HEPATITS B
Pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 x Dosis pertama diberikan pada
usia 0-7 hari dan selanjutnya dengan interval waktu minimal 4 minggu.
IV. GADAR
1. START model korban dibagi dalam 4 kelompok warna:
Hitam/ Deceased : Korban meninggal atau tidak bernafas meskipun jalan nafas
sudah dibebaskan, korban meninngal dibiarkan di tempat kejadian dan diangkat
belakangan setelah semuanya tertolong.
Merah/ Immediate/ Prioritas 1 Evakuasi : Korban dengan luka yang mengancam
nyawa dan segera membutuhkan perawatan lanjut atau tindakan operasi sesegera
mungkin dibawah 1 jam dari waktu kejadian.
Kuning/ Delayed/ Prioritas 2 evakuasi : Korban dalam kondisi stabil, tapi tetap
memerlukan perawatan lebih lanjut
Hijau/ Minor/ Prioritas 3 evakuasi :Pasien dengan luka yang merlukan pertolongan
dokter tapi bisa ditunda beberapa jam atau hari.
12
2. Penanganan trauma
a. Danger
Aman diri = APD
Aman lingkungan
Aman pasien
b. Respon
Alert
Verbal
Pain
Unrespon
3. Primary survey
A. Airway
a) Suction = Gargling, lama tindakan 10 – 15 detik.
Soft tip
Untuk penghisapan caian
Rigid tip
Untuk darah yang mengumpal
b) Snoring = pangkal lidah jatuh kebelakang
OPA, dilakukan pada pasien tdk sadar
NPA, dilakukan pada pasien sadar dan ada reflek muntah
c) NEEDLE CRICOTIROIDOTOMI
Dilakukan pada membrane kricotiroid, IV catheter no. 12/14 dengan spuit
10 cc
d) Fraktur fremur
Dilakukan logroll, 4 penolong
e) JAW THRUST
Dilakukan pada pasien yang curiga trauma servical, multiple trauma, jejas
di atas clavicula, raccoon eye
13
f) NECK CHOLAR
Beathel sign, jejas muka, rinorhea
g) HEAD TILT CHIN LIFT
Dilakukan pada pasien non trauma
14
B. Breathing
a. Masalah oksigenasi
a) Nasal kanul
Aliran oksigen 1 – 6 liter/menit
Saturasi oksigen 95 – 100 %
b) RM
Aliran oksigen 6 – 10 liter/menit
Saturasi oksigen 90 – 94 %
Tidak ada katub
c) NRM
Aliran oksigen 10 – 12 liter/menit
Saturasi oksigen 85 %
Ada katub
Napas pendek
b) Tension pneumothorax
Trauma tembus atau benda tajam
Dispnea
c) Flail chest
Perkembangan dada tidak simetris
Fraktur iga 2 – 3
15
d) Hematothorax massif
Adanya darah dalam rongga pleura
Pekak
Penanganannya WSD
e) Tamponade jantung
Jvp melemah
Penanganannya Perikardiosintesis
C. Circulation
Hentikan perdarahan external
Jika px transfuse darah maka, Hb normal 10
Rumusnya : Hb normal – Hb sekarang x bb x 6 untuk wbc x 4 untuk prc
Pasang infuse 2 jalur
D. Disability
Pupil
GCS
EYE
4 : buka mata spontan
3 : buka mata mengikuti perintah
2 : buka mata dengan rangsangan nyeri
1 : tidak ada respon
MOTORIK
6 : mengikuti perintah
5 : melokalisir nyeri
4 : menghindari nyeri
3 : fleksi abnormal
2 : extensi abnormal
1 : tidak ada respon
16
VERBAL
5 : orientasi bagus
4 : disorientasi
3 : hanya bisa mengucapkan kata – kata
2 : mengerang
1 : tidak ada respon
CKR GCS 15 – 14
CKS GCS 9 – 13
CKB GSC 3 – 8
1. Pasien henti napas henti jantung RJP dewasa 30 : 2, keceptan kompresi
100 – 120x/menit, RJP bayi 15 ; 1
2. Ada nadi tidak ada napas, rescued breathing / napas buatan per 6 detik.
E. Exposure
Gunting baju
Hipotermi, selimuti
F. Folley catheter
Pasang catheter urine
Rumus output urine ½ - 1 cc/Kg BB/jam
IWL = 10 x bb(kg) /24 jam, 15 x bb(kg)/24 jam
4. Secondary survey
Anamnesa
Alergi
Medication
Post illness
Last meal
Event
Pemeriksaan fisik
Head to toe
vital sign
17
V. KEPERAWATAN KELUARGA
a. Tipe keluarga
a) Traditional nuclear
keluarga inti yang terdiri dari suami, istri dan anak
b) Extended family
Keluarga inti di tambah kakek, nenek, keponakan
c) Reconstituted nuclear
Pembentukan keluarga baru dari hasil perkawinan suami / istri dan anak tiri tinggal
bersamanya
d) Dual carrier
Suami / istri yang bekerja tanpa ada anak
e) Commuter merid
Suami istri bekerja tinggal terpisah dan keduanya mencari waktu untuk saling bertemu
f) Communal
Pasangan monogamy dan anak – anak tinggal bersama
g) Single parent
Duda atau janda ada anak
h) Single adult
Wanita atau pria dewasa yang tiggal sendiri tanpa ada keinginan untuk menikah
18
i) Dyadic nuclear
Suami istri bekerja, keduanya sudah berumur tetapi tidak memiliki anak
j) Middle age / aging couple
Suami yang bekerja sebagai mencari uang, istri dirumah sedangkan anak – anaknya
meninggalkan rumah entah itu kuliah, bekerja, atau menikah
b. Tahap perkembangan keluarga
a) Tahap keluarga baru
Tugas perkembangannya:
Membina hubungan intim yang memuaskan
Membina hubungan dg keluarga lain,teman,kelompok social
Mendiskusikan rencana memiliki anak ( KB)
b) Keluarga dengan anak pertama
Persiapan menjadi orang tua
Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual
dan kegiatan.
Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
c) Keluarga dengan anak prasekolah
Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi
dan rasa aman.
Membantu anak untuk bersosialisasi
Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun dengan
masyarakat.
Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.
d) Keluarga dengan anak usia sekolah
Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.
Mempertahankan keintiman pasangan.
Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk
kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.
19
e) Keluarga dengan anak remaja
Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.
Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga
Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua. Hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan
membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang
tua dan remaja.
f) Keluarga dengan anak dewasa
Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
Mempertahankan keintiman pasangan.
Membantu orang tua memasuki masa tua.
Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.
g) Keluarga usia pertengahan
Mempertahankan kesehatan.
Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-
anak Meningkatkan keakraban pasangan.
h) Keluarga usia lanjut
Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan
pendapatan.
Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.
Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
Melakukan life review.
Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga
pada tahap ini
20
c. Lima dasar fungsi keluarga
a) Fungsi afektif
Saling asuh
Saling menghargai
Pertalian dan identifikasi
b) Fungsi ekonomi
Mencari sumber – sumber penghasilan
Menabung
c) Fungsi sosialisasi
Hubungan social
Membentuk norma – norma
Meneruskan nilai budaya
d) Fungsi reproduksi
Kb
Menyusun keluarga baru
e) Health edication
Kesehatan
Pengetahuan hidup sehat
VI. KMB
a. HT
a) Tanda gejala
Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
Sakit kepala
Epistaksis
Pusing / migraine
Rasa berat ditengkuk
Sukar tidur
Mata berkunang kunang
Lemah dan lelah
Muka pucat
21
b) Klasifikasi HT
Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah
22
d) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Non Farmakologis
Diet Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam.
Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan
penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam
plasma.
Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
denganbatasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging,bersepeda atau berenang.
e) Diagnose keperawatan
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi
ventricular.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung
berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
b. DM
a) Tanda gejala
Poliuria (peningkatan volume urine)
Polidipsia (peningkatan rasa haus)
Polifagia (peningkatan rasa lapar).
Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien
diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian
besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
23
b) Klasifikasi
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
c) Penatalaksanaan
Diet
Diet dan pengobatan adalah pelaksanaan dalam pengontrolan gula darah
pada penyakit Diabetes Mellitus.
Intake kalori
Menentukan kebutuhan kalori dasar dengan mempetimbangkan usia, jenis
kelamin, BB, dan tingkat aktivitas.
Distribusi kalori
Dalam pengaturan jumlah kalori harian, perencanaan pemberian makanan
harus difokuskan.
d) Diagnose keperawatan
Tahap berikutnya dalam menentukan proses keperawatan adalah menentukan
hasil. Dalam menentukan hasil harus terdiri dari SMART yaitu Spesifik,
Measurable, Achivable, Reliable, Time.
24
c. ASMA
a) Tanda gejala
Terdengar suara napas wheezing atau mengi
Sesak napas
Batuk produktif sering terjadi pada malam hari
Penggunaan otot bantu napas
b) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan sputum:
Pemeriksaan darah
Eusinofilia (kenaikan badan eusinofil)
Peningkatan kadar IgE pada asma alergi
AGD hipoxi (serangan akut)
c) Diagnose keperawatan
Ketidakefektifan jalan nafas b.d peningkatan produksi sekret.
Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai O2
Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri b.d sesak dan
kelemahan fisik.
Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
pemasukan yang tidak adekuat: mual, muntah dan tidak nafsu makan.
Kecemasan b.d sesak nafas dan takut.
Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru selama serangan
akut.
Resiko tinggi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahan utama (penurunan
kerja silia dan menetapnya sekret)
Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi.
25
d. DHF
a) Tanda gejala
Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari ( tanpa sebab jelas )
Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
Sakit kepala.
Pembengkakan sekitar mata.
Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,
gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
b) Faktor penyebab
Virus dengue
Vektor : nyamuk aedes aegypti
Host : pembawa.
c) Penatalaksanaan
Tirah baring
Pemberian makanan lunak
Pemberian cairan melalui infus
Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik,
Anti konvulsi jika terjadi kejang
Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).
Monitor adanya tanda-tanda renjatan
Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari.
d) Pemeriksaan
Trombositopeni : < 100.000/mm3
HB meningkat lebih 20 %
HT meningkat lebih 20 %
Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
Protein darah rendah
Ureum PH bisa meningkat
26
NA dan CL rendah
Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
Rontgen thorax : Efusi pleura.
Uji test tourniket (+)
e) Klasifikasi
Derajat (WHO 1997):
Derajat I : Demam dengan uji torniquet positif.
Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan
lain.
Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi
gelisah.
Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat diukur.
f) Diagonasa keperawatan
peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peruses ppenyakit
kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan berpindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler
resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
Gangguan pemenuhan nurtisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual
muntah, anoreksia
Cemas berhubungan dengan danfak hospitalisasi
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, perawatan dan pencegahan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
e. CHF
a) Tanda gejala
Peningkatan volume intravaskular.
Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung.
Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli;
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
27
Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung
terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat
perfusi darah dari jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin
ginjal).
b) Klasifikasi
kelas 1 Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
kelas 2 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 3 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 4 Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus
tirah baring.
c) Pemeriksaan penunjang
EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial.
Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard
menunjukkan adanya aneurisme ventricular.
Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan
dinding.
Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosis katup atau
insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikkan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontraktilitas.
28
d) Penatalaksanaan
Terapi Non Farmakologis
Istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
Oksigenasi
Dukungan diit : pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol atau
menghilangkan oedema.
Terapi Farmakologis :
Glikosida jantung. Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasillkan : peningkatan curah
jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diurisi dan
mengurangi oedema.
Terapi diuretic, diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal.
Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia
Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadasi
tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
e) Diagnose keperawatan
Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik, Perubahan struktural,
Intoleran aktivitas berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai
oksigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)
Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan
membran kapiler-alveolus.
29
VII. ANALISA GAS DARAH
Nilai normal
Ph 7,35 – 7,45
Pco2 35 – 45 mmhg
Hco3 22 – 26 meq/ L
Cao2 16 – 22 m/o2/dl
1. Asidosis respiratory
Definisi
Ph < 7,35, Pco2 > 45mmhg
Tanda gejala
Over dosis obat
Trauma dada dan kepala
2. Asidosis respiratory terkompensasi
Ph < 7,35, PCO2 & HCO3 meningkat
3. Asidosis metabolic
Hco3 < 22 meq/L, Ph < 7,35
Tanda gejala
Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat ( KUsmuul)
Koma
4. Asidosis metabolic terkompensasi
Hco3 menurun, Pco2 menurun, Ph < 7,35
5. Alkalosis respiratory
Ph > 7,45, Pco2 < 35 mmhg, Tanda gejala: Hiperefleksi, Keringat dingin, Cemas
6. Alkalosis respiratory terkompensasi
Pco2 & Hco3 turun
7. Alkalosis metabolic
Ph > 7,45, HCO3 > 26 meq /L
8. Alkalosis metabolic terkompensasi
HCO3, PCO2,PH meningkat
30
VIII. Pengkajian kognitif pada lansia
a. Indeks Katz
A Kemandirian dalam hal makan, berpakaian, kontinensia, ke kamar kecil,
berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tsb
C Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan salah satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi
tambahan
E Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan
satu fungsi tambahan
b. Kekuatan
0= tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
1= ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh
2 = mampu menahan tegak tetapi dengan sentuhan akan jatuh
3 = mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak mampu melawan dorongan
yang diberikan oleh pemeriksa
4 = Kekuatan otot kurang dibandingkan sisi lsin
5 = Kekuatan otot normal
c. Barthel index
1 Makan (Feeding) 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan memotong, mengoles mentega
dll.
2 = Mandiri
2 Mandi (Bathing) 0 = Tergantung orang lain
1 = Mandiri
3 Perawatan diri (Grooming) 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
1 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi,
dan bercukur
31
4 Berpakaian (Dressing) 0 = Tergantung orang lain
1 = Sebagian dibantu (misal mengancing baju)
2 = Mandiri
5 Buang air kecil (Bowel) 0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak
terkontrol
1 = Kadang Inkontinensia (maks, 1x24 jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari)
6 Buang air besar (Bladder) 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu enema)
1 = Kadang Inkontensia (sekali seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
7 Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan orang lain
1 = Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan
beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8 Transfer 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = mandiri
9 Mobilitas 0 = Immobile (tidak mampu)
1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantuan satu orang
3 = Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu
seperti, tongkat)
10 Naik turun tangga 0 = Tidak mampu
1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu)
2 = Mandiri
Interpretasi hasil :
20 : Mandiri
32
IX. Ketrampilan Klinik tindakan keperawatan
A. Pemasangan infuse
a) Ukuran IV
No. 18 : untuk transfuse
No. 16 : untuk bedah mayor
No. 20 : untuk dewasa
No. 22 : untuk anak – anak & lansia
No. 24 & no.26 : untuk pediatric & neonatus
b) Indikasi
Pasien yang mendapat tranfusi darah
Pasien yang mendapatkan terapi obat dalam dosis yang besar
c) Kontraindikasi
Bengkak, nyeri, demam, pada lokasi pemasangan
Pasien gagal ginjal lengan bawah
PROSEDUR
PERSIAPAN ALAT
1. Standar Infus.
2. Set infus.
3. Cairan sesuai program medic
4. Jarum infus dengan ukuran yang sesuai.
5. Pengalas.
6. Torniket.
7. Kapas alkohol.
8. Plester.
9. Gunting.
10. Kasa steril
11. Betadine
12. Sarung tangan
33
FASE KERJA
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan
3. Melakukan desinfeksi tutup botol cairan infuse
4. Klem selang infuse
5. Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukkan ke bagian karet atau akses selang ke botol
infus.
6. Mengantungkan botol infuse pada standart infuse
7. Isi cairan ke dalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisi sebagian dan buka klem
selang hingga cairan memenuhi selang dan udara selang keluar.
8. Letakkan pengalas di bawah tempat (vena) yang akan dilakukan penginfusan.
9. Lakukan pembendungan dengan torniket (karet pembendung) 10 – 12 cmdiatas tempat penusukan
dan anurkan pasien untuk menggemgam dengan gerakan sirkular (bila sadar).
10. Gunakan sarung tangan steril.
11. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alkohol.
12. Lakukan penusukan pada vena dengan meletakkan ibu jari dibagian bawah vena dan posisi jarum
(abocath) mengarah ke atas.
13. Perhatikan keluarnya darah melalui jarum (abocath/surflo) maka tarik keluar bagian dalam
(jarum) sambil meneruskan tusukan ke dalam vena.
14. Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan/dikeluarkan, tahan bagian atas vena dengan
menekan menggunakan jari tangan agar darah tidak keluar. Kemudian bagian infus
dihubungkan/disambungkan dengan selang infus.
15. Buka pengatur tetesan dan atur kecepatan sesuai dengan dosis yang diberikan.
16. Lakukan fiksasi dengan kasa steril.
17. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta catat ukuran jarum.
18. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
19. Catat jenis cairan, letak infus, kecepatan aliran, ukuran dan tipe jarum infus.
34
B. Pemasangan Oksigenasi
PROSEDUR
FASE PERSIAPAN
Persiapan perawat
1. Mengkaji data-data mengenai kekurangan oksigen ( sesak nafas, nafas cuping hitung, penggunaan
otot pernafasan tambahan, takikardi, gelisah, bimbang dan sianosis)
2. Perawat mencuci tangan
3. Memakai sarung tangan
Persiapan alat
1. Tabung oksigen ( oksigen dinding ) berisi oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier
yang berisi aquades sampai batas pengisian
2. Nasal kanul (pemilihan alat sesuai kebutuhan)
3. Plester (jika di butuhkan)
4. Gunting plester (jika di butuhkan)
5. Cotton budd
Persiapan pasien
1. Menyapa pasien (ucapkan salam)
2. Jelaskan maksud dan tujuan tentang tindakan yang akan dilakukan
3. Pasien diatur dalam posisi aman dan nyaman (semi fowler)
FASE KERJA
1. Siapkan nasal kanul 1 set tabung oksigen ( oksigen central )
2. Hubungkan nasal kanul dengan flowmeter pada tabung oksigen atau oksigen dinding
3. Bila hidung pasien kotor, bersihkan lubang hidung pasien dengan cotton budd atau tissu
4. Cek fungsi flowmeter dengan memutar pengatur konsetrasi oksigen dan mengamati adanya
gelembung udara dalam humidifier
5. Cek aliran oksigen dengan cara mengalirkan oksigen melalui nasal kanul kepunggung tangan
perawat
6. Pasang nasal kanul kelubang hidung pasien dengan tepat
7. Tanyakan pada pasien, apakah aliran oksigennya terasa atau tidak
8. Atur pengikat nasal kanul dengan benar, jangan terlalu kencang dan jangan terlalu kendor
9. Pastikkan nasal kanul terpasang dengan aman
10. Atur aliran oksigen sesuai dengan program
11. Alat-alat dikembalikan di tempat semula
12. Perawat mencuci tangan setelah melakukan tindakan
13. Mengakhiri tindakan dengan mengucapkan salam
FASE TERMINASI
1. Respon pasien 15 menit setelah dilakukan tindakan
2. Dokumentasikan:
a. Waktu pelaksanaan
b. Respon pasien
35
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Tindakan Keperawatan : Pemasangan Kateter Urine
Pengertian
Kateter adalah selang yang digunakan untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan. Kateterisasi
urinarius adalah memasukkan kateter melalui uretra ke dalam kandung kemih dengan tujuan
mengeluarkan urin. Kateterisasi urine sedapat mungkin tidak dilakukan kecuali bila sangat
diperlukan, karena dapat menyebablkan infeksi nosokomial
Tujuan
1. Untuk mengambil sample urine guna pemeriksaan kultur mikrobiologi dengan menghindari
kontaminasi.
2. Pengukuran residual urine dengan cara, melakukan regular kateterisasi pada klien segera
setelah mengakhiri miksinya dan kemudian diukur jumlah urine yang keluar.
Hal-hal yang harus diperhatikan
1. Observasi letak meatus uretra
2. Kaji adanya riwayat penyakit genetalia.
Pelaksanaan
Tahap Pra Interaksi
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan
dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7) Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8) Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama
berkomunikasi dan melakukan tindaka.
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
Tahap Orientasi
1. Memperkenalkan diri
< Mengucapkan salam terapeutik dan memeprkenalkan diri
< Validasi data : nama klien dan data lain terikat
2. Meminta persetujuan tindakan
< Menyampaikan/menjelaskan tujuan tindakan
< Menyampaikan/menjelaskan langkah-langkah prosedur
3. Membuat kontrak dan kesepakatan untuk pelaksanaan tindakan
Tahap Interaksi
Memberikan sampiran dan menjaga privacy
Mengatur posisi pasien (wanita:posisi dorsal recumbent, pria:posisi supine dan melepaskan pakaian bawah
Memasang perlak, penglas di bawah bokong pasien
Menutup area pinggang dengan selimut pasien serta menutup bagian ekstremitas bawah dengan selimut
mandi sehingga hanya area perineal yang terpajan
Meletakkan nierbekken di antara paha pasien
36
Menyiapkan cairan antiseptic ke dalam kom
Gunakan sarung tangan bersih
Membersihkan genetalia dengan cairan antiseptic
Buka sarung tangan dan simpan nierbekken atau buang ke kantong plastic yang telah disediakan
Buka bungkusan luar set kateter dan urin bag dan kemudian simpan di alas steril. Jika pemasangan kateter
dilakukan sendiri, maka siapkan KY jelly di dalam bak sterik. Jangan menyentuh area steril
Gunakan sarung tangan steril
Buka sebagian bungkusan dalam kateter, pegang kateter dan berikan jelly pada ujung kateter (dengan
meminta bantuan atau dilakukan sendiri) dengan tetap mempertahankan teknik steril
Pada laki-laki, Posisikan penis tegak lurus 900 dengan tubuh pasien
Pada wanita, Buka labio minora menggunakan ibu jari dan telunjuk atau telunjuk dengan jari tengah tangan
tidak dominan
Dengan menggunakan pinset atau tangan dominan, masukkan kateter perlahan-lahan hingga ujung kateter.
Anjurkan pasien untuk menarik nafas saat kateter dimasukkan. Kaji kelancaran pemasukan kateter jika ada
hambatan berhenti sejenak kemudian dicoba lagi. Jika masih ada tahanan kateterisasi dihentikan.
Pastikan nierbekken yang telah disiapkan berasa di ujung kateter agar urine tidak tumpah. Setelah urin
mengalir, ambil specimen urin bila diperlukan. Lalu segera sambungkan kateter dengan urine bag
Kembangkan balon kateter dengan aquadest/NaCl steril sesuai volume yang tertera pada label spesifikasi
kateter yang dipakai
Tarik kateter keluar secara perlahan untuk memastikan balon kateter sudah terfiksasi dengan baik dalam
vesika urinaria.
Bersihkan jelly yang tersisa pada kateter dengan kasa
Fiksasi kateter: Pada pasien laki-laki difiksasi dengan plester pada abdomen, Pada pasien wanita kateter
difiksasi dengan plester pada pangkal paha
Menempatkan urine bag di tempat tidur pada posisi yang lebih rendah dari kandung kemih
Lepaskan duk dan pengalas serta bereskan alat
Lepaskan sarung tangan
Rapihkan kembali pasien
LUKA BAKAR
37
Luka bakar karena bahan kimia
a) Derajad I
b) Derajad II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai
proses eksudasi.
Dijumpai bulae.
Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal
Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis. Organ‐organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Penyembuhan terjadi spontan
dalam waktu 10‐14 hari.
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Organ‐organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh. Penyembuhan
terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih
dari sebulan.
38
c) Derajad III
Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam. Organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
Tidak dijumpai bulae. Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering
letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis
dan dermis yang dikenal sebagai eskar. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh
karena ujung- ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian. Penyembuhan terjadi
lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari dasar luka.
Kepala leher 9%
Genetalia 1%
39
3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka,
tangan, kaki, dan perineum.
Luka bakar sedang (moderate burn)
1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat
III kurang dari 10 %
2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa >
40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
Luka bakar berat (major burn)
1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia
50 tahun
2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) atau trauma inhalasi
RUMUS BAXTER
LB% x BB x 4 ml
Hasil dari Rumus baxter dibagi dua untuk 8 jam pertama selanjutnya 16 jam
40
KEPERAWATAN JIWA
MATA UJI : Keperawatan Jiwa
Deskripsi
Pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien
dalam rentang sehat jiwa sampai gangguan jiwa, dan penekanannya pada upaya
pencegahan primer, sekunder, dan tertier kesehatan jiwa secara holistik (bio-psiko-sosio-
cultural-spiritual). Ditujukan pada klien dengan masalah adaptasi biopsikososial
spiritual dan gangguan jiwa dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
melalui komunikasi terapeutik serta menggunakan berbagai terapi modalitas. Termasuk
isu, serta kecenderungan kesehatan jiwa serta peran perawat dalam menanggulanginya.
E. 4. Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Harga Diri Rendah Dan Isolasi
Sosial
No Sub Topik Elemen Referensi
E. 8. Kegawatdaruratan Psikiatrik
E. 9. Terapi Modalitas
Seorang laki-laki berusia 45 tahun dibawa ke RS Jiwa 2 hari lalu karena mengamuk dan berte-
riak-teriak. Saat berinteraksi, pasien mengatakan berulang kali bahwa dia diguna-guna dengan
tetangganya. Jika dibantah, pasien akan memaki dan mengancam.
Pertanyaan soal
Apakah hambatan yang utama yang harus diantisipasi perawat ketika melakukan tindakan pada
kasus tersebut?
Pilihan jawaban
Rasional:
Rasional A : mengatakan berulang kali dirinya diguna-guna adalah sala satu gejala dari
waham
Rasional B : tidak konsisten dalam tindakan bisa disebabkan tidak adanya kesepaka- tan
pencapaian tujuan diawal antara perawat-klien
Rasional C : biasanya disebabkan oleh perbe- daan nilai, persepsi, pengetahuan , dan latar
belakang antara klien-per- awat
Rasional D : sebagai bentuk dari hambatan ko- munikasi terapeutik (countertrans- ferens)
yang merupakan respon dari resistensi klien
Rasional E : salah satu akibat dari hambatan komunikasi terapeutik karena ti- dak
tercapainya kesepakatan tu- juan tindakan keperawatan antara klien-perawat di
awal
Kunci Jawaban: D
45
Referensi :
Carson, V.B. (2000). Mental Health Nursing:The nurse-patient journey. (2th ed.). Phila-
delphia: W.B. Sauders Company
Fortinash, K..M., &Holoday W. P.A., (2006), Pscyciatric nursing care plans, St. Louis, Mosby
Your Book.
46