Anda di halaman 1dari 11

KONSEP MODEL TEORI KEPERAWATAN SELF-CARE

“KEPERAWATAN KELUARGA”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Keluarga
yang diampu oleh
Ns. Dewi Dolifah., M.Kep.

Disusun Oleh :

Adesty Dwi Andansari 1902420


Karina Darojati 1902413
Kiki Nur Safitri 1902405
Maya Siti Aisyah 1902426
Maysa Hasanah 1902377
Moch . Novan A.P 1902435
Rizky Hardiansah 1902378
Safhira Anggraeni ANR 1902395
Tiara Nur Agny 1902397
Yulia Listiani 1902407

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG
2021
1. KASUS

Ny. D berusia 63 tahun diantar oleh keluarga dengan kendaraan


pribadi ke UGD rumah sakit umum pusat Jakarta. Pasien datang dengan
keluhan utama sesak nafas sejak 1 minggu SMRS. Keluhan yang
dirasakan terus-menerus, tidak berkurang dengan istirahat dan semakin
bertambah parah sejak 1 hari SMRS. Keluhan disertai dengan batuk
berdahak berwarna putih dan kental, terdapat bengkak pada kedua
ekstremitas atas dan bawah, frekuensi berkemih menurun dengan urin
sedikit dan berwarna keruh. Berdasarkan riwayat kesehatan sebelumnya,
pasien memiliki riwayat diabetes melitus tipe 2 sejak 10 tahun yang lalu
dan rutin melakukan pengobatan. Berdasarkan hasil pemeriksaan di UGD
pasien mengalami peningkatan kadar serum ureum kreatinin, asidosis
metabolik, serta mengalami kardiomegali dan edema paru. Pasien
mendapatkan terapi hemodialisis di UGD kemudian dipindahkan ke ruang
rawat HCU karena tingkat kesadaran tidak stabil dan masih tampak sesak.
(Hermalia et al., 2020)

2. PENGKAJIAN

Ny. D berusia 63 merupakan ibu rumah tangga ,klien memiliki


jenjang pendidikan sampai SMA . Saat ini klien mengalami sesak nafas
sejak 1 minggu SMRS. Keluhan dirasakan terus menerus, tidak berkurang
dengan istirahat, dan semakin bertambah parah sejak 1 hari SMRS.
Keluhan juga disertai batuk berdahak, dahak berwarna putih dan kental,
terdapat bengkak pada kedua ekstremitas atas dan bawah, frekuensi
berkemih menurun dengan urin sedikit dan berwarna keruh. Berdasarkan
riwayat kesehatan sebelumnya, pasien memiliki riwayat diabetes melitus
tipe 2 sejak 10 tahun yang lalu dan rutin melakukan pengobatan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan di UGD pasien mengalami peningkatan

1
kadar serum ureum kreatinin, asidosis metabolik, serta mengalami
kardiomegali dan edema paru. Pasien mendapatkan terapi hemodialisis di
UGD kemudian dipindahkan ke ruang rawat HCU karena tingkat
kesadaran tidak stabil dan masih tampak sesak.
1) Pengkajian universal self care requisites didapatkan data :
Frekuensi nafas 22 kali/menit, terdapat pernapasan cuping
hidung dan retraksi otot dada, tekanan darah 98/62 mmHg; nadi
perifer 128 x/menit dengan irama reguler dan pulsasi kuat dan
cepat , suhu 36,8. Pemeriksaan auskultasi terdapat ronkhi basah
dikedua lapang paru . Terdapat edema pada ekstremitas atas dan
bawah, pitting edema pada ektremitas atas +2/+2, pitting edema
pada ekstremitas bawah +3/+3. Perabaan akral dingin. Terdapat
kenaikan JVP 5+3 cmH2O. Hasil pengukuran balance cairan
didapatkan nilai +900 cc/24 jam. Pada pemeriksaan integumen
ditemukan kulit pasien kering, terdapat kemerahan pada area
bokong dan punggung, pada kuku jari kaki pasien menghitam dan
mengalami penebalan . Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin
didapatkan Hb: 10,4 gr/dl, Ht 24%, leukosit 5700/ uL, trombosit
323 103/uL, eritrosit 2,87 106/uL. Hasil analisa gas darah setelah
hemodialisis diketahui pH 7,43, PCO2 32,9 mmHg , HCO3 22,2
mmol/l, BE 3,5, pO2 148,3 mmHg, SaO2 99%. Hasil pemeriksaan
glukosa darah 60 mg/dl (pasien cenderung hipoglikemi).
Pemeriksaan fungsi ginjal dan elektrolit didapatkan ureum 58
mg/dl, kreatinin 5,7 mg/dl, eGFR 9,7 ml/menit. Elektrolit: Natrium
126 mEq/l, Kalium 3,74 mEq/l, Klorida 93 mEq/. Hasil
pemeriksaan radiologi diketahui pasien mengalami kardiomegali,
edema paru, dan efusi pleura.

2) Pengkajian developmental self care requisites

2
Pasien berada pada tahap perkembangan dewasa akhir yang
mengalami penurunan dalam melakukan aktivitas perawatan diri
akibat kondisi penyakitnya.

3) Pengkajian health deviation self care requisites


Diketahui bahwa pasien membutuhkan bantuan dan
pendampingan dalam memenuhi kebutuhannya akibat adanya
keterbatasan dalam mobilisasi dan aktivitas. Berdasarkan
pemeriksaan skor barthel indeks pasien mengalami ketergantungan
total. Keluarga menyadari bahwa kondisi pasien saat ini
memerlukan perawatan yang berkelanjutan agar pasien dapat
bertahan hidup.

3. DIAGNOSA

1) Kelebihan Volume Cairan Tubuh b.d Kerusakan Mekanisme


Regulasi Ginjal Neuropati Diabetic
2) Ketidakefektifan Pola Napas b.d Adanya Hiperventilasi
3) Gangguan Perfusi Jaringan Perifer b.d Gangguan Sirkulasi Perifer

4. INTERVENSI & IMPLEMENTASI

Dx 1 : kelebihan volume cairan tubuh b.d kerusakan mekanisme regulasi


ginjal Neuropati diabetic

 Menggunakan wholly compesantory system bertujuan agar


volume cairan kembali seimbang

3
 Menggunakan metode guidance dilakukan mengkaji status
cairan, membatasi asupan cairan, dan mencatat intake dan
output cairan
 Menggunakan metode teach diberikan kepada keluarga
mengenai manajemen cairan, cara menghitung intake dan output
cairan, dan mengenali tanda & gejala kelebihan cairan

Dx 2 : Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan adanya


hiperventilasi

 Menggunakan metode guidance berupa manajemen jalan napas


dan asam basa bertujuan untuk memperbaiki ventilasi
 Menggunakan metode support yang diberikan yaitu pemberian
oksigen (nebulizer) untuk mengurangi sesak

Dx 3 : Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan


sirkulasi perifer

 Menggunakan metode guidance berupa observasi tanda-tanda


vital, memposisikan semi fowler, dan memantau kadar HB
 Menggunakan metode support yang diberikan terapi oksigen,
pemberian transfusi darah, dan pemberian diet rendah protein
tinggi kalori

5. EVALUASI

1) Dx 1 : kelebihan volume cairan tubuh b.d kerusakan mekanisme


regulasi ginjal Neuropati diabetic
 Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari, masalah
kelebihan volume cairan tubuh teratasi yang ditandai dengan :
 Berkurangnya edema pada kedua ekstremitas,
 Tidak ada suara ronkhi, dan

4
 Balance cairan negatif.
2) Dx 2 : Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan adanya
hiperventilasi
 Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari, masalah
ketidakefektifan pola napas teratasi yang ditandai dengan :
 Respirasi rate 20x/menit,
 Napas reguler,
 Tanda vital dalam dalam batas normal (tekanan darah
140/90 mmHg;
 Nadi 103x/menit, suhu 36,1), saturasi oksigen 98%,
 Tidak ada ronkhi.
3) Dx 3 : Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
gangguan sirkulasi perifer
 Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari masalah
gangguan perfusi jaringan perifer teratasi sebagian. Dimana hal
ini ditandai dengan :
 Kondisi pasien masih tampak lemas,
 Akral hangat,
 Membram mukosa tampak kering, dan
 Tanda vital dalam batas normal (tekanan darah 140/90
mmHg;
 Nadi 103x/menit, suhu 36,1).

6. PENJELASAN APLIKASI PADA KASUS

Nefropati diabetik adalah komplikasi yang ditandai adanya


penurunan fungsi ginjal progresif akibat kerusakan kapiler bertahap di

5
glomerulus yang ditandai adanya proteinuria atau albuminuria yang
menetap dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Oleh sebab itu, penyakit ini
jelas mempengaruhi kualitas hidup penderita karena dapat menimbulkan
kecacatan dan kematian. Sehingga diperlukan upaya pemberian asuhan
keperawatan yang komprehensif agar kualitas hidup pasien tersebut dapat
meningkat. Asuhan keperawatan dengan penerapan teori self care berusaha
mengoptimalkan kemampuan diri pasien dan keluarga dalam merawat dan
memberikan pengaruh terhadap aktualisasi diri pasien. Adapun kategori
kebutuhan self care menurut Orem yaitu universal, developmental, dan
deviation self care requisites.

Penerapan teori Orem terhadap pasien tersebut dimulai dengan


menganalisa self care agency yaitu terkait sejauh mana kemampuan pasien
dalam melakukan self care. Kemudian dilanjutkan dengan self care
therapeutic demand terkait sejauh mana totalitas tindakan self care yang
telah pasien lakukan. Setelah pengkajian tersebut, perawat bisa menarik
kesimpulan self care deficit pasien, yang dilihat dari hubungan antara
agency dan therapeutik demand dari pasien dengan keterbatasan akibat
nefropati diabetik tersebut. Ada 3 konsep yang menjadi acuan
pertimbangan perawat dalam menentukan self care yang tepat antara lain
adalah :

1. wholly compensantory nursing system : memberikan bantuan


penuh
2. partially compensantory nursing system : memberikan bantuan
sebagian
3. supportive educative : Memberikan bantuan dengan dukungan
edukasi

Selanjutnya, dari hasil mengingat dan menimbang kesimpulan


pengkajian yang di dapat, perawat bisa mengambil keputusan terkait
dengan nursing system yaitu, membatu klien dalam melakukan
keperawatan mandiri. Adapun fokus utama dari pengambilan keputusan

6
tersebut adalah membantu meningkatkan kemampuan pasien untuk
merawat dirinya sehingga tercapainya kemampuan untuk mempertahankan
kesehatan dan kesejahteraannya. Berdasarkan teori Orem tindakan
keperawatan dapat dilakukan dalam bentuk guidance, teach, support, dan
providing development environment.

Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan kerusakan


mekanisme regulasi ginjal. Hal ini dapat memicu Hipoalbumin yang
kemudian akan menyebabkan terjadinya penurunan tekanan onkotik
koloid plasma intravaskuler sehingga memungkinkan cairan berpindah
dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial yang akhirnya menyebabkan
edema. Pemberian intervensi yang diberikan pada kasus ini yaitu dengan
wholly compensantory system. Intervensi keperawatan dilakukan bertujuan
agar volume cairan kembali seimbang. Metode guidance yang dilakukan
diantaranya mengkaji status cairan, membatasi asupan cairan, dan
mencatat intake dan output cairan dalam 24 jam. Penilaian status volume
cairan yang tidak akurat akan berdampak pada pemberian terapi yang tidak
sesuai sehingga akan meningkatkan mortalitas pasien. Metode teach
diberikan pada keluarga mengenai manajemen cairan, cara menghitung
intake dan output cairan, dan mengenali tanda dan gejala kelebihan cairan.
Sedangkan metode support diberikan dengan pemberian terapi diuretik
dan persiapan terapi hemodialisis.

Begitupun dengan manifestasi klinis dan diagnosa yang lain, juga


dilakukan penerapan metode guidance, teach, dan support. Karena masih
dalam cakupan kajian teori utama OREM, yakni melaksanakan asuhan
keperawatan self care dengan sistematika mengingat, menimbang dan
memutuskan.

7. KEKUATAN

7
Kekuatan dari teori Orem adalah teori ini mendorong pasien untuk
memunculkan potensinya yang terganggu karena kondisinya yang sakit.
Perawat lebih memandirikan pasien untuk melakukan self care atau
pemenuhan kebutuhannya sendiri tanpa ketergantungan kepada orang lain,
perawat lebih memberikan motivasi kepada pasien. Sehingga pasien bisa
lebih mandiri dan mengerti tentang pentingnya melakukan perawatan diri,
untuk mencapai kesehatan yang optimal. Teori ini merupakan aplikasinya
untuk pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pekerja klinik baru.
Konsep self-care, nursing system, dan self-care deficit mudah dipahami
oleh mahasiswa keperawatan dan dapat dikembangkan dengan ilmu
pengetahuan dan penelitian (Liya Andriyanti, 2017).

8. KELEMAHAN

Kelemahan dari teori model keperawatan Self-Care Orem ini


adalah teori memandang bahwa kesehatan itu bersifat statis, padahal
kesehatan individu itu lebih bersifat dinamis , dan sering berubah. Pada
teori ini juga terlihat menempatkan pasien dalam sistem mencakup
kapasitas individu untuk gerakan fisik. Ketika seseorang sakit maka
kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri akan berkurang
sehingga harus dibantu untuk pemenuhan tersebut. Tetapi dalam teori
Orem ini menekankan untuk individu melakukan pemenuhan
kebutuhannya sendiri dengan tanpa kebergantungan terhadap orang lain,
sehingga membuat suplai pemenuhan kebutuhan pasien tidak optimal dan
bisa menghambat penyembuhan pasien (Liya Andriyanti, 2017).

8
9. PENUTUP

a) Simpulan
Dalam kasus ini pasien yang menderita nefropati diabetik
mengalami permasalahan dalam pemenihan perawatan diri. Masalah
dalam hal ketergantungan pasien dapat timbul apabila tidak ditangani
dengan serius. Asuhan keperawatan mengguakan teori model
keperawatan Self-Care Orem bisa diterapkan agar bisa mengatasi
masalah pasien dalam hal melakukan perawatan diri serta untuk
memandirikan pasien. Tujuannya ialah pasien mampu melakukan
perawatan mandiri sesuai dengan kemampuan pasien itu sendiri.

b) Saran
Adapun saran bagi pembaca diantaranya :
1) Mahasiswa seyogianya mampu untuk memahami teori model
keperawatan Self-Care Orem agar dapat menerapkannya pada
pemberian asuhan keperawatan.
2) Mahasiswa dapat menjadikan teori model keperawatan Self-
Care Orem sebagai acuan dalam tindakan asuhan keperawatan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Hermalia, I., Yetti, K., & Riyanto, W. (2020). APLIKASI TEORI MODEL
KEPERAWATAN SELF-CARE OREM PADA PASIEN NEFROPATI
DIABETIK : STUDI KASUS Application of Orem Self-Care Nursing Model
Theory in Diabetic Nephropathy Patients : A Case Study. 12(2), 378–387.
https://doi.org/10.34011/juriskesbdg.v12i2.1790

Liya. (2017). APLIKASI TEORI DOROTHY OREM DALAM PEMBERIAN


ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY Y DENGAN KASUS INFEKSI POST
SECTIO CESARIA DI RUMAH SAKIT KOTA BENGKULU. Journal of
Nursing and Public Health,5(2), 54–59.

Anda mungkin juga menyukai