Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gagal ginjal kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah
penyakit pada ginjal yang sudah berlangsung dari 3 bulan atau lebih yang
dimana ginjal sudah tidak bisa mempertahankan metabolisme,
keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan retensi urea dan
sampah nitrogen tetap berada dalam darah (Prabowo & Pranata, 2014).
Penyebab CKD adalah penyakit glomerulonephritis, infeksi kronis, kelainan
kongenital, penyakit vaskuler, obstruksi saluran kemih, obat-obatan
nefrotoksik (Prabowo & Pranata, 2014).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan penyakit yang sangat
berbahaya karena penyakit ini dapat berlangsung lama dan mematikan.
Gagal ginjal kronik menjadi masalah kesehatan dunia karena sulit
disembuhkan dengan peningkatan angka kejadian, prevalensi serta tingkat
morbiditasnya (Ali dkk, 2017). Penyakit gagal ginjal kronik menimbulkan
berbagai kondisi patologi klinis pada tubuh. Salah satu kondisi patologis
yang umum terjadi karena penyakit ini yaitu terjadinya edema paru yang
disebabkan kombinasi penumpukan cairan (karena kenaikan tekanan
intravaskuler atau penurunan intravaskuler) pada alveoli sehingga terjadi
gangguan pertukaran gas secara progresif yang mengakibatkan hipoksia
yang dapat mengancam jiwa (Pradesya, 2015).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) pada tahun 2018,
menunjukkan kenaikan prevalensi PTM dibandingkan dengan Rikesdas
2013. (Kemkes RI, 2018). Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyakit
yang tidak dapat ditularkan kepada orang lain. PTM biasanya terjadi karena
faktor keturunan, dan gaya hidup yang tidak sehat. Yang termasuk kedalam
PTM yaitu seperti penyakit kardiovaskuler, stroke, diabetes mellitus, kanker
dan gagal ginjal. (Irwan, 2018).
Penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah
satu penyakit tidak menular (PTM) yang perlu mendapatkan perhatian
1
dalam dunia kesehatan karena telah menjadi masalah utama kesehatan dan
berdampak sangat besar terhadap morbiditas, mortilitas dan sosial ekonomi.
(Kemkes RI, 2018). Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah suatu proses
patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal yang progresif dan irreversible serta umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Pada PGK derajat lima yang juga disebut gagal ginjal
kronis (Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) ˂ 15 mL/min/1,73 m2) terjadi
penurunan jumlah massa maupun fungsi ginjal sehingga terjadi akumulasi
bahan – bahan toksik uremik dan penurunan fungsi hormonal (Suwitra,
2019)
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tercatat yang
menderita gagal ginjal baik akut maupun kronik mencapai 50% (Hutagol,
2016). Berdasarkan data dari United State Renal Data System (USRDS)
tahun 2014 prevalensi kejadian Gagal Ginjal Kronik di Amerika Serikat
setiap tahun meningkat tercatat pada tahun 2011 ada 2,7 juta jiwa dan pada
2012 meningkat menjadi 2,8 juta jiwa (Adhiatma, 2014). Menurut Ismail,
Hasanudin & Bahar (2014) jumlah penderita gagal ginjal kronik di
Indonesia sekitar 150.000 orang. Prevalensi gagal ginjal kronik berdasarkan
diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,2% dan di Jawa Timur tercatat
sebesar 0,3%.
Gagal Ginjal Kronik dapat disebabkan karena gangguan pembuluh
darah, gangguan imunologis, infeksi, gangguan metabolik, gangguan
tubulus primer, obstruksi traktus urinarius, kelainan kongenital dan herediter
yang kemudian berdampak pada menurunnya fungsi ginjal diikuti
penurunan ekskresi Na menyebabkan retensi cairan sehingga volume
overload dan diikuti edema paru. Edema paru akan mempengaruhi
kemampuan mekanik dan pertukaran gas diparu dengan berbagai
mekanisme. Edema Interstitial dan alveoli menghambat pengembangan
alveoli, serta menyebabkan atelaktasis dan penurunan produksi surfaktan.
Akibatnya, komplians paru dan volume tidal berkurang. Sebagai usaha agar
ventilasi semenit tetap adekuat, pasien harus meningkatkan usaha

2
pernapasan untuk mencukupkan volume tidal dan/meningkatkan frekuensi
pernapasan. Penurunan fungsi ginjal juga menyebabkan protein yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah dan dapat
hilang melebihi produksinya (albuminemia). Hipoalbuminemia
menyebabkan tekanan osmotik plasma menurun sehingga mendorong
pergerakan cairan dari kapiler paru, sehingga terjadi penumpukan cairan
pada paru (edema paru). Akibatnya terjadi gangguan pertukaran udara di
alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia (Pradesya, 2015).
Pasien dengan gagal ginjal kronik membutuhkan perawatan dan
penanganan yang tepat. Perawat mempunyai peranan yang besar dalam
memberikan dukungan serta asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal
ginjal kronik.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan dengan tingginya prevalensi penderita PGK di RSUD
Padang Panjang, dan efek yang akan ditimbulkan jika pasien tidak dirawat
dengan baik maka dapat dirumuskan masalah yaitu “ Bagaimana Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis di Rumah Sakit Umum
Padang Panjang ? “

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1.3.1 Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran secara umum mengenai asuhan keperawatan
pada klien dengan Penyakit Ginjal Kronis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Melakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit ginjal
kronis.
1.3.2.2 Melakukan perumusan masalah dan menetapkan diagnosa
keperawatan pada pasien dengan penyakit ginjal kronis.
1.3.2.3 Melakukan perencanaan tindakan keperawatan
pada pasien dengan penyakit ginjal kronis.

3
1.3.2.4 Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan
penyakit ginjal kronis.
1.3.2.5 Melakukan evaluasi pada pasien dengan penyakit ginjal
kronis mengenai tindakan keperawatan yang telah diberikan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


1.4.1 Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti
dalam melaksanakan studi kasus, khususnya dalam melakukan
asuhan keperawatan bagi pasien penderita penyakit ginjal kronis.

1.4.2 Bagi Rumah Sakit

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat


bagi rumah sakit dalam mempertahankan dan meningkatkan
tindakan untuk meringankan maupun menghilangkan masalah
yang muncul pada pasien.
1.4.3 Bagi klien dan keluarga
Sebagai tambahan pengetahuan bagi klien dan keluarga
untuk dapat melakukan perawatan pada klien atau anggota
keluarga yang anggota keluarganya menderita penyakit gagal
ginjal kronik, sehingga dapat mengambil keputusan yang sesuai
dengan masalah serta ikut memperhatikan dan melaksanakan
tindakan yang diberikan oleh perawat.
1.4.4 Bagi perawat
Dapat dijadikan bahan masukan bagi perawat di rumah sakit
dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan dalam rangka
meningkatkan cara pelayanan dan mutu pelayanan yang baik
khususnya klien gagal ginjal kronik.

1.4.5 Bagi peneliti selanjutnya

4
Sebagai referensi pengembangan masalah keperawatan
yang dilakukan oleh peneliti selanjutnya.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP CHRONIC KIDNEY DISEASE

2.1.1 Definisi Chronic Kidney Disease


Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dlam keadaan
asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua
kategori yaitu kronik dan akut (Nurarif & Kusuma, 2013).
Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD)
merupakan suatu keadaan menurunnya fungsi ginjal yang bersifat
kronis akibat kerusakan progresif sehingga terjadi uremis atau
penumpukan akibat kelebihan urea dan sampah nitrogen di dalam
darah (Priyanti & Farhana, 2016).
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana organ
ginjal sudah tidak mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh
berupa bahan yang biasanya dieliminasi melalui urin dan menumpuk
dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan
gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam
basa (Abdul, 2015)
Gagal Ginjal Kronik adalah suatu kondisi dimana tubuh
mengalami kegagalan untuk mempertahankan keseimbangan
metabolik, cairan dan elektrolit dikarenakan kemunduran fungsi ginjal
yang bersifat progresif dan irreversible. Kerusakan pada ginjal ini
menyebabkan menurunnya kemampuan dan kekuatan tubuh untuk
melakukan aktivitas, sehingga tubuh menjadi lemah dan lemas dan
berakhir pada menurunnya kualitas hidup pasien (Wijaya & Putri,
2013).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu kondisi gagalnya
ginjal dalam menjalankan fungsinya mempertahankan metabolisme

36
serta keseimbangan cairan dan elektrolit karena rusaknya struktur
ginjal yang progresif ditandai dengan penumpukan sisa metabolik
(toksik uremik) dalam darah (Muttaqin & Sari, 2014).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses
patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. (Setiati, dkk, 2015)
Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi
ginjal lanjut secara bertahap, penyebab glomerulonefritis, infeksi
kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruktif (kalkuli),
penyakit kolagen (lupus sistemik), agen nfritik (aminoglikosida),
penyakit endokrin (diabetes). (Doengoes .2014)
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD
adalah penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali
sembuh secara total seperti sediakala. CKD adalah penyakit ginjal
tahap akhir yang dapat disebabakan oleh berbagai hal. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan elektrolit, yang meyebabkan komplikasi
hipertensi maupun diabetes militus.

2.2.1 Anatomi Dan Fisiologi Ginjal

3 Gambar 2.1 Ginjal tampak samping (Sobota, 2016)

37
A. Struktur Ginjal
Ginjal terletak di dinding posterior abdomen, di daerah
lumbal, kanan dan kiri tulang belakang, terbungkus lapisan lemak
yang tebal, diluar rongga peritoneum karena itu ginjal berada di
belakang peritoneum. Ginjal kanan memiliki posisi yang lebih
rendah dari ginjal kiri karena terdapat hati yang mengisi rongga
abdomen sebelah kanan dengan panjang masing-masing ginjal 6-
7,5 cm dan tebal 1,5-2,5 cm dengan berat sekitar 140 gram pada
dewasa (Pearce, 2013).
B. Bagian – Bagian Ginjal
Menurut Haryono (2013) ginjal memiliki 3 bagian, yaitu:
1) Kulit ginjal (korteks) yang terdapat nefron sebanyak 1-1,5
juta yang bertugas menyaring darah karena memiliki kapiler-
kapiler darah yang tersusun secara bergumpal yang disebut
glomerulus yang dikelilingi oleh Simpai Bownman, dan
gabungan dari glomerulus dan Simpai Bownman disebut
malphigi yang merupakan tempat terjadinya penyaringan
darah (Haryono, 2013).
2) Sumsum ginjal (medula) terdapat piramid renal yang
dasarnya menghadap korteks dan puncaknya (apeks/papilla
renis) mengarah ke bagian dalam ginjal. Diantara bagian
piramid terdapat jaringan korteks yang disebut kolumna renal
yang menjadi tempat berkumpulnya ribuan pembuluh halus
yang mengangkut urin hasil penyaringan darah dalam badan
malphigi setelah diproses yang merupakan lanjutan dari
Simpai Bownman (Haryono, 2013).
3) Rongga ginjal (pelvis renalis) merupakan ujung ureter yang
berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Pelvis renalis
bercabang menjadi dua atau tiga yang disebut kaliks mayor
yang masing-masing membentuk beberapa kaliks minor yang
menampung urine yang keluar dari papila. Dari kaliks minor

38
urin ke kaliks mayor lalu ke pelvis renis kemudian ke ureter
hingga akhirnya ditampung di vesika urinaria (Haryono,
2013).
C. Fungsi Ginjal
Ginjal memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh melalui
pengeluaran jumlah urin (Haryono, 2013).
b) Mengatur keseimbangan osmotic dan mempertahankan
keseimbangan ion yang optimal dalam plasma
(keseimbangan elektrolit) apabila ada pengeluaran ion yang
abnormal ginjal akan meningkatkan ekskresi ion yang
penting (natrium, kalium, kalsium) (Haryono, 2013).
c) Mengatur keseimbangan asam basa dengan mensekresi urin
sesuai dengan pH darah yang berubah (Haryono, 2013)..
d) Mengekskresikan sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat,
kreatinin) obat-obatan, zat toksik dan hasil metabolisme pada
hemoglobin (Haryono, 2013).
e) Mengatur fungsi hormonal seperti mensekresi hormone renin
untuk mengatur tekanan darah dan metabolisme dengan
membentuk eritropoiesis yang berperan dalam proses
pembentukan sel darah merah (Haryono, 2013)

2.3.1 Etiologi
CKD bisa terjadi karena berbagai kondisi klinis seperti penyakit
komplikasi yang bisa menyebabkan penurunan fungsi pada ginjal
(Muttaqin & Sari 2011). Menurut Robinson (2013) dalam Prabowo
dan Pranata (2014) penyebab CKD, yaitu:
a) Penyakit glomerular kronis (glomerulonephritis)
b) Infeksi kronis (pyelonephritis kronis, tuberculosis)
c) Kelainan vaskuler (renal nephrosclerosis)

39
d) Obstruksi saluran kemih (nephrolithiasis)
e) Penyakit kolagen (Systemic Lupus Erythematosus)
f) Obat-obatan nefrotoksik (aminoglikosida)
Sedangkan menurut Muttaqqin & Sari (2011) kondisi klinis
yang bisa memicu munculnya CKD, yaitu:
1) Penyakit dari ginjal
a) Penyakit pada saringan (glomerulus):
b) glomerulonephritis
c) Infeksi kuman: pyelonephritis, ureteritis
d) Batu ginjal: nefrolitiasis
e) Kista di ginjal: polycitis kidney
f) Trauma langsung pada ginjal
g) Keganasan pada ginjal
h) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur
2) Penyakit umum di luar ginjal
a) Penyakit sistemik: diabetes mellitus, hipertensi,
kolesterol tinggi sangat berkaitan erat untuk terjadinya
kerusakan pada ginjal. Saat kadar insulin dalam darah
berlebih akan menyebabkan resistensi insulin yang
dapat meningkatkan lipolisis pada jaringan adiposa
yang membuat lemak dalam darah meningkat termasuk
kolesterol dan trigliserida. Hiperkolesterolemia akan
meningkatkan LDL-kol dan penurunan HDL-kol yang
akan memicu aterosklerosis karena ada akumulasi
LDL-kol yang akan membentuk plak pada pembuluh
darah. Terbentuknya plak akan membuat retensi
natrium sehingga tekanan darah naik. Retensi ini yang
nantinya akan merusak struktur tubulus ginjal
(Noviyanti dkk, 2015).
b) Dyslipidemia karena dapat memicu aterosklerosis
akibat akumulasi LDL-kol sehingga memunculkan

40
plak pada pembuluh darah yang akan meningkatkan
tekanan darah karena ada retensi natrium bisa membuat
ginjal rusak (Noviyanti dkk, 2015).
c) SLE (Systemic Lupus Erythematosus) adalah penyakit
autoimun yang dapat menyebabkan peradangan pada
jaringan dan pembuluh darah di semua bagian tubuh,
terutama menyerang pembuluh darah di ginjal.
Pembuluh darah dan membran pada ginjal akan
menyimpan bahan kimia yang seharusnya ginjal
keluarkan dari tubuh karena hal ini ginjal tidak
berfungsi sebagaimana mestinya (Roviati, 2012).
d) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
karena apabila tidak segera diobati maka bakteri, virus
dan parasit akan menggerogoti organ yang ditempati
hingga nanti akan menyebar ke seluruh tubuh melalui
aliran darah dan menyerang organ lain seperti ginjal
(Mohamad dkk, 2016).
e) Preeklamsi menyebabkan vasokonstriksi sehingga
terjadi penurunan aliran darah ke ginjal yang berakibat
GFR menurun dan laju ekskresi kreatinin dan urea juga
menurun (Fadhila dkk, 2018).
f) Obat-obatan seperti antihipertensi memiliki efek
samping yaitu meningkatkan serum kreatinin jika
digunakan dalam jangka panjang (Irawan, 2014)
g) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar,
diare) akan membuat seseorang mengalami dehidrasi
sehingga akan membuat urine menjadi lebih pekat
(Arifa dkk, 2017).

2.4.1 Klasifikasi Chronic Kidney Disease


Dalam Muttaqin dan Sari, 2011 CKD memiliki kaitan dengan

41
penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR), maka perlu diketahui
derajat CKD untuk mengetahui tingkat prognosanya.
Tabel 2.1 Klasifikasi National Kidney Foundation

Stadium Deskripsi GFR


(ml/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau >90
meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan GFR meningkat 60-89
atau ringan
3 Kerusakan ginjal dengan GFR meningkat atau 30-59
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan GFR meningkat atau 15-29
berat
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis
(Sumber: Sudoyo, 2015)

Penurunan GFR menurut Suwitra (2009) dalam Kandacong (2017)


dapat diukur dengan menggunakan rumus Cockroft-Gault untuk
mengetahui

derajat penurunan fungsi ginjal:


 GFR laki laki = (140 -  umur) x kgBB / (72 x serum
kreatinin).
 GFR perempuan = (140 -  umur)  x kgBB x 0,85 / (72 x
serum kreatinin

2.5.1 Manifestasi Klinis


Menurut Haryono (2013) & Robinson (2013) CKD memiliki
tanda dan gejala sebagai berikut:
a) Ginjal dan gastrointestinal biasanya muncul hiponatremi maka
akan muncul hipotensi karena ginjal tidak bisa mengatur
keseimbangan cairan dan elektrolit dan gangguan reabsorpsi
menyebabkan sebagian zat ikut terbuang bersama urine

42
sehingga tidak bisa menyimpan garam dan air dengan baik.
Saat terjadi uremia maka akan merangsang reflek muntah pada
otak.
b) Kardiovaskuler biasanya terjadi aritmia, hipertensi,
kardiomiopati, pitting edema, pembesaran vena leher
c) Respiratory system akan terjadi edema pleura, sesak napas,
nyeri pleura, nafas dangkal, kusmaull, sputum kental dan liat
d) Integumen maka pada kulit akan tampak pucat, kekuning-
kuningan kecoklatan,biasanya juga terdapat purpura, petechie,
timbunan urea pada kulit, warna kulit abu-abu mengilat,
pruritus, kulit kering bersisik, ekimosis, kuku tipis dan rapuh,
rambut tipis dan kasar
e) Neurologis biasanya ada neuropathy perifer, nyeri, gatal pada
lengan dan kaki, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk
meningkat.
f) Endokrin maka terjadi infertilitas dan penurunan libido,
gangguan siklus menstruasi pada wanita, impoten, kerusakan
metabolisme karbohidrat.
g) Sistem muskulosekeletal: kram otot, kehilangan kekuatan otot,
fraktur tulang.
h) Sistem reproduksi: amenore, atrofi testis.

2.6.1 Patofisiologi Chronic Kidney Disease


CKD diawali dengan menurunnya fungsi ginjal, sebagian nefron
(termasuk glomerulus dan tubulus) ada yang utuh dan yang lainnya
rusak. Akibatnya nefron yang utuh atau sehat mengambil ahli tugas
nefron yang rusak. Nefron yang sehat akhirnya meningkatkan
kecepatan filtrasi, reabsorpsinya dan ekskresinya meski GFR
mengalami penurunan, serta mengalami hipertropi. Semakin banyak
nefron yang rusak maka beban kerja pada nefron yang sehat semakin

43
berat yang pada akhirnya akan mati. Fungsi renal menurun akibatnya
produk akhir metabolisme dari protein yang seharusnya diekskresikan
kedalam urin menjadi tertimbun dalam darah dan terjadi uremia
(Mutaqqin & Sari, 2011; Haryono, 2013). Salah satunya yaitu sistem
integumen karena adanya gangguan pada reabsorbsi sisa-sisa
metabolisme yang tidak dapat dieksresikan oleh ginjal sehingga
terjadi peningkatan natrium dan ureum yang seharusnya dikeluarkan
bersama urine tetap berada dalam darah pada akhirnya akan
diekskresikan melalui kapiler kulit yang bisa membuat pigmen kulit
juga berubah (Haryono, 2013; Prabowo & Pranata 2014). Karena sisa
limbah dari tubuh yang seharusnya dibuang melalui urine terserap
oleh kulit maka dapat menyebabkan pruritus, perubahan warna kulit,
uremic frosts dan kulit kering karena sering melakukan hemodialisa
(LeMone dkk, 2015). Sindrom uremia juga bisa menyebabkan respon
pada muskuloskeletal yaitu terdapat ureum pada jaringan otot yang
bisa menyebabkan otot mengalami kelemahan, kelumpuhan, mengecil
dan kram. Akibatnya bisa menyebabkan terjadi miopati, kram otot dan
kelemahan fisik (Muttaqin & Sari, 2014). Saat seseorang mengalami
gangguan pada jaringan otot bisa membuat kesulitan dalam
beraktivitas hingga tirah baring yang lama hingga bisa menyebabkan
penekanan pada area tulang yang menonjol dan akan terjadi luka
tekan. Sehingga terjadilah gangguan integritas kulit pada penderita
CKD.

2.7.1 WOC

44
(Sumber: Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2017)

45
2.8.1 Tanda dan Gejala
Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2019):
(1) Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR
dapat menurun hingga 25% dari normal.
(2) Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria
dan nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin
serum dan BUN sedikit meningkat diatas normal.
(3) Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik
(lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan
volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan
GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN
meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang
komplek.

2.9.1 Komplikasi
Menurut Prabowo (2014) komplikasi yang dapat timbul dari
penyakit gagal ginjal kronik adalah :
a. Penyakit tulang
Penyakit tulang dapat terjadi karena retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium.
b. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal yang rusak akan gagal mengatur tekanan darah. Ini karena
aldosteron (hormon pengatur tekanan darah) jadi bekerja terlalu
keras menyuplai darah ke ginjal. Jantung terbebani karena
memompa semakin banyak darah, tekanan darah tinggi membuat
arteri tersumbat dan akhirnya berhenti berfungsi.tekanan darah
tinggi dapat menimbulkan masalah jantung serius.
c. Anemia
Anemia muncul akibat tubuh kekurangan entrokosit, sehingga

36
sumsum tulang yang mempunyai kemampuan untuk membentuk
darah lama kelamaan juga akan semakin berkurang.
d. Disfungsi seksual
Pada klien gagal ginjal kronik, terutama kaum pria kadang merasa
cepat lelah sehingga minat dalam melakukan hubungan seksual
menjadi kurang.

2.10.1 Penatalaksanaan
A. Penetalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dilakukan dua
tahap yaitu dengan terapi konservatif dan terapi pengganti
ginjal. Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah
memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan
keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal, dan memelihara
keseimbangan cairan elektrolit. Beberapa tindakan konservatif
yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet pada pasien
dengan gagal ginjal kronik diantaranya yaitu :
1. Diet rendah protein
Diet rendah protein bertujuan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama
dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif
nitrogen. Jumlah protein yang diperbolehkan kurang dari
0,6 g protein/Kg/hari dengan LFG (Laju Filtrasi
Glomerulus) kurang dari 10 ml/menit.
2. Terapi diet rendah Kalium
Hiperkalemia (kadar kalium lebih dari 6,5 mEq/L)
merupakan komplikasi interdiliatik yaitu komplikasi yang
terjadi selama periode antar hemodialisis. Hiperkalemia
mempunyai resiko untuk terjadinya kelainan jantung yaitu
aritmia yang dapat memicu terjadinya cardiac arrest yang

37
merupakan penyebab kematian mendadak. Jumlah yang
diperbolehkan dalam diet adalah 40-80 mEq/hari.
3. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan
dan garam
Asupan cairan pada gagal ginjal kronik membutuhkan
regulasi yang hati-hati. Asupan yang terlalu bebas dapat
menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edem, dan juga
intoksikasi cairan. Kekurangan cairan juga dapat
menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan memburuknya
fungsi ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan adalah
keluaran urine dalam 24 jam ditambah 500 ml yang
mencerminkan kehilangan cairan yang tidak disadari.
4. Kontrol hipertensi
Pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal kronik,
keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa
tergantung tekanan darah sering diperlukan diuretik loop,
selain obat antihipertensi.
5. Mencegah dan tata laksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat
fosfat seperti aluminium hidroksida (300-1800 mg) atau
kalsium karbonat pada setiap makan.
6. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif
dan terapi lebih ketat.
7. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya
karena metaboliknya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal.
8. Deteksi dini dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia,
perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang
meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang

38
mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga
diperlukan dialisis.
9. Teknis nafas dalam
Breathing exercise atau teknis nafas dalam bertujuan
untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien
serta mengurangi udara yang terperangkap serta
mengurangi kerja bernapas. Latihan nafas dalam dapat
dilakukan dengan menarik nafas melalui hidung dengan
mulut tertutup tahan selama 3 detik, kemudian
mengeluarkan nafas pelan-pelan melalui mulut dengan
posisi bersiul, purse lips breathing dilakukan dengan atau
tanpa kontraksi otot abdomen selam ekspirasi dan tidak
ada udara yang keluar melalui hidung, dengan purse lips
breathing akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga
mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui
cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air
trapping dan kolaps saluran nafas kecil pada waktu
ekspirasi (Mu’fiah, 2018).
B. Penatalaksanaan Medis
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada gagal ginjal
kronik stadium akhir yaitu pada LFG (Laju Filtrasi
Glomerulus) kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
berupa :
1. Hemodialis
Hemodialisa adalah suatu cara untuk mengeluarkan produk
sisa metabolisme melalui membran semipermiabel atau
yang disebut dengan dialisis. Salah satu langkah penting
sebelum memulai hemodialisis yaitu mempersiapkan acces
vascular beberapa minggu atau beberapa bulan sebelum
hemodilasis dengan tujuan untuk memudahkan perpindahan
darah dari mesin ke tubuh pasien.

39
2. CAPD (Continuous Ambulatory Peritonial Dyalisis)
CAPD dapat digunakan sebagai terapi dialisis untuk
penderita gagal ginjal kronik sampai 3-4 kali pertukaran
cairan per hari. Pertukaran cairan dapat dilakukan pada jam
tidur sehingga cairan peritonial dibiarkan semalam. Terapi
dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien dialisis
peritonial. Indikasi dialisis peritonial yaitu :
a. Anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun).
b. Pasien-pasien yang telah menderit penyakit
sistem kardiovaskuler.
c. Pasien-pasien yang cenderung akan mengalami
perdarahan bila dilakukan hemodialisis.
d. Kesulitan pembuatan AV shunting.
e. Pasien dengan stroke.
f. Pasien gagal ginjal terminal dengan residual urin masih
cukup.
g. Pasien nefropati diabetik disertai morbidity dan co-
mortality.
3. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih
disukai untuk pasien gagal ginjal stadium akhir. Kebutuhan
transplantasi ginjal jauh melebihi ketersediaan ginjal yang
ada dan juga kecocokan dengan dengan pasien (umumnya
keluarga dari pasien). Transplantasi ginjal memerlukan dana
dan peralatan yang mahal serta sumber daya yang memadai.
Komplikasi akibat pembedahan atau reaksi penolakan tubuh
merupakan keadaan yang timbul akibat dari transplantasi
ginjal.

40
2.11.1 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien CKD,
yaitu:
a) Pemeriksaan pada urine yang meliputi:
1) Volume urine pada orang normal yaitu 500-3000 ml/24
jam atau 1.200 ml selama siang hari sedangkan pada
orang CKD produksi urine kurang dari 400 ml/24 jam
atau sama sekali tidak ada produksi urine (anuria)
(Debora, 2017).
2) Warna urine pada temuan normal transparan atau jernih
dan temuan pada orang CKD didapatkan warna urine
keruh karena disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat
atau urat sedimen kotor, kecoklatan karena ada darah,
Hb, myoglobin, porfirin (Nuari & Widayati, 2017).
3) Berat jenis untuk urine normal yaitu 1.010-1.025 dan
jika<1.010 menunjukan kerusakan ginjal berat (Nuari &
Widayati, 2017).
4) Klirens kreatinin kemungkinan menurun dan untuk nilai
normalnya menurut Verdiansah (2016), yaitu:
a) Laki-laki : 97 mL/menit – 137 mL/menit per 1,73
m2
b) Perempuan : 88 mL/menit – 128 mL/menit per
1,73 m2
5) Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen ada.
Normalnnya pada urine tidak ditemukan kandungan
protein.
b) Pemeriksaan darah pada penderita CKD menurut Nuari &
Widayati (2017)
1) BUN meningkat dari keadaan normal 10.0-20.0 mg/dL,
kreatinin meningkat dari nilai normal <0.95 mg/dL,

41
ureum lebih dari nilai normal 21-43 mg/dL
2) Hemoglobin biasanya < 7-8 gr/dl
3) SDM menurun dari nilai normal 4.00-5.00, defisiensi
eritopoetin
4) BGA menunjukkan asidosis metabolik, pH <7,2
5) Natrium serum rendah dari nilai normal 136-145 mmol/L
6) Kalium meningkat dari nilai normal 3,5-5 mEq/L atau
3,5-5 mmol/L
7) Magnesium meningkat dari nilai normal 1,8-2,2 mg/dL
8) Kalsium menurun dari nilai normal 8,8-10,4 mg/dL
9) Protein (albumin) menurun dari nilai normal 3,5-4,5
mg/dL
c) Pielografi intravena bisa menunjukkan adanya abnormalitas
pelvis ginjal dan ureter. Pielografi retrograde dilakukan bila
muncul kecurigaan adanya obstruksi yang reversibel.
Arteriogram ginjal digunakan untuk mengkaji sirkulasi ginjal
dan mengidentifikasi ekstravaskular massa (Haryono, 2013).
d) Ultrasono ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal
serta ada atau tidaknya massa, kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas (Nuari & Widayati, 2017)
e) Biopsi ginjal dilakukan secara endoskopi untuk menentukan
sel jaringan untuk diagnosis histologis (Haryono, 2013).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Klien Chronic Kidney Disease


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan CKD meliputi
beberapa hal, yaitu:
a) Biodata
Tanyakan identitas klien meliputi nama lengkap, tanggal
lahir, alamat dan sebagainya lalu cocokkan dengan label nama
untuk memastikan bahwa setiap rekam medis, catatan, hasil

42
tes dan sebagainya memang milik klien (Gleadle, 2007).
Menurut Prabowo & Pranata (2014) pekerjaan dan pola hidup
tidak sehat juga memiliki keterkaitan dengan penyakit CKD
karena itu laki-laki sangat beresiko.
b) Keluhan utama
Pada klien CKD dengan masalah kulit biasanya memiliki
keluhan seperti kulit kering sampai bersisik, kasar, pucat,
gatal, mengalami iritasi karena garukan, edema (Nursalam, &
Baticaca, 2009; Muttaqin & Sari, 2011).
c) Riwayat kesehatan sekarang
Klien akan mengeluhkan mengalami penurunan urine
output (oliguria) sampai pada anuria, anoreksia, mual dan
muntah, fatigue, napas berbau urea, adanya perubahan pada
kulit. Kondisi ini terjadi karena penumpukan (akumulasi) zat
sisa metabolisme/toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami
kegagalan dalam filtrasi (Muttaqin & Sari, 2014; Prabowo &
Pranata, 2014).
d) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat pemakaian obat-obatan, ada riwayat gagal ginjal
akut, ISK, atau faktor predisposisi seperti diabetes melitus dan
hipertensi biasanya sering dijumpai pada penderita CKD
(Muttaqin & Sari, 2011).
e) Riwayat Psikososial
Menurut Muttaqin & Sari (2014) CKD bisa
menyebabkan gangguan pada kondisi psikososial klien seperti
adanya gangguan peran pada keluarga karena sakit, kecemasan
karena biaya perawatan dan pengobatan yang banyak,
gangguan konsep diri (gambaran diri).
f) Kebutuhan dasar manusia meliputi:
1) Pola nutrisi: Pada klien CKD terjadi peningkatan BB
karena adanya edema, namun bisa juga terjadi penurunan

43
BB karena kebutuhan nutrisi yang kurang ditandai dengan
adanya anoreksia serta mual atau muntah (Rendi &
Margareth, 2012).
2) Pola eliminasi: Pada klien CKD akan terjadi oliguria atau
penurunan produksi urine kurang dari 30 cc/jam atau 500
cc/24jam. Bahkan bisa juga terjadi anuria yaitu tidak bisa
mengeluarkan urin selain itu juga terjadi perubahan warna
pada urin seperti kuning pekat, merah dan coklat
(Haryono 2013; Debora, 2017).
3) Pola istirahat dan tidur: Pada klien CKD istirahat dan tidur
akan terganggu karena terdapat gejala nyeri panggul, sakit
kepala, kram otot dan gelisah dan akan memburuk pada
malam hari (Haryono, 2013).
4) Pola aktivitas: Pada klien CKD akan terjadi kelemahan
otot dan kelelahan yang ekstrem (Rendi & Margareth,
2012).
5) Personal Hygiene: Pada klien CKD penggunaan sabun
yang mengandung gliserin akan mengakibatkan kulit
bertambah kering (Prabowo & Pranata, 2014).

2.2.2 Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)


Pemeriksaan pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan
pemeriksaan fisik meliputi:
1. Tekanan darah: pada klien CKD tekanan darah cenderung
mengalami peningkatan dari hipertensi ringan hingga berat.
Sedangkan rentang pengukuran tekanan darah normal pada
dewasa yaitu 100-140/60-90 mmHg dengan rata-rata 120/80
mmHg dan pada lansia 100-160/ 60-90 mmHg dengan rata-rata
130/180 mmHg.
2. Nadi: pada klien CKD biasanya teraba kuat dan jika disertai
dengan disritmia jantung nadi akan teraba lemah halus. Frekuensi

44
normal pada nadi orang dewasa yaitu 60-100 x/menit.
3. Suhu: pada klien CKD biasanya suhu akan mengalami
peningkatan karena adanya sepsis atau dehidrasi sehingga terjadi
demam. Suhu pada dewasa normalnya berbeda pada setiap lokasi.
Pada aksila 36,4⁰C, rektal 37,6°C, oral 37,0°C.
4. Frekuensi pernapasan pada klien CKD akan cenderung
meningkat karena terjadi takipnea dan dispnea. Rentang normal
frekuensi pernapasan pada dewasa 12-20 x/menit dengan rata-rata
18 x/menit.
5. Keadaan umum pada klien CKD cenderung lemah dan nampak
sakit berat sedangkan untuk tingkat kesadaran menurun karena
sistem saraf pusat yang terpengaruhi sesuai dengan tingkat
uremia yang mempengaruhi (Rendi & Margareth, 2012; Muttaqin
& Sari, 2014; Debora, 2017).
Setelah pemeriksaan TTV selesai selanjutnya pemeriksaan fisik,
meliputi:
a. Kepala
Inspeksi:
Pada klien CKD, rambut tampak tipis dan kering, berubah
warna dan mudah rontok, wajah akan tampak pucat, kulit
tampak kering dan kusam (Williams & Wilkins, 2011; Debora
2017).
Palpasi:
Rambut akan terasa kasar, kulit terasa kasar (Haryono, 2013)
b. Telinga
Inspeksi:
Periksa kesimetrisan dan posisi kedua telinga, produksi
serumen, warna, kebersihan dan kemampuam mendengar.
Pada klien CKD lihat adanya uremic frost (Nursalam &
Batticaca, 2009; Debora, 2017).
Palpasi:

45
Periksa ada tidaknya massa, elastisitas atau nyeri tekan pada
tragus, pada klien CKD kulit akan terasa kasar karena kering
(Nursalam & Batticaca, 2009; Debora, 2017).
c. Mata
Inspeksi:
Pada klien CKD akan tampak kalsifikasi (endapan mineral
kalsium fosfat) akibat uremia yang berlarut-larut di daerah
pinggir mata, di sekitar mata akan tampak edema, penglihatan
kabur dan konjungtiva akan terlihat pucat jika ada yang
mengalami anemia berat (Chamberlain’s, 2012;Haryono,
2013; Debora, 2017).
Palpasi:
Bola mata akan teraba kenyal dan melenting, pada sekitar mata
akan teraba edema (Chamberlain’s, 2012; Debora, 2017).
d. Hidung
Inspreksi:
Periksa adanya produksi sekret, ada atau tidak pernapasan
cuping hidung, kesimetrisan kedua lubang hidung, pada kulit
akan telihat kering dan kusam (Chamberlain’s, 2012; Debora,
2017).
Palpasi:
Periksa ada massa dan nyeri tekan pada sinus atau tidak, ada
dislokasi tulang hidung atau tidak, akan terasa kasar
(Chamberlain’s, 2012; Debora, 2017).
e. Mulut
Inspeksi:
Pada saat bernapas akan tercium bau ammonia karena faktor
uremik, ulserasi pada gusi, bibir tampak kering (Williams &
Wilkins, 2011).

46
f. Leher
Inspeksi:
Periksa ada massa atau tidak, pembengkakan atau kekakuan
leher, kulit kering, pucat, kusam (Williams & Wilkins, 2011;
Debora, 2017).
Palpasi:
Periksa adanya pembesaran kelenjar limfe, massa atau tidak.
Periksa posisi trakea ada pergeseran atau tidak, kulit terasa
kasar (Debora, 2017).
g. Dada
1. Paru
Inspeksi:
Pada klien CKD pergerakan dada akan cepat karena pola
napas juga cepat dan dalam (kusmaul), batuk dengan ada
tidaknya sputum kental dan banyak apabila ada edema
paru batuk akan produktif menghasilkan sputum merah
muda dan encer, pada kulit akan ditemukan kulit kering,
uremic frost, pucat atau perubahan warna kulit dan
bersisik (Haryono, 2013; Prabowo & Pranata, 2014).
Palpasi:
Periksa pergerakan dinding dada teraba sama atau tidak,
terdapat nyeri dan edema atau tidak, kulit terasa kasar dan
permukaan tidak rata (Debora, 2017).
Perkusi:
Perkusi pada seluruh lapang paru normalnya resonan dan
pada CKD pekak apabila paru terisi cairan karena edema
(Debora, 2017).
Auskultasi:
Dengarkan apa ada suara napas tambahan seperti ronchi,
wheezing, pleural friction rub dan stridor (Debora, 2017).

47
2. Jantung
Inspeksi:
Normalnya akan tampak pulsasi pada ICS 5 midklavikula
kiri katup mitrialis pada beberapa orang dengan diameter
normal 1-2 cm (Debora, 2017).
Palpasi:
Normalnya akan teraba pulsasi pada ICS 5 midkalvikula
kiri katup mitrialis (Debora, 2017).
Perkusi:
Normalnya pada area jantung akan terdengar pekak pada
ICS 3- 5 di sebelah kiri sternum (Debora, 2017).
Auskultasi:
Pada klien CKD akan terjadi disritmia jantung dan akan
terdengar bunyi jantung murmur (biasanya pada lansia)
pada klien CKD yang memiliki hipertensi (Haryono 2013;
Debora, 2017).
h. Abdomen
Inspeksi:
Kulit abdomen akan tampak mengkilap karena asites dan kulit
kering, pucat, bersisik, warna cokelat kekuningan, akan
muncul pruritus (Williams & Wilkins, 2011; Debora, 2017).
Auskultasi:
Dengarkan bising usus di keempat kuadran abdomen (Debora,
2017).
Perkusi:
Klien dengan CKD akan mengeluh nyeri pada saat dilakukan
pemeriksaan di sudut costo-vertebrae pada penderita penyakit
ginjal (Debora, 2017)
Palpasi:
Lakukan palpasi pada daerah terakhir diperiksa yang terasa
nyeri, teraba ada massa atau tidak pada ginjal (Debora, 2017).

48
i. Kulit dan kuku
Inspeksi:
Kuku akan menjadi rapuh dan tipis, kulit menjadi pucat,
kering dan mengelupas, bersisik, akan muncul pruritus, warna
cokelat kekuningan, hiperpigmentasi, memar, uremic frost,
ekimosis, petekie (Nursalam & Batticaca, 2009; Muttaqin &
Sari, 2011; Williams & Wilkins, 2011; Chamberlain’s, 2012)
Palpasi:
CRT > 3 detik, kulit teraba kasar dan tidak rata (Muttaqin &
Sari, 2011).
Menurut Amano dkk (2017) tingkatan kulit kering
menggunakan 5 poin skala kekeringan melalui visual.
Tabel 2.2 Skor kulit kering

Skor Deskripsi
0 Kulit normal, tidak mengelupas
1 Sedikit mengelupas, kulit tampak kasar, tampak sedikit
keputihan
2 Mengelupas, permukaan agak kasar
3 Ditandai dengan adanya sisik dan tampak sedikit celah,
kasar, tampak
retakan
4 Bersisik parah, sangat kasar
(Sumber: Amano dkk, 2017)

Menurut Lai et al (2017) intensitas pruritus dapat diukur


dengan menggunakan NRS (Numerical Rating Scale).

Gambar 2.4 NRS (Pereira & Stander, 2016)

j. Genetalia

49
Inspeksi:
Lihat kebersihan genetalia, tampak lesi atau tidak (Debora,
2017).
k. Ekstermitas
Inspeksi:
Pada klien CKD terdapat edema pada kaki karena adanya
gravitasi biasanya ditemukan di betis dan paha pada klien yang
bedrest, kelemahan, kelelahan, kulit kering, hiperpigmentasi,
bersisik (Rendi & Margareth, 2012; Haryono 2013)
Palpasi:
Turgor kulit > 3 detik karena edema, kulit teraba kering dan
kasar (Chamberlain’s, 2012)

2.2.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengam Chronic Kidney Disease


(CKD) menurut trucker, 2008; sudoyo, 2015.

1. Urinalisasi : PH asam, SDP, SDM, berat jenis urin (24 jam) :


volume normal, volume kosong atau rendah, proteiurea,
penurunan klirens kreatinin kurang dari 10 ml permenit
menunjukan kerusakan ginjal yang berat.
2. Hitungan darah lengakap : penurunan hematokrit / HB ,
trombosit, leukosit, peningkaanj SDP.
3. Pemerikasaan urin : Warna PH, kekeruhan, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, CCT.
4. Kimia darah : kadar BUN, kreatinin, kalium, kalsium, fosfor,
natrium, klorida abnormal.
5. Uji pencitraan : IVP, ultrasonografi ginjal, pemindaian ginjal, CT
scan.
6. EKG : distritmia
7. Poto polos abdomen, bias tampak batu radio opak

50
8. Pielografi intra vena jarang dikerjakan, karena kontras tidak
dapat melewati filter glomerolus, disamping kekawatiran
terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang
sudah mengalami kerusakan.
9. Piolografi antegrad atau retrograt sesuai dengan indikasi.
10. Pemeriksaan lab CCT (Clirens Creatinin Test) untuk mengetahui
laju filtrasi glomerulus. Untuk menilai GFR (Glomelular
Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test) dapat
digunakan dengan rumus :

CCT ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )

72 x creatini serum

*) wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

2.2.4 Diagnosa Keperawatan


Kemungkinan diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan

gagal ginjal kronik yaitu:

2.3.4.1 (D.0003)Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, perubahan membrane

alveolus-kapiler.

2.3.4.2 (D.0009) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan

penurunan aliran arter/vena, penurunan konsentrasi

hemoglobin.

2.3.4.3 (D.0022) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan

mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan, kelebihan

asupan cairan.

51
2.3.4.4 (D.0019) Defisit nutrisi berhubungan ketidakmampuan

mengabsorbsi nutrient, ketidakmampuan mencerna

makanan, faktor psikologis (keengganan untuk makan).

2.3.4.5 (D.0056) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2,

kelemahan.

2.3.4.6 (D.0129) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan

kelebihan volume cairan, perubahan sirkulasi

(Nurarif & Kusuma, 2015, Tim Pokja SDKI, 2017)

52
2.2.5 Rencana Asuhan Keperawatan

Rencana keperawatan pada klien dengan penyakit ginjal kronis seperti pada tabel 2.3 dibawah ini.

Tabel 2.3 Rencana Asuhan Keperawatan Penyakit Ginjal Kronis

Perencanaa
No. Diagnosa Keperawatan n
(SDKI) Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
1. (D.0003) Gangguan L.01003 Pertukaran I.01014 Pemantauan Respirasi
pertukaran gas Gas Ekspektasi: Observasi
meningkat Kriteria hasil 1.1 Monitor frekuensi, irama
berhubungan dengan
1. Tingkat kesadaran meningkat kedalaman dan upaya
ketidakseimbangan
2. Dispnea menurun napas
ventilasi- perfusi, perubahan 3. Bunyi napas tambahan menurun 1.2 Monitor pola napas (seperti
membrane alveolus-kapiler. 4. Pusing menurun
5. Penglihatan kabur menurun bradipnea, takipnea,
Definisi : kelebihan atau
6. Diaforesis menurun hiperventilasi, Kussmaul,
kekurangan oksigenasi
7. Gelisah menurun Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
dan/atau eliminasi 8. Napas cuping hidung menurun 1.3 Monitor kemampuan batuk
karbondioksida pada 9. PCO2 membaik efektif
membran alveoli-kapiler. 10. PO2 membaik 1.4 Monitor adanya produksi sputum
11. Takikardia membaik 1.5 Monitor adanya sumbatan
12. pH arteri membaik
Data Mayor : 13. Sianosis membaik jalan napas
DS : 14. Pola napas membaik 1.6 Palpasi kesimetrisan ekspansi
1. Dispnea 15. Warna kulit membaik paru
DO : 1.7 Auskultasi bunyi napas
1.8 Monitor saturasi oksigen
1. PCO2 meningkat/menurun 1.9 Monitor nilai AGD
2. PO2 menurun 1.10Monitor hasil x-ray toraks
3. Takikardi
4. pH arteri meningkat/menurun
5. Bunyi nafas tambahan Terapeutik
1.11Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
37
Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
1. Data Minor 1.12Dokumentasikan hasil
DS : pemantauan
1. Pusing Edukasi
2. Penglihatan
1.13Jelaskan tujuan dan
kabur DO :
prosedur pemantauan
1. Sianosis
1.14Informasikan hasil pemantauan,
2. Diaforesis
3. Gelisah jika perlu
4. Nafas cuping hidung
I.01026 Terapi Oksigen
5. Pola nafas abnormal
Observasi
(cepat/lambat, 1.15Monitor kecepatan aliran oksigen
reguler/irreguler,dalam/dang 1.16Monitor posisi alat terapi oksigen
kal) 1.17 Monitor aliran oksigen secara
6. Warna kulit abnormal periodik dan pastikan fraksi
(pucat, kebiruan) yang diberikan cukup
7. Kesadaran menurun 1.18 Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
1.19 Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
1.20 Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelaktasis
1.21 Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
1.22 Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen

Terapeutik
38
1.23Bersihkan sekret pada
mulut, hidung dan trakea,
jika perlu
1.24Pertahankan kepatenan jalan
napas
1.25Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
1.26Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
1.27Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
1.28Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien

Edukasi
1.29Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen di
rumah

Kolaborasi
1.30Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
1.31Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur

39
Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
2. (D.0009) Perfusi perifer L.02011 Perfusi I.02079 Perawatan Sirkulasi
tidak efektif berhubungan Perifer Ekspektasi: Observasi
meningkat Kriteria 2.1 Periksa sirkulasi periver (mis.
dengan penurunan aliran
hasil: Nadi perifer, edema, pengisian
arter/vena, penurunan 1. Denyut nadi perifer meningkat kapiler, warna, suhu, ankle
konsentrasi hemoglobin. 2. Penyembuhan luka meningkat
3. Sensasi meningkat brachial index)
Definisi : penurunan sirkulasi
4. Warna kulit pucat menurun 2.2 Identifikasi faktor resiko
darah pada level kapiler yang
5. Edema perifer menurun gangguan sirkulasi ( mis.
dapat mengganggu metabolisme 6. Nyeri ekstremitas menurun
Diabetes, perokok, orang tua
tubuh. 7. Parastesia menurun
8. Kelemahan otot menurun hipertensi dan kadar kolestrol
Data
9. Kram otot menurun tinggi)
Mayor
10. Bruit femoralis menurun 2.3 Monitor panans, kemerahan,
DS :
11. Nekrosis menurun nyeri atau bengkak pada
- 12. Pengisian kapiler membaik
DO : ekstermitas
13. Akral membaik
1. CRT > 3 detik 14. Turgor kulit membaik Teraupetik
2. Nadi perifer 15. Tekanan darah sistolik membaik 2.4 Hindari pemasangan infus atau
menurun/tidak teraba 16. Tekanan darah diastolik pengambilan darah di daerah
3. Akral teraba dingin membaik keterbatasan perfusi
4. Warna kulit pucat 17. Tekanan arteri rata-rata membaik 2.5 Hindari pengukuran tekanan
5. Turgot kulit 18. Indeks ankle-brachial membaik
darah pada ekstermitas dengan
menurun Data Minor keterbatasan perfusi
DS : 2.6 Hindari penekanan
1. Parastesia
dan pemasangan tourniquet pada
2. Nyeri
area yang cidera
ekstremitas DO :
2.7 Lakukan pencegahan infeksi
1. Edema
Lakukan perawatan kaki dan
2. Penyembuhan luka lama
kuku
Bruit femoralis

39
Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)

Edukasi
2.9 Anjurkan berhenti merokok
2.10 Anjurkan berolah raga rutin
2.11 Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit
terbakar
2.12 Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah,
antikoagulan,dan penurun
kolestrol, jika perlu
2.13 Anjurkan minum obat pengontrl
tekanan darah secara teratur
2.14 Anjurkan menggunakan obat
penyekat beta
2.15 Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi ( mis.
Rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
2.16 Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
(mis. Raasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)

40
Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)

I.06195 Manajemen Sensasi Perifer


Observasi
2.16 Identifikasi penyebab perubahan
sensasi
2.17 Identifikasi penggunaan alat
pengikat, prosthesis, sepatu, dan
pakaian
2.18 Periksa perbedaan sensasi tajam
dan tumpul
2.19 Periksa perbedaan sensasi panas
dan dingin
2.20 Periksa
kemampuan mengidentifikasi
lokasi dan tekstur benda
2.21 Monitor terjadinya parestesia,
jika perlu
2.22 Monitor perubahan kulit
2.23 Monitor adanya tromboflebitis
dan tromboemboli vena
Teraupetik
2.24 Hindari pemakaian benda-
benda yang berlebihan suhunya
(terlalu panas atau dingin)

41
Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
Edukasi
2.26 Anjurkan penggunaan
thermometer untuk menguji
suhu air
2.27 Anjurkan penggunaan
sarung tangan termal
saat memasak
2.28 Anjurkan memakai sepatu
lembut dan bertumit rendah
Kolaborasi
2.29 Kolaborasi pemberian analgesik,
jika perlu
2.30 Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu
3. (D.0022) Hipervolemia L.03020 Keseimbangan Cairan I.03114 Manajemen Hipervolemia
berhubungan dengan Ekspektasi: Observasi
meningkat Kriteria 3.1 Periksa tanda dan gejala
gangguan mekanisme
hasil: hipervolemia (mis. Ortopnea,
regulasi, kelebihan asupan
1. Asupan cairan meningkat dispnea, edema, JVP/CVP
cairan, kelebihan asupan
2. Haluaran urin meningkat meningkat, refleks
cairan. 3. Kelembaban membran hepatojugular positif, suara
Definisi : peningkatan mukosa meningkat npas tambahan)
volume cairan intravaskuler, 4. Asupan makanan meningkat 3.2 Identifikasi penyebab
interstisial, dan/atau 5. Edema menurun hipervolemia
intraseluler. 6. Dehidrasi menurun 3.3 Monitor status hemodinamik
7. Asites menurun
8. Konfusi menurun (mis. frekuensi jantung, tekanan
Data 9. Tekanan darah membaik darah, MAP, CVP, PAP,
Mayor 10. Denyut nadi radial membaik PCWP, CO, CI), jika tersedia

42
DS : 3.4 Monitor intake dan output cairan
1. Ortopnea 3.5 Monitor tanda hemokonsentrasi
2. Dispnea
3. Paroxymal nocturnal
dyspnea

43
Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
(PND) 11. Tekanan arteri rata-rata membaik (mis. kadar natrium,
DO : 12. Membran mukosa membaik BUN, hematokrit, berat
1. Edema anasarka 13. Mata cekung membaik
14. Turgor kulit membaik jenis urine)
dan/atau edema perifer
15. Berat badan membaik 3.6 Monitor tanda peningkatan
2. Berat badan meningkat
tekanan onkotik plasma (mis.
dalam waktu singkat
kadar protein dan albumin
3. Jugular venous pressure
meningkat)
(JVP) dan/atau Central 3.7 Monitor keceptan infus secara
Venous Pressure (CVP) ketat
meningkat 3.8 Monitor efek samping diuretik
4. Refleks hepatojugular (mis. Hipotensi ortostatik,
positif Data Minor hipovolemia, hipokalemia,
DS : hiponatremia)
-
DO : Terapeutik
1. Distensi vena jugularis 3.9 Timbang berat badan setiap
2. Terdengar suara nafas hari pada waktu yang sama
tambahan 3.10 Batasi asupan cairan dan garam
3. Hepatomegali 3.11 Tinggikan kepala tempat tidur
4. Kadar Hb/Ht menurun
5. Oliguria 30- 40°
6. Intake lebih banyak Edukasi
daripada output (balans 3.12Anjurkan melapor jika
cairan positif) haluaran urin < 0,5 mL/kg/jam
dalam 6 jam
3.13Anjurkan melapor jika BB
bertambah > 1 kg dalam
sehar
3.14Ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
3.15Ajarkan cara membatasi cairan

45
Kolaborasi
3.16Kolaborasi pemberian diuretik
3.17Penggantian kehilangan kalium
akibat diuretik.

Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
3.18Kolaborasi pemberian
continous renal replacement
therapy (CRRT), jika perlu

I.03121 Pemantauan Cairan


Observasi
3.19Monitor frekuensi dan
kekuatas nadi
3.20Monitor frekuensi napas
3.21Monitor tekanan darah
3.22Monitor berat badan
3.23Monitor waktu pengisian kapiler
3.24Monitor elastisitas atau turgor
kulit
3.25Monitor jumlah, warna dan
berat jenis urine
3.26Monitor kadar albumin dan
protein total
3.27Monitor hasil pemeriksaan
serum (mis. osmolaritas serum,
hematokrit, natrium, kalium,
BUN)
3.28Monitor intake dan output cairan
3.29Identifikasi tanda-tanda
hipovolemia (mis. frekuensi
nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun,
46
tekanan nadi menyempit, turgor
kulit menurun, membran
mukosa kering,
volume urin menurun, hematokrit

Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
meningkat, haus, lemah,
konsentrasi urine meningkat,
berat badan menurun dalam
waktu singkat)
3.30Identifikasi tanda-tanda
hipervolemia (mis. dispnea,
edema perifer, edema anasarka,
JVP meningkat, CVP
meningkat, refleks
hepatojugular positif, berat
badan menurun dalam waktu
singkat)
3.31Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan cairan
(mis. Prosedur pembedahan
mayor, trauma/perdarahan,
luka bakar, aferesis,
obstruksi intestinal,
peradangan pankreas,
penyakit ginjal dan kelenjar,
disfungsi intestinal)
Terapeutik
3.32Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
47
kondisi pasien
3.33Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
3.34Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
3.35Informasikan hasil pemantauan,

48
Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
jika perlu
4. (D.0019) Defisit nutrisi I.03030 Status Nutrisi Ekspektasi: I.03119 Manajemen Nutrisi
berhubungan membaik Kriteria hasil: Observasi
1. Porsi makanan yang dihabiskan 4.1 Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan
meningkat 4.2 Identifikasi alergi dan intoleransi
mengabsorbsi nutrient, makanan
ketidakmampuan mencerna 2. Kekuatan otot pengunyah
meningkat 4.3 Identifikasi makanan yang disukai
makanan, factor psikologis 4.4 Identifikasi kebutuhan kalori dan
3. Kekuatan otot menelan
(keengganan untuk makan). jenis nutrient
meningkat
Definisi : asupan nutrisi tidak4. Serum albumin meningkat 4.5 Monitor asupan makanan
cukup untuk memenuhi 5. Verbalisasi keinginan untuk 4.6 Monitor berat badan
kebutuhan metabolisme. meningkatkan nutrisi meningkat 4.7 Monitor hasil
6. Pengetahuan tentang pilihan pemeriksaan laboratorium
Data makanan yang sehat meningkat Teraupetik
Mayor DS 7. Pengetahuan tentang pilihan 4.8 Lakukaoral hygiene
: minuman yang sehat meningkat sebelum makan, jika perlu
- 8. Pengetahuan tentang standar 4.9 Fasilitasi menentukan
DO : asupan nutrisi yang tepat
1. Berat badan menurun pedooman diet (mis. Piramida
meningkat makanan)
minimal 10% dibawah
9. Penyiapan dan penyimpanan 4.10Sajikan makanan secara menarik
rentang ideal
makanan yang aman meningkat dan suhu yang sesuai
Data
10. Penyiapan dan penyimpanan 4.11Berikan makanantinggi serat
Minor
minuman yang aman meningkat untuk mencegah konstipasi
DS :
11. Sikap terhadap 4.12Berikan makanan tinggi kalori
1. Cepat kenyang setelah makan
2. Kram/nyeri abdomen makanan/minuman sesuai dan tinggi protein
3. Nafsu makan dengan tujuan kesehatan 4.13Berikan makanan rendah protein
menurun DO : meningkat
1. Bising usus hiperaktif 12. Perasaan cepat kenyang menurun
2. Otot pengunyah lemah 13. Nyeri abdomen menurun
46
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa pucat
5. Sariawan

47
Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
6. Serum albumin turun 14. Sariawan menurun Edukasi
7. Rambut rontok 15. Rambut rontok menurun 4.14Anjurkan posisi dusuk, jika
8. 16. Diare menurun mampu
berlebihan Diare 17. Berat badan membaik 4.15Anjurkan diet yang
18. Indeks Massa Tubuh diprogramkan
(IMT) membaik Kolaborasi
19. Frekuensi makan membaik 4.16Kolaborasi pemberian medikasi
20. Nafsu makan membaik sebelum makan (mis. Pereda
21. Bising usus membaik
22. Tebal lipatan kulit trisep nyeri, antiemetic), jika perlu
membaik 4.17Kolaborasi dengan ahli gizi
23. Membran mukosa membaik menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
I03136 Promosi Berat Badan
Observasi
4.18 Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
4.19 Monitor adanya mual muntah
4.20 Monitor jumlah
kalori yang dikonsumsi
sehari-hari
4.21 Monitor berat badan
4.22 Monitor albumin,
limfosit, dan elektrolit serum
Teraupetik
4.23Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makan, jika
perlu
4.24Sediakan makanan

47
yang tepat sesuai kondisi
pasien (mis.
Makanan dengan tekstur halus,

48
Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
makanan yang diblender,
makanan cair yang diberikan
melalui NGT atau gastrostomy,
total parenteral nutrition sesuai
indikasi)
4.25Hidangkan makanan secara
menarik
4.26Berikan suplemen, jika perlu
4.27Berikan pujian
pada pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi
4.28Jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi, namun tetap
terjangkau
4.29Jelaskan peningkatan asupan
kalori yang dibutuhkan
5. (D.0056) Intoleransi aktivitas L.05047 Toleransi I.05178 Manajemen Energi
berhubungan dengan Aktivitas Ekspektasi: Observasi
meningkat Kriteria hasil: 5.1 Identifikasi gangguan fungsi
ketidakseimbangan antara
1. Frekuensi nadi meningkat tubuh yang mengakibatkan
suplai dan kebutuhan O2, 2. Saturasi oksigen meningkat kelelahan
kelemahan. 3. Kemudahan dalam
5.2 Monitor kelelahan fisik
Definisi : ketidakcukupan energi melakukan aktivitas sehari-
untuk melakukan aktivitas dan emosional
hari meningkat
5.3 Monitor pola dan jam tidur
sehari – hari. 4. Kecepatan berjalan meningkat 5.4 Monitor lokasi dan
5. Jarak berjalan meningkat ketidaknyamanan
Data Mayor 6. Kekuatan tubuh bagian
selama melakukan
: DS : atas meningkat
48
- 7. Kekuatan tubuh bagian bawah aktivitas

49
Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
DO : meningkat Terapeutik
1. Frekuensi jantung meningkat 8. Toleransi dalam menaiki 5.5 Sediakan lingkungan nyaman
>20% dari kondisi istirahat tangga meningkat dan rendah stimulus (mis.
9. Keluhan lelah cahaya, suara, kunjungan)
Data 10. Dipsnea saat aktivitas menurun 5.6 Lakukan latihan rentang gerak
Minor 11. Dipsnea setelah aktivitas
menurun pasin dan/atau aktif
DS : 12. Perasaan lemah menurun 5.7 Berikan aktivitas distraksi
1. Dispnea 13. Aritmia saat beraktivitas yang menenangkan
saat/setelah menurun 5.8 Fasilitasi duduk di sisi tempat
beraktivitas 14. Aritmia setelah
tidur, jika tidak dapat berpindah
2. Merasa tidak nyaman beraktivitas menurun
atau berjalan
setelah beraktivitas 15. Sianosis menurun
16. Warna kulit membaik Edukasi
3. Merasa 17. Tekanan darah membaik 5.9 Anjurkan tirah baring
lemah DO : 18. Frekuensi napas membaik 5.10Anjurkan melakukkan
1. Tekanan darah berubah 19. EKG Iskemia membaik
aktivitas secara bertahap
>20% dari kondisi istirahat 5.11Anjurkan menghubungi
2. Gambaran EKG perawat jika tanda dan gejala
menunjukkan aritmia kelelahan tidak berkurang
saat/setelah aktivitas 5.12Ajarkan strategi koping
3. Sianosis untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
5.13 Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan.

49
Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
I.05186 Terapi Aktivitas
Observasi
Identifikasi defisit tingkat aktivitas
5.14 Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam aktivitas
tertentu
5.15 Identifikasi sumber daya untuk
aktivitas yang diinginkan
5.16 Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi dalam
aktivitas
5.17 Identifikasi makna aktivitas rutin
(mis. bekerja) dan waktu luang
5.18 Monitor respons emosional, fisik,
sosial, dan spiritual terhadap
aktivitas
Terapeutik
5.19Fasilitasi fokus pada
kemampuan, buka defisit yang
dialami
5.20Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi dan
rentang aktivitas
5.21Fasilitasi memilih aktivitas dan
tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan
fisik, psikologis, dan sosial
5.22Koordinasikan pemilihan
50
aktivitas sesuai usia
5.23Fasilitasi makna aktivitas yang
dipilih.

51
Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
5.24Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika sesuai
5.25Fasilitasi pasien dan keluarga
dalam menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasi aktivitas
yang dipilih
5.26Fasilitasi aktivitas fisik rutin
(mis. Ambulasi, mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai
kebutuhan
5.27Fasilitasi ativitas pengganti saat
mengalami keterbatasan waktu,
energi, atau gerak
5.28Fasilitasi aktivitas motorik kasar
untuk pasien hiperaktif
5.29Tingkatan aktivitas fisik untuk
memelihara berat badan, jika
sesuai
5.30Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot
5.31Fasilitasi aktivitas dengan
komonen memori implisit dan
emosional (mis. kegiatan
keagamaan khusus) untuk pasien
demensia
5.32Libatkan dalam permainan
kelompok yang tidak kompetitif,
terstruktur, dan aktif.
51
Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
5.33 Tingkatkan keterlibatan dalam :
aktivitas rekreasi dan
diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan (mis.
vocal group, bola voli, tenis
meja, jogging, berenang, tugas
sederhana, permainan
sederhana, tugas rutin, tugas
rumah tangga, perawatan diri,
dan teka-teki dan kartu)
5.34Libatkan keluarga dalam
aktivitas,
jika perlu
5.35Fasilitasi
mengembangkan
motivasi dan penguatan
diri
5.36Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
5.37Jadwalkan aktvitas dalam
rutinitas sehari-hari
5.38Berikan penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktivitas
Edukasi
5.39Jelaskan metode aktivitas

52
fisik sehari-hari, jika perlu
5.40Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
5.41Anjurkan melakukan aktivitas
fisik, sosial, spiritual, dan
kognitif dalam menjaga fungsi
dan Kesehatan
5.42Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
5.43Anjutkan keluarga untuk
memberi penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi
5.44Kolaborasi dengan terapi
okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
5.45Rujuk pada pusat atau program
aktivitas komunitas, jika perlu.

53
Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
6. (D.0129) Gangguan L.14125 Integritas Kulit I.11353 Perawatan Integritas Kulit
integritas kulit dan Jaringan Observasi
6.1 Identifikasi penyebab
berhubungan dengan Ekspektasi:
gangguan integritas kulit (mis.
kelebihan volume cairan, meningkat Kriteria
perubahan sirkulasi, perubahan
perubahan sirkulasi hasil:
1. Elastisitas meningkat status nutrisi, penurunan
Dfinisi : kerusakan kulit
2. Hidrasi meningkat kelembaban, suhu lingkungan
(dermis atau epidermis) atau
3. Perfusi jaringan meningkat ekstrem, penurunan mobilitas)
jaringan (membran mukosa, 4. Kerusakan jaringan menurun
kornea, fasia, otor, tendon, 5. Kerusakan lapisan kulit menurun Terapeutik
tulang, kapsul sendi, ligamen) 6. Nyeri menurun 6.2 Ubah posisis tiap 2 jam jika
7. Perdarahan menurun tirah baring
8. Kemerahan menurun
6.3 Lakukan pemijatan pada
9. Hematoma menurun
Data 10. Pigmentasi abnormal menurun area penonjolan tulang,
Mayor DS 11. Jaringan parut menurun jika perlu
12. Nekrosis menurun Bersihkan perineal dengan air
:
13. Abrasi kornea menurun hangat, terutama selama periode
- 14. Suhu kulit membaik diare
DO : 15. Sensasi membaik 6.5 Gunakan produk berbahan
1. Kerusakan jaringan dan/atau 16. Tekstur membaik
lapisan 17. Pertumbuhan rambut membaik petrolium atau minyak pada
kulit Data kulit kering
Minor 6.6 Gunakan produk berbahan
DS : ringan/alami dan hipoalergik
- pada kulit sensitif
DO : 6.4 Hindari produk berbahan
2. Nyeri dasar alkohol pada kulit
3. Perdarahan
4. Kemerahan kering
5. Hematoma.

53
Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)

Edukasi
6.8 Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. lotion, serum)
6.9 Anjurkan minum air yang cukup
6.10Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
6.11Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
6.12Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
6.13Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF minimal 30 saat
berada di luar rumah
6.14Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

54
I.4564 Perawatan Luka
Observasi
6.166.15 Monitor karakteristik luka
(mis. drainase, warna, ukuran,
bau) Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
6.17 Lepaskan balutan dan plester
secara perlakah
6.18 Cukur rambut di sekitar
daerah luka, jika perlu

55
Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
6.19 Bersihkan dengan cairan NaCl
atau pembersih nontoksik,
sesuai kebutuhan
6.20 Bersihkan jaringan nekrotik
6.21 Berikan salep yang sesuai
kulit/lesi,
jika perlu
6.22 Pasang balutan sesuai jenis luka
6.23 Pertahankan teknik steril
saat melakukan perawatan
luka
6.24 Ganti balutan sesuai jumlah
eksudat dan drainase
6.25 Jadwalkan perubahan posisi
setiap 2 jam atau sesuai kondisi
pasien
6.26 Berikan diet dengan kalori
30-35 kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25- 1,5g/kgBB/hari
6.27 Berikan suplemen vitamin dan
mineral (mis. vitamin A, vitami
C, Zinc, asam amino), sesuai
indikasi
6.28 Berikan terapi TENS
(stimulasi sarap
transkutaneus), jika perlu

55
Perencanaa
No. Diagnosa Keperawatan n
(SDKI) Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (SIKI)
(SLKI)
Edukasi
6.29 Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
6.30 Anjurkan mengonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
6.31 Ajarkan prosedur perawatan
luka secara mandiri
Kolaborasi
6.32 Kolaborasi prosedur
debridement (mis. enzimatik,
biologis, mekanis, autolitik),
jika perlu
6.33 Kolaborasi pemberian
antibiotik,
jika perlu
Sumber:PPNI dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indikator Diagnostik Edisi 1 tahun 2017.
PPNI dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1 tahun 2018.
PPNI dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Edisi 1 tahun 2019.

56
2.2.6 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan suatu tindakan dari

sebuah rencana yang telah disusun secara matang dan terperinci.

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang

diharapkan dapat mencapai tujuan dan kriteria hasil yang telah

direncanakan dalam tindakan keperawatan yang diprioritaskan.

2.2.7 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahapan yang digunakan untuk menilai

respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.

Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi

sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan

dan hasil dari tindakan keperawatan, dilakukan segera setelah selesai

memberikan tindakan keperawatan kepada klien, sedangkan evaluasi

sumatif adalah penilaian respon klien terhadap tindakan keperawatan

setelah dilakukan segala proses tindakan keperawatan. Dilakukan

setiap hari dan meliputi 4 komponen, yang dikenal dengan istilah

SOAP, yakni subyektif (respon verbal klien terhadap tindakan),

objektif (respon nonverbal hasil dari tindakan dan data hasil

pemeriksaan), analisa data (menyimpulkan masalah, masih tetap ada,

berkurang, atau muncul masalah baru) dan perencanaan (perencanaan

36
atau tindak lanjut tindakan yang akan dilakukan selanjutnya

berdasarkan hasil analisa dari respon klien).

37
DAFTAR PUSTAKA

Adhiatma dkk. 2014. Analisis Faktor–faktor yang berhubungan dengan kejadian


gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis di RSUD Tugurejo
Semarang. Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.

Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika. Edisi 2.

Nursalam. 2014. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis.


Jakarta Selatan : Salemba Medika. Edisi 3.

Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha


Medika.

Rendy&Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit


Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.

Saryono.2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam Bidang


Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Tim Pokja. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : DPP PPNI. Edisi 1.

Tim Pokja. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : DPP PPNI. Edisi 1.

Tim Pokja. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : DPP PPNI. Edisi
1.

Andra, S.W., & Yessie, M.P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

Asmadi. (2018). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: ECG

Black, J & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis


untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta:
Salemba Emban Patria

KEMENKES (2018). Cegah dan Kendalikan Penyakit Ginjal Dengan CERDIK


dan PATUH. Diakses pada tanggal 07 Desember 2018 dari
www.depkes.go.id

Kinta, (2012). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien


dengan Gagal Ginjal Kronik.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan medikal bedah:suatu pendekatan proses


keperawatan. Mosby Company

RISKESDAS (2013). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Diakses pada 2


desember 2018. dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general-

/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf

39

Anda mungkin juga menyukai