BAB I
PENDAHULUAN
1
2
pada tahun 2007 terdapat sekitar 150.000 orang penderita gagal ginjal namun
hanya sedikit saja yang mampu melakukan hemodialisis (Litbang, Depkes,
2008). Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis di Indonesia sebanyak 0,2%,
sementara di Provinsi Banten sebanyak 0,2% berdasarkan wawancara yang di
diagnosis dokter meningkat seiring bertambahnya umur, meningkat tajam
pada kelompok umur 35-44 tahun sebanyak 0,3%, diikuti umur 45-54 tahun
sebanyak 0,4% dan umur 55-74 tahun sebanyak 0,5%, tertinggi pada
kelompok umur ≥75 tahun sebanyak 0,6% (Riskesdas 2013). Data dari RSUD
Kota Tangerang berdasarkan data medical record ruangan hemodialisis dari
bulan Januari – Mei 2019 jumlah pasien yang menjalani hemodialisis tercatat
di RSUD Kota Tangerang sebanyak 211 orang.
Salah satu gejala yang paling umum pada pasien yang menjalani
hemodialysis adalah keletihan (fatique). Fatique merupakan keluhan utama
pasien yang mengalami hemodialysis jangka panjang. Prevalensi keletihan
berkisar 60% sampai 97% (murtaugh, Addington & Higginson, 2007;
Weisbord et al.,2005 dalam Fari, Aniska Indah.,2019). Fatique menurut
NANDA (2018) adalah rasa letih luar biasa dan penurunan kapasitas kerja
fisik dan jiwa pada tingkat yang biasanya secara terus menerus.
Peran perawat dalam mengatasi fatique adalah dengan dimulai dari
pengkajian yang cermat mengenai tingkat fatique setiap pasien dan jumlah
aktivitas yang dilakukan sampai menyusun intervensi yang tepat bagi setiap
pasien, sehingga harapan dari ini semua kualitas hidup pasien penyakit ginjal
kronis yang menjalani hemodialysis dapat meningkat.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Santi, Herlina (2019) tentang
perubahan fatique melalui latihan Progressive Muscle Relaxation (PMR)
diterapkan pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialysis,
dimana hasilnya rata-rata tingkat fatique pada kelompok intervensi sebelum
dilakukan intervensi adalah 6,03 dan setelah intervensi 2,51. Sedangkan pada
kelompok kontrol rata-rata tingkat fatique sebelum dilakukan intervensi
adalah 6,13 setelahnya 6,16, terdapat perbedaan yang signifikan terhadap
tingkat fatique pada pasien antara sebelum dan sesudah pelaksaaan PMR.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Etiologi
2.2.1 Etiologi atau penyebab gagal ginjal kronik yng tersering dapat di bagi
menjadi 8 kelas yang dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
5
6
sistemik progresif
Gangguan kongental dan Penyakit ginjal polikistik, asidosis
herediter tubulus ginjal.
Penyakit metabolik Diabetes mellitus, Gout,
Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik,
Nefropati timah
Nefropati obstrktif Traktus urinarius bagian atas:
batu, neoplasma, fibrosis,
retroperitoneal traktur urinarius.
Bagian bawah: hipertropi prostas,
striktur uretra, anomali kongenital
leher vesika urinaria dan uretra
b. Penyakit jantung
c. Obesitas
d. Merokok
e. Berusia 65 tahun keatas
f. Mempunyai kolesterol tinggi
g. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
h. Diabetes Mellitus
GFR turun
2.4 Pathway (skema 2.4)
GGK
G3 keseim asam basa Urokrom terjadi di kulit Perfospatemia Tek kapiler naik Suplai nutrisi turun
Prod as lambung naik Perub warna kulit Vol intertisial naik Gangguan nutrisi
Pruritus
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan PGK meliputi (Suwitra, 2009)
2.6.1 Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah
sebelum terjadi penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal
tidak terjadi, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal,
terapi terhadap penyakit dasarnya sudah tidak bermanfaat.
2.6.2 Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan
LFG pada psien PGK dimana hal ini untuk mengetahui kondisi
komorbid yang dapat meperburuk keadaaan pasien. Kondisi komorbid
antara lain gangguan keseimbangna cairan, hipertensi yang tidak
terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-
obatan nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas
penyakit dasarnya.
2.6.3 Menghambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama terjadinya perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerolus dan hal ini dapat dikurangi dengan dua cara
yaitu:
a. Pembatasan asupan protein yang mulai dilakukan pada LFG
≤60% ml/menit, sedangkan diatas nilai tersebut pembatasa asupan
protein tidak selalu dianjurkana.
b. Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerolus.
Sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat
proteinuria.
2.9 Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat, nomer rekam medis, tanggal
dan jam melakukan hemodialisis, lama hemodialisis
b. Riwayat Penyakit
1) Riwayat penyakit dahulu: riwayat infeksi ginjal ada/tidak penyakit
batu ginjal/obstruksi saluran kemih, pemakaian obat-obatan, riwayat
penyakit DM, riwayat penyakit kardiovakuler.
2) Riwayat penyakit sekarang: keluhan utama, perjalanan penyakit,
pengobatan/penanganan yang telah didapat.
3) Data interdialisis meliputi: berat badan kering, data hemodialisis
terakhir, penggunaan obat-obat harian
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum :Tingkat kesadaran, vital Sign
22
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Biodata Pasien
Nama Tn T, tempat dan tanggal lahir di Tangerang 21 Mei 1969, usia
50 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama islam, pendidikan SMA,
alamat jl Bumi mas raya blok B7 no 3A RT 001/008 Cikokol
Tangerang, Diagnosis medis CKD Stage 5 on HD, HHD, DM Tipe 2,
Anemia renal, tanggal pengkajian 22 Juli 2019.
3.1.2 ANAMNESE
a. Keluhan Utama ( Alasan MRS ) :
Saat Masuk Rumah sakit :
Pasien mengatakan sesak napas sudah 3 hari sebelum masuk rumah
sakit, kedua kaki benggak sudah 1 minggu yang lalu, PND (+),
DOE (+), Ortopnea (+), tidur dijuntai dengan 3 bantal, kepala
pusing, mual, muntah dan badan terasa lemas.
Saat Pengkajian :
Pasien mengatakan sesak masih ada, kedua tungkai bengkak, PND
(+), DOE (+), Ortopnea (+), tidur dijuntai dengan 3 bantal, kepala
pusing, badan terasa lemas, aktifitas dibantu oleh istrinya, mual,
muntah tidak nafsu makan.
b. Riwayat Kesehatan sekarang :
Pasien mengatakan sesak napas sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit sesak semakin lama semakin sesak, sulit tidur, tidur memakai
3 bantal karena sesak PND (+), DOE (+), Ortopnea (+), pasien
mengatakan kepala pusing, tidak nafsu makan, mual dan muntah
c. Riwayat Penyakit Yang Lalu :
Pasien mengatakan sudah 5 tahun menderita sakit diabetes mellitus
dan hipertensi, pasien selalu Kontrol berobat di klinik terdekat dan
riwayat terakhir berobat 1 bulan yang lalu di rawat di RSUD Kota
Tangerang pada tanggal 30 mei 2019 dan pernah menjalani insiasi
34
35
b. Pola Eliminasi
Sebelum Sakit :
Pasien biasa BAB 1x/hari di WC sendiri dan tidak dibantu,
konsistensi BAB lembek tidak ada kesulitan saat BAB
36
BAK 5-6 x/hari warna kuning jernih volume ± 1200 cc, bau has
urin, biasa pasien BAK di kamar mandi sendiri
Saat Sakit :
Selama pasien dirawat, pasien belum BAB
BAK 5-6 x/hari dibantu oleh istrinya menggunakan pispot di
tempat tidur
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah dalam eliminasi
e. Aktivitas Lain
Sebelum sakit :
Menurut pasien, setiap hari pasien bekerja di usaha jahit miliknya
dan mempunyai karyawan sebanyak 3 orang, tidak ada masalah
dalam aktifitas fisik pasien
Saat sakit :
Menurut pasien saat sakit pasien tidak tidak bekerja dan hanya
diam di rumah, pekerjaanya digantikan oleh anak pertamanya,
pasien hanya duduk dan menonton tv di rumah, dan untuk
menghilangkan bosan pasien mengobrol dengan istri dan anak-
anaknya, selama di rumah sakit ADL dibantu oleh keluarga
5 5
masalah
4 Proses Berfikir Mampu □ Kurang mampu □Tidak mampu□Alur fikiran
berkonsentras mengingat dan mengingat kacau
i dan berkonsentrasi dan
mengingat berkonsentra
dengan baik si
5 Motivasi □ Baik Menurun □ Kurang □ Putus asa
aktifitas
- Dispnea setelah aktifitas
- Keletihan
- Kelemahan umum
DS : Domain 12 : Rasa makanan/
- Pasien mengatakan nafsu kenyamanan minuman yang
makan selama sakit berkurang Kelas 1 : tidak enak
- Pasien mengatakan makan kenyamanan fisik
sedikit 00134 : Mual
- Pasien mengatakan mual dan
rasa asam dimulut
DO :
- Keengganan terhadap makan
- Porsi makan pasien hanya 5
sendok dan snack sedikit
- IMT = 22,04
Ds : Domain 2 : Nutrisi
- Pasien mengatakan Kelas 4 :
mempunyai riwayat penyakit metabolisme
DM sejak 5 tahun yang lalu Diagnosa : Resiko
- Pasien mengatakan pola ketidakstabilan kadar
makan ibunya tidak terkontrol gula darah (00179)
Do :
- Kulit klien tampak pucat
- Bibir klien tampak kering
- Hasil GDS : 615 mg/dl tgl
19/7/19
- TD : 155/94 mmHg
N : 92 x/menit, RR 24,
51
2. Domain 4 aktivitas/istirahat
Kelas 4 : respon kardiovaskular/ pulmonal
00094 : intoleransi aktifitas
3. Domain 12 : kenyamanan
Kelas 1 : kenyamanan fisik
00134 : Mual
4. Domain 2 : Nutrisi
Kelas 4 : metabolisme
Diagnosa : Resiko ketidakstabilan kadar gula darah (00179)
52
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, CKD St 5 terjadi pada seorang laki-laki berumur 50 tahun
dengan riwayat DM tipe 2 dan hipertensi, sebelumnya pada tanggal 13 juni 2019
pasien dirawat di RSUD Kota Tangerang dan menjalani inisiasi HD 1x pada
tanggal 17 Juni 2019 dan kemudian pasien Kontrol ke poli ginjal hipertensi, 3
minggu post kontrol pasien mengeluh sesak berat dan tidak bisa ditahan, akhirnya
pasien dibawa ke IGD RSUD Kota Tangerang pada tanggal 19 Juli 2019, dan
setelah di lakukan pemeriksaan oleh dokter pasien diputuskan untuk di rawat inap
dan harus dilakukan Hemodialisis rutin dan saat dilakukan pengkajian pasien
mengeluh salah satunya yaitu keletihan (fatique).
Beberapa gejala yang paling umum pada pasien yang menjalani hemodialisis
adalah adanya kelemahan otot, kekurangan energi dan merasa letih (fatigue),
insomnia yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dalam jangka panjang
pada pasien GGK (Murtaugh, Addington & Higginson, 2007 ; weisbord et al,
2005 dalam Fari, Aniska Indah.,2019). Fatigue didefinisikan sebagai rasa letih
luar biasa dan penurunan kapasitas kerja fisik dan jiwa pada tingkat yang biasanya
secara terus - menerus (Horigan et al, 2012; Jhamb, et al., 2008; Gordon., Doyle.,
Johansen., 2011 dalam Fari, Aniska Indah.,2019). Munculnya keluhan fatigue
pada pasien yang menjalani hemodialisis bisa disebabkan oleh banyak faktor,
termasuk status nutrisi yang buruk, gangguan psikologis, perubahan kondisi
kesehatan, dan gangguan tidur yang buruk (Evans & Lambert, 2009).
Penanganan yang dapat dilakukan selain dari pemberian terapi farmakologi
untuk mengurangi fatigue dapat juga dilakukan terapi nonfarmakologi dalam
bentuk exercise, terapi tidur, akupuntur dan relaksasi (Escalante & Manzullo,
2007). Progressive Muscle Relaxation (PMR) merupakan suatu terapi relaksasi
yang diberikan kepada klien dengan menegangkan otot-otot tertentu dan
kemudian relaksasi, Teknik relaksasi otot progresif memusatkan perhatian pada
suatu aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian
menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan
perasaan relaks (Herodes, 2010).
74
75
kepada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis dapat menurunkan
tingkat fatigue dan meningkatkan tingkat selfcare.
Ahli Fisologis dan psikologis Emund Jacobson (1930., Sustrani dkk, 2004.,
dalam Alfiyanti, 2014) menjelaskan bahwa relaksasi otot progressif adalah cara
efektif untuk mengurangi tekanan akibat masalah psikologis, dimana kita bisa
belajar bagaimana mengistirahatkan otot-otot melalui suatu cara yang tepat.
Factor fisik dan psikologis pasien berbeda-beda dimana riwayat hemodialysis
yang berbeda (Schmidt, dkk 2013 dalam Fari, Aniska Indah., 2019). Oleh sebab
itu perlu pengkajian yang komprehensif daam mengkaji tingkat fatigue kepada
pasien sehingga akan terlihat jelas faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
fatigue pasien yang menjalani hemodialysis.
77
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemberian tehnik Progressive Muscle Relaxation (PMR) dapat
menurunkan ketegangan fisiologis dan secara langsung dapat mengurangi
fatique. Terapi ini digunakan sebagai intervensi keperawatan mandiri yang
dapat diajarkan oleh perawat kepada pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisis dalam menurunkan tingkat fatigue yang dirasakan
oleh pasien. Pelaksaanaan intervensi ini dapat dilakukkan di rumah oleh
pasien secara mandiri setiap hari dan rutin, oleh sebab itu pentingnya peran
perawat dalam melakukan intervensi dengan memberikan edukasi kepada
pasien dapat dijadikan panduan di ruangan dalam menurunkan tingkat
fatique.
B. Saran
Dalam upaya meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien dengan n
CKD St 5 on HD diperlukan usaha dari berbagai pihak, maka saran yang dapat
kelompok sampaikan yaitu :
1. Untuk mahasiswa
Mahasiswa dapat terus belajar dan mampu memperkaya wawasan selama
masih pembelajara di perkuliahan. Mahasiswa diharapakan dapat
menerapkan apa yang sudah di pelajari dari perkuliahan. Untuk
masyarakat luas diharapkan dapat menjaga kesehatan.
2. Bagi Rumah Sakit
Dilihat dari kasus-kasus pada pasien CKD st 5 on HD, banyak penderita
yang mengalami kelelahan, sehingga pemberian pemberian tehnik
Progressive Muscle Relaxation (PMR) perlu. Selain itu Rumah sakit
seharusnya dapat meningkatkan pelayanan kesehatan, fasilitas, edukasi
dan memberikan kepuasan pada pasien selama perawatan.
78