Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

G DENGAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) ON HEMODIALISIS

DI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

OLEH:

SUJARWANTO, A.Md. KEP

RUMAH SAKIT DAERAH MADANI PEKANBARU

PELATIHAN DIALISIS BAGI PERAWAT

RUMAH SAKIT DAN KLINIK KHUSUS DIALISIS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2023
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu keadaan fungsi atau

struktur ginjal yang abnormal. Menurut National Kidney Foundational kriteria

penyakit ginjal kronik adalah : (a) kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, berupa kelainan

structural atau fungsional dari ginjal, dengan atau tanpa berkurangnya laju filtrasi

glomerulus (LFG). (b) LFG < 60ml/1,73m₂/menit luas permukaan tubuh selama >

3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Penyakit Ginjal Kronik dapat disebabkan karena beberapa faktor yaitu

gangguan metabolik seperti diabetes, hipertensi, obstruksi saluran kemih

(nephrolithiasis), yang dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Selain itu,

penyalahgunaan penggunaan obat-obat analgetik baik secara bebas maupun yang

diresepkan dokter selama bertahun-tahun dapat memicu risiko nekrosis papiler

dan gagal ginjal kronik (Prabowo dan Pranata, 2014).

Menurut National Kidney Foundation Penyebab tersering terjadinya PGK

adalah diabetes (30%) dan Hipertensi (50%) serta keadaan lain yang dapat

menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah penyakit inflamasi, lupus,

prostat dan obstruksi batu ginjal. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah

kondisi peningkatan tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya >

140mmHg dan tekanan diastoliknya > 90mmHg (Setiati, 2014).

Pasien dengan Penyakit Ginjal Kronis ( PGK) memiliki tingkat tinggi pada

morbiditas, mortalitas, hospitalisasi, dan pemanfaatan layan kesehatan. Prevalensi

dari PGK pada stadium 2-5 selalu meningkat sejak tahun 1988 dengan etiologi
terbanyak yaitu : diabetes (40%) dan hipertensi (25%). Berdasarkan systematic

review dan meta analisis yang dilakukan oleh Hill et al 2016, mendapatkan

prevalensi PGK di dunia sebesar 13,4%.

Menurut data Riset Kesehatan dasar ( Riskesdas ) tahun 2013, menunjukan

bahwa prevalensi penduduk Indonesia yang menderita gagal ginjal sebesar 0,2%

atau 2 per 1000 penduduk. Dan berdasarkan Indonesian Renal Registry ( IRR )

tahun 2016, sebanyak 98% penderita gagal ginjal menjalani terapi Hemodialisis

(HD) dan 2% menjalani Peritoneal sDialisis (PD). Penyebab terbanyak dari PGK

adalah nefropati diabetic (52%), Hipertensi (24%), kelainan bawaan (6%), asam

urat (1%) dan penyakit Lupus (1%) dan lain-lain.

Penurunan fungsi ginjal dapat menyebabkan hipertrofi struktural dan

fungsional nefron sebagai upaya kompensasi, hal ini mengakibatkan terjadinya

hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.

Secara perlahan akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif yang

ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum (Meita, 2020). Tanda

dan gejala gagal ginjal kronik yang timbul seperti hipertensi, edema pada

ekstremitas, pembesaran vena leher, sesak napas, kulit kering bersisik, asites

pada abdomen, CRT >3 detik, anemia, hiperkalemia, Diabetes Mellitus,

hipoalbunemia, hipoksia, ikterus pada kulit.

Untuk mencegah terjadinya penyakit gagal ginjal kronik bisa dengan cara

menjaga asupan cairan, tidak merokok, periksa tekanan darah secara rutin,

menjaga berat badan dengan berolahraga secara teratur (Gloria et al, 2016).

Selama ini dikenal dua metode dalam penanganan gagal ginjal, pertama yaitu

transplantasi ginjal dan kedua dialisis atau cuci darah. Untuk transplantasi ginjal
masih terbatas karena banyak kendala yang harus dihadapi seperti ketersediaan

donor ginjal, teknik operasi dan perawatan pascaoperasi. Kedua hemodialisa yaitu

terapi pengganti untuk pasien gagal ginjal baik yang bersifat akut maupun kronik.

Terapi hemodialisa membutuhkan waktu 12-15 jam untuk dialisa setiap

minggunya, atau paling sedikit 3-4 jam per kali terapi. Kegiatan ini akan

berlangsung terus-menerus sepanjang hidupnya (Muchtar dkk, 2015).

Pada klien dengan diagnosa Chronic Kidney Disease (CKD) tidak hanya

keadaan fisik, tetapi fisiologis klien juga berdampak karena timbulnya berbagai

macam manifestasi klinis CKD. Penyakit CKD memerlukan perawatan dan

penanganan yang dijalankan seumur hidup yang dimana telah terjadi banyak klien

yang keluar masuk rumah sakit untuk melakukan pengobatan dan dialisis

(Parwati, 2019).

Rumah Sakit Umum Pusat ( RSUP ) Dr. M. Djamil Padang memiliki

mesin hemodialisis sebanyak 28 unit mesin. Rata-rata jumlah kunjungan pasien ke

unit hemodialisis RSUP Dr. M. Djamil Padang dalam satu hari yaitu sebanyak 50-

60 pasien dengan di bagi menjadi dua sesi dialysis perharinya. Data dibulan

September 2023 terdapat 1374 kali Tindakan dialysis, 1068 pasien rawat jalan dan

306 pasien rawat inap, dengan 248 pasien.

2. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum

Peserta Pelatihan Dialisis mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan

Pada Pasien Tn. G dengan Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease (CKD) On

HD Di Ruangan Hemodialisa RSUP Dr. M. Djamil Padang.


b. Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian pada Tn. G dengan Diagnosa Medis Chronic Kidney


Disease (CKD) On HD Di Ruangan Hemodialisa RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. G dengan Diagnosa Medis
Chronic Kidney Disease (CKD) On HD Di Ruangan Hemodialisa RSUP Dr.
M. Djamil Padang.
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada Tn. G dengan Diagnosa Medis
Chronic Kidney Disease (CKD) On HD Di Ruangan Hemodialisa RSUP Dr.
M. Djamil Padang.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn. G dengan Diagnosa Medis
Chronic Kidney Disease (CKD) On HD Di Ruangan Hemodialisa RSUP Dr.
M. Djamil Padang.
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada Tn. G dengan Diagnosa Medis
Chronic Kidney Disease (CKD) On HD Di Ruangan Hemodialisa RSUP Dr.
M. Djamil Padang.
6. Melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan pada Tn. G dengan
Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease (CKD) On HD Di Ruangan
Hemodialisa RSUP Dr. M. Djamil Padang.

3. Manfaat Penulisan
Terkait dengan tujuan, maka Asuhan Keperawatan ini diharapkan dapat
memberi manfaat :
1. Bagi Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit
Sebagai referensi bagi pelayanan di rumah sakit agar dapat melakukan serta
meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
Chronic Kidney Disease (CKD) dengan optimal.
2. Bagi Profesi Kesehatan
Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Chronic Kidney Disease
(CKD).
3. Bagi Penulis Selanjutnya
Sebagai salah satu tambahan referensi bagi penulis berikutnya, yang akan
melakukan studi kasus pada asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagosa medis Chronic Kidney Disease (CKD).
4. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat pada umumnya, agar dapat berperan aktif dalam
melakukan pencegahan terhadap Chronic Kidney Disease (CKD) dengan
melakukan general chek-up agar dapat dilakukan deteksi dini terhadap suatu
kasus berkaitan dengan gangguan sistem ekskresi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. PENYAKIT GINJAL KRONIK


A. Definisi
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu keadaan fungsi atau
struktur ginjal yang abnormal. Menurut National Kidney Foundational kriteria
penyakit ginjal kronik adalah : (a) kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, berupa kelainan
structural atau fungsional dari ginjal, dengan atau tanpa berkurangnya laju filtrasi
glomerulus (LFG). (b) LFG < 60ml/1,73m₂/menit luas permukaan tubuh selama >
3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

B. Klasifikasi
Penyakit Ginjal Kronik diklasifikasikan berdasarkan nilai GFR (Glomeruli
Fitrate Rate). Berikut tabel klasifikasi gagal ginjal kronik.

Tabel 2.1: Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik


Derajat Keterangan GFR (mL/min/1,73m2)

1 GFR normal dengan proteinuria ≥ 90


2 Kerusakan ginjal ringan berhubungan 60-89
dengan turunnya GFR dengan proteinuria
3A Berisiko rendah menjadi gagal ginjal 30-59
3B*
4 Berisiko tinggi menjadi gagal ginjal 15-29
5 Gagal ginjal (ESRD dan membutuhkan < 15
dialisis atau transplantasi)
Sumber: Division of Nephrology & Hipertension and General Internal
Medicine (2011).
Keterangan:
* penyakit kardiovaskular berisiko lebih besar dan meningkatkan risiko turunnya
GFR
3A (45-59 mL/min/1.73m2)
3B (30-44 mL/min/1.73m2)

C. Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi

glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR).

Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra dan Yessie (2013) :

a. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan

iskemik ginjal dan kematian jaringan ginajl. Lesi yang paling sering adalah

Aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik progresif

pada pembuluh darah. Hyperplasia fibromaskular pada satu atau lebih artieri besar

yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu

kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di obati,

dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastistisitas system, perubahan

darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.

b. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis

c. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang berasal

dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal

melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden dari traktus urinarius

bagiab bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan

irreversible ginjal yang disebut pielonefritis.

d. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak

meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan

berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis yang

disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding pembuluh

darah secara serius merusak membrane glomerulus. Gangguan tubulus primer :

terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.

e. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi
uretra.

f. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan kondisi

keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan

didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat

konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.

D. Patosifiologi

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006),

patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung ada penyakit yang

mendasarinya. Tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang

lebih sama. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertropi strruktural dan

fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephron) sebagai upaya

kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokinin dan

growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oeh

peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini

berlangsung singkat, akhirnya diikuti oeh penurunan nefron yang progesif

walaupun penyakit dasarnya tidak aktif lagi.

Adanya peningkatan aktivitas renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut

memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas

tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron sebagian

diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor ß (TGF-ß).

Beberapa hal juga dianggap berperan terhadap terjadiya progesifitas penyakit

ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.

Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis


glomerulus maupun tubule intersitial.

Pada stadium yang paling dini gagal ginjal kronik, terjadi kehilangan daya

cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau

malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan

fungsi nefron yang progesif yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan

kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60% pasien masih belum merasakan

keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kretainin

serum. Sampai pada LFG sebesar 30% mulai terjadi keluhan seperti nokturia,

badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada

LFG kurang dari 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang

nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor

dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah

terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas maupun infeksi

saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipovolemia

atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan

kalium. Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan muatan istrik atau ion.

Sehingga jika kadar ion dalam tubuh tidak sesuai maka keseimbangan elektrolit

pada tubuh akan terganggu dan dapat memicu munculnya kelebihan volume

cairan. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih

serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (ginjal replacement

therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.

E. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit dalam Tubuh


1. Distribusi cairan tubuh

Cairan tubuh didistribusi dalam dua kompartemen yang berbeda, yakni

cairan ekstrasel (CES) dan cairan intrasel (CIS). Cairan ekstrasel terdiri dari

cairan intertisial dan cairan intravaskular. Cairan intersitial mengisi ruangan

dan yang berada diantara sebagian besar sel dalam tubuh. Cairan intravaskular

terdiri dari plasma, bagian cairan limfe yang mengandung air dan tidak

berwarna, dan darah yang mengandung suspensi leukoit, eritrosit dan

trombosit. Cairan intrasel adalah cairan di dalam membran sel yang berisi

substansi terlarut yang penting untuk keseimbangan cairan dan elektrolit

serta untuk metabolisme. Cairan intrasel membentuk 40% berat tubuh.

2. Pengaturan cairan tubuh

Asupan cairan terutama diatur melalui mekanisme rasa haus yang berpusat

di hipotalamus. Apabila kehilangan cairan terlalu banyak, osmoreseptor akan

mendeteksi tersebut dan mengaktifkan pusat rasa haus.

Kehilangan air tak kasat mata (Insensible Water Loss) terjadi terus-

menerus dan tidak terasa dari kulit individu. Rata-rata hilangnya IWL dari kulit

orang dewasa sekitar 500-700ml (Isroin, 2016)

3. Pengaturan elektrolit

Kation utama yakni Natrium (Na+), Kalium (K+), Kalium (Ca2+), dan

Magnesium (Mg2+), terdapat di dalam cairan ekstrasel dan cairan intrasel. Kerja

ion- ion ini mempengaruhi transmisi neurokimia dan transmisi neuromuskular

yang mempengaruhi fungi otot, irama dan kontraktilitas jantung, alam

perasaan (mood), dan perilaku, fungsi saluran pencernaan, juga proses yang

lain. Natrium diatur oleh asupan garam, aldosteron dan haluaran urine. Anion
utama adalah klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-) dan fosfat (PO3-). Anion

mempengaruhi keseimbangan dan fungsi cairan, elektrolit dan asam basa.

F. Perjalanan Klinik

Menurut Price & Wilson (2015) perjalanan umum gagal ginjal progesif

dapat dibagi menjadi tiga stadium.

1. Stadium pertama

Stadium ini dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini

kreatinin serum dan kadar BUN normal dan penderita asimtomatik. Gangguan

fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang

berat pada ginjal tersebut. Seperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan

mengadakan tes GFR yang diteliti.

2. Stadium kedua

Stadium kedua perkembangan tersebut disebut insufiesiensi ginjal, dimana

lebih dari 75% jaringan berfungsi rusak (GFR besarnya 25% dari normal). Pada

tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat di atas batas normal. Peningkatan

konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dan diet.

Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi

kadar normal. Azotemia stress akibat infeksi, gagal jantung akibat dehidrasi. Pada

stadium ini juga muncul gejala nokturia dan poliuria.

3. Stadium ketiga

Disebut stadium gagal ginjal akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir

timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau hanya sekitar

200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari normal. Pada
keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat

menyolok sebagai respon terhadap GFR yang sedikit megalami penurunan. Pada

stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup

parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan

elektrolit tubuh.

G. Manifestasi Klinis

Menurut Smelzer dan Bare (2002), manifestasi gagal ginjal kronik

terbagi menjadi berbagai sistem yaitu:

Tabel 2.3 Manifestasi Gagal Ginjal Kronik


Sistem Manifestasi Klinis
Kardiovaskuler Hipertensi, friction rub perikardial,
pembesaran vena leher
Integumen edema periorbotal, pitting edema (kaki, tangan,
sacrum).Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering
bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh,
rambut tipis
dan kasar,
Pulmoner Crackels, sputum kental dan kiat, nafas
Dangkal
Gastrointestinal Nafas berbau amonia, ulserasi dan perdarahan lewat
mulut, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan
diare, perdarahan
dari saluran GI
Neuro Kelemahan dan keletihan, konfusi
disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai
Muskoloskeletal Kram otot dan kekuatan otot hilang, fraktur
tulang, edema pada ekstremitas
Reproduksi Amenore
Perkemihan Oliguri, anuria, dan proteinuria.
Sumber: Smeltzer dan Bare 2002, Nasser Abu 2013

H. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik


Menurut Smeltzer dan Bare (2002), komplikasi potensial gagal ginjal

kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup:

1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan

masukan diit berlebih.

2. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produksi

sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dalam natrium serta malfungsi sistem renin

angiotensin, aldosteron.

4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah

merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi.

5. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fosfat kadar kalium

serum yang rendah.

I. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Syamsiah (2011), ada beberapa pemeriksaan diagnostik untuk

gagal ginjal kronik antara lain:

1. Pemeriksaan laboratorium

Penilaian GGK dengan gangguan yang serius dapat dilakukan dengan

pemeriksaan laboratorium, seperti kadar serum sodium/natrium dan potassium

atau kalium, pH, kadar serum fosfor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen

dalam arah (BUN) serum dan konsentrasi kreatinin urin urinalisis.

Pada stadium yang cepat pada insufiensi ginjal, anlisa urine dapat menunjang

dan sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi ginjal, batas kreatinin, urin

rata- rata dari urine tampung selama 24 jam. Analisa urine dapat dilakukan
pada stadium gagal ginjal yang mana dijumpai produksi urine yang tidak normal.

Dengan urine analisa juga juga dapat menunjukkan kadar protein, glukosa,

RBC/eritrosit dan WBC/leukosit serta penurunan osmolaritas urin. Pada gagal

ginjal yang progesif dapat terjadi output urin yang kurang dan frekuensi urine

menurun, monitor kadar BUN dan kadar kreatinin sangat penting bagi pasien

gagal ginjal. Urea nitrogen adalah produk akhir dari metabolisme protein serta

urea yang harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan kreatinin 20:1.

Bila ada peningkatan BUN selalu diindikasikan dehidrasi dan kelebihan intake

potein.

2. Pemeriksaan radiologi

Beberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunakan untuk mengetahui

gangguan fungsi ginjal antara lain:

a. Flat-flat radiografi keadaan ginjal, ureter dan vesika urinaria untuk

mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi dan klasifikasi dari gijal. Pada

gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin disebabkan

adanya proses infeksi.

b. Computer Tomography Scan yang digunakan untuk melihat secara jelas

anatomi ginjal yang penggunaannya dengan memakai kontras atau tanpa

kontras.

c. Intervenous Pyelography (IVP) dugunakan untuk mengevaluasi keadaan fungsi

ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa dugunakan pada kasus gangguan

ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongenital, kelainan

prostat, caculi ginjal, abses ginjal, serta obstruksi saluran kencing.

d. Arteriorenal Angiography digunakan untuk mengetahui sistem arteri, vena dan


kapiler ginjal dengan menggunakan kontras.

e. Magnetig Rosonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus

yang disebabkan oleh obstruksi uropathy, ARF, proses infeksi ginjal serta post

transplantasi ginjal.

3. Biopsi ginjal

Untuk mendiagnosa kelainan ginal dengan mengambil jaringan ginjal lalu

dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus glomerulonefritis, sindrom

nefrotik, penyakit ginjal bawaan dan perencanaan transplantasi ginjal.

J. Penatalaksanaan

Menurut Mansjoer (2001) penatalaksanaan atau pengobatan yang

dilakukan pada klien gagal ginjal kronik:

1. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam

Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hr) atau diuretik

loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan

cairan, smentara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida

atau natrium bikarbonatoral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urin

ddan pencatatan kesimbangan cairan.

2. Diet tinggi kalori dan rendah protein

Diet rendah protein (20-40 gr/hr) dan tinggi kalori menghilangkan gejal

naussea (mual) dan uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan

gejala. Hindari masukan yang berlebihan dari kalium dan garam.

3. Kontrol hipertensi

Bila tidak dikontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal jantung kiri.
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, kesimbangan garam dan cairan

diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah.

4. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit

Untuk mencegah hiperkalemia, hindari masukan kalium yang besar, diuretik

hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan sekresi kalium

(misalnya, obat anti inflamasi non steroid)

5. Mencegah penyakit tulang

Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti

alumunium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg)

setiap makan.

6. Deteksi dini dan terapi infeksi

Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupuratif dan terapi lebih
ketat.

7. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal

Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya

toksik pada ginjal. Misalnya, analgesik opiat.

8. Deteksi komplikasi

Pengawasan dengan ketat kemungkinan terjadi ensefalopati uremia,

perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia meningkat, kelebihan volume

cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk

bertahan sehingga diperlukan dialisis.

9. Dialisis dan progam tranplantasi

Dialisis dilakukan pada gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas meski

telah dilakukan terapi konservatif atau terjadi komplikasi.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien

Nama Pasien : Tn G ( 70th )

No.RM : 00. 96. 44. 54

Tanggal Lahir : 01/07/1953

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Petani

Alamat : Jl. Pasar temporong simpang empat Kec Tenali Kab

Pasaman Barat- SUMBAR

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sering pusing saat menjalani HD, kedua kaki agak
sedikit bengkak dan merasa agak sesak jika berjalan terlalu lama, pasien
mengeluh susah untuk tidur.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengatakan merupakan pasien rawat jalan yang sudah melakukan
cuci darah selama 7 tahun sejak tahun 2016. Pasien datang dari rumah ke Unit
Hemodialisa RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk melakukan cuci darah rutin yang
dilakukan setiap 2 kali dalam seminggu, yaitu setiap hari Selasa pagi dan Jum’at
pagi.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya memiliki Riwayat operasai prostat di
tahun 2018.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang memilik penyakit yang sama sebelumnya.

e. Riwayat Alergi
Tidak ada riwayat alergi obat dan makanan.

f. Pola Kesehatan Sehari-Hari


1) Nutrisi dan cairan : Makan 3-4X/Hari habis 1 porsi, tidak ada mual
dan muntah. Cairan dibatasi 600 cc/hari.
2) Eliminasi
BAK : Produksi urin 300-500ml/Hari
BAB : Tidak ada masalah konstipasi dan diare.
3) Istirahat dan Tidur : Terkadang Bangun di malam hari
4) Aktivitas : ADL mandiri

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4M6V5
Tekanan darah : 130/75 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Suhu : 36.7o C
Respirasi : 20 x/menit
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan pre HD : 52 kg
Berat Badan Sebelumnya : 48 kg
Berat Badan Kering : 47,5 kg
b. Head To Toe
1) Kepala : Tidak ada masalah
2) Wajah : Simetris, tidak ada edema
3) Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
4) Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris
Palpasi : Vocal fremitus normal pada kedua lapang paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada wheezing
5) Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop
6) Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Tidak ada masalah
Perkusi : Timpani, shifting dulness (-)
7) Ekstremitas : Akral hangat, edema kedua ekstremitas bawah grade 2.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Tanggal 27/09/2023

Hemoglobin : 11.5 g/dL (13,0 – 16,0) Ureum Darah : 60 mg/dL (10 - 50)
Leukosit : 6,41 (5,0 – 10,0) Kreatinin Darah : 6,6 mg/dL (0,8 – 1,3)
Trombosit : 106 (150 - 400) Natrium : 136 mmol/L (136 - 145)
Hematokrit : 35 (40,0 – 48,0) Kalium : 4,1 mmol/L (3,5 – 5,1)
Eritrosit : 3,64 (4,50 – 5,50) Klorida : 100 mmol/L (97 - 111)
b. Obat

Amlodipin 1 x 5 mg (p.o)
Bicnat 3 x 500 mg (p.o)
Asam folat 1 x 1 mg (p.o)
Furosemide 40 mg (p.o)
Ramipril 2,5 mg (p.o)
Injeksi Epoetin 3000 unit (SC)
(K/P)
Paracetamol 500mg ( K/P)

5. Preskripsi HD
HD rutin
Time dialisis : 4.5 jam
QB : 200-250 ml/menit
QD : 500 ml/menit
UFG : 3000 cc
Heparinisasi : Regular heparin
Dialisat : Acid+bicarbonat
Natrium : 139 mmol
Temperatur : 37oC
Akses : Cimino tangan kiri
B. ANALISA DATA
No. Data Masalah Keperawatan
1. Data subjektif: Hipervolemia
- Pasien mengatakan kedua kaki bengkak, berat
badan naik 3 kg.
- Pasien mengatakan sering terbangun pada
malam hari karena batuk.
- Pasien Sesak nafas jika berjalan lama.

Data objektif:
- Berat Badan pre HD : 51 kg
- Berat Badan Post HD Sebelumnya : 48 kg
- Berat Badan Kering : 48 kg
- Edema kedua ekstremitas bawah grade 2
- Hb : 11,5gr/dl
- Hematokrit : 35%
- Tekanan darah : 130/75mmHg
- Nadi : 98 x/menit
- Intake cairan 600 cc/hari
- Output urin 400cc/hari
- Pasien didiagnosa CKD stage V sejak 7 Tahun
yang lalu dan menjalani hemodialisa rutin 2 kali
seminggu.

2. Data subjektif:
- Pasien mengatakan nyeri pada kepala pada Nyeri akut
bagian depan.
P : Nyeri bertambah saat tirah baring lama
Q: Nyeri dirasakan seperti di tusuk-tusuk
R: Sakit kepala bagian depan
S : Mengganggu istirahat ( skala 7 )
T : Hilang timbul
Data objektif:
- Pasien tampak meringis kesakitan
- Pasien tampak gelisah
- Tekanan darah: 130/75 mmHg
- Nadi : 98 x/menit
- Suhu : 36.2o C
- Respirasi : 20 x/menit
3. Data subjektif: Gangguan Pola Tidur
- Pasien mengeluh sulit untuk tidur
- Pasien mengatakan saat tidur malam pasien
sering terbangun 2-3x.
- Pasien mengeluh tidak puas dengan tidurnya
karena hanya tidur 3 jam saja pada malam hari
dan tidak bisa juga tidur di siang hari.
- Pasien mengeluh istirahatnya tidak cukup.

Data objektif:
- Pasien tampak mengantuk.
- Pasien tampak sering menguap.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipervolemia b.d. gangguan mekanisme regulasi

2. Nyeri akut b.d. agen pencendera fisiologis

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur.


D. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO. SDKI SLKI SIKI
1. Hipervolemia Keseimbangan cairan 1. Manajemen Hipervolemia (I. 03114)
b.d gangguan (L.03020)
Observasi:
mekanisme
Setelah dilakukan • Periksa tanda dan gejala Hipervolemia
regulasi
tindakan keperawatan (dyspnea, suara nafas tambahan. edema)
(D.0022)
selama 3 kali • Identifikasi penyebab Hipervolemia
pertemuan, • Monitor status Hemodinamik (TD, frekuensi
keseimbangan cairan jantung, MAP)
meningkat dengan • Monitor intake dan output cairan
kriteria hasil : • Monitor tanda Hemokonsentrasi (kadar
- Edema menurun natrium, BUN, hematokrit)
- Berat badan
membaik Terapeutik:
- -Tekanan darah • Timbang berat badan setiap hari pada waktu
membaik yang sama
• Batasi Asupan cairan dan garam
• Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat

Edukasi
• Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan
da haluaran cairan
• Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian diuretik

2. Manajemen Hemodialisis (I.03112)


Observasi

 Identifikasi tanda dan gejala serta kebutuhan


hemodialisis
 Identifikasi kesiapan hemodialisis (tanda-tanda
vital, berat badan kering, kelebihan cairan,
kontraindikasi pemberian heparin)
 Monitor tanda vital, tanda-tanda perdarahan,
dan respons selama dialysis
 Monitor tanda-tanda vital pasca hemodialisis

Terapeutik

 Siapkan peralatan hemodialisis (bahan habis


pakai, blood line hemodialisis)
 Lakukan prosedur dialisis dengan prinsip
aseptik
 Atur filtrasi sesuai kebutuhan penarikan
kelebihan cairan
 Hentikan hemodialisis jika mengalami kondisi
yang membahayakan

Edukasi

 Ajarkan pembatasan cairan, penanganan


insomnia, pencegahan infeksi akses HD, dan
pengenalan tanda perburukan kondisi

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian heparin pada blood line


sesuai indikasi

2. Nyeri akut b.d. Kontrol nyeri Manajemen nyeri (I.08328)


agen pencendera (L.08063)
Observasi
fisiologis
Setelah dilakukan
(D.0077)  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
tindakan keperawatan
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
selama 3 kali
 Identifikasi skala nyeri
pertemuan, kontrol
 Identifikasi respon nyeri non verbal
nyeri meningkat
 Identifikasi faktor yang memperberat dan
dengan kriteria hasil:
memperingan nyeri
- Melaporkan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
terkontrol meningkat tentang respon nyeri
- Kemampuan  Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
menggunakan teknik nyeri
non farmakologis  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
meningkat  Monitor efek samping penggunaan analgetic
- Keluhan nyeri
menurun Terapeutik

 Berikan terapi non farmakologis untuk


mengurangi rasa nyeri (terapi relaksasi nafas
dalam)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi

 Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri


 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik non farmokologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik
3. Gangguan pola Pola Tidur (L.05045) Dukungan Tidur (I.05174)
tidur
berhubungan Setelah dilakukan Observasi
dengan kurang intervensi  Identifikasi pola aktivitas dan tidur.
kontrol tidur keperawatan selama 3 Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/
(D.0055) kali pertemuan, maka atau psikologis).
pola tidur membaik,
 Identifikasi makanan dan minuman yang
dengan
mengganggu tidur (misalnya: kopi, teh, makan
Kriteria Hasil : mendekati waktu tidur, minum banyak air
- Keluhan sulit tidur sebelum tidur).
menurun.  Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi.
- Keluhan sering terjaga
menurun. Terapeutik
- Keluhan tidak puas  Modifikasi lingkungan (misalnya:
tidur menurun. pencahayaan, kebisingan, suhu, matras, dan
- Keluhan pola tidur tempat tidur)
berubah menurun. Batasi waktu tidur siang, jika perlu.
- Keluhan istirahat tidak Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur.
cukup menurun. Tetapkan jadwal tidur rutin.
 Lakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan (misalnya: pijat, pengaturan
posisi, terapi akupresur)
 Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/ atau
tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga

Edukasi
 Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit.
 Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur.
 Anjurkan menghindari makanan/ minuman
yang mengganggu tidur.
 Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap gangguan pola tidur (misalnya:
psikologis, gaya hidup, sering berubah shift
bekerja).

Edukasi Aktivitas dan Istirahat (I.12362)

Observasi
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi.

Terapeutik
 Sediakan materi dan media pengaturan
aktivitas dan istirahat.
 Jadwalkan pemberian Pendidikan Kesehatan
sesuai kesepakatan.
 Berikan kesempatan kepada pasien dan
keluarga untuk bertanya.

Edukasi
Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik/
olahraga secara
rutin.
 Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan
istirahat.
 Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan
istirahat (misalnya: kelelahan, sesak nafas saat
aktivitas)
Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis
aktivitas sesuai kemampuan.

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Waktu Diagnosa Implementasi Keperawatan Evaluasi


Keperawatan
Jum’at / 06 Hipervolemia Memeriksa tanda dan gejala S:
oktober 2023 b.d. gangguan hipervolemia (edema kedua
Jam mekanisme ekstremitas bawah grade 2). Pasien mengatakan
07.00 regulasi bengkak di kaki
(Pertemuan1) Menimbang berat badan pre berkurang
HD: 52 kg O:
Memonitor status  KU sedang
hemodinamik  TD post HD: 128/70
Tekanan darah: 130/86mmHg mmHg
Nadi : 98 x/menit  N : 90 x/menit
Suhu : 36.2o C
 RR : 20 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
 Suhu : 36.2o C
Oksigen Nasal canul : 3lpm
 UFG 4000 ml tercapai
 BB post HD: 48 kg
Memonitor intake dan outpun
cairan  Edema kedua ekstremitas
Intake: 600 ml/hari bawah tidak ada
Output: tidak ada urin
• A : Hipervolemia
• Menyiapkan peralatan
hemodialisis (bahan habis
pakai, blood line hemodialisis). P: Setelah dilakukan
• intervensi keperawatan
• Meninggikan kepala tempat selama 3x pertemuan,
tidur 30-40 derajat keseimbangan cairan
• meningkat, dengan
• Menjelaskan tentang prosedur kriteria hasil:
hemodialisis Edema menurun
• Berat badan membaik
• Melakukan prosedur dialisis Tekanan darah membaik
dengan prinsip aseptik
• Mengatur filtrasi sesuai dengan
kebutuhan penarikan kelebihan
cairan (HD 4.5 jam, UFG
4000, regular heparin, QB:
200-250, QD: 500)

Jum’at / 06 Nyeri akut b.d. Mengidentifikasi lokasi, S:


oktober 2023 agen pencendera karakteristik, durasi, frekuensi,
Jam fisiologis kualitas, intensitas nyeri Pasien mengatakan nyeri
07.00 berkurang, skala 2
(Pertemuan1)  Nyeri kepala bagian depan, O :
semakin bertambah jika
 KU sedang
berbaring
 TD post HD: 130/90

mmHg
 Nyeri terasa menusuk, tidak
 N : 90 x/menit
menjalar.
 RR : 20 x/menit

 Suhu : 36.2o C
 Mengidentifikasi skala nyeri
 Pasien tampak lebih
(skala nyeri 7)
rileks

A : Nyeri akut
 Mengidentifikasi respon nyeri
non verbal (pasien tampak
meringis kesakitan dan P: Setelah dilakukan
gelisah) intervensi keperawatan
 selama 3x pertemuan,
 Mengidentifikasi faktor yang kontrol nyeri meningkat
memperberat dan dengan kriteria hasil:
memperingan nyeri (nyeri
-
terasa berkurang setelah
- Melaporkan nyeri
minum paracetamol 500 mg)
 terkontrol meningkat
 Memberikan lingkungan yang -
nyaman - Kemampuan
 menggunakan teknik non
 Memfasilitasi istirahat dan farmakologis meningkat
tidur - Keluhan nyeri menurun

 Menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
 Mengajarkan teknik non
farmokologis untuk
mengurangi rasa nyeri (teknik
relaksasi nafas dalam).

Jumat/ 20 Hipervolemia Memeriksa tanda dan gejala S:


oktober 2023 b.d. gangguan hipervolemia (edema kedua
Jam mekanisme ekstremitas bawah grade 1). Pasien mengatakan
07.00 regulasi bengkak di kaki
(Pertemuan2) Menimbang berat badan pre berkurang
HD: 51 kg O:
Memonitor status  KU sedang
hemodinamik  TD post HD: 109/60
Tekanan darah: 110/64 mmHg mmHg
Nadi : 65 x/menit  N : 82 x/menit
Suhu : 36.0o C  RR : 20 x/menit
Respirasi : 20 x/menit  Suhu : 36.2o C
 UFG 1700 ml tercapai
Memonitor intake dan outpun  BB post HD: 49.4 kg
cairan  Edema kedua ekstremitas
Intake: 600 ml/hari bawah tidak ada
Output: tidak ada urin

• Menyiapkan peralatan A : Hipervolemia
hemodialisis (bahan habis
pakai, blood line hemodialisis). P: Setelah dilakukan
• intervensi keperawatan
• Meninggikan kepala tempat selama 2x pertemuan,
tidur 30-40 derajat keseimbangan cairan
• meningkat, dengan
• Melakukan prosedur dialisis kriteria hasil:
dengan prinsip aseptik Edema menurun
• Berat badan membaik
• Mengatur filtrasi sesuai dengan Tekanan darah membaik
kebutuhan penarikan kelebihan
cairan (HD 4.5 jam, UFG
1700, regular heparin, QB:
200-250, QD: 500)

Selasa/ 24 Hipervolemia Memeriksa tanda dan gejala S:


oktober 2023 b.d. gangguan hipervolemia (edema kedua
Jam mekanisme ekstremitas bawah grade 2). Pasien mengatakan
07.00 regulasi Menimbang berat badan pre bengkak di kaki
(Pertemuan3) HD: 51 kg berkurang
Memonitor status O:
hemodinamik  KU sedang
Tekanan darah: 108/58 mmHg  TD post HD: 114/78
Nadi : 88 x/menit mmHg
Suhu : 36.0o C
 N : 89 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
 RR : 20 x/menit
Memonitor intake dan outpun
 Suhu : 36.2o C
cairan
Intake: 600 ml/hari  UFG 2200 ml tercapai
Output: tidak ada urin  BB post HD: 49,7 kg
• Menyiapkan peralatan  Edema kedua ekstremitas
hemodialisis (bahan habis bawah tidak ada
pakai, blood line hemodialisis).
• Meninggikan kepala tempat
A : Hipervolemia
tidur 30-40 derajat
• Melakukan prosedur dialisis
dengan prinsip aseptik P: Setelah dilakukan
• Mengatur filtrasi sesuai dengan intervensi keperawatan
kebutuhan penarikan kelebihan selama 1x pertemuan,
cairan (HD 4.5 jam, UFG keseimbangan cairan
2200, regular heparin, QB: meningkat, dengan
200-250, QD: 500) kriteria hasil:
Edema menurun
Berat badan membaik
Tekanan darah membaik

Selasa/ 24 Gangguan pola Mengidentifikasi pola tidur S: - Pasien mengatakan


oktober 2023 tidur pasien (pasien mengatakan sudah memahami
Jam berhubungan sudah mulai bisa tidur, tapi penjelasan yang
07.00 dengan kurang hanya sebentar). diberikan.
(Pertemuan3) control tidur
Menganjurkan pasien untuk -Pasien mengatakan akan
meghilangkan stress sebelum mencoba mengatur
tidur. jadwal pemberian obat di
malam hari agar tidak
Menganjurkan pasien untuk mengganggu jadwal tidur
menyesuaikan jadwal-
pemberian obat dan/ atau- - Pasien mengatakan
tindakan untuk menunjang akan mencoba untuk
siklus tidur-terjaga. menenangkan fikiran dan
menghilangkan stress
Menganjurkan pasien sebelum tidur
melakukan aktivitas distraksi
yang menenangkan. O: - Pasien tampak tidak
terlalu sering menguap
Memonitoring tanda-tanda lagi.
vital intradialisis:
- TD : 108/58 mmHg A : Gangguan pola tidur
- N : 8 x/i
P : Intervensi dilanjutkan
- S : 36 °C dengan tujuan pola tidur
- P : 18 x/i membaik, dengan
kriteria hasil :
Memonitoring respon Keluhan sulit tidur
pasien selama dialisis.
menurun.
 Keluhan sering terjaga
menurun.
 Keluhan tidak puas tidur
menurun.
 Keluhan pola tidur
berubah menurun.
 Keluhan istirahat tidak
cukup menurun.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi darah
dan mencegah menumpuknya limbah dan mengendalikan keseimbangan cairan
dalam tubuh, menjaga level elektrolit seperti sodium, portasium, dan fosfat tetap
stabil. Serta memproduksi hormon dan enzim yang membantu dalam
mengendalikan tekanan darah, membuat sel darah merah dan menjaga tulang tetap
kuat.

Penyakit ginjal kronis adalah penurunan progresif fungsi ginjal dalam


beberapa bulan atau tahun. Penyakit ginjal kronis di definisikan sebagai kerusakan
ginjal dan/atau penurunan Glomerular Filtration Rate ( GFR ) kurang dari
60mL/min/1,73 m2 selama minimal tiga bulan.

Penatalaksanaan peyakit ginjal kronik terdapat terapi non farmakologis


yaitu dengan dialysis dan transplantasi ginjal. Dialysis terdiri dari dua metode
yaitu hemodialisa dan CAPD.

Dalam pelaksanaan proses asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn. G


dengan diagnosa medis CKD On HD diruang hemodialisis RSUP M. Jamil
Padang pada tanggal 06/10/2023, 20/10/2023, 24/10/2023 yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan dan evaluasi keperawatan.
Pengkajian yang dilakukan pada Tn. G dilakukan secara langsung untuk
data primer dan sekunder melalui pemeriksaan fisik dan wawancara. Masalah
keperawatan yang muncul pada Tn. G dirumuskan dengan Analisa data yang
ditemukan pada saat pengkajian adalah Hypervolemi, Nyeri akut dan gangguan
pola tidur. Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang dibuat dengan
berpedoman pada SIKI. Adapun evaluasi diakhir asuhan didapatkan bahwa:
Subjektif :
- Pasien mengatakan kedua kaki bengkak, berat badan naik 3 kg.
- Pasien mengatakan sering terbangun pada malam hari karena batuk.
- Pasien Sesak nafas jika berjalan lama.
- Pasien mengatakan nyeri pada kepala pada bagian depan.
P : Nyeri bertambah saat tirah baring lama
Q: Nyeri dirasakan seperti di tusuk-tusuk
R: Sakit kepala bagian depan
S : Mengganggu istirahat ( skala 7 )
T : Hilang timbul

- Pasien mengeluh sulit untuk tidur


- Pasien mengatakan saat tidur malam pasien sering terbangun 2-3x.
- Pasien mengeluh tidak puas dengan tidurnya karena hanya tidur 3 jam saja
pada malam hari dan tidak bisa juga tidur di siang hari.
- Pasien mengeluh istirahatnya tidak cukup.

B. Saran
Penulis menerima saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan
makalah ini dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang asuhan
keperawatan pada kasus penyakit ginjal kronis. Diharapkan hasil makalah ini
dapat bermanfaat sebagai sumber informasi dan menambah wawasan mengenai
asuhan keperawatan pada penyakit ginjal kronis.

Anda mungkin juga menyukai