Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN CRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


DI RSUD dr. ABDUL AZIZ SINGKAWANG

DISUSUN OLEH:
IPIN SADO
231133040

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEHNIK KESEHATAN KEMENTERIAN
KESEHATAN PONTIANAK
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN CRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
DI RSUD dr. ABDUL AZIZ SINGKAWANG

Disetujui pada :
Hari :
Tanggal :

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Ns. Egidius Umbu Ndeta, S.Kep.,M.Kes Ns. Neny Yusmaniarni, S.St


NIDN. 4002099101 NIP. 19690325 198812 2 002
I. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi Penyakit
CKD adalah kondisi di mana ginjal rusak dan tidak dapat menyaring darah
dengan baik. Oleh karena itu, kelebihan cairan dan zat sisa dari darah tetap
berada di dalam tubuh dan dapat menyebabkan masalah kesehatan lainnya,
seperti penyakit jantung dan stroke(Centers for Disease Control and Prevention,
2020).
Penyakit ginjal kronis yaitu adanya kerusakan ginjal atau perkiraan laju
filtrasi glomerulus (eGFR) kurang dari 60 ml/menit/ 1,73 m2 yang berlangsung
selama 3 bulan atau lebih. CKD adalah keadaan hilangnya fungsi ginjal secara
progresif yang pada akhirnya memerlukan terapi penggantian ginjal (dialisis atau
transplantasi) (Vaidya & Aeddula, 2020).

B. Etiologi
Menurut Vaidya & Aeddula (2020), penyebab CKD bervariasi dan paling
umum yang dapat menyebabkan CKD adalah sebagai berikut:
1. Diabetes mellitus tipe 1 dan 2
2. Hipertensi
3. Glomerulonefritis primer
4. Nefritis tubulointerstitial kronis
5. Penyakit keturunan
6. Glomerulonefritis atau vaskulitis sekunder
7. Diskrasia atau neoplasma sel plasma
3

C. Klasifikasi
Klasifikasi CKD berdasarkan derajat (stage) laju filtrasi glomerulus
(LFG) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/menit/1,73 m 2 dengan rumus
kockrof-gault sebagai berikut:
( 140−umur ) x berat badan
LFG=
72 x kreatinin plasma(mg /dl)
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85.

Tabel 1.1 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik


Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1,73 m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau ringan 60 – 89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau sedang 30 – 59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau berat 15 – 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber: Setiati (2015)

D. Manifestasi Klinis
Menurut Vaidya & Aeddula (2020), stadium awal CKD tidak bergejala,
namun bermanifestasi pada stadium 4 atau 5. Beberapa gejala dan tanda
umum yang ada adalah sebagai berikut:
1. Mual dan muntah
2. Perasaan haus
3. Kehilangan selera makan
4. Kelelahan dan kelemahan
5. Gangguan tidur
6. Oliguria
7. Ketajaman mental menurun
8. Otot berkedut dan kram
9. Pembengkakam pada kaki dan pergelangan kaki
10. Pruritus persisten
11. Nyeri dada akibat perikarditis uremik
12. Sesak napas akibat edema paru karena kelebihan cairan
4

13. Hipertensi yang sulit dikendalikan


14. Pigmentasi kulit
15. Bekas luka pruritus
16. Gesekan-gesekan perikardial akibat uremik perikarditis
17. Kristal urea, dimana kadar blood urea nitrogen (BUN) yang tinggi
menyebabkan urea menjadi keringat
18. Perubahan fundus hipertensi menunjukkan kronisitas

E. Komplikasi
Menurut Murabito & Hallmark (2018), beberapa komplikasi dari CKD
adalah:
1. Anemia
2. Penyakit ginjal kronis (gangguan mineral dan tulang)
3. Penyakit kardiovaskuler dan hipertensi
Menurut Centers for Disease Control and Prevention(2020), beberapa
komplikasi kesehatan lain dari CKD meliputi:
1. Anemia atau jumlah sel darah merah yang rendah.
2. Meningkatnya kejadian infeksi.
3. Kadar kalsium rendah, kadar kalium tinggi, dan kadar fosfor tinggi di
dalam darah.
4. Kehilangan nafsu makan atau makan lebih sedikit.
5. Depresi atau kualitas hidup yang lebih rendah.

F. Konsep Dasar Hemodialisa


1. Definisi
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien
dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka
pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan
penyakit ginjal stadium terminal (ESRD;end-stage renal disease) yang
membutuhkan jangka panjang atau terapi permanen. (Rahayu, 2019).
Perubahan dalam kehidupan pasien yang mejalani hemodialisa akan
5

menimbulkan berbagai komplikasi yang akan membuat pasien


merasakan ketidaknyamanan, menurunnya kualitas hidup meliputi
kesehatan fisik, psikologis, spiritual, status sosial ekonomi dan
dinamika keluarga. (Novitasari, 2015).
2. Tujuan
Tujuan dari hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang
toksik dari dalam darah pasien ke dializer tempat darah tersebut
dibersihkan dan kemudian dikembalikan ketubuh pasien. Ada tiga
prinsip yang mendasari kerja hemodialisa yaitu difusi, osmosis, dan
ultrafiltrasi. Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan
mencegah kematian namun demikian hemodialisa tidak menyebabkan
penyembuhan atau pemulihan penyakit ginjal dan tidak mampu
mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang di
laksanakan ginjal dan tampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap
kualitas hidup pasien (Cahyaningsih, 2014).
3. Komplikasi
Meskipun hemodialisis dapat menggantikan fungsi ginjal dan dianggap
terapi yang dianjurkan, tetapi terdapat berbagai komplikasi yang
menyertai pasien hemodialisis. Komplikasi tersebut seperti hipotensi,
emboli udara, nyeri dada, pruritus, gangguan keseimbangan dialisis,
kram dan nyeri otot, hipoksemia, dan hipokalsemia (Isroin, 2016).
Komplikasi tersering ketika menjalani hemodialisis berdasarkan
frekuensinya yaitu, hipotensi, kram, mual dan muntah, sakit kepala,
nyeri dada, nyeri punggung, dan gatal-gatal. Komplikasi lain yang juga
menyertai pasien hemodialisis yaitu sindrom disequilibrium, reaksi
dializer, hemolisis, emboli udara, aritmia, tamponade jantung, kejang,
dan perdarahan intraserebral. (Matzo, 2015).

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Stephens (2017), ada beberapa pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosa CKD, yaitu:
6

1. Pemeriksaan darah, untuk menentukan apakah zat sisa disaring secara


memadai. Jika kadar urea dan kreatinin terus-menerus tinggi, maka
kemungkinan besar akan didagnosis penyakit ginjal stadium akhir.
2. Pemeriksaan urine, untuk mengetahui apakah ada darah atau protein yang
terkandung di dalam urine.
3. Kidney scan, mencakup pemeriksaan magnetic resonance imaging
(MRI), pemeriksaan computed tomography (CT), atau pemeriksaan
ultrasaund dengan tujuan menentukan apakah ada penyumbatan pada
aliran urine serta mengungkapkan ukuran dan bentuk ginjal. Pada tahap
lanjut dari penyakit ginjal, ginjal lebih kecil dan memiliki bentuk yang
tidak rata.
4. Biopsi ginjal, sampel kecil jaringan ginjal diekstraksi dan diperiksa untuk
mengetahui adanya kerusakan sel. Analisis jaringan ginjal memudahkan
untuk membuat diagnosis penyakit ginjal secara tepat.
5. Rontgen dada, untuk memeriksa adanya edema paru (cairan tertahan di
paru-paru).
6. Glomerular filtration rate (GFR) atau yang biasa disebut laju filtrasi
glomerulus adalah tes yang mengukur laju filtrasi glomerulus yang
membandingkan kadar produk sisa dalam darah dan urine pasien. GFR
mengukur beberapa milimiter sisa yang dapat disaring oleh ginjal
permenit.
Menurut Tanto (2014), pemeriksaan penunjang berhubungan dengan
pengkajian awal biokimia pasien sebagai penunjang diagnosis gizi yang akan
digunakan, antara lain:
1. Pemeriksaan darah lengkap: ureum meningkat, kreatinin serum
meningkat.
2. Pemeriksaan elektrolit: hiperkalemia, hipoksemia, hipermagnesemia.
3. Pemeriksaan kadar glukosa darah, profil lipid: hiperkolesterolemia,
hipertrigliserida, LDL meningkat.
4. Analisa gas darah: asidosis metabolik (pH menurun, HCO3 menurun).
5.
7

H. Penatalaksanaan
Menurut Sudoyo (2015), rencana tatalaksana penyakit gingal kronik
dibuat sesuai dengan derajatnya, yaitu:

Tabel 1.2 Penatalaksanaan berdasarkan Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik


LFG (ml/mn/1,73
Derajat Rencana Tatalaksana
m2)
1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komoroid,
evaluasi pemburukan fungsi ginjal, memperkecil
risiko kardiovaskuler.
2 60 – 89 Menghambat pemburukan fungsi ginjal.
3 30 – 59 Evaluasi dan terapi komplikasi.
4 15 – 29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal.
5 < 15 Terapi pengganti ginjal.
Sumber : Sudoyo (2015)
Menurut Stephens (2017), tidak ada obat untuk penyakit ginjal kronis
saat ini. Namun, beberapa terapi dapat membantu mengontrol tanda dan
gejala, mengurangi risiko komplikasi, dan menghambat perkembangan
penyakit, antara lain:
1. Pengobatan Anemia
Beberapa pasien penyakit ginjal dengan anemia akan membutuhkan
transfusi darah dan meminum suplemen zat besi.
2. Keseimbangan Fosfat
Orang dengan penyakit ginjal mungkin tidak dapat menghilangkan
fosfat dari tubuh mereka dengan baik. Pasien akan disarankan untuk
mengurangi asupan fosfat yang berarti mengurangi mengonsumsi susu,
daging merah, telur, dan ikan.
3. Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi merupakan masalah umum bagi pasien penyakit ginjal
kronis. Penting untuk menurunkan tekanan darah untuk melindungi ginjal
dan memperlambat perkembangan penyakit.
4. Kulit Gatal
8

Menggunakan produk antihistamin seperti chlorphenamine, yang


dapat membantu meringankan gejala gatal pada pasien.
5. Obat Anti Penyakit
Jika racun menumpuk di dalam tubuh karena ginjal tidak berfungsi
dengan baik, pasien mungkin akan merasa mual. Obat cyclizine atau
metaclopramide dapat membantu meredakannya.
6. NSAID (Nonsteroidal Anti-inflamatory Drugs)
NSAID seperti aspirin atau ibuprifen harus dihindari dan hanya
dikonsumsi jika direkomendasikan oleh dokter.
7. Hemodialisis
Darah dipompa keluar dari tubuh pasien dan melewat dialyzer (ginjal
buatan). Pasien akan menjalaninya kisaran tiga kali seminggu yang
berlangsung setidaknya tiga jam dalam satu sesi.
8. Dialisis Peritoneal
Darah disaring di perut pasien sendiri (di rongga peritoneum yang
berisi jaringan pembuluh darah kecil yang luas). Kateter ditanamkan ke
perut, di mana larutan dialisis diinfuskan dan dikeringkan selama
diperlukan untuk menghilangkan zat sisa dan kelebihan cairan.
9. Transplantasi Ginjal
Pendonor dan penerima ginjal harus memiliki golongan darah,
protein permukaan sel, dan antibodi yang sama untuk meminimalkan
risiko penolakan ginjal baru.
10. Diet
Mengikuti diet yang tepat sangat penting untuk pengobatan ginjal,
dimana membatasi jumlah protein dalam makanan dapat membantu
memperlambat perkembangan penyakit dan meringankan gejala mual.
Asupan garam juga diatur untuk mengontrol hipertensi. Konsumsi kalium
dan fosfor juga perlu dibatasi seiring waktu.
9

11. Vitamin D
Penderita penyakit ginjal biasanya memiliki kadar vitamin D yang
rendah dimana vitamin D sangat penting untuk kesehatan tulang. Vitamin
D yang diperoleh dari matahari atau makanan harus diaktifkan oleh ginjal
sebelum tubuh dapat menggunakannya. Pasien mungkin diberikan
alfacalcidol atau kalsitriol.
12. Retensi Cairan
Kebanyakan pasien akan diminta untuk membatasi asupan
cairannya. Jika ginjal tidak berfungsi dengan baik, maka pasien jauh
lebih rentan terhadap penumpukan cairan.
10

BAB II
WOC (WEB OF CAUSATION)

Infeksi Vaskuler (hipertensi dan DM) Zat toksik


Obstruksi saluran kemih

Tertimbun dalam ginjal Refluks


Reaksi antigen antibodi Arteri sklerosis
Hidronefrosis
Suplai darah ke ginjal

Nefron rusak
GFR menurun

Penurunan fungsi ekskresi ginjal


CKD Kadar ureum meningkat Sekresi eritropoitin

Gangguan keseimbangan asam basa Asidosis Sindrom uremia Suplai darah dan O² ke
jaringan tidak adekuat
Produksi asam meningkat Hiperventilasi Pruritus (gatal)
Fituge (kelemahan umum)
Defisit nutrisi Pola Napas Tidak Efektif Sensasi menggaruk
Intoleransi
Gangguan Integritas Kulit/Jaringan Aktivitas
BAB III
PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
2. Riwayat Keperawatan
(Riwayat sebelum sakit, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, dan alat bantu yang dipakai)
3. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
(Tingkat ketergantungan, sistem tubuh: pernapasan, kardiovaskuler,
persyarafan, GCS, refleks tendon, persepsi sensori, perkemihan,
pencernaan, tulang-otot-integumen, dan sistem endokrin)
4. Pola Aktivitas
5. Psikososial(Sosial/interaksi, spiritual, dan kebutuhan pembelajaran)
6. Pemeriksaan Penunjang
7. Terapi Medis
(Jurusan Keperawatan Pontianak)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas
2. Nyeri akut
3. Hipervolemia
4. Defisit nutrisi
5. Perfusi perifer tidak efektif
6. Intoleransi aktivitas
7. Keletihan
8. Gangguan integritas kulit/jaringan
9. Kecemasan
10. Risiko perdarahan
11. Risiko infeksi
(Nurarif & Kusuma, 2016)

11
C. Luaran Keperawatan
No. SDKI SLKI
1 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan asuhan keperawatan,
gas (D.0003) diharapkan masalah gangguan pertukaran gas
Penyebab: dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1. Ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi Pertukaran Gas (L. 01003)
2. Perubahan membran 1. Tingkat kesadaran meningkat
alveolus-kapiler 2. Dispneu menurun
3. Bunyi napas menurun
4. Takikardi menurun
5. Pusing menurun
6. Penglihatan kabur menurun
7. Diaforesis menurun
8. Gelisah menurun
9. Napas cuping hidung menurun
10. PCO2 membaik
11. PO2 membaik
12. pH arteri membaik
13. Sianosis membaik
14. Pola napas membaik
15. Warna kulit membaik
2 Nyeri akut (D. 0077) Setelah dilakukan asuhan keperawatan,
Penyebab: diharapkan masalah nyeri akut dapat teratasi
1. Agen pencidera dengan kriteria hasil:
fisiologis (mis.
Inflamasi, iskemia, Tingkat Nyeri (L. 08066)
neoplasma) 1. Kemampuan menuntaskan aktivitas
2. Agen pencidera meningkat
kimiawi (mis. 2. Keluhan nyeri menurun
Terbakar, bahan kimia 3. Meringis menurun
iritan) 4. Sikap protektif menurun
3. Agen pencidera fisik 5. Gelisah menurun
(mis. Abses, amputasi, 6. Kesulitan tidur menurun
terbakar, terpotong, 7. Menarik diri menurun
mengangkat berat, 8. Berfokus pada diri sendiri menurun
prosedur operasi, 9. Diaforesis menurun
trauma, latihan fisik 10.Anoreksia menurun
berlebihan) 11.Perineum terasa tertekan menurun
12.Ketegangan otot menurun
13.Pupil dilatasi menurun
14.Muntah dan mual menurun
15.Frekuensi nadi, pola napas, dan tekanan
darah membaik
16.Proses berpikir dan fokus membaik
17.Nafsu makan dan pola pikir membaik
3 Hipervolemia (D. 0022) Setelah dilakukan asuhan keperawatan,
Penyebab: diharapkan masalah hipervolemia dapat
1. Gangguan mekanisme teratasi dengan kriteria hasil:
regulasi
2. Kelebihan asupan Keseimbangan Cairan (L.03020)
cairan 1. Asupan cairan meningkat
3. Kelebihan asupan 2. Outpun urin meningkat
natrium 3. Membran mukosa lembab meningkat
4. Gangguan aliran balik 4. Asupana makanan meningkat
vena 5. Edema menurun
5. Efek agen 6. Asites menurun
farmakologis (mis. 7. Konfusi menurun
Kortikosteroid, 8. Tekanan darah membaik
chlorpropamide, 9. Frekuensi nadi membaik
tolbutamide, dll) 10. Tekanan arteri rata-rata membaik
11. Mata cekung membaik
12. Turgor kulit membaik
13. Berat badan membaik
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016 dan Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)

D. Intervensi Keperawatan
No. SDKI SIKI
1 Gangguan pertukaran Pemantauan Respirasi (I. 01014)
gas (D.0003) 1. Observasi
Penyebab: a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
1. Ketidakseimbangan dan upaya napas
ventilasi-perfusi R/mengethui pernapasan pada px
2. Perubahan membran b. Monitor pola napas (seperti bradipneu,
alveolus-kapiler takipneu, hiperventilasi, kusmaul,
checnestokes biot, ataksik)
R/mengetahui kelainan napas pada px
c. Monitor kemampuan batuk efektif
R/mengetahui keefektivan batuk pada
px
d. Monitor adanya produksi sputum
R/mengurangi sputum untuk
membebaskan jalan napas
e. Monitor adanya sumbatan jalan napas
R/memberikan jalan napas yang paten
f. Monitor saturasi oksigen
R/mengethui kapasitas oksigen pada
aliran darah
g. Monitor nilai AGD
R/ Analisa gas darah (AGD) adalah
prosedur pemeriksaan medis yang
bertujuan untuk mengukur jumlah
oksigen dan karbon dioksida dalam
darah
h. Monitor hasil thorax x-ray
R/mengetahui kelianan pada thorax px
2. Terapeutik
a. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
R/mencegah terjadinya keracunan
oksigen
b. Dokumentasikan hasil pemantauan
R/pemantauan berulan dari Riwayat
yang dicatat
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
R/memberikan edukasi kepada
keluarga dan px tentang Tindakan yang
diberikan
b. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
R/memberikan edukasi kepada
keluarga

2 Nyeri akut (D. 0077) Manajemen nyeri (I.08238)


Penyebab: Observasi
1. Agen pencidera a) Identifikasi lokasi, karekteristik, durasi,
fisiologis (mis. frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Inflamasi, iskemia, R/mengetahui jenis nyeri
neoplasma) b) Identifikasi skala nyeri
2. Agen pencidera R/memberikan intervensi yang tepat
kimiawi (mis. c) Identifikasi respons nyeri non verbal
Terbakar, bahan kimia R/dapat melihat pada px yang sulit untuk
iritan) mengungkapkan rasa
3. Agen pencidera fisik d) Identifikasi faktor yang memperberat dan
(mis. Abses, amputasi, memperingan nyeri
terbakar, terpotong, R/mengurangi nyeri
mengangkat berat, e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
prosedur operasi, tentang nyeri
trauma, latihan fisik R/mencegah kekeliruan terhadap nyeri
berlebihan) f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
R/mengetahui cara mengatasi nyeri dari
budaya yang biasa digunakan
g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
R/mengatasi nyeri untuk keefektifan aktivitas
sehari-hari
h) Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
R/mengubah atau tetap menggunakan terapi
yang berhasil digunakan
i) Monitor efek samping penggunaan analgesic
R/mencegah side effect terhadap px
Terapeutik
a) Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
R/terapi non farmakologis mengurangi
penggunaan analgetik
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
R/memberikan rasa nyaman pada px
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
R/mengurangi ansietas pada px
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
R/menetapkan efektivitas terapi
Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
R/mencegah terjadinya kekeliruan pemahaman
tentang nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
R/memberikan edukasi kepada keluarga dan
pasien
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
R/dapat digunakn pada nyeri yang hilang
datang
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
R/membantu memberikan efektivitas yang
adekuat
e) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
R/mengurangi penggunaan analgetic yang
berlebihan
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
R/Analgesik adalah obat pereda nyeri untuk
menghilangkan rasa sakit akibat radang sendi,
operasi, cedera, sakit gigi, sakit kepala, kram
menstruasi, dan nyeri
3 Hipervolemia (D. 0022) Manajemen Hipervolemia (I. 03114)
Penyebab: 1. Observasi
1. Gangguan mekanisme a. Periksa tanda dan gejala hipervolemia
regulasi (mis. Ortopnea, dipsnea, edema,
2. Kelebihan asupan JVP/CVP meningkat, refleks
cairan hepatojugular positif, suara napas
3. Kelebihan asupan tambahan)
natrium R/mengetahui untuk mengakkan
4. Gangguan aliran balik masalah keperawatan
vena b. Identifikasi penyebab hipervolemia
5. Efek agen R/memberikan efektivitas tindakan
farmakologis (mis. c. Monitor status hemodinamik (mis.
Kortikosteroid, frekuensi jantung, tekanan darah,
chlorpropamide, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI),
tolbutamide, dll) jika tersedia
R/mengetahui komplikasi yang terjadi
d. Monitor intake dan output cairan
R/memantau pemasukkan dan
pengeluaran yang seimbang
e. Monitor tanda hemokonsentrasi (mis.
kadar natrium, BUN, hematokrit, berat
jenis urin)
R/memberikan penilaian dari
pemeriksaan penunjang
f. Monitor tanda peningkatan tekanan
onkotik plasma (mis. kadar protein dan
albumin meningkat)
R/mencegah terjadinya komplikasi
g. Monitor kecepatan infus secara ketat
R/infus yang terlalu cepat dapat
memperburuk keadaan hipervolemia
h. Monitor efek samping diuretik (mis.
hipotensi ortortostatik, hipovolemia,
hipokalemia, hiponatremia)
R/mencegah terjadinya komplikasi
seperti hipovolemia
2. Terapeutik
a. Timbang berat badan setiap hari pada
waktu yang sama
R/berat badan yang naik secara singkat
mengindikasikan tanda dan gejala
hipervolemia
b. Batasi asupan cairan dan garam
R/asupan cairan dibatasi untuk
mengurangi resiko hipervolemia
c. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40o
R/mencegah terjadinya sesak akibat
penumpukkan cairan berlebih
3. Edukasi
a. Anjurkan melapor jika haluaran urin
<0,5 ml/kgBB/jam dalam 6 jam
R/artinya hypervolemia belum teratsi
modifikasi Tindakan keperawatan
b. Anjurkan melapor jika BB bertambah
>1 kg dalam sehari
R/modifikasi Tindakan keperawatan
yang adekuat
c. Anjurkan cara mengukur dan mencatat
asupan dan haluaran cairan
R/memonitr intake dan output cairan
yang masuk ke dalam tubuh
d. Ajarkan cara membatasi cairan
R/meminimalisir dari efek
hipervolemia
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pembeiran diuretik
R/diurtetik menghindari oedem pada
pasien
b. Kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat diuretik
R/memberikan cukup kalium pada
tubuh untuk mengindari komplikasi
yang mungkin terjadi
c. Kolaborasi pemberian continuous
renal replacement therapy (CRRT),
jika perlu
R/CRRT adalah salah satu alat untuk
menggantikan fungsi ginjal
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016 dan Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada
respons pasien dan keluarga terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Evaluasi proses atau pormatif dilakukan setiap selesai
melakukan tindakan.Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan SOAP
sebagai pola pikirnya (Keliat, 2011).
1. Subjektif
Respons subjektif pasien dan keluarga terhadap intervensi
keperawatan yang telah diberikan.
2. Objektif
Respons objektif pasien dan keluarga terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan.
3. Assesment
Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap, atau muncul masalah baru, atau bahkan ada
data yang kontradiktif dengan masalah yang ada.
4. Plan
Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil dari analisa pada
respons pasien dan keluarga.
Pada kasus dengan CKD terdapat beberapa diagnosa seperti gangguan
pertukaran gas, nyeri akut, dan hipervolemia. Dari diagnosa tersebut akan
didapatkan evaluasi dari kriteria hasil atau respons dari pasien dan keluarga
berupa:
1. Gangguan Pertukaran Gas
Tingkat kesadaran meningkat, Dispneu menurun, bunyi napas menurun,
takikardi menurun, pusing menurun, penglihatan kabur menurun, diaforesis
menurun, gelisah menurun, napas cuping hidung menurun, PCO2 membaik, PO2
membaik, pH arteri membaik, Sianosis membaik, pola napas membaik,
warna kulit membaik.
2. Nyeri Akut
Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat, keluhan nyeri menurun,
meringis menurun, sikap protektif menurun, gelisah menurun, kesulitan
tidur menurun, menarik diri menurun, berfokus pada diri sendiri
menurun, diaforesis menurun, anoreksia menurun, perineum terasa
tertekan menurun, ketegangan otot menurun, pupil dilatasi menurun,
muntah dan mual menurun, frekuensi nadi, pola napas, tekanan darah
membaik, proses berpikir dan fokus membaik, nafsu makan dan pola
pikir membaik.
3. Hipervolemia
Asupan cairan meningkat, outpun urin meningkat, membran mukosa
lembab meningkat, asupan makanan meningkat, edema menurun, asites
menurun, konfusi menurun, tekanan darah membaik, frekuensi nadi
membaik, tekanan arteri rata-rata membaik, mata cekung membaik,
turgor kulit membaik, berat badan membaik.
F. Aplikasi Pemikiran Kritis Pengaruh progressive Muscle Relaxation
terhadap kualitas tidur pasien Hemodialisa
Terapi hemodialisa aman dan bermanfaat untuk pasien CKD namun ada
efek samping yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan fisiologis yang
bisa terjadi berupa rasa haus berlebihan, tenggorokan kering, tidak selera
makan, gastritis, konstipasi, kesulitan bernafas, kelemahan, nyeri dan
gangguan tidur. Uremia akan berdampak pada gangguan fungsi sistem saraf
dan menyebabkan restless leg syndrome. Pemberian terapi progressive
muscle relaxation dapat megurangi penumpukan urea dalam darah sehingga
dapat mengurangi terjadinya restless leg syndrome pada pasien hemodialisa,
yang akhirnya akan berdampak pada peningkatan kualitas tidur (Smeltzet &
Bare, 2015).
Tidur merupakan hal yang penting bagi tubuh, apabila tidak di tangani
dapat menyebabkan adanya perubahan pada metabolisme, system endokrin,
fungsi fisik, mental, kesehatan dan kesejahteraan. Tidur merupakan titik awal
munculnya energi baru bagi tubuh. Masalah tidur harus dianggap sebagai
tanda vital, karena merupakan indikator kuat kesehatan dan kualitas hidup
secara keseluruhan (Knutson, 2015).
Prevalensi gangguan tidur pada pasien hemodialisa sebesar 60%-94%.
Gangguan tidur merupakan hal yang biasa terjadi pada pasien CKD dengan
prevalensi yang cukup tinggi, sesuai dengan peningkatan usia, dan berbagai
penyebabnya (Shariati, 2012).
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis eksperimen
semu (Quasy-Experimental Time Series Design), dengan rancangan pre-test
and post-test with control group design. Pre-test dilakukan pada kedua
kelompok, dan dievaluasi pada minggu kedua dan postes minggu keempat.
Variabel bebas pada penelitian ini progressive muscle relaxation dan variabel
terikat kualitas tidur.
Penelitian yang dilakukan oleh Hou (2014) dengan terapi PMR pada
pasien hemodialisa yang dilakukan setiap hari sebelum tidur selama 12
minggu, hasilnya efektif dapat memperbaiki keadaan mental dan kualitas
tidur. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa terapi
PMR selama satu bulan, yang dilakukan 1-2 kali setiap harinya dapat
meningkatkan kualitas tidur pada pasien hemodialisa (Ahmed & Younis,
2014).
PMR juga dapat menurunkan kelelahan dan meningkatkan kualitas tidur
pada pasein dengan Chronic Obstructive Lung Disease (COPD) dan multiple
sclerosis (Akgun & Dayapoglu, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Basok, B., Studi, P., Keperawatan, I., Ginjal, G., Ice, K. S., Rasa, M., &
Hemodialisis, H. (2018). Pengaruh menghisap slimber ice terhadap
intensitas rasa haus pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.
2(2), 77–83.
Cahyaningsih, N. D. (2014). Hemodialisis (Cuci Darah): Panduan Praktis
Perawatan Gagal Ginjal. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.
Centers for Disease Control and Prevention. (2020). Chronic Kidney Disease
Basics. Retrieved from https://www.cdc.gov/kidneydisease/basics.html
Isroin, Laily. (2016). Manajemen Cairan pada Pasien Hemodialisis untuk
Meningkatkan Kualitas Hidup. Ponorogo : Unmuh Ponorogo Press.
Keliat, B.A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC
Matzo, M., & Sherman, D. M. (2015). Palliative Care Nursing: Quality Care to
the End of Live (Four Edition). New York: Springer Publishing Company,
LLC.
Murabito, S., & Hallmark, B. F. (2018). Complications of Kidney Disease.
Nursing Clinics of North America, 53(4), 579–588.
https://doi.org/10.1016/j.cnur.2018.07.010
Novitasari, Ida. 2015. Gambaran tingkat kecemasan, stres, depresi dan mekanisme
koping pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD
Dr. Moewardi. Skripsi : Universitas Diponegoro Semarang.
Nurarif & Kusuma. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC, jilid 2. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Stephens, C. (2017). Symptoms, causes, and treatment of chronic kidney disease.
Retrieved from https://www.medicalnewstoday.com/articles/172179
Sudoyo. (2015).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Internal
Publishing.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1 Cetakan 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai