Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN HEMODIALISA

DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKD ON HD + HIPERTENSI


DI RUANG HEMODIALISA RS BHAYANGKARA TK. I PUSDOKKES
POLRI

HERSUYANTI
1035222006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MH THAMRIN
JAKARTA, 2023
BAB 2
TINJAUAN TEORI

1. KONSEP DASAR CKD


A. Pengertian
Gagal ginjal kronik atau chronic kidney disease (CKD) adalah penurunan fungsi ginjal
secara progresif dimana massa ginjal yang masih ada tidak mampu lagi mempertahankan
lingkungan internal tubuh (Black, J.M., dan Hawks, 2005). Merupakan penyakit ginjal tahap
akhir, bersifat progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi
uremia.
Gagal ginjal Kronik merupakan terjadinya penurunan fungsi ginjal dalam jangka waktu
menahun yang menyebabkan tubuh gagal menjaga keseimbangan metabolisme dan cairan
elektrolit. Penyakit gagal ginjal kronik tahap akhir ditandai dengan penurunan keadaan fungi
ginjal irreversible dan pada suatu derajat diperlukan tindakan transpaltasi ginjal (Rahayu,
2018)
Fungsi ginjal akan bermasalah jika ginjal tidak berfungsi dengan baik. Hasil dari sisa
metabolisme akan menumpuk pada tubuh dan akan berubah menjadi racun. Pada pasien
penderita gagal ginjal kronik pada saat dilakukan pemeriksaan akan ditemukan ureum darah
dan kreatinin mengalami peningkatan. Ureum pada darah merupakan hasil dari proses
penguraian protein yang mengandung nitrogen dan dapat berubah menjadi respons dalam
pemecahan protein (Arjani, 2017).

B. Etiologi
Menurut (Rendi & TH, 2019) penyebab gagal ginjal kronik adalah
1) Infeksi saluran kemih/pielonefritis kronis
2) Penyakit peradangan glumerulonefritis
3) Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4) Gangguan jaringan penyambung (SLE poliarterites nodusa skelrosi sistemik)
5) Penyakit kongenital dan herediter (Penyakit ginjal polikistik asidosis tubulus ginjal)
6) Penyakit metabolik (DM, Gocit, Hiperparatiroirisme)
7) Netropati toksik
8) Nefropati Obstruksi (Batu saluran kemih)

C. KLASIFIKASI
Cronic Kidney Disease (CKD) pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic
renal failure (CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk
membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade,
dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara
konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance
creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure)
hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang
dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
1) Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a) Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
 Kreatinin serum dan kadar BUN normal
 Asimptomatik
 Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b) Stadium II : Insufisiensi ginjal
 Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
 Kadar kreatinin serum meningkat
 Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
 Ringan 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
 Sedang 15% - 40% fungsi ginjal normal
 Kondisi berat 2% - 20% fungsi ginjal normal
c) Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
 Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
 Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
 Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
2) KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
a.) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2 ).
b.) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2 ).
c.) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2 ).
d.) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2 ).
e.) Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.

D. PATOFISIOLOGI
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, salah satunya adalah
Hipertensi, yang menyebabkan GFR menurun.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin
berat (Smeltzer dan Bare, 2011). Hipertensi didefinisikan sebagai berikut :
2018 / ESC
 Tekanan darah Sistolik (TDS) ≥ 140 mmHg
 Tekanan darah Diastolik (TDS) ≥ 90 mmHg
(pengukuran tekaanan darah di klinik = office blood pressure
2018 / ACC
 Tekanan darah Sistolik (TDS) ≥ 140 mmHg
 Tekanan darah Diastolik (TDS) ≥ 80 mmHg
Akibat Hipertensi saast Hemodalisa
 Meningkatkan kejdian penyakit kardiovaskuler
- Infark Miokard Akut
- Stroke
- Kebutaan akut
Klasifikasi Hipertensi
1) Klasifikasi Hipertensi [ESH /ESC 2018]

2) Klasifikasi Hipertensi [ACC 2017]

3) Klasifikasi Hipertensi [ACC 2017]


 < 60 tahun 140/90 mmHg mulai terapi
 DM & HT 140/90 mmHg mulai terapi
 ≥60 tahun 140/90 mmHg mulai terapi
Pathway
E. Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis,
diantaranya adalah :
a. Usia
Usia yang lebih tua mempunyai resiko GGK yang lebih besar dibanding usia yang
lebih muda. Penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) merupakan proses “normal
aging” dimana ginjal tidak dapat meregenerasikan nefron yang baru, sehingga terjadi
kerusakan ginjal, atau proses penuaan terjadi penurunan jumlah nefron. Pada usia 40
tahun jumlah nefron yang berfungsi berkurang sekitar 10% setiap 10 tahun dan pada
usia 80 tahun, hanya 40% nefron yang berfungsi. Hasil Baltimore Longitudinal Study
of Aging (BLSA) menunjukkan terjadinya penurunan klirens kreatinin rata – rata
0,75 mL/min/tahun pada individu tanpa penyakit ginjal atau penyakit penyerta
lainnya dari waktu ke waktu seiring bertambahnya usia, namun tidak semua individu
mengalami penurunan klirens kreatinin, hal ini karena adanya faktor komorbid yang
akan mempercepat penurunan LFG
b. Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki resiko lebih besar mengalami GGK. Data Indonesian Renal
Registry (IRR) dan di Australia menunjukkan bahwa resiko GGK pada laki – laki
lebih besar dibanding perempuan. Hal ini disebabkan karena pengaruh perbedaan
hormon reproduksi, gaya hidup seperti konsumsi protein, garam, rokok, dan
konsumsi alkohol pada laki-laki dan perempuan.
c. Sosial Ekonomi Individu
dengan sosial ekonomi rendah memiliki resiko lebih besar. Studi kohort di Amerika
Serikat juga menyimpulkan bahwa lakilaki kulit putih dan perempuan Afrika -
Amerika dengan status sosial ekonomi rendah memiliki resiko lebih besar untuk
mengalami GGK dibandingkan dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi. Hal
ini dimungkinkan karena akses untuk mendapatkan pemeriksaan fungsi ginjal dan
pengobatan lebih lebih kecil pada masyarakat dengan sosial ekonomi rendah.
d. Penyakit Pemicu
Diabetes melitus (DM) dan hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya gangguan
fungsi ginjal. Hasil analisis menunjukkan bahwa individu dengan DM beresiko 2,5
kali lebih besar untuk terjadinya GGK dibandingkan yang tidak DM. hal ini
dikarenakan kadar gula dalam darah tinggi yang akan mempengaruhi struktur ginjal,
merusak pembuluh darah halus diginjal. Sedangkan individu dengan hipertensi
beresiko 3,7 kali lebih besar untuk terjadinya GGK dibandingkan yang tidak
hipertensi. Hubungan antara PGK dan hipertensi adalah siklik, penyakit ginjal dapat
menyebabkan tekanan darah naik dan sebaliknya hipertensi dalam waktu lama dapat
menyebabkan gangguan ginjal. e. Obesitas Obesitas mempunyai resiko 2,5 kali lebih
besar untuk mengalami GGK. Obesitas menyebabkan aktivasi system syaraf
simpatis, aktivasi system Sistem renin-angiotensin (RAS), sitokin adiposity
(misalnya : leptin), kompresi fisik ginjal akibat akumulasi lemak intrarenal dan
matriks ekstraseluler, perubahan hemodinamik-hiperfiltrasi karena peningkatan
tekanan intraglomuler, gangguan tekanan ginjal natriuresis (tekanan tinggi
dibutuhkan ekskresi natrium). Hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan ginjal.
(Eva & Sri, 2015)

F. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik gagal ginjal kronik menurut Baradero, Dayrit, & Siswadi (2009) dan
Kowalak, Welsh, & Mayer (2017) yaitu:
a. Sistem hematopoietik: Anemia (cepat lelah) dikarenakan eritropoietin menurun,
trombositopenia dikarenakan adanya perdarahan, ekimosis dikarenakan trombositopenia
ringan, perdarahan dikarenakan koagulapati dan kegiatan trombosit menurun
b. Sistem kardiovaskular: Hipervolemia dikarenakan retensi natrium, hipertensi dikarenakan
kelebihan muatan cairan, takikardia, disritmia dikarenakan hiperkalemia, gagal jantung
kongestif dikarenakan hipertensi kronik, perikarditis dikarenakan toksin uremik dalam
cairan pericardium
c. Sistem pernafasan: Takipnea, pernapasan kussmaul, halitosis uremik atau fetor, sputum
yang lengket, batuk disertai nyeri, suhu tubuh meningkat, hilar pneumonitis, pleural
friction rub, edema paru
d. Sistem gastrointestinal: Anoreksia, mual dan muntah dikarenakan hiponatremia,
perdarahan gastrointestinal, distensi abdomen, diare dan konstipasi.
e. Sistem neurologi: Perubahan tingkat kesadaran (letargi, bingung, stupor, dan koma)
dikarenakan hiponatremia dan penumpukan zatzat toksik, kejang, tidur terganggu,
asteriksis
f. Sistem skeletal: Osteodistrofi ginjal, rickets ginjal, nyeri sendi dikarenakan
ketidakseimbangan kalsium-fosfor dan ketidakseimbangan hormon paratiroid yang
ditimbulkan
g. Kulit: Pucat dikarenakan anemia, pigmentasi, pruritus dikarenakan uremic frost,
ekimosis, lecet
h. Sistem perkemihan: Haluaran urine berkurang, berat jenis urine menurun, proteinuria,
fragmen dan sel urine, natrium dalam urine berkurang semuanya dikarenakan kerusakan
nefron
i. Sistem reproduksi: Interfilitas dikarenakan abnormalitas hormonal, libido menurun,
disfungsi ereksi, amenorea

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul menurut (Corwin, 2009) antara lain:
a. Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan elektrolit, asidosis
metabolic, azotemia, dan uremia
b. Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan uremia berat.
Asidosis metabolic memburuk, yang secara mencolok merangsang kecepatan pernafasan
c. Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremic, dan pruritus (gatal)
adalah komplikasi yang sering terjadi
d. Penurunan pembentukan eritropoietin dapat menyebabkan sindrom anemia kardiorenal,
suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskular, dan penyakit ginjal yang akhirnya
menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas
e. Dapat terjadi gagal jantung kongestif
f. Tanpa pengobatan terjadi koma dan kematian

H. Pemeriksaan Diagnostik
I. Urine
a) Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
b) Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah,
Hb, mioglobin, porfirin
c) Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat
d) Osmoalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal
e) tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
f) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
g) Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
h) Protein: Derajat tinggi proteinuria (3 - 4+) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus bila sel darah merah dan fragmen
J. Darah
a) BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
b) Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
c) SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
d) GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
e) Natrium serum : rendah
f) Kalium: meningkat
g) Magnesium : Meningkat
h) Kalsium ; menurun
i) Protein (albumin) : menurun
K. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
L. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
M. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas
N. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor selektif
O. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa
P. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
H. Pencegahan

a. Rajin beraktivitas fisik & Berolahraga agar badan tetap bugar


b. Menjaga kadar gula darah tetap normal
c. Menjaga tekanan darah tetap normal
d. Menjaga berat badan ideal
e. Minum air putih 8 – 10 gelas per hari
f. Tidak Merokok
g. Periksa fungsi ginjal secara berkala
h. Tidak konsumsi obat anti nyeri dalam jangka panjang tanpa anjuran dokter
I. Penatalaksanaan
a) Dialisis
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang bertujuan untuk
menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh.
Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga
tidak lagi mampu untuk 13 menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi.
Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :
 Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser
 Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)
 Koreksi hiperkalemi
 Koreksi anemia
 Koreksi asidosis
 Pengendalian hipertensi
 Transplantasi ginjal
 Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium,
furosemid
 Diit rendah protein
2. KONSEP DASAR HIPERTENSI
A. Pengertian
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang
intermiten atau menetap.Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih tinggi
pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden hipertensi
meningkat seiring bertambahnya usia (Nugroho, 2016).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang
ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization)
memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama
atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan
antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2017).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg.Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg (Gardner Samuel, 2018). 2.3.2 Klasifikasi Hipertensi pada usia lanjut dibedakan
atas (Darmojo, 2015):
1) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan / atau
tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
2) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan
tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

B. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia menurut Triyanto (2017) adalah
terjadinya perubahan-perubahan pada :
1) Elastisitas dinding aorta menurun
2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20
tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
3. KONSEP DASAR HEMODIALISA
A. Pengertian
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan.
Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien
berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat (DR. Nursalam M. Nurs,
2019). Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat
beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane yang
selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak dikehendaki
terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa bentuk keracunan
(Christin Brooker, 2017). Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan
dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer.
Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi
kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena (fistula
arteriovenosa) melalui pembedahan.

B. Indikasi
1) Indikasi Segera Koma,
perikarditis, atau efusi pericardium, neuropati perifer, hiperkalemi, hipertensi maligna,
over hidrasi atau edema paru, oliguri berat atau anuria.
2) Indikasi Dini
a) Gejala uremia
Mual, muntah, perubahan mental, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan dan
perkembangan seks dan perubahan kulitas hidup
b) Laboratorium abnormal
Asidosis, azotemia (kreatinin 8-12 mg %) dan Blood Urea Nitrogen (BUN): 100 –
120 mg %, TKK : 5 ml/menit.
3) Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi dialisa bervariasi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang
tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
Program dialisa dikatakan berhasil jika:
a) penderita kembali menjalani hidup normal
b) penderita kembali menjalani diet yang normal
c) jumlah sel darah merah dapat ditoleransi
d) tekanan darah normal e) tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif.
4) Tujuan
a) Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lain.
b) Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c) Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
d) Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
5) Peralatan Haemodialisa
a) Arterial – Venouse Blood Line (AVBL) AVBL terdiri dari :
- Arterial Blood Line (ABL) Adalah tubing tubing/line plastic yang
menghubungkan darah dari tubing akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser,
disebut Inlet ditandai dengan warna merah.
b) Venouse Blood Line
Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser
dengan tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet ditandai dengan
warna biru. Priming volume AVBL antara 100-500 ml. priming volume adalah
volume cairan yang diisikan pertama kali pada AVBL dan kompartemen
dialiser.Bagian-bagian dari AVBL dan kopartemen adalah konektor, ujung
runcing,segmen pump,tubing arterial/venouse pressure,tubing udara,bubble
trap,tubing infuse/transfuse set, port biru obat ,port darah/merah herah
heparin,tubing heparin dan ujung tumpul.
c) Dializer /ginjal buatan (artificial kidney)
Adalah suatu alat dimana proses dialisis terjadi terdiri dari 2
ruang/kompartemen,yaitu:
 Kompartemen darah yaitu ruangan yang berisi darah
 Kompartemen dialisat yaitu ruangan yang berisi dialisa
Kedua kompartemen dipisahkan oleh membran semipermiabel. Dialiser
mempunyai 4 lubang yaitu dua ujung untuk keluar masuk darah dan dua samping
untuk keluar masuk dialisat.
d) Air Water Treatment
Air dalam tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka
(diasol). Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air
sumur, yang harus dimurnikan dulu dengan cara “water treatment” sehingga
memenuhi standar AAMI (Association for the Advancement of Medical
Instrument). Jumlah air yang dibutuhkan untuk satu session hemodilaisis seorang
pasien adalah sekitar 120 Liter.
e) Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi
tertentu. Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat
bicarbonate. Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu :
jenis standart, free potassium, low calsium dan lain-lain. Bentuk bicarbonate ada
yang powder, sehingga sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air murni/air
water treatment sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair (siap pakai).
f) Mesin Haemodialisis
Ada bermacam-macam mesin haemodilisis sesuai dengan merek nya.
Tetapi prinsipnya sama yaitu blood pump, system pengaturan larutan dilisat,
system pemantauan mesin terdiri dari blood circuit dan dillisat circuit dan bebagai
monitor sebagai deteksi adanya kesalahan. Dan komponen tambahan seperti
heparin pump, tombol bicarbonate, control ultrafiltrasi, program ultrafiltrasi,
kateter vena, blood volume monitor.
4. KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan sangat mendukung untuk mengetahui
masalah pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler.
Pemeriksaan ini meliputi :
Inspeksi bentuk dada :
- Untuk melihat seberapa berat gangguan sistem kardiovaskuler. Bentuk dada yang
biasa ditemukan adalah
- Bentuk dada thoraks phfisis (panjang dan gepeng)
- Bentuk dada thoraks en bateau (thoraks dada burung)
- Bentuk dada thoraks emsisematous (dada berbentuk seperti tong)
- Bentuk dada thoraks pektus ekskavatus (dada cekung ke dalam)
- Gerakan pernapasan : kaji kesimetrisan gerakan pernapasan klien
2) B2 (Blood)
- Irama jantung : Frekuensi ..x/m, reguler atau irreguler
- Distensi Vena Jugularis
- Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan ventilator
- Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung
S1 : Terdengar saat kontraksi jantung / sistol ventrikel. Terjadi akibat penutupan
katup mitral dan trikuspid.
S2 : Terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. Terjadi akibat penutupan katup
pulmonal dan katup aorta. Dikenal dengan ventrikuler gallop, manandakan adanya
dilatasi ventrikel.
Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah. Biasanya terdengar pada
pasien gangguan katup atau CHF.
- Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik
- Nadi perifer : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa. Aritmia dapat terjadi
akibat adanya hipoksia miokardial.
- PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm, pada interkostal ke lima
kiri pada garis midklavikula. Pergeseran lokasi menunjukan adanya pembesaran
ventrikel pasien hipoksemia kronis.
- Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya.
3) B3 (Brain)
Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator dapat terjadi akibat
penurunan PCO2 yang menyebabkan vasokontriksi cerebral. Akibatnya akan
menurunkan sirkulasi cerebral.
Untuk menilai tingkat kesadaran dapat digunakan suatu skala pengkuran yang
disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS).
GCS memungkinkan untuk menilai secara obyektif respon pasien terhadap
lingkungan. Komponen yang dinilai adalah : Respon terbaik buka mata, respon
motorik, dan respon verbal. Nilai kesadaran pasien adalah jumlah nilai-nilai dari ketiga
komponen tersebut.
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
- Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
- Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
- Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
- Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
- Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
- Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk
perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen
karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga
tulang kepala.
4) B4 (Bladder)
- Urine : warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.
- Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi pada ginjal.
5) B5 (Bowel)
Rongga mulut Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut atau
perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya dehidarsi.
a) Bising usus
Ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan
palpasi abdomen. Bising usus dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis.
Lakukan observasi bising usus selama ± 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat
terjadi akibat tertelannya udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan
nasotrakeal
b) Distensi abdomen
Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites dapat diketahui dengan
memeriksa adanya gelombang air pada abdomen. Distensi abdomen dapat juga
terjadi akibat perdarahan yang disebabkan karena penggunaan IPPV. Penyebab
lain perdarahan saluran cerna pada pasien dengan respirator adalah stres,
hipersekresi gaster, penggunaan steroid yang berlebihan, kurangnya terapi antasid,
dan kurangnya pemasukan makanan
c) Nyeri
d) Dapat menunjukan adanya perdarahan gastriintestinal e
e) Pengeluaran dari NGT : jumlah dan warnanya
f) Mual dan muntah
6) B6 (Bone)
- Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.
Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya
sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa).
Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya
kadar haemoglobin atau shok. Pucat, sianosis pada pasien yang menggunakan
ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Jaundice (warna kuning) pada
pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibatpenurunan aliran darah
portal akibat dari penggunaan FRC dalam jangka waktu lama.
Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak begitu
jelas terlihat. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya demam,
infeksi. Pada pasien yang menggunkan ventilator, infeksi dapat terjadi akibat
gangguan pembersihan jalan napas dan suktion yang tidak steril.
- Integritas kulit
Perlu dikaji adanya lesi, dan dekubitus

B. Diagnosa Keperawatan
1) Pola Nafas Tidak Efektif
2) Nyeri Akut
3) Perfusi Perifer Tidak Efektif
4) Kelebihan Volume Cairan
5) Resiko Ketidakseimbangan Nutrisi Dari Kebutuhan
6) Intoleransi Aktivitas

C. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
1. Pola Nafas Tidak Efektif Manajemen jalan napas (I.01011)
Observasi :
1. Monitor pola napas
2. Monitor bunyi napas
3. Monitor sputum
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Posisikan semi-fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterafi dada
5. Lakukan penghisapan lendir
6. Lakukan hiperoksigenasi
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
8. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
2. Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian Bronkodilator
2. Nyeri Akut Manajemen Nyeri (I.08238)
Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
3. Perfusi Perifer Tidak Efektif Perawatan Sirkulasi (I.02079)
Observasi
1. Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer,
edema, pengisian kalpiler, warna, suhu, angkle
brachial index)
2. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
(mis. Diabetes, perokok, orang tua, hipertensi dan
kadar kolesterol tinggi)
3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak
pada ekstremitas
Terapeutik
1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan
darah di area keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas pada keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan pemasangan torniquet
pada area yang cidera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
6. Lakukan hidrasi
Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
4. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika
perlu
5. Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah
secara teratur
6. Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyakit beta
7. Anjurkan melahkukan perawatan kulit yang
tepat(mis. Melembabkan kulit kering pada kaki)
8. Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
9. Anjurkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi( mis. Rendah lemak jenuh, minyak ikan,
omega3)
10. Informasikan tanda dan gejala darurat yang
harus dilapor
4. Kelebihan Volume Cairan Manajemen Hipervolemia (I.03020)
Observasi:
1. Pemeriksaan tanda dan gejala hipervolemia (mis.
Ortopnea, dyspnea, edema, JVP/CVP meningkat,
reflek hepatojegular positif, suara napas tambahan)
2. Identifikasi penyebab hipervolemia
3. Monitor status hemodinamik(mis. Frekuensi
jantung, tekanan darah, MAP,CVP, PAP, PCWP,
CO, CI), jika tersedia
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. Kadar
natrium, BUN, hematocrit, berat jenis urine)
6. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik
plasma (mis.Kadar protein dan albumin meningkat)
7. Monitor kecepatan infus secara Ketat
8. Monitor efek samping deuretik (mis. Hipotensi
ortostatik, hivopolemia,
hypokalemia,hyponatremia)
Terapeutik
1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu
yang sama
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-400
Edukasi
1. Anjurkan melapor jika haluaran urin 1 kg dalam
sehari
5. Resiko Ketidakseimbangan Manajemen Nutrisi (I. 03119)
Nutrisi dari Kebutuhan Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5. Monitor asupan makanan
6. Monitor berat badan
7. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
3. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
4. Hentikan pemberian makan melalui selang
nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
6. Intoleransi Aktivitas Manajemen Energi (I.05178)
1.Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
2.Monitor kelelahan fisik dan emosional
3.Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau
aktif
4.Anjurkan tirah baring
5.Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah tatus kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Perawat
melakukan tindakan implementasi terapeutik terhadap klien yang bermasalah kesejajar
tubuh dan mobilisasi yang akatual maupaun beresiko.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaanya
sudah berhasi dicapai. Perawat melakuakn evaluasi pada pasien setelah dilakukan tindakan.

Anda mungkin juga menyukai