Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

DISUSUN OLEH :
NAMA : AGUNG BAKHTIAR
NPM : 2022037
KELOMPOK :4
RUANGAN : PENYAKIT DALAM NON INFEKSI

YAYASAN BUNDA DELIMA


AKADEMI KEPERAWATAN BUNDA DELIMA BANDAR LAMPUNG
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Chonic Kidney D1.isease (CKD) adalah suatu proses patofisilogi
dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal
yang irrevesibel dan progesfi dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga menyebabkan uremia (Black & Hawk dalam Dwy Retno
Sulystianingsih, 2018).
2. Etiologi
Kondisi klinis ini memungkinkan dapat mengakibatkan terjadi nya gagal
ginjal kronis bisa disebabkan oleh :
a. Penyakit ginjal seperti
1) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerilonefritis
2) Infeksi pada kuman : pyelonephritis, ureteritis.
3) Batu pada ginjal : nefrolitiasis
4) Kista di ginjal
5) Trauma langsung di ginjal
6) Sumbatan di ginjal seperti batu, tumor, penyempitan atau struktur
b. Penyakit diluar ginjal
1) Penyakit sistemik diantaranya gula darah tinggi, kolestrol tinggi
2) Infeksi dibadan : TBC paru, sifilitis, malaria, hepatitis
3) Obat obatan
( muttaqin dan sari, 2014)
3. Manifestasi Klinis
Pada tahap awal penyakit ginjal (stage 1 dan 2), kemungkinan
besar penderita belum merasakan tanda dan gejala apapun sehingga tidak
mudah untuk mendeteksi adanya kelainan ginjal secara kasatmata. CKD
baru menimbulkan tanda dan gejala jika telah mencapai tahap yang cukup
lanjut. Tanda dan gejalanya juga dapat sangat bervariasi karena CKD
sendiri dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Namun secara umum, tanda
dan gejala dari CKD adalah sebagai berikut:
1. Mual dan muntah
2. Penurunan nafsu makan
3. Badan terasa lemas
4. Gangguan tidur
5. Perubahan jumlah urine
6. Perubahan status mental
7. Pembengkakan pada kaki
8. Gatal yang permanen
9. Nyeri dada (jika ada penimbunan cairan)
10. Sesak napas
11. Peningkatan tekanan darah

4. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronis pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya
proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi yang diperantarai
oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung
singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron
yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan fungsi nefron yang
progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktifitas aksis reninangiostensinaldosteron intrarenal ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan
progresifitas tersebut.Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiostensin-
aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming
growth factor β (TGF - β).Beberapa hal yang juga dianggap berperan
terhadap progresifitas penyakit ginjal kronis adalah albuminuria,
hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.Terdapat variabilitas
interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomelurus maupun
tubulointersitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronis, terjadi kehilangan
daya cadang ginjal (renal reserve) pada keadaan dimana basal LFG (Laju
Filtrasi Glomelurus) masih normal atau malah meningkat. Kemudian
secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan
pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan
penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30% pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia,
hipertensi gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual,
muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti
infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran
cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan cairan seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan
kalium. Pada LFG di bawah 15%akan terjadi gejala dan komplikasi yang
lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada
keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Brunner
and Suddarth, 2014).
5. Pathway
6. Klasifikasi
Berikut adalah tahapan dari CKD menurut guideline:
1. Stage 1 : Penyakit ginjal dengan eGFR normal atau meningkat,
eGFR : >90 mL/min/1.73 m2
2. Stage 2: Penyakit ginjal dengan penurunan ringan, eGFR : 60-89
mL/min/1.73 m2
3. Stage 3a : Penyakit ginjal dengan penurunan ringan-sedang,
eGFR : 45-59 mL/min/1.73 m2
4. Stage 3b : Penyakit ginjal dengan penurunan sedang-berat,
eGFR : 30-44 mL/min/1.73 m2
5. Stage 4 : Penyakit ginjal dengan penurunan berat eGFR : 15-29
mL/min/1.73 m2 6. Stage
5 : Gagal ginjal : kurang dari 15ml/min/1.72 m2
Berdasarkan guideline, penyakit ginjal dapat digolongkan sebagai
kronis jika penurunan eGFR sudah terjadi selama setidaknya 3 bulan.
Apapun penyebabnya, ketika telah terjadi eGFR telah berada pada angka
≥ 60 mL/min/1.73 m2, maka kerusakan yang terjadi pada nephron juga
sudah berat dan mencapai tahap. Jika hal tersebut terjadi, maka ginjal
akan mengalami sclerosis permanen yang dapat menyebabkan penurunan
fungsi ginjal secara progresif.
7. Komplikasi
Komplikasi dari CKD antara lain adalah :
1.Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukan diit berlebih.
2.Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3.Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4.Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5.Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal
danpeningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6.Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7.Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8.Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9.Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
(Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke
jantung )
c) Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal

9. Pemeriksaan Penunjang
Berikut adalah pemeriksaan yang dapat dilakukan:
1. Pemeriksaan darah, seperti fungsi ginjal yang melihat kadar creatinine
dan urea
2. Pemeriksaan urine
3. Pemeriksaan pencitraan/imaging, untuk melihat struktur dan ukuran
ginjal, dapat dengan USG, CT-scan (dengan atau tanpa kontras), MRI, dan
MRA ginjal
4. Pemeriksaan biopsy untuk mengkonfirmasi temuan dari pemeriksaan
sebelumnya
5. Pemeriksaan yang dilakukan bertujuan untuk memastikan adanya
diagnosis penyakit ginjal dan menentukan sudah sampai tahap berapakah
penyakit ginjal yang ada. Untuk menentukan tahapannya, kita
memerlukan informasi eGFR (estimated GFR). Tentang eGFR sudah
pernah dibahas di HML

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu
pada Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1.Demografi. Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun,
namun ada juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang
diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan
obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun,
pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai
pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri
yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air
minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang
tidak sehat.
2.Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
3.Pola nutrisi dan metabolik. Gejalanya adalah pasien tampak lemah,
terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah
anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4.Pola eliminasi Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara
output dan input. Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi
konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak
singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5.Pengkajian fisik
a.Penampilan / keadaan umum. Lemah, aktifitas dibantu, terjadi
penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis sampai
coma.
b.Tanda-tanda vital. Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi
dispnea, nadi meningkat dan reguler.
c.Antropometri. Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena
kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena
kelebihan cairan.
d.Kepala. Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau
ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah
kotor.
e.Leher dan tenggorok. Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran
tiroid pada leher.
f.Dada Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar
suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran
jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g.Abdomen. Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor
jelek, perut buncit.
h.Genital. Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini,
impotensi, terdapat ulkus.
i.Ekstremitas. Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j.Kulit. Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
2. Diagnosa Keperawatan
Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
Resiko perfusi renal tidak efektif b.d disfusi ginjal
Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d ginjal

3. Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi


Hipervolemia Setelah dilakukan 1.Periksa tanda dan gejala
b/d gangguan intrvensi keperawan hipervolemia (mis.
mekanisme selama 3x24 jam, maka Ortopnea dispnea, edema,
regulasi diharapkan dll)
hipervolemia 2.Monitor kecepatan infus
meningkat dengan KH: secara ketat
1. Asupan cairan (5) 3.Batasi asupan cairan dan
2. Output urine (5) garam
3.Membran mukosa 4.Ajarkan cara
lembap (5) mengukurdan mencatat
4. Edema (5) asupan dan haluaran cairan
5. Dehidrasi (5) 5.Kolaborasi pemberian
diuretik
Resiko perfusi Setelah dilakukan 1.Pasang katetr urine untuk
renal tidak intervensi keperawatan menilai produksi urine, jika
efektif b.d selama 3x24 jam maka perlu
disfusi ginjal diharapkan resiko 2.Berikan oksigean untuk
perfusi renal meningkat mempertahankan saturasi
dengan KH: oksigen >94%
1.Jumlah urin (5) 3.Jelaskan tanda dan gejala
2.Tekanan arteri rata- awal syok
rata (5) 4.Anjurkan melapor jika
3.Tekanan darah sistolik menemukam/merasakan
(5) 5.tanda dan gejala syok
4.Tekanan darah Kolaborasi pemberian IV,
diastolik (5) jika perlu
Resiko ketidak Setelah dilakukan 1.Monitor kadar elektrolit
seimbangan intervensi keperawatan 2.Monitor mual, muntah,
elektrolit b/d selama 3x24 jam maka. dan diare
disfusi ginjal diharapkan Resiko 3.Monitor kehilangan
ketidak seimbangan cairan, jika perlu
elektrolit meningkat 4.Identifikasi kemungkinan
dengan KH: penyebab
1.Serum natrium (5) ketidakseimbangan
2.Serum kalium (5) elektrolit
3. Serum klorida (5) 5.Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
DAFTAR PUSTAKA
Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai
Prinsip Ilmu Fisika.

Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc.
2005
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai