N
IGD RSUD TUGUREJO SEMARANG
PRAKTIK KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS
DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 2
1. Alfius A. B. (1903002)
2. Khoiriyah (1803054)
3. Lilis Anggrayani (1803056)
4. Istyana Dyah M . (1803050)
5. Siti Umayah (1803095)
6. Sukma S. K. (1803096)
A. Pengertian
Penyakit ginjal merupakan salah satu isu kesehatan dunia dengan beban
pembiayaan yang tinggi. Ditemukannya urium pada darah merupakan salah satu tanda
dan gejala dari penyakit gangguan pada ginjal.(1)
CKD merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari
berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (Suharyanto, Madjid, 2012). CKD adalah
kemunduran fungsi dari ginjal ireversibel yang terjadi beberapa bulan atau tahun.
Keadaan ini mengakibatkan ketidakmampuan dalam mempertahankan keseimbangan
substansi tubuh atau akumulasi cairan dan produk sisa dengan menggunakan penanganan
konservatif.(2)
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau
Glomerulus Filtrate Rate <60 ml/minute/1,73 selama 3 bulan atau lebih dan dikatakan
sudah mencapai tahap akhir jika GFR mencapai <15 ml/minute/1,73 dengan atau tidak
dialysis. (3)
B. Penyebab/Faktor Resiko
1. Penyebab
Penyebab gagal ginjal kronik adalah:
a. Penyakit infeksi tubulointerstitial:
1.) Pielonefritis kronik
2.) Refluks nefropati
b. Penyakit peradangan: Glomerulonefritis
c. Penyakit vaskular hipertensi: Nefrosklerosis (benigna, maligna)
d. Gangguan jaringan ikat:
1.) Lupus eritematosus sistemik
2.) Poliarteritis nodosa
3.) Sklerosis sistemik progresif
e. Gangguan kongenital dan herediter:
1.) Penyakit ginjal polikistik
2.) Asidosis tubulus ginjal
f. Penyakit metabolic :
1.) Diabetes mellitus
2.) Gout
3.) Hiperparatiroid
4.) Amiloidosis
g. Nefropati toksik:
1.) Obat analgesik
2.) Nefropati timah
h. Nefropati obstruksi:
1.) Traktus urinarius bagian atas: batu, neoplasma, fibrosis, retroperitoneal
2.) Traktus urinarius bagian bawah: hipertropi prostat, striktura uretra, Anomali
kongenital
3.) Pemantauan pemeriksaan laboratorium penyakit ginjal kronis membantu
diagnosis kerusakan ginjal pada pasien, manajemen pengobatan dan
menentukan derajat kerusakan fungsi ginjal, yakni mengevaluasi kreatinin,
urea serum, bersihan ginjal, pemeriksaan urine, elektrolit dan cairan tubuh,
keseimbangan asam basa darah. Tes laboratorium dilakukan juga untuk
mengevaluasi penyakit-penyakit lain yang seringkali menyertai penyakit
ginjal kronis, misalnya diabetes, osteoporosis, penyakit jantung dan pembuluh
darah. Stadium yang lebih dini dari penyakit ginjal kronik bisa diketahui
melalui pemeriksaan laboratorium rutin. (4)
2. Faktor Resiko
Faktor yang dapat meningkatkan risiko PGK adalah umur lanjut, riwayat PGK di
keluarga, diabetes melitus tipe 2, hipertensi, penyakit autoimun, infeksi sistemik,
infeksi saluran kemih, batu saluran kemih, toksisitas obat, dan kebiasaan
mengonsumsi minuman berenergi. (5)
C. Tanda Gejala
Adapun tanda dan gejala penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) antara lain terjadinya
kelainan pada urin terdapat dalam protein, sel darah putih/lekosit, darah/eritrosit, bakteri,
creatine darah naik, hemoglobin turun, protein yang selalu positif (Warianto, 2011). (6)
D. Klasifikasi
Menurut Kidney Disease Outcome Quality Initiative merekomendasikan pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
1. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal (> 90 ml / menit / 1,73 m2)
2. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2)
3. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73 m2)
4. Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73 m2)
5. Stadium 5: kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73 m2 atau gagal ginjal
terminal (Pebriyana, 2015). (2)
E. Pathway
F. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.
Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun
sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368). Fungsi renal
menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam
urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak
gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448). Perjalanan
CKD dibagi menjadi 5 stadium, yaitu :
1. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal (> 90 ml / menit / 1,73 m2)
2. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2)
3. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73 m2)
4. Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73 m2)
5. Stadium 5: kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73 m2 atau gagal ginjal
terminal (Pebriyana, 2015).
G. Manifestasi Klinis
Terapi pengganti ginjal (TPG) yang rutin dilakukan di Indonesia adalah
hemodialisis (HD), sedangkan dialisis peritoneal dan transplantasi ginjal belum terlalu
banyak diterapkan pada pasien-pasien PGK. Salah satu indikasi pada pasien PGK
stadium akhir yaitu untuk mengatur kelebihan cairan ekstraseluler yang tidak terkendali
akibat gagalnya fungsi ginjal dalam menjaga keseimbangan volume cairan tubuh.
Evaluasi terkait status cairan penting dilakukan pada pasien PGK karena berkaitan
dengan prognosis penyakit. Pada sebagian pasien PGK yang telah menjalani HD, kondisi
kelebihan cairan kronik dapat bermanifestasi seperti adanya sesak, edema tungkai, edema
periorbital, keram otot, hipertensi, ataupun aritmia. Keadaan kelebihan cairan kronik ini
dapat disebabkan karena berbagai faktor seperti diet, respons inflamasi, atau inadekuasi
dialisis.(7)
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Smeltzer (2016) Penatalaksanaan keperawatan pada pasien CKD yaitu :
1. Mengkaji status cairan dan mengidentifikasi sumber potensi
2. Ketidak seimbangan cairan pada pasien.
3. Menetap program diet untuk menjamin asupan nutrisi yang memadai dan sesuai
dengan batasan regimen terapi.
4. Mendukung perasan positif dengan mendorong pasien untuk meningkatkan
kemampuan perawatan diri dan lebih mandiri.
5. Memberikan penjelasan dan informasi kepada pasien dan keluarga terkait penyakit
CKD, termasuk pilihan pengobatan dan kemungkinan komplikasi.
6. Memberi dukungan emosional. (5)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko perfusi renal tidak efektif b.d disfungsi ginjal
2. Gangguan integritas kulit b.d kelembapan di tandai dengan : pruritus, kulit kering
dan bersisik, pigmentasi abnormal, terdapat luka di kulit.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perkusi, perubahan membrane alveolus-kapiler
4. Hypervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, kelebihan
asupan cairan
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Terapeutik :
- Timbang berat
badan setiap hari
pada waktu yang
sama
- Batasi asupan
cairan dan garam
- Tinggikan kepala
tempat tidur 30-40
Edukasi :
- Anjurkan melapor
jika haluaran urin
<0,5 mL/kg/jam
dalam 6 jam
- Anjurkan melapor
jika BB bertambah
>1 kg dalam sehari
- Ajarkan cara
mengukur dan
mencatat asupan
dan haluaran cairan
- Ajarkan cara
membatasi cairan
Kolsborasi :
- Kolaborasi
pemberian diuretik
- Kolaborasi
penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretik
DAFTAR PUSTAKA
1. Delima, Tjitra E, Tana L, Halim FS. Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik : Studi Kasus
Kontrol di Empat Rumah Sakit di Jakarta Tahun 2014. Bul Penelit Kesehat. 2017;45(1).
2. Fadilla I, Adikara PP, Perdana RS. Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Disease ( CKD )
Dengan Metode Extreme Learning Machine ( ELM ). J Pengemb Teknol Inf dan Ilmu
Komput [Internet]. 2018;2(10):3397–405. Tersedia pada:
https://www.researchgate.net/profile/Rizal_Perdana/publication/323365845_Klasifikasi_P
enyakit_Chronic_Kidney_Disease_CKD_Dengan_Menggunakan_Metode_Extreme_Lear
ning_Machine_ELM/links/5a9023c5aca2721405618881/Klasifikasi-Penyakit-Chronic-
Kidney-Disease-CKD-
3. Ilma Arifa S, Azam M, Woro Kasmini Handayani Ilmu Kesehatan Masyarakat O, Ilmu
Keolahragaan F, Negeri Semarang U. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN PENYAKIT GINJAL KRONIK PADA PENDERITA HIPERTENSI DI
INDONESIA Factors Associated with Chronic Kidney Disease Incidence among Patients
with Hypertension in Indonesia. J Mkmi. 2017;13(4):319–28.
7. Yusman1 FA, Dewi RTK, Mashuri YA, Nurhayatun E, Giani MT. Faktor yang Berkaitan
dengan Kejadian Asites pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis
di RSUD Dr Moewardi Surakarta: Sebuah Studi Potong Lintang. J Penyakit Dalam
Indones. 2020;7(3).
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT & KRITIS
PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Klien : Tn. BS
Usia : 43 tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Tanggal Masuk : 03 Januari 2022
No Register : 577028
Diagnose Medis : Dypsnea dengan CKD Ascits
C. PENGKAJIAN PRIMER
1. AIRWAY
Pasien mengatakan tidak ada cidera pada kepala
2. BREATHING
Pasien mengatakan pasien merasa sesak saat atau tanpa beraktifitas
Tampak menggunakan nasal kanul 4 L/menit
RR : 24 x/menit
Irama dan kedalaman : cepat dan dangkal
Pasien tidak batuk
Bunyi tambahan wheezing
3. CIRCULATION
Kesadaran : composmetis
TTV :
TD : 215/125 mmHg
N : 89 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 36,4 ℃
SPO2 : 92%
Pasien mampu menggerakan ekstermitas atas dan bawah
Warna kulit pucat, kaki kanan kiri tampak bengkak
Nafas cuping hidung
4. DISABILITY
Pasien tampak memperhatikan saat di ajak berbicara
Pasien dapat merespon perawat dengan baik
Pasien saat di beri rasangan dapat merespon area nyeri
5. EKSPOSURE/ENVIRONMENT/EVENT
Saat pasien merasa sesak, pasien diberikan O2 nasal kanul 4 L/menit
D. PENGKAJIAN SEKUNDER
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan pernah di rawat di RSUD Tugurejo belum ada satu bulan dengan
keluhan yang sama. Pasien datang ke RSUD Tugurejo semarang pada hari senin, 03
Januari 2022 pukul 14.11 dengan keluhan sesak nafas, akan di lakukan HD seminggu
2 kali pada hari selasa dan jumat. Dengan hasil TTV : TD : 215/125 mmHg, N : 89
x/menit, RR : 24 x/menit, S : 36,4 ℃, SPO2 : 92%, sudah di berikan nasal kanul
4L/menit, dengan posisi fowler dan infus NaCl 0,9 % 20 tpm
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan sudah pernah di rawat di RSUD Tugurejo belum ada satu bulan
dengan keluhan yang sama.
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit gagal ginjal kronis dan harus cuci
darah setiap hari selasa dan jumat
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit yang
sama
d. Anamnesa Singkat
Pasien tidak memiliki alergi makanan ataupun obat, pasien merasa nyeri bagian dada
sebelah kiri, nyeri berasa terus menerus serasa seperti tertekan dengan skala 5.
e. Pemeriksaan head to toe
Kepala : rambut panjang, lurus pendek, tampak sedikit beruban, tidak ada lesi
Mata : simetris kanan kiri, mata sedikit membengkak
Hidung : simetris kanan kiri, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada lesi
Mulut : bibir tampak kering, bibir simetris
Telinga : simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi, tampak terpasang anting
kanan kiri
Leher : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran tyroid
Dada :
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : whezhing
Ekstermitas :
Atas : pasien dapat menggerakan tangan dengan baik, tampak terpasang selang infus
RL tangan sebelah kanan, dan tampak bekas luka tangan sebelah kiri bekas Hb
seminggu 2 kali senin dan kamis
Bawah : pasien dapat menggerakan kaki dengan baik, tidak ada lesi dan benjolan,
kaki kanan kiri tampak bengkak
E. PENGKAJIAN PENUNJANG
Rapid
Cek albumin
F. TERAPI MEDIS
Injeksi Oral
NaCl 0,9% Condesartan 10 mg extra
Forosemid 6 ampul/24 jam Amplodipin 10 mg extra
ANALISA MEDIS
E:
- Ajurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
- Ajurkan berhenti
merokok
K:
- Kolaborasi
pemberian
antriaritma
3 Senin, 03 Januari Setelah dilakukan tindakan Dukungan mobilisasi
2022 keperawatan selama 1x5 jam I.05173 Hal 30
Pukul 14.11 maka masalah Gangguan O:
mobilitas fisik akan teratasi - Monitor kondisi
dengan kriteria hasil : umum selama
Mobilitas fisik L.05042 Hal 65 melakukan mobilisasi
1. Pergerakan ekstermitas T:
meningkat - Fasilitasi aktivitas
2. Kekuatan otot meningkat mobilisasi dengan
3. Rentang gerak (ROM) alat bantu
meningkat - Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatakan
pergerakan
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI