Oleh :
Emma
Moderator :
dr. Purwanto AP, SpPK(K)
2
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi
glomerulus (LFG) kurang dari 50 ml/menit. Gagal ginjal tahap akhir (end stage) adalah
tingkat gagal ginjal yang dapat menghasilkan kematian kecuali jika dilakukan terapi
pengganti.1,2,3
Klasifikasi 4
Klasifikasi penyakit ginjal kronis didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologis.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcrof-Gault sebagai berikut :
(140-umur )x berat badan
LFG (ml/mnt/1.73m2) = 72 x kreatinin plasma ( mg/dl)
pada wanita x 0.85
3
4,5
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis atas dasar derajat penyakit
1. Stadium 1 : Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminuria persisten dan LFG
yang masih normal (>90 mL/menit/1,73m2)
2. Stadium 2 : kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan LFG antara 60 – 89
ml/m/1,73m2
3. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG 30 – 59 mL/m/1.73m2
4. Stadium 4 : Kelaianan ginjal dengan LFG antara 15 – 29 / mL/m/1.73 m2
5. Stadium 5 : Kelainan ginjal dengan LFG <15 mL/m/1,73 m2 atau gagal ginjal
terminal
Epidemiologi
Prevalensi GGK sukar diketahui dengan pasti, oleh karena banyak pasien tidak
bergejala atau dirujuk. Di AS ditemukan 1 dari 9 orang atau sekitar 20 juta orang menderita
penyakit ginjal, dan sebagian besar tidak menyadari hal itu. Hanya sekitar 20 –30 % pasien
dengan gagal ginjal terminal yang mampu menjalani terapi pengganti ginjal. 6 Di negara-
negara berkembang, insidens ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per
tahun .
4
Patofisiologi4
Patofisiologi penyakit ginjal pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama .Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron
yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi , yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang
diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang
masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,
walaupun penyakit dasarnya tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-
angiotensin-aldosteron intrarenal ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis tersebut,
sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor beta. Beberapa
hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronis
adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas inter
individual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronis, terjadi kehilangan daya cadang ginjal,
pada keadaan basal LFG masih normal. Kemudian secara perlahan tapi pasti , akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum
dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60% , pasien masih belum merasakan
keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG 30 % mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemas,
mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai LFG dibawah 30 % pasien
memperlihatkan gejala dan tanda yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah,
gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah. Pasien juga mudah
terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran
cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15%
5
akan terjadi gejala dan komplikasi lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal antara lain dialisis atau transplantasi ginjal
Etiologi
Perhimpunan Nefrologi Indonesia tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang
menjalani hemodialisis di Indonesia.
Penyebab Insidens
Glomerulonefritis 46.39 %
Diabetes mellitus 18.65 %
Obstruksi dan infeksi 12.85 %
Hipertensi 8.46 %
Sebab lain 13.65 %
PENDEKATAN DIAGNOSTIK
6
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum dan
penurunan LFG yang dihitung dengan rumus Kockgrouft-gault
Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi :
- peningkatan kadar asam urat
- hiperkalemia
- hiponatremia
- hipo/hiperkloremia
- hiperfosfatemia
- asidosis metabolik
d. Kelainan urinalisis ,meliputi
- proteinuria
- hematuri
- lekosuri
- silinder ( silinder :sel darah merah, sel darah putih , epitel, granula, lilin )
- BJ
- Sel epitel tubulus
e. Hemopoiesis
- Hemoglobin : anemia
- Trombosit : trombositopeni dan gangguan fungsi
- Lekosit
- Faktor koagulasi
- Fibrinogen
- D Dimer, bisa meningkat
7
b. Pielografi retrograd. Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.
Jarang dilakukan, dikhawatirkan terjadinya pengaruh toksik kontras
c. Ultrasonografi (USG) ginjal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya
faktor yang reversible seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga
untuk menilai apakah proses sudah lanjut. Hasil USG akan memperlihatkan ukuran
ginjal mengecil, korteks menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista,
massa, kalsifikasi.
d. Pemeriksaan foto dada. Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan
air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial.
e. Pemeriksaan radiologi tulang. Mencari osteodistrofi (terutama falang/jari), dan
kalsifikasi metastatik.
Pemeriksaan EKG :
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia,
gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).
Terapi
Tujuan terapi konservatif untuk gagal ginjal kronik adalah: 1,2,13
- Koreksi faktor-faktor yang reversibel mempercepat hilangnya fungsi ginjal
- Koreksi abnormalitas elektrolit dan cairan
- Mencegah hilangnya fungsi ginjal lanjut.
- Mencegah atau mengurangi gejala-gejala uremik dengan merendahkan kuantitas
produk-produk sisa nitrogen tertahan saat mempertahankan nutrisi protein adekuat.
Inisiasi Dialisis
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisis tetap atau
transplantasi. Pada tahap ini biasanya LFG sekitar 5-10 mL/menit. Dialisis juga diperlukan
bila ditemukan keadaan sebagai berikut : 2,13
- Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
8
- Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
- Overload cairan (edema paru)
- Ensefalopati uremik, penurunan kesadaran
- Efusi perikardial
- Sindrom uremia : mual, muntah, anoreksia, neuropati yang memburuk.
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. R
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
9
Alamat : Jl. Nangka Candi Kumai
Status : JAMKESMAS
Ruang : C3L2
ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan pada tanggal 6 April 2011
Keluhan utama : bengkak pada wajah dan seluruh tubuh
Riwayat penyakit sekarang :
Kurang lebih 3 bulan penderita sering mengeluh nyeri pinggang kanan dan kiri, nyeri
hilang timbul. Semakin lama nyeri semakin bertambah. Kurang lebih 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit penderita mengeluh bengkak pada kedua kaki kemudian wajah dan
seluruh tubuh. Kencing tidak lancar, air kencing keluar sedikit-sedikit, warna kencing
kuning jernih, nyeri saat kencing (-). Penderita sering merasa mual, muntah (-), sesak nafas
(+), demam (-). Makan dan minum penderita masih dalam batas normal. BAB normal.
Penderita kemudian berobat ke RS Sultan Imanuddin, dirawat selama kurang lebih 1
minggu dengan diagnosis gagal ginjal kemudian penderita dirujuk ke RSDK.
Riwayat penyakit dahulu :
- Belum pernah sakit seperti ini
- Riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu, minum obat teratur
- Riwayat sakit jantung ± 2 tahun, kontrol teratur dan minum obat aspilet 1x80 mg, obat
lainnya penderita tidak tahu
- Riwayat kencing manis tidak diketahui
- Riwayat minum obat-obatan, minum jamu dan alkohol disangkal
10
Sebelum sakit penderita sehari-hari makan 3 kali sehari, nasi satu piring, lauk pauk
berganti, sayur-sayuran, tahu, tempe, kadang-kadang daging atau ikan. Namun selama sakit
nafsu makan berkurang.
Kesan : gizi kurang
Riwayat sosial ekonomi
Penderita bekerja sebagai supir angkot. Anak 2 orang sudah mandiri. Biaya ditanggung oleh
JAMKESMAS.
Kesan : sosial ekonomi kurang
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum: tampak lemah, kesadaran : compos mentis
Tanda vital : TD : 140/90 mmHg
N : 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 28 x/menit
T : 37°C
BB : 60 kg
Kulit : petekie (-), pucat (+)
Kepala : mesosefal, turgor cukup
Mata : edema palpebra +/+, konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik -/-
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : nafas cuping hidung (+); epistaksis (-)
Mulut : bibir sianosis (-); ginggiva pucat (-); ginggiva hipertrofi (-)
Tenggorokan : pembesaran tonsil -/-; faring tidak hiperemis
Leher : trakea di tengah; pembesaran limfonodi (-); JVP 4 cm
Thorax :
Paru I : Simetris, statis, dinamis
Pa : Stem fremitus kanan=kiri
11
Pc : Sonor seluruh lapangan paru
A : Ronki basah halus di basal +/+
Jantung I : Ictus cordis tampak
Pa : Ictus cordis di sela intercosta VII linea midaksilaris anterior sinistra,
Ictus cordis kuat angkat, melebar
Pc : Konfigurasi jantung dalam batas normal
A : BJ I-II murni, gallop (-), bising sistolik 4/6
Abdomen I : Datar, venektasi (-)
A : Bising usus (+) normal
Pa : Supel, hepar teraba 4 cm di bawah arkus kosta, tepi tumpul, kenyal
permukaan rata, nyeri tekan (-), lien tidak teraba
Pc : Timpani, pekak alih (+), pekak sisi (+), undulasi (+)
Inguinal : pembesaran kelenjar (-)
Genetalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas : Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Bengkak +/+ +/+
Petekie -/- -/-
Nyeri otot -/- -/-
Eritema -/- -/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi : (02/04/2011)
Hemoglobin (13-16 gr%) 7,6
Hematokrit (40-54%) 23,7
Eritrosit (4,5-6,5 juta/mmk) 2,80
MCV (76-96 fL) 84,60
MCH (27-32 pg 27,20
MCHC (29-36 gr/dl) 32,10
12
Leukosit (4-11 ribu/mmk) 8,20
Trombosit (150-400 ribu/mmk) 242
RDW 19,30
MPV 6,80
Kimia klinik :
GDS (80-110 mg/dl) 140
Ureum (15-39 mg/dl) 370
Creatinin (0,60-1,30 mg/dl) 13,19
Protein total (6,8-8,2 g/dl) 7,0
Albumin (3,4-5,0 g/dl) 3,1
Globulin (g/dl) 3,9
Na (136-145 mmol/L) 134
K (3,5-5,1 mmol/L) 4,0
Cl (98-107 mmol/L) 104
Ca (2,12-2,52 mmol/L) 1,73
Imunologi :
HbSAg (strip) negatif
DIAGNOSIS KERJA
1. CKD stage V
2. Anemia normositik normokromik
3. Ascites
4. Iskemik inferior
5. Piuria
PENATALAKSANAAN
- O2 3 liter/menit
- Infus D5% 12 tetes/menit
13
- Diet lunak, RG 1400 kkal
- Inj. Furosemid 2x 2 ampul (iv)
- As. folat 3 x 1 tablet
- Diltiazem 3 x 60 mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- ISDN 3 x 5 mg (bila nyeri dada)
PROGRAM
- Urin rutin
- Analisa gas darah
- GDT, Hitung jenis, retikulosit
- Kolesterol, trigliserida, HDL, LDL, asam urat, gula I/II
- Hemodialisa
- Usaha darah PRC 3 kantong
14
TABULASI HASIL LABORATORIUM
Simpulan
Berdasarkan data laboratorium yang telah dikaji dapat disimpulkan penderita menderita
gagal ginjal kronik stage V ec. hipertensi.
Saran
1. Suhardjono, Aida Lydia, E.J. Kapojos, R.P. Sidabutar. Gagal Ginjal Kronik. Dalam :
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;1996 : 427 – 34.
2. Effendi I. Patofisiologi Gagal Ginjal. Dalam : Workshop Nefrologi Klinik Annual
Meeting 2003. Palembang : Perhimpunan Nefrologi Indonesia : 2003.
3. Peterson J C. Gagal Ginjal Kronik. Dalam : Buku Saku Nefrologi. Jakarta : EGC;
1997 : 103-16.
4. Suwitra K .Penyakit Ginjal Kronik . Dalam : Sudoyo AW,Setiyohadi B,Alwi I,et all,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.Edisi IV.Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI,Jakarta .2006; 584 : 1 – 4
5. Sudhana W.Diagnosis penyakit ginjal kronis .Dalam : Suwitra K,Wadiana GR.
Simposium on management of pre dialytic stage chronik kidney disease .edisi 1.
Pernefri .Kuta .2005.18-24
6. Siregar P.Gangguan elektrolitdan asam basa pada penyakit ginjal kronis.Dalam
Suwitra K,Wadiana GR. Simposium on management of pre dialytic stage chronik
kidney disease .edisi 1. Pernefri .Kuta .2005.80 -3.
7. Chasani S. Kegawatan uremi . Dalam . Poerjoto P. Pertemuan Ilmiah Tahunan
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia Cabang Seamarang .Balai
Penerbit Universitas Diponegoro.Semarang .. 2000.7-12
8. Sacher RA,McPherson R. Kimia Klinis .Dalam : Hartanto H ed.Tinjauan klinis hasil
pemeriksaan laboratorium .Edisi 11.Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC; 2004;
286-319
9. Hardjoeno.Interpretasi hasil tes urinalisis dan penyakit ginjal .Dalam .: Hardjoeno .
Interpretasi hasil laboratorium diagnostik.Lephas ,Makasar .2003: 129- 66
10. Lisyani S. Pemeriksaan Laboratorium pada kelainan morfologi dan fungsi ginjal di
rumah sakit Dr Kariadi.Dalam Lokakarya Nefrologi Anak Fakultas Kedokteran /RS
Dr Kariadi .1986. 1
11. Hoffbrand AV .Perubahan hematologik pada penyakit sistemik . Dalam :Setiawan
L.Hematologi edisi 4.Jakarta: Penerbit EGC; 2005 ; 272-88.
12. Rahayuningsih DS. Stategi Pemeriksaan Laboratorium Pada Perdarahan. Dalam:
Suryaatmadja (ed).PDPK 2003.Jakarta: Departemen PK FKUI; 2003: 173-86.
13. Gray. M, Neuther SE, Forshee BA. Alterations of Renal and Urinary Tract Function.
In : McCance KL, Hueter SE eds. Pathophysiology: The Biologic Basic for Disease
in Adults and Children. 5th Ed. Philadelphia : Elsevier’s; 2006 : 1325-32