Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

DISUSUN OLEH :
NAMA : ADELLIKA HAFSHAH
NPM : 2022003
KELOMPOK :2
RUANGAN : PENYAKIT DALAM NON INFEKSI

YAYASAN BUNDA DELIMA


AKADEMI KEPERAWATAN BUNDA DELIMA BANDAR LAMPUNG
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Gagal ginjal kronis (GGK) adalah hasil dari perkembangan dan
ketidakmampuan kembalinya fungsi nefron. Gejala klinis yang serius sering
tidak terjadi sampai jumlah nefron yang berfungsi menjadi rusak setidaknya
70-75% di bawah normal. Bahkan, konsentrasi elektrolit darah relatif normal
dan volume cairan tubuh yang normal masih bisa di kembalikan sampai
jumlah nefron yang berfungsi menurun di bawah 20-25 persen. (Guyton and
Hall, 2014).
Menurut Brunner and Suddarth (2014) menjelaskan bahwa ketika pasien
telah mengalami kerusakan ginjal yang berlanjut sehingga memerlukan terapi
pengganti ginjal secara terus menerus, kondisi penyakit pasien telah masuk ke
stadium akhir penyakit ginjal kronis, yang dikenal juga dengan gagal ginjal
kronis.
Ahli lain menyatakan bahwa Penyakit ginjal kronis adalah suatu proses
patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal
ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisi atau
transplantasi ginjal.

2. Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate
(GFR). Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013 :
a. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat
menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang
paling sering adalah aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan
konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah. Hiperplasia
fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar yang juga menimbulkan
sumbtan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang
disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di obati, dikarakteristikkan
oleh penebalan, hilangnya elastisitas system, perubahan darah ginjal
mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
b. Gangguan imunologis : Seperti glomerulonefritis
c. Infeksi : Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli
yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri
ini mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara
ascenden dari traktus urinarius bagi. Bawah lewat ureter ke ginjal
sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversibel ginjal yang disebut
pielonefritis.
d. Gangguan metabolik : Seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan
berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis
yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding
pembuluh darah secara serius merusak membrane glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesic atau
logam berat.
f. Obstruksi traktus urinarius: oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan
konstriksi uretra.
g. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik = kondisi
keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi cairan
di dalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jar.ginjal yang bersifat
kongenital (hipoplasia renalis) serta adanya asidosis.
h. Kelebihan Protein Protein bagi tubuh berfungsi sebagai pembangun
sistem pertahanan tubuh agar bisa menghadapi serangan penyakit infeksi,
membantu sistem pembekuan darah, dan menjaga agar cairan yang
beredar dalam tubuh berada dalam jumlah dan komposisi yang tepat.
Sebuah penelitian yang disponsori National Institutes of Health di AS
pada tahun 1996 mengungkapkan, proteinuria adalah peramal yang paling
baik dari gagal ginjal progresif pada mereka yang menyandang penyakit
diabetes melitus tipe 2. The National Kidney Foundation maupun
Yayasan Ginjal Indonesia juga merekomendasikan check up rutin,
termasuk mengetes protein yang terbuang melalui air seni.
3. Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinis
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2011), Tanda dan gejala Gagal ginjal kronik
adalah :
a. Gangguan pada sistem gastrointestinal.
1) Anoreksia, mual, dan muntah yang berhubungan dengan gangguan
metabolisme protein dalam usus dan terbentuknya zat-zat toksik.
2) Fetor uremik : disebabkan ureum yang berlebihan pada air liur yang
diubah menjadi amonia oleh bakteri sehingga nafas berbau ammonia.
b. Gangguan sistem Hematologi dan kulit.
1) Anemia, karena berkurangnya produksi eritropoetin.
2) Kulit pucat karena anemia dan kekuningan karena penimbunan
urokrom.
3) Gatal-gatal akibat toksin uremik.
4) Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
5) Gangguan fungsi kulit (Fagositosis dan kemotaksis berkurang).
c. Sistem Syaraf dan otak.
1) Miopati, kelelahan dan hipertropi otot.
2) Ensepalopati metabolik : Lemah, Tidak bisa tidur, gangguan
konsentrasi.
d. Sistem Kardiovaskuler
1) Hipertensi
2) Nyeri dada, sesak nafas
3) Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini
4) Edema
e. Sistem endokrin
1) Gangguan seksual : libido, fertilitas dan penurunan seksual pada laki-
laki, pada wanita muncul gangguan menstruasi.
2) Gangguan metabolisme glukosa, retensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.
f. Gangguan pada sistem lain.
1) Tulang : osteodistrofi renal.
2) Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik.
4. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronis pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving
nephrons) sebagai upaya kompensasi yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas aksis
reninangiostensin-aldosteron intrarenal ikut memberikan kontribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut.Aktivitas jangka
panjang aksis renin-angiostensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh
growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal
yang juga dianggap berperan terhadap progresifitas penyakit ginjal kronis
adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.Terdapat
variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomelurus
maupun tubulointersitia.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronis, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve) pada keadaan dimana basal LFG (Laju Filtrasi
Glomelurus) masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan
tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah,
mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di
bawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata
seperti anemia, hipertensi gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena
infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna.
5. Klasifikasi
Stadium Chronic Kidney Disease (CKD) diklasifikasikan berdasarkan
nilai LFG (Laju Filtrasi Glomerulus). (Tanto, 2014)
Stadium Deskripsi LFG
G1 Normal atau tinggi >90
G2 Penurunan ringan 60-89
G3a Penurunan ringan-sedang 45-59
G3b Penurunan sedang-berat 30-44
G4 Penurunan berat 15-29
G5 Gagal ginjal <15

6. Komplikasi
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2011) komplikasi potensial gagal ginjal
kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup
:
a. Hiperkalemia, akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
b. Pericarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk
samapah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi, akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin, angiotensin, dan aldosterone.
d. Anemia, akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, peradangan gastrointestinial.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat.

7. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit
dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Mutaqqin, 2011) :
a. Dialisis, dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hiperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialysis
memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecendrungan
peradrahan, dan membantu penyenbuhan luka. Dialisis atau dikenal
dengan nama cuci darah adalah suatu metode terapi yang bertujuan untuk
menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan
kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja
ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu
untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi.
Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis
1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser) Hemodialisis atau HD
adalah dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang berfungsi
sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa keluar dari tubuh,
masuk kedalam mesin dialiser. Di dalam mesin dialiser, darah
dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi
oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah
selesai dibersihkan, darah dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini
dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya
membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
2) Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut) Terapi kedua adalah
dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan membran
peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan
dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
b. Koreksi Hiperkalemi, mengendalikan kalium darah sangat penting karena
hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama
harus diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan
pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan
EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan
mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian
infuse glukosa.
c. Koreksi Anemia, usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi faktor
defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat
diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat
meninggikan Hb. Transfuse darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi
yang kuat, misalnya ada infusiensi koroner.
d. Koreksi Asidosis, pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan
harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau
parentera. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena
perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisi dan dialysis
peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
e. Pengendalian Hipertensi, pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan
vasodilatator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan
hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi
natrium.
f. Transplantasi Ginjal, dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien
gagal ginjal kronik, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

8. Pemeriksaan Penunjang
Berikut pemeriksaan penunjang gagal ginjal kronik :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Laboratorium darah : BUN, kreatinim, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
hematologi (Hb, trombosit, Ht, leukosit), protein, antibodi (kehilangan
protein dan immunoglobulin).
2) Pemeriksaan urin : warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa,
protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
b. Pemeriksaan EKG : untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
c. Pemeriksaan USG : untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks
ginjal, kepadatan parenkrin ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostat.
d. Pemeriksaan Radiologi : renogram, intravenous pyelography, retrograde
pyelography, renal aretriografi, rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang,
foto polos abdomen.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas Pasien Terdiri dari Nama, No.Rek.Medis, Umur (lebih
banyak terjadi pada usia 30-60 tahun), Agama, Jenis Kelamin (pria
lebih beresiko daripada wanita), Pekerjaan, Status perkawinan,
Alamat, Tanggal masuk, Yang mengirim, Cara masuk RS, dan
Diagnosa medis dan nama Identitas Penanggung Jawab meliputi :
Nama, Umur, Hub dengan pasien, Pekerjaan dan Alamat
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan
oleh klien sebelum masuk ke rumah sakit. Pada klien dengan
gagal ginjal kronik biasanya didapatkan keluhan utama yang
bervariasi, mulai dari urine keluar sedikit sampai tidak dapat
BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas
bau (ureum), dan gatal pada kulit (Muttaqin, 2011).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang, biasanya klien mengalami
penurunan frekuensi urine, penurunan kesadaran, perubahan pola
nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas
berbau amoniak, rasa sakit kepala, nyeri panggul, penglihatan
kabur, perasaan tak berdaya dan perubahan pemenuhan nutrisi
(Muttaqin, 2011).
3) Riwayat Kesehatan Dahulu Biasanya klien berkemungkinan
mempunyai riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran
kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik,
penyakit batu saluran kemih, infeksi system perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes mellitus, dan hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk
dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian
dokumentasikan (Muttaqin, 2011).
4) Riwayat kesehatan keluarga Biasanya klien mempunyai anggota
keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama dengan klien
yaitu gagal ginjal kronik, maupun penyakit diabetes mellitus dan
hipertensi yang bisa menjadi factor pencetus terjadinya penyakit
gagal ginjal kronik.
c. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Biasanya persepsi klien dengan penyakit ginjal kronik mengalami
kecemasan yang tinggi. Biasanya klien mempunyai kebiasaan
merokok, alkohol dan obat-obatan dalam kesehari-hariannya.
d. Pola Nutrisi/Metabolisme
1) Pola Makan, biasanya terjadi peningkatan berat badan cepat
(edema), penurunan berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu
hati, mual dan muntah.
2) Pola Minum, biasanya klien minum kurang dari kebutuhan tubuh
akibat rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan ammonia).
e. Pola Eliminasi
1) BAB, biasanya abdomen kembung, diare atau konstipasi.
2) BAK, biasanya terjadi penurunan frekuensi urine <400ml/hari
sampai anuria, warna urine keruh atau berwarna coklat, merah dan
kuning pekat.
f. Pola Aktivitas/Latihan
Biasanya kemampuan perawatan diri dan kebersihan diri terganggu
dan biasanya membutuhkan pertolongan atau bantuan orang lain.
Biasanya klien kesulitan menentukan kondisi, contohnya tidak
mampu bekerja dan mempertahankan fungsi peran dalam keluarga.
g. Pola Istirahat Tidur
Biasanya klien mengalami gangguan tidur, gelisah karena adanya
nyeri panggul, sakit kepala dan kram otot/kaki (memburuk pada
malam hari).
h. Pola Kognitif Persepsi
Biasanya tingkat ansietas pasien mengalami penyakit ginjal kronik ini
pada tingkat asietas sedang sampai berat.
i. Pola Peran Hubungan
Biasanya klien tidak bisa menjalankan peran atau tugasnya sehari-hari
karena perawatan yang lama.
j. Pola Seksualitas/Reproduksi
Biasanya terdapat masalah Seksual berhubungan dengan penyakit
yang di derita.
k. Pola Persepsi Diri/ Konsep Diri
1) Body Image/Gambaran Diri, biasanya mengalami perubahan
ukuran fisik, fungsi alat tubuh terganggu, keluhan karena kondisi
tubuh, pernah operasi, kegagalan fungsi tubuh, prosedur
pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh.
2) Role/Peran, biasanya mengalami perubahan peran karena penyakit
yang diderita.
3) Identity/Identitas Diri, biasanya mengalami kurang percaya diri,
merasa terkekang, tidak mampu menerima perubahan, merasa
kurang memiliki potensi.
4) Self Esteem/Harga Diri, biasanya mengalami rasa bersalah,
menyangkal kepuasan diri, mengecilkan diri, keluhan fisik.
5) Self Ideal/Ideal Diri, biasanya mengalami masa depan suram,
terserah pada nasib, merasa tidak memiliki kemampuan, tidak
memiliki harapan, merasa tidak berdaya.
l. Pola Koping-Toleransi Stres
Biasanya klien mengalami factor stress contoh financial, hubungan
dan sebabnya, perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada
kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung,
perubahan kepribadian dan perilaku serta perubahan proses kognitif.
m. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum dan TTV
a) Keadaan umum klien lemah, letih dan terlihat sakit berat
b) Tingkat kesadaran klien menurun sesuai dengan tingkat
uremia dimana dapat mempengaruhi sistem saraf pusat.
c) TTV : RR meningkat, tekanan darah didapati adanya
hipertensi.
2) Kepala
a) Rambut, biasanya klien berambut tipis dan kasar, klien sering
sakit kepala, kuku rapuh dan tipis.
b) Wajah, biasanya klien berwajah pucat
c) Mata, biasanya mata klien memerah, penglihatan kabur,
konjungtiva anemis, dan sclera tidak ikterik.
d) Hidung, biasanya tidak ada pembengkakkan polip dan klien
bernafas pendek dan kusmaul
e) Bibir, biasanya terdapat peradangan mukosa mulut, ulserasi
gusi, perdarahan gusi, dan napas berbau
f) Gigi, biasanya tidak terdapat karies pada gigi.
g) Lidah, biasanya tidak terjadi perdarahan
h) Leher, biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tyroid atau
kelenjar getah bening
3) Dada / Thorak
a) Inspeksi, biasanya klien dengan napas pendek, pernapasan
kussmaul (cepat/dalam)
b) Palpasi, biasanya fremitus kiri dan kanan
c) Perkusi, biasanya Sonor
d) Auskultasi, biasanya vesicular
4) Jantung
a) Inspeksi, biasanya ictus cordis tidak terlihat
b) Palpasi, biasanya ictus Cordis teraba di ruang inter costal 2
linea deksta sinistra
c) Perkusi, biasanya ada nyeri
d) Auskultasi, biasanya terdapat irama jantung yang cepat
5) Perut / Abdomen
a) Inspeksi, biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau
penumpukan cairan, klien tampak mual dan muntah
b) Auskultasi, biasanya bising usus normal, berkisar antara 5-35
kali/menit
c) Palpasi, biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang,
dan adanya pembesaran hepar pada stadium akhir.
d) Perkusi, biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites.
6) Genitourinaria, biasanya terjadi penurunan frekuensi urine,
oliguria, anuria, distensi abdomen, diare atau konstipasi,
perubahan warna urine menjadi kuning pekat, merah, coklat dan
berawan.
7) Ekstremitas, biasanya didapatkan adanya nyeri panggul, odema
pada ektremitas, kram otot, kelemahan pada tungkai, rasa panas
pada telapak kaki,keterbatasan gerak sendi.
8) Sistem Integumen, biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal,
kering dan bersisik, adanya area ekimosis pada kulit.
9) System Neurologi, biasanya terjadi gangguan status mental seperti
penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan konsentrasi,
kehilangan memori, penurunan tingkat kesadaran, disfungsi
serebral, seperti perubahan proses fikir dan disorientasi. Klien
sering didapati kejang, dan adanya neuropati perifer.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipervolemia b.d Kelebihan Asupan Cairan dan Natrium
b. Intoleransi Aktivitas b.d Kelemahan
c. Pola Nafas Tidak Efektif b.d Hambatan Upaya Nafas
d. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Penurunan Konsentrasi Hb
e. Gangguan Integritas Kulit / Jaringan b.d Kelebihan Volume Cairan

3. Rencana Keperawatan
a. Hipervolemia
Manajemen Hipervolemia
Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. ortopnea, dispnea,
edema, JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugular positif,
suara napas tambahan)
- Identifikasi penyebab hipervolemia
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. Kadra natrium, BUN,
hematokrit, berat jenis urine)

Terapeutik
- Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
- Batasi asupan cairan dan garam
- Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat
Edukasi
- Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5 mL/kg/jam dalam 6
jam
- Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg dalam sehari
- Ajarkan cara membatasi asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretic
- Kolaborasi pemberian continuous renal replacement therapy
(CRRT), jika perlu.

b. Intoleransi Aktivitas
Manajamen Energi
Observasi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan

c. Pola Nafas Tidak Efektif


Manajemen Jalan Napas
Observasi
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (mis. ronchi, gurgling,
wheezing, mengi)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan headtilt dan
chinlift
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin dan Kumala Sari. 2011. Asuhan keperawatan gangguan sistem
perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

M.Clevo Rendi dan Margareth TH. 2012. Asuhan keperawatan medikal bedah
dan penyakit dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Fadhilah, (2014). Chronic Kidney Disease Stage VJ Jurnal Kesehatan Vol.1 No.2

Smeltzer,s.c dan Bare,b.g. 2011. Buku ajar keperawatan medical bedah. Brunner
& Suddarth. Edisi. Jakarta: EGC.

Kemenkes RI, (2017). Infodatin Situasi Penyakit Ginjal Kronis

https://www.academia.edu/6418985/LAPORAN_PENDAHULUAN_CKD

Anda mungkin juga menyukai