DISUSUN OLEH :
NAMA : ADELLIKA HAFSHAH
NPM : 2022003
KELOMPOK :2
RUANGAN : PENYAKIT DALAM NON INFEKSI
2. Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate
(GFR). Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013 :
a. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat
menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang
paling sering adalah aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan
konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah. Hiperplasia
fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar yang juga menimbulkan
sumbtan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang
disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di obati, dikarakteristikkan
oleh penebalan, hilangnya elastisitas system, perubahan darah ginjal
mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
b. Gangguan imunologis : Seperti glomerulonefritis
c. Infeksi : Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli
yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri
ini mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara
ascenden dari traktus urinarius bagi. Bawah lewat ureter ke ginjal
sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversibel ginjal yang disebut
pielonefritis.
d. Gangguan metabolik : Seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan
berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis
yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding
pembuluh darah secara serius merusak membrane glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesic atau
logam berat.
f. Obstruksi traktus urinarius: oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan
konstriksi uretra.
g. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik = kondisi
keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi cairan
di dalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jar.ginjal yang bersifat
kongenital (hipoplasia renalis) serta adanya asidosis.
h. Kelebihan Protein Protein bagi tubuh berfungsi sebagai pembangun
sistem pertahanan tubuh agar bisa menghadapi serangan penyakit infeksi,
membantu sistem pembekuan darah, dan menjaga agar cairan yang
beredar dalam tubuh berada dalam jumlah dan komposisi yang tepat.
Sebuah penelitian yang disponsori National Institutes of Health di AS
pada tahun 1996 mengungkapkan, proteinuria adalah peramal yang paling
baik dari gagal ginjal progresif pada mereka yang menyandang penyakit
diabetes melitus tipe 2. The National Kidney Foundation maupun
Yayasan Ginjal Indonesia juga merekomendasikan check up rutin,
termasuk mengetes protein yang terbuang melalui air seni.
3. Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinis
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2011), Tanda dan gejala Gagal ginjal kronik
adalah :
a. Gangguan pada sistem gastrointestinal.
1) Anoreksia, mual, dan muntah yang berhubungan dengan gangguan
metabolisme protein dalam usus dan terbentuknya zat-zat toksik.
2) Fetor uremik : disebabkan ureum yang berlebihan pada air liur yang
diubah menjadi amonia oleh bakteri sehingga nafas berbau ammonia.
b. Gangguan sistem Hematologi dan kulit.
1) Anemia, karena berkurangnya produksi eritropoetin.
2) Kulit pucat karena anemia dan kekuningan karena penimbunan
urokrom.
3) Gatal-gatal akibat toksin uremik.
4) Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
5) Gangguan fungsi kulit (Fagositosis dan kemotaksis berkurang).
c. Sistem Syaraf dan otak.
1) Miopati, kelelahan dan hipertropi otot.
2) Ensepalopati metabolik : Lemah, Tidak bisa tidur, gangguan
konsentrasi.
d. Sistem Kardiovaskuler
1) Hipertensi
2) Nyeri dada, sesak nafas
3) Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini
4) Edema
e. Sistem endokrin
1) Gangguan seksual : libido, fertilitas dan penurunan seksual pada laki-
laki, pada wanita muncul gangguan menstruasi.
2) Gangguan metabolisme glukosa, retensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.
f. Gangguan pada sistem lain.
1) Tulang : osteodistrofi renal.
2) Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik.
4. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronis pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving
nephrons) sebagai upaya kompensasi yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas aksis
reninangiostensin-aldosteron intrarenal ikut memberikan kontribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut.Aktivitas jangka
panjang aksis renin-angiostensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh
growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal
yang juga dianggap berperan terhadap progresifitas penyakit ginjal kronis
adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.Terdapat
variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomelurus
maupun tubulointersitia.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronis, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve) pada keadaan dimana basal LFG (Laju Filtrasi
Glomelurus) masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan
tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah,
mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di
bawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata
seperti anemia, hipertensi gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena
infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna.
5. Klasifikasi
Stadium Chronic Kidney Disease (CKD) diklasifikasikan berdasarkan
nilai LFG (Laju Filtrasi Glomerulus). (Tanto, 2014)
Stadium Deskripsi LFG
G1 Normal atau tinggi >90
G2 Penurunan ringan 60-89
G3a Penurunan ringan-sedang 45-59
G3b Penurunan sedang-berat 30-44
G4 Penurunan berat 15-29
G5 Gagal ginjal <15
6. Komplikasi
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2011) komplikasi potensial gagal ginjal
kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup
:
a. Hiperkalemia, akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
b. Pericarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk
samapah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi, akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin, angiotensin, dan aldosterone.
d. Anemia, akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, peradangan gastrointestinial.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat.
8. Pemeriksaan Penunjang
Berikut pemeriksaan penunjang gagal ginjal kronik :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Laboratorium darah : BUN, kreatinim, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
hematologi (Hb, trombosit, Ht, leukosit), protein, antibodi (kehilangan
protein dan immunoglobulin).
2) Pemeriksaan urin : warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa,
protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
b. Pemeriksaan EKG : untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
c. Pemeriksaan USG : untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks
ginjal, kepadatan parenkrin ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostat.
d. Pemeriksaan Radiologi : renogram, intravenous pyelography, retrograde
pyelography, renal aretriografi, rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang,
foto polos abdomen.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipervolemia b.d Kelebihan Asupan Cairan dan Natrium
b. Intoleransi Aktivitas b.d Kelemahan
c. Pola Nafas Tidak Efektif b.d Hambatan Upaya Nafas
d. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Penurunan Konsentrasi Hb
e. Gangguan Integritas Kulit / Jaringan b.d Kelebihan Volume Cairan
3. Rencana Keperawatan
a. Hipervolemia
Manajemen Hipervolemia
Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. ortopnea, dispnea,
edema, JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugular positif,
suara napas tambahan)
- Identifikasi penyebab hipervolemia
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. Kadra natrium, BUN,
hematokrit, berat jenis urine)
Terapeutik
- Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
- Batasi asupan cairan dan garam
- Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat
Edukasi
- Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5 mL/kg/jam dalam 6
jam
- Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg dalam sehari
- Ajarkan cara membatasi asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretic
- Kolaborasi pemberian continuous renal replacement therapy
(CRRT), jika perlu.
b. Intoleransi Aktivitas
Manajamen Energi
Observasi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
Arif Muttaqin dan Kumala Sari. 2011. Asuhan keperawatan gangguan sistem
perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
M.Clevo Rendi dan Margareth TH. 2012. Asuhan keperawatan medikal bedah
dan penyakit dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Fadhilah, (2014). Chronic Kidney Disease Stage VJ Jurnal Kesehatan Vol.1 No.2
Smeltzer,s.c dan Bare,b.g. 2011. Buku ajar keperawatan medical bedah. Brunner
& Suddarth. Edisi. Jakarta: EGC.
https://www.academia.edu/6418985/LAPORAN_PENDAHULUAN_CKD