Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Diajukan Untuk Memenuhi PBL Keperawatan Medikal Bedah


STIKes YPIB Majalengka

Disusun Oleh :
Irmayanti
1812011017

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YPIB MAJALENGKA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TABUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal
progresif yang ireversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankan
keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya
uremia dan azotemia (Bayhakki, 2013).

Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk


mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa
metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin dan Sari, 2011).
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal
ginjal kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga
tidak mampu lagi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di dalam tubuh
dan menyebabkan penumpukan urea dan sampah metabolisme lainnya serta
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik antara lain :
a. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
b. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
c. Penyakit vaskuler hipertensif (nefr osklerosis, stenosis arteri renalis)
d. Gangguan jaringan penyambung (sle,poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
e. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus
ginjal)
f. Penyakit metabolik (dm, gout, hiperparatiroidisme)
g. Nefropati toksik (nefropati obstruktif, batu saluran kemih)
Secara garis besar peyebab gagal ginjal dapat dikategorikan infeksi yang
berulang dan nefron yang memburuk, obstruksi saluran kemih, destruksi
pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama, scar pada jaringan dan
trauma langsung pada ginjal.

3. Fatofisiologi

Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi


dari nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh
untuk mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi
pertama adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang masih utuh untuk
meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus. Apabila 75 %
massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban solute untuk tiap
nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus tidak dapat
dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai
dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin. Perjalanan gagal ginjal kronik
dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal. Selama
stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien asimptomatik.
b. Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25%
dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar protein dalam
diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat disertai dengan nokturia dan
poliuria sebagai akibat dari kegagalan pemekatan urin.
c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah hacur
atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR (Glomerulus
Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan
meningkat. Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal
tidak lagi dapat mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Urin menjadi isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan
haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.
4. Manisfestasi Klinis
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung
dan edema. Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme
terjadinya hipertensi pada CKD oleh karena penimbunan garam dan air, atau
sistem renin angiostensin aldosteron (RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang
sering dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang
disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat gangguan
elektrolit.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekles.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia. akibat metabolisme protein yang terganggu
oleh bakteri usus sering pula faktor uremikum akibat bau amoniak dari mulut.
Disamping itu sering timbul stomatitis, cegukan juga sering yang belum jelas
penyebabnya. Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90 % kasus CKD, bahkan
kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
d. Gangguan muskuluskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan),
burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki),
tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot-otot ekstremitas. Penderita sering
mengeluh tungkai bawah selalu bergerak-gerak (restlesslessleg syndrome), kadang
tersa terbakar pada kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan
tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau
koma.
e. Gangguan integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom. Gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. Kulit
berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan gatal
akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak
dan vitamin D.
g. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang, hemodialisi
akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga
terjadi gangguan fungsi trombosit dan trombositopeni. selain anemi pada CKD
sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula
disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu
sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita CKD mudah
terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
h. Gangguan lain
Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan
elektrolit dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis metabolik,
hiperkalemia, hiperforfatemi, hipokalsemia. (Wijaya dan Putri, 2017)
Pasien dengan stadium I atau II tidak memiliki gejala atau gangguan
metabolik seperti asidosis, anemia, dan penyakit tulang. Selain itu, pengukuran
yang paling umum dari gangguan fungsi ginjal yaitu serum kreatininmungkin
hanya sedikit meningkat pada tahap awal CKD . akibatnya, estimasi GFR sangat
penting bagi pengenalan tahap awal CKD. Karena tahap awal CKD sering tidak
terdeteksi, dibutuhkan diagnosis pada pasien dengan tingkat kecurigaan yang tinggi
yaitu yang mengalami kondisi kronis seperti hipertensi dan diabetes militus.
Tanda dan gejala terkait dengan CKD menjadi lebih umum pada stage III,
IV, V. Anemia, kelainan metabolisme kalsium dan fosfor (hiperparatiroidisme
sekunder), malnutrisi, abnormalitas cairan dan elektrolit menjadi lebih umum
seiring fungsi ginjal memburuk. Umumnya pada pasien CKD stadium V juga
mengalami gagal-gagal, intoleransi dingin, berat badan menurun, neuropati perifer
(Joy et al, 2008)

5. Terapi Medis
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- Peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak
bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
- Hemodialisis yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di
vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c) Operasi
- Pengambilan batu
- Transplantasi ginjal

6. Klasifikasi
Chronic Kidney Disease (CKD) diklasifikasikan berdasarkan CGA sistem
yaitu Cause, GFR category, dan Albuminuria category. Gagal ginjal kronik
merupakan stadium 5 dari CKD atau biasa disebut dengan End-stage Renal Disease
(ESRD). Dikatakan gagal ginjal kronik apabila dari hasil tes nilai eGFR < 15
mL/min/1.73 m2.
Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) dalam Kidney Disease: Improving
Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group (2013) KDIGO 2 clinical practice
guideline for the evaluation and management of chronic kidney disease:
Tabel 2. Kategori GFR (KDIGO 2013)

GFR category GFR (ml/min/1.73 m2) Terms

G1 >90 Normal or high

G2 60–89 Mildly decreased*

G3a 45–59 Mildly to moderately decreased

G3b 30–44 Moderately to severely decreased

G4 15–29 Severely decreased


G5 <15 Kidney failure

* Relatif pada level dewasa

B. Konssep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Data Biografi :identitas pasien, nama, umur, jenis kelamin, agama, status
perkawinan, pendidikan, suku/bangsa, pekerjaan, alamat, ruang, identitas
penaggung jawab, hubungan dengan pasien, no telepon, asuransi kesehatan (jika
ada).
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama/alasan masuk Rumah sakit
2) Riwayat kesehatan sekarang : dimulai dri akhir masa sehat, ditulis dengan
kronologis sesuai urutan waktu, dicatat perkembangan dan perjalanan
penyakitnya seperti : faktor pencetus, sifat keluhan (mendadak/berlahan-
lahan/terus menerus/hilang timbul atau berhubungan dengan waktu,
lokalisasi dan sifarnya ( menjalar /menyebar/berpindah/menetap), bearat
ringannya keluhan (menetap/cenderung bertambah atau berkurang), lamanya
keluhan, upaya yang dilakukan untuk mengatasi, keluhan saat pengkajian,
diagnosa medik
3) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk
mengatasi, riwayat masuk RS), Alergi, Obat-obatan yang pernah digunakan.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit menular/tidak menular/keturunan dalam keluarga, disertai
genogram.
5) Pengkajian lingkungan
Pengkajian lingkungan rumah, lingkungan klien bekerja, fokus pada upaya
keamanan klien, informasi tentang lingkungan rumah dan tempat bekerja
meliputi:tata ruang, kebersihan, resiko cidera, paparan polusi, pencahayaan,
susasana rumah,
c. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji: bersihan jalan nafas, ada/tidaknya sumbatan pada jalan nafas, distress
pernafasan, tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji: frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada, suara pernafasan
melalui hidung dan mulut, udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
3) Circulation
Kaji: denyut nadi karotis, tekanan darah, warna dan kelembaban kulit, tanda-
tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Disability
Kaji: tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan
responnya terhadap cahaya
5) Exposure
Kaji: tanda-tanda trauma yang ada
d. Pola fungsional gordon
1) Pola management kesehatan/persepsi kesehatan
Persepsi terhadap penyakit yang dialaminya, Riwayat penggunaan
tembakau, alkohol, alergi (obat-obatan, makanan, reaksi alergi), mengatur
dan menjaga kesehatannya, pengetahuan dan praktik pencegahan penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum dan
sesudah sakit meliputi : jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi,
frekuensi makan dan minum, porsi makan, makanan yang disukai, nafsu
makan (normal,meningkat, menurun), pantangan atau alergi, penurunan
sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis, kesulitan menelan (disfagia).
riwayat masalah kulit/penyembuhan (ruam, kering, keringat berlebihan,
penyembuhan abnormal, jumlah minum/24 jam dan jenis (kehausan yang
sangat), mengkaji ABCD yaitu :A (Antropometri) : BB, TB, sebelum
dan sesudah sakit fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun), B
(Biocemicle): Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Hematoktit (cairan),
Albumin edema, C (Clinicel) : turgor kulit, konjungtiva, CRT, D (Diet) :
diet/suplment khusus, Instruksi diet sebelumnya.
3) Pola eliminasi
Buang air besar (BAB) : Frekuensi, waktu, Warna, konsistensi, Kesulitan
(diare, konstipasi, inkontinensia), Buang Air Kecil (BAK) : Frekuensi,
Kesulitan/keluhan (disuria, noktiria, hematuria, retensia, inkontinensia).
4) Pola aktivitas dan kebersihan diri kemampuan perawatan diri
0 : Mandiri
1: dengan alat bantu
2: dibantu orang lain
3: dibantu orang lain dan peralatan
4: ketergantian / ketidakmampuan
5) Pola istirahat dan tidur
Lama tidur : (jam/malam, tidur siang , tidur sore), waktu kebiasaan
menjelang tidur, masalah tidur (insomnia, terbangun dini, mimpi buruk),
perasaan setelah bangun (merasa segar / tidak setelah tidur).
6) Pola kognitif dan Persepsi sensori
Status mental (sadar / tidak, orientasi baik atau tidak ), bicara: normal,
genap, aphasia ekspresif, kemampuan berkomunikasi, kemampuan
memahami, tingkat ansietas , Pendengaran: DBN, Tuli, tinitis, alat bantu
dengar, Penglihatan (DBN, Buta, katarak, kacamata, lensa kontak, dll),
vertigo, ketidaknyamanan/nyeri /akut/ kronis, penatalaksaan nyeri
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang dirinya, gambar dirinya, ideal dieinya, harga
dirinya, peran dirinya, ideal dirinya.
8) Pola hubungan peran
Pekerjaan, sistem pendukung : (pasangan, tetangga, keluarga serumah,
keluarga tinggal berjauhan, maslah keluarga berkenaan dengan perawatan
RS, kegiatan sosial : bagaimana hubungan dengan masyarakat.
9) Pola seksual dan reproduksi
Tanggal Menstruasi Terakhir (TMA), masalah-masalah dalam pola
reproduksi, Pap smear terakhir, kepuasan dan tidak puasan klien dalam
pola seksualitas, kesulitan dalam pola seksualitas, masalah seksual B. D
penyakit
10) Pola koping dan toleransi stres
Perawat mengkaji kemampuan klien dalam mengelola stess,
Kehilangan/perubahan besar dimasa lalu, Hal yang dilakukan saat ada
masalah, Pengguanaan obat saat menghilangkan stres, Keadaan emosi
dalam sehari-hari (santai/tegang), keefektifan dalam mengelola stress.
11) Pola nilai dan Keyakinan
Keyakinan Agama, budaya, Pengaruh agama dalam kehidupan.
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: Kesadaran, Klien tampak sehat/ sakit/sakit berat
2) Tanda –tanda vital : TD, ND, RR, S
3) Kulit : Warna kulit (sianosis, ikterus, pucat eritema), Kelembaban, Turgor
kulit, Ada/tidaknya edema
4) Kepala/rambut : Inspeksi, Palpasi
5) Mata : Fungsi penglihatan, Ukuran pupil, Konjungtiva, Lensa/iris, Odema
palpebra, Palpebra, Sklera
6) Telinga : Fungsi pendengaran, Kebersihan, Daun telinga, Fungsi
keseimbangan, Sekret, Mastoid
7) Hidung dan sinus : Inspeksi, Fungsi penciuman, Pembengkakan,
Kebersihan, Pendarahan, Sekret
8) Mulut dan tenggorokan : Membran mukosa, Keadaan gigi, Tanda radang
(gigi,lidah,gusi), Trismus, Kesulitan menelan, Kebersihan mulut
9) Leher : Trakea simetris atau tidak, Kartoid bruid, JVP, Kelenjar limfe,
Kelenjar tiroid, Kaku kuduk
10) Thorak atau paru : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
11) Jantung : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
12) Abdomen : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
13) Ekstremitas : Vaskuler perifer, Capilari refil, Clubbing, Perubahan warna
14) Neurologis : Status mental/GCS, Motorik, Sensori, Tanda rangsangan
meningkat, Saraf kranial, Reflek spikologis, Reflek patologis

2. Masalah Keperawatan
a. Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan ginjal (00203)
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulasi (00026)
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme (00046)
d. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor bologis (00002)
e. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (00092)
f. Pola nafas tidak efektif berhubungan hiperventilasi (00032)(Heardman et al,
2015)

3. Intervensi

No. DX Tujuan & KH Intervensi Keperawatan Rasional


Resiko Tujuan : Circulatory Care
Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan penilaian secara 1. Sebagai data dasar untuk
an perfusi keperawatan selama 3x24 jam komprehensif fungsi menentukan intervensi
jaringan ginjal resiko ketidak efektifan sirkulasi perifer. (cek nadi selanjutnya
perfusi ginjal adekuat. priper,oedema, kapiler
refil, temperatur
Kriteria Hasil: ekstremitas).
Circulation Status 2. Kaji nyeri 2. Mengetahui persepsi dan
1. Membran mukosa merah tingkatan nyeri yang
muda dirasakan klien
2. Conjunctiva tidak anemis 3. Inspeksi kulit dan Palpasi 3. Mengetahui adanya
3. Akral hangat anggota badan edema ekstremitas
4. TTV dalam batas normal. 4. Atur posisi pasien, 4. Posisi tersebut dapat
5. Tidak ada edema ekstremitas bawah lebih memperbaiki sirkulasi
rendah untuk memperbaiki
sirkulasi.
5. Monitor status cairan 5. Mengetahui balance
intake dan output cairan
6. Evaluasi nadi, oedema 6. Mengetahui tingkatan
edema pada klien dan
kondisi klien
7. Berikan therapi 7. Terapi antikoagulan
antikoagulan. dapat mencegah
terjadinya
penggumpalan darah
klien.

Kelebihan Tujuan: Fluid Management


volume cairan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status cairan : 1. Mengetahui adanya
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam timbang berat kelebihan volume cairan
dengan volume cairan seimbang. badan,keseimbangan pada klien
mekanisme masukan dan haluaran,
regulasi Kriteria Hasil: turgor kulit dan adanya
Fluid Balance edema
1. Terbebas dari edema, 2. Timbang popok/pembalut 2. Mengetahui output cairan
efusi, anasarka jika diperlukan klien
2. Bunyi nafas bersih,tidak
adanya dipsnea 3. Pertahankan catatan intake 3. Mengetahui status balance
3. Memilihara tekanan vena dan output yang akurat cairan klien
sentral, tekanan kapiler 4. Batasi masukan cairan 4. Mencegah adanya edema
paru, output jantung dan 5. Pasang urin kateter jika 5. Pemasangan kateter dapat
vital sign normal. diperlukan melancarkan output urine
4. Pasien dapat menjelaskan klien
indikator kelebihan cairan 6. Monitor hasil lab yang 6. Hasil lab
sesuai dengan retensi menginterpretasikan status
cairan (BUN , Hematokrit, cairan dan elektrolit klien
osmolalitas urin  )
7. Monitor vital sign 7. Mengetahui kondisi umum
klien
8. Monitor indikasi retensi / 8. Indikasi retensi/kelebihan
kelebihan cairan (kreacles, cairan dapat menentukan
CVP , edema, distensi intervensi yang tepat bagi
vena leher, asietes) klien

9. Kaji lokasi dan drajat 9. Lokasi dan derajat edema


edema dapat menentukan seberapa
berat kelebihan volume
cairan klien
10. Berikan diuretik sesuai 10. Diuretic dapat meningkatkan
interuksi output cairan klien
11. Kolaborasi dokter jika 11. Dapat dilakukan terapi yang
tanda cairan berlebih tepat pada klien
muncul memburuk
12. Jelaskan pada pasien dan 12. Mencegah klien dari
keluarga rasional kelebihan cairan dan
pembatasan cairan keluarga dapat memantau
asupan cairan klien
13. Menjelaskan cara diit 13. Klien dapat mengetahui diit
pasien yang tepat untuk menjaga
kondisinya
14. Kolaborasi pemberian 14. Pemberian cairan yang tepat
cairan sesuai terapi. dapat mencegah klien dari
kelebihan cairan

Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah 1. Sebagai data dasar dalam
dan tipe intake cairan dan menentukan intervensi
eliminasi selanjutnya
2. Tentukan kemungkinan 2. Untuk mengetahui tindakan
faktor resiko dari ketidak yang tepat untuk mengatasi
seimbangan cairan masalah
(hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal,
gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
3. Monitor berat badan 3. Mengetahui adakah
keleibihan volume cairan
4. Monitor serum dan 4. Mengetahui kadar cairan dan
elektrolit urine elektrolit
5. Monitor adanya distensi 5. Mengetahui adanya
leher, rinchi, eodem kelebihan volume cairan
perifer dan penambahan
BB
6. Monitor tanda dan gejala 6. Edema dapat menjadi tanda
dari odema kelebiihan cairan
Hemodialysis therapy
1. Bekerja secara 1. Terapi hemodialisa sesuai
kolaboratif dengan pasien prosedur dapat mengurangi
untuk menyesuaikan kelebihan cairan dan sisa
panjang dialisis, metabolism di tubuh
peraturan diet,
keterbatasan cairan dan
obat-obatan untuk
mengatur cairan dan
elektrolit pergeseran
antara pengobatan.
Gangguan Tujuan : Pressure management
integritas kulit Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor kulit akan adanya 1. Kemerahan dapat
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam kemerahan menjadi tanda kerusakan
dengan diharapkan gangguan integritas kulit.
gangguan integritas kulit teratasi dengan 2. Infeksi dapat
metabolisme 2. Monitor tanda dan gejala menjadikan integritas
Kriteria Hasil: infeksi pada area insisi kulit menjadi rusak
1. Tidak ada tanda –tanda 3. Pakaian yang longgar
infeksi 3. Anjurkan pasien dapat mengurangi rasa
2. Ketebalan dan teksture menggunakan pakaian nyeri pada kulit yang
jaringan normal yang longgar rusak
3. Menunjukan pemahaman 4. Kerutan di tempat tidur
dalam proses perbaikan 4. Hindari kerutan pada dapat menyebabkan
kulit dan mencegah tempat tidur nyeri pada kulit yang
terjadinya cidera berulang rusak
4. Menunjukan terjadinya 5. Menjaga integritas kulit
proses penyembuhan luka 5. Jaga kebersihan kulit agar agar tetap bagus
tetap bersih dan kering 6. Mobilidsasi rutin dapat
6. Mobilisasi pasien (ubah mencegah dekubitus
posisi pasien setiap dua
jam sekali) 7. Lotion dapat
7. Oleskan lotion atau melembabkan kulit
minyak baby oil pada
daerah yang tertekan.
Ketidakseimba Tujuan : Nutritional Management
ngan nutrisi : Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor adanya mual dan 1. Mual dan muntah dapat
kurang dari keperawatan selama 3x24 jam muntah menjadi data untuk
kebutuhan nutrisi seimbang dan adekuat. menentukan status
tubuh nutrisi
berhubungan Kriteria Hasil: 2. Monitor status nutrisi. 2. Mengetahui adanya
dengan faktor Nutritional Status gangguan nutrisi pada
bologis 1. Nafsu makan meningkat klien
2. Tidak terjadi penurunan 3. Monitor adanya 3. Sebagai data penguat
BB kehilangan berat badan untuk mengetahui
3. Masukan nutrisi adekuat dan perubahan status adanya gangguan nutrisi
4. Menghabiskan porsi nutrisi.
makan 4. Monitor albumin, total 4. Hasil lab dapat menjadi
5. Hasil lab normal (albumin, protein, hemoglobin, dan data pendukung
kalium) hematocrit level yang menentukan intervensi
menindikasikan status
nutrisi dan untuk
perencanaan treatment
selanjutnya.
5. Monitor intake nutrisi dan 5. Intake nutrisi yang
kalori klien. adekuat dapat
meningkatkan status
nutrisi
6. Berikan makanan sedikit 6. Makanan sedikit tapi
tapi sering sering dapat
meningkatkan nafsu
makan klien
7. Berikan perawatan mulut 7. Perawatan mulut dapat
sering meningkatkan nafsu
klien
8. Kolaborasi dengan ahli 8. Diet yang sesuai dapat
gizi dalam pemberian diet menyeimbangkan status
sesuai terapi nutrisi klien
9. Monitor masukan 9. Masukan makanan yang
makanan / cairan dan adekuat dapat
hitung intake kalori harian meningkatkan status
nutrisi klien

Intoleransi Tujuan: Activity Therapy


aktivitas Setelah dilakukan 1. Bantu klien untuk 1. Mengetahui tingkat
berhubungan tindakan keperawata selema mengidentifikasi aktivitas aktivitas yang mampu
ketidakseimba 2x24 jam pasien diharapkan yang mampu dilakukan. dilakukan klien
ngan antara masalah intoleransi aktivitas 2. Bantu untuk mendapatkan 2. Alat bantu dapat
suplai dan dapat teratasi dengan alat bantuan aktivitas membantu aktivitas
kebutuhan seperti kursi roda, krek. klien
oksigen Kriteria Hasil : 3. Bantu pasien dan keluarga 3. Kekurangan aktivitas
1. Mampu melakukan untuk mengidentivikasi klien dapat menjadi data
aktivitas sehari hari kekurangan dalam untuk menentukan
(ADLS) secara mandiri beraktivitas intervensi yang tepat
2. Berpartipasi dalam 4. Bantu klien untuk 4. Motivasi diri dapat
aktivitas fisik tampa mengembangkan motivasi meningkatkan
disertai peningkatan diri dan penguat kepercayaan diri klien
tekanan darah, nadi dan 5. Kolaborasikan dengan 5. Terapi yang tepat dapat
RR tenaga medik dalam meningkatkan kondisi
3. Status respirasi : merencanakan program klien
pertukaran gan dan terapi yang tepat.
ventilasi adekuat
4. Mampu berpindah :
dengan atau tampa
bantuan alat

Pola nafas Tujuan : Respiratory Monitoring


tidak efektif Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor rata – rata, 1. Menjadi data dasar
berhubungan keperawatan selama 1x24 jam kedalaman, irama dan dalam menentukan
hiperventilasi pola nafas adekuat. usaha respirasi intervensi yang tepat
2. Catat pergerakan 2. Mengetahui adanya
Kriteria Hasil: dada,amati kesimetrisan, gangguan pola nafas
Respiratory Status penggunaan otot klien
1. Peningkatan ventilasi dan tambahan, retraksi otot
oksigenasi yang adekuat supraclavicular dan
2. Bebas dari tanda tanda intercostal
distress pernafasan 3. Monitor pola nafas : 3. Mengetahui adanya
3. Suara nafas yang bersih, bradipena, takipenia, gangguan pernafasan
tidak ada sianosis dan kussmaul, hiperventilasi, pada klien
dyspneu (mampu 4. Auskultasi suara nafas, 4. Mengetahui adanya
mengeluarkan sputum, catat area penurunan / suara nafas tambahan
mampu bernafas dengan tidak adanya ventilasi dan
mudah, tidak ada pursed suara tambahan
lips)
4. Tanda tanda vital dalam Oxygen Therapy
rentang normal 1. Auskultasi bunyi nafas, 1. Mengetahui adanya
catat adanya crakles gangguan pola nafas
klien
2. Ajarkan pasien nafas 2. Nafas dalam dapat
dalam meningkatkan
oksigenasi klien
3. Atur posisi senyaman 3. Memberikan rasa
mungkin nyaman dan rileks
4. Batasi untuk beraktivitas 4. Aktivitas yang
berlebihan dapat
menyebabkan pasien
kelelahan dan dispnea
5. Kolaborasi pemberian 5. Pemberian oksigen
oksigen dapat meningkatkan
oksigenasi klien
4. Implementasi
Implementasi merupakan suatu realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi pengumpulan
data berkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama dan sesudah dilakukan
tindakan, serta menilai data yang baru. Implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang
diperlukan dalam melaksanakan intervensi atau program keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu Aspek penting dalam proses keperawatan Karena
kesimpulan yang ditarik dari evaluasi akan menentukan apakah intervensi keperawatan
tersebut harus diakhiri, dilanjutkan atau diubah.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002.  Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,


edisi 8 volume 2.

Jakarta: EGC

Carpenito, L.J., 2006, Rencana asuhan dan


pendokumentasian keperawatan (Edisi 2), Alih.
Bahasa Monica Ester, Jakarta : EGC.

Doengoes, Marilyn E, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk.


Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011.  Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan.

Jakarta : Salemba Medika

 Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2010.Chronic Kidney Disease: A Practical Guide


to Understanding and Management . USA : Oxford University Press.

 Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta; MediAction.

Smeltzer, S. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai