Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

DISUSUN OLEH :

RAHMA ROIHANNA (2011040046)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PURWOKERTO 2022
A. PENGERTIAN

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang

beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan progresif dimana

kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan

dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Black & Hawk dalam Dwy Retno

Sulystianingsih, 2018).

Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini merupakan masalah

kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya yang semakin

meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh penderita gagal ginjal

merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan terapi pada

perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga disebut sebagai terapi

pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang

sering di lakukan adalah hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara kedua jenis tersebut,

yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum untuk penderita gagal

ginjal adalah hemodialisis (Arliza dalam Nita Permanasari, 2018)

B. ETIOLOGI

a. Gangguan pembuluh darah ginjal : Berbagai jenis lesi vaskular dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah aterosklerosis
pada arteri renalis yang besar, dengan kontriksi skleratik progresif pada pembuluh darah
hiperplasia fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar yang juga menimbulkan
sumbatan pembuluh darah nefrosklerosis yaitu saatu kondisi yang disebabkan oleh
hipertensi lama yang tidak diobati, dikarakteristikan oleh penebalan, hilangnya elastisitas
sistem, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal
ginjal.
b. Gangguan imunologis: Seperti glomerulonefritis & SLE
c. Infeksi : Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli yang berasal dari
kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui aliran
darah atau yang lebih sering secara asceden dari traktus urinarius bagian bawah lewat
ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversibel ginjal yang disebut
plenlonefritis.
d. Gangguan metabolik : seperti DM (Diabetes Melitus) yang menyebabkan mobilisasi
lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler dan di ginjal dan
berkelanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefripati amiliodosis yang
disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah
secara serius merusak membran glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer : terjadi nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.
f. Obstruksi taktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontriksi uretra.
g. Kelainan kongenetal dan herediter: penyakit polikistik = kondisi keturunan yang
dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ lain,
serta tidak adanya jar. Ginjal yang bersifat kongenetal (hipoplasia renalis) serta adanya
asidosis.

C. TANDA DAN GEJALA

a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema. Pada gagal ginjal
kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi pada CKD oleh
karena penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiostensin aldosteron (RAA).
Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh, dapat
pula terjadi perikarditis yang disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering
dijmpai akibat gangguan elektrolit.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekles.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus,
perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau
ammonia. akibat metabolisme protein yang terganggu oleh bakteri usus sering pula faktor
uremikum akibat bau amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul stomatitis,
cegukan juga sering yang belum jelas penyebabnya. Gastritis erosif hampir dijumpai pada
90 % kasus CKD, bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
d. Gangguan muskuluskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan), burning feet
syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor, miopati
(kelemahan dan hipertropi otot-otot ekstremitas. Penderita sering mengeluh tungkai
bawah selalu bergerak-gerak (restlesslessleg syndrome), kadang tersa terbakar pada kaki,
gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan tidur, gangguan konsentrasi,
tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau koma.
e. Gangguan integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom.
Gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh,
kering, timbul bintik-bintik hitam dan gatal akibat uremik atau pengendapan kalsium pada
kulit.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopetin, sehingga rangsangan
eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang, hemodialisi akibat berkurangnya masa hidup
eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosit dan
trombositopeni. selain anemi pada CKD sering disertai pendarahan akibat gangguan
fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit
dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita
CKD mudah terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
h. Gangguan lain
Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan elektrolit dan
asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis metabolik, hiperkalemia,
hiperforfatemi, hipokalsemia. (Wijaya dan Putri, 2017)
Pasien dengan stadium I atau II tidak memiliki gejala atau gangguan metabolik seperti
asidosis, anemia, dan penyakit tulang. Selain itu, pengukuran yang paling umum dari
gangguan fungsi ginjal yaitu serum kreatininmungkin hanya sedikit meningkat pada tahap
awal CKD . akibatnya, estimasi GFR sangat penting bagi pengenalan tahap awal CKD.
Karena tahap awal CKD sering tidak terdeteksi, dibutuhkan diagnosis pada pasien dengan
tingkat kecurigaan yang tinggi yaitu yang mengalami kondisi kronis seperti hipertensi dan
diabetes militus.
Tanda dan gejala terkait dengan CKD menjadi lebih umum pada stage III, IV, V. Anemia,
kelainan metabolisme kalsium dan fosfor (hiperparatiroidisme sekunder), malnutrisi,
abnormalitas cairan dan elektrolit menjadi lebih umum seiring fungsi ginjal memburuk.
Umumnya pada pasien CKD stadium V juga mengalami gagal-gagal, intoleransi dingin,
berat badan menurun, neuropati perifer.
D. PATOFISIOLOGI

Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi dari nefron.

Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh untuk mempertahankan

homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama adalah dengan cara

hipertrofi dari nefron yang masih utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut

dan reabsorpsi tubulus.

Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban solute untuk

tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus tidak dapat

dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai dengan

hilangnya kemampuan pemekatan urin. Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3

stadium, yaitu :

a. Stadium I

Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal. Selama stadium

ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien asimptomatik.

b. Stadium II

Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi

telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25% dari normal.

Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin

serum juga mulai meningkat disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai akibat dari

kegagalan pemekatan urin.

c. Stadium III

Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah hacur atau

hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR (Glomerulus Filtration Rate)

hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat.Klien akan

mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak lagi dapat mempertahankan

homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi isoosmotik dengan plasma

dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Radiologi

Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari

komplikasi yang terjadi.

 Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/ obstruksi)

Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan

tidak puasa.

 IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter Pemeriksaan

ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya : usia

lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal

parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter

proksimal, kandung kemih serta prostat.

 Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskuler,

parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.

 Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi perikardial.

 Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk falanks jari),

kalsifikasi metastasik.

 Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini dianggap sebagai

bendungan.

 Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel.

 EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,

aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).

 Biopsi ginjal

 Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang, kemungkinan adanya

suatu Gagal Ginjal Kronik :

- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan

hipoalbuminemia.
- Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.

Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin

lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan

saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran

kemih. Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet

rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.

- Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.

- Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya

diuresis.

- Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis 1,24 (OH)2

vit D3 pada GGK.

- Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama Isoenzim

fosfatase lindi tulang.

- Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan gangguan

metabolisme dan diet rendah protein.

- Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal,

(resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer)

- Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan, peninggian

hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya lipoprotein lipase.

- Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang menurun,

BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya

disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.


G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :

a) Konservatif

- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin

- Observasi balance cairan

- Observasi adanya odema

- Batasi cairan yang masuk

b) Dialysis

- peritoneal dialysis

biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.

Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidakbersifat akut adalah

CAPD ( Continues Ambulatori PeritonialDialysis )

- Hemodialisis

Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di venadengan

menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukanmelalui daerah

femoralis namun untuk mempermudah makadilakukan :

- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri

- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )

c) Operasi

- Pengambilan batu

- Transplantasi ginjal
PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Data Biografi :identitas pasien, nama, umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan,
pendidikan, suku/bangsa, pekerjaan, alamat, ruang, identitas penaggung jawab, hubungan
dengan pasien, no telepon, asuransi kesehatan (jika ada).

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama/alasan masuk Rumah sakit

2) Riwayat kesehatan sekarang : dimulai dri akhir masa sehat, ditulis dengan kronologis sesuai
urutan waktu, dicatat perkembangan dan perjalanan penyakitnya seperti : faktor pencetus, sifat
keluhan (mendadak/berlahan-lahan/terus menerus/hilang timbul atau berhubungan dengan
waktu, lokalisasi dan sifarnya ( menjalar /menyebar/berpindah/menetap), bearat ringannya
keluhan (menetap/cenderung bertambah atau berkurang), lamanya keluhan, upaya yang
dilakukan untuk mengatasi, keluhan saat pengkajian, diagnosa medik

3) Riwayat kesehatan dahulu

Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk mengatasi, riwayat
masuk RS), Alergi, Obat-obatan yang pernah digunakan.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit menular/tidak menular/keturunan dalam keluarga, disertai genogram.

5) Pengkajian lingkungan

Pengkajian lingkungan rumah, lingkungan klien bekerja, fokus pada upaya keamanan klien,
informasi tentang lingkungan rumah dan tempat bekerja meliputi:tata ruang, kebersihan,
resiko cidera, paparan polusi, pencahayaan, susasana rumah,

c. Pengkajian Primer

1) Airway

Kaji: bersihan jalan nafas, ada/tidaknya sumbatan pada jalan nafas, distress pernafasan,
tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring

2) Breathing

Kaji: frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada, suara pernafasan melalui hidung
dan mulut, udara yang dikeluarkan dari jalan nafas

3) Circulation

Kaji: denyut nadi karotis, tekanan darah, warna dan kelembaban kulit, tanda-tanda
perdarahan eksternal dan internal

4) Disability
Kaji: tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan responnya terhadap
cahaya

5) Exposure

Kaji: tanda-tanda trauma yang ada

d. Pola fungsional gordon

1) Pola management kesehatan/persepsi kesehatan

Persepsi terhadap penyakit yang dialaminya, Riwayat penggunaan tembakau, alkohol, alergi
(obat-obatan, makanan, reaksi alergi), mengatur dan menjaga kesehatannya, pengetahuan
dan praktik pencegahan penyakit.

2) Pola nutrisi dan metabolik

Kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum dan sesudah sakit meliputi :
jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, frekuensi makan dan minum, porsi makan,
makanan yang disukai, nafsu makan (normal,meningkat, menurun), pantangan atau alergi,
penurunan sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis, kesulitan menelan (disfagia). riwayat
masalah kulit/penyembuhan (ruam, kering, keringat berlebihan, penyembuhan abnormal,
jumlah minum/24 jam dan jenis (kehausan yang sangat), mengkaji ABCD yaitu :A
(Antropometri) : BB, TB, sebelum dan sesudah sakit fluktuasi BB 6 bulan terakhir
(naik/turun), B (Biocemicle): Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Hematoktit (cairan),
Albumin edema, C (Clinicel) : turgor kulit, konjungtiva, CRT, D (Diet) : diet/suplment
khusus, Instruksi diet sebelumnya.

3) Pola eliminasi

Buang air besar (BAB) : Frekuensi, waktu, Warna, konsistensi, Kesulitan (diare, konstipasi,
inkontinensia), Buang Air Kecil (BAK) : Frekuensi, Kesulitan/keluhan (disuria, noktiria,
hematuria, retensia, inkontinensia).

4) Pola aktivitas dan kebersihan diri kemampuan perawatan

diri 0 : Mandiri

1: dengan alat bantu

2: dibantu orang

lain

3: dibantu orang lain dan

peralatan 4: ketergantian /

ketidakmampuan

5) Pola istirahat dan tidur

Lama tidur : (jam/malam, tidur siang , tidur sore), waktu kebiasaan menjelang tidur,
masalah tidur (insomnia, terbangun dini, mimpi buruk), perasaan setelah bangun (merasa
segar / tidak setelah tidur).
6) Pola kognitif dan Persepsi sensori
Status mental (sadar / tidak, orientasi baik atau tidak ), bicara: normal, genap, aphasia
ekspresif, kemampuan berkomunikasi, kemampuan memahami, tingkat ansietas ,
Pendengaran: DBN, Tuli, tinitis, alat bantu dengar, Penglihatan (DBN, Buta, katarak,
kacamata, lensa kontak, dll), vertigo, ketidaknyamanan/nyeri /akut/ kronis, penatalaksaan
nyeri

7) Persepsi diri dan konsep diri

Perasaan klien tentang dirinya, gambar dirinya, ideal dieinya, harga dirinya, peran dirinya,
ideal dirinya.

8) Pola hubungan peran

Pekerjaan, sistem pendukung : (pasangan, tetangga, keluarga serumah, keluarga tinggal


berjauhan, maslah keluarga berkenaan dengan perawatan RS, kegiatan sosial : bagaimana
hubungan dengan masyarakat.

9) Pola seksual dan reproduksi

Tanggal Menstruasi Terakhir (TMA), masalah-masalah dalam pola reproduksi, Pap smear
terakhir, kepuasan dan tidak puasan klien dalam pola seksualitas, kesulitan dalam pola
seksualitas, masalah seksual B. D penyakit

10) Pola koping dan toleransi stres

Perawat mengkaji kemampuan klien dalam mengelola stess, Kehilangan/perubahan besar


dimasa lalu, Hal yang dilakukan saat ada masalah, Pengguanaan obat saat menghilangkan
stres, Keadaan emosi dalam sehari-hari (santai/tegang), keefektifan dalam mengelola stress.

11) Pola nilai dan Keyakinan

Keyakinan Agama, budaya, Pengaruh agama dalam kehidupan.

e. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum: Kesadaran, Klien tampak sehat/ sakit/sakit berat

2) Tanda –tanda vital : TD, ND, RR, S

3) Kulit : Warna kulit (sianosis, ikterus, pucat eritema), Kelembaban, Turgor kulit,
Ada/tidaknya edema

4) Kepala/rambut : Inspeksi, Palpasi

5) Mata : Fungsi penglihatan, Ukuran pupil, Konjungtiva, Lensa/iris, Odema palpebra,


Palpebra, Sklera

6) Telinga : Fungsi pendengaran, Kebersihan, Daun telinga, Fungsi keseimbangan, Sekret,


Mastoid

7) Hidung dan sinus : Inspeksi, Fungsi penciuman, Pembengkakan, Kebersihan, Pendarahan,


Sekret
8) Mulut dan tenggorokan : Membran mukosa, Keadaan gigi, Tanda radang (gigi,lidah,gusi),
Trismus, Kesulitan menelan, Kebersihan mulut

9) Leher : Trakea simetris atau tidak, Kartoid bruid, JVP, Kelenjar limfe, Kelenjar tiroid, Kaku
kuduk

10) Thorak atau paru : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi

11) Jantung : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi

12) Abdomen : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi

13) Ekstremitas : Vaskuler perifer, Capilari refil, Clubbing, Perubahan warna

14) Neurologis : Status mental/GCS, Motorik, Sensori, Tanda rangsangan meningkat, Saraf
kranial, Reflek spikologis, Reflek patologis

Diagnosa 1: Nyeri akut (D. 0077)

Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lamat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang 3 bulan.
Batasan karakteristik

1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur

Faktor yang berhubungan

1. Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia, neoplasma)


2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

1. Perencanaan
Diagnosa 1: Nyeri akut (D. 0077)
Tujuan dan kriteria hasil (Outcomes criteria)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam keperawatan diharapkan nyeri
berkurang dengan Kriteria Hasil : (L. 08066)
Kriteria hasil :
1. Slaka nyeri menurun
2. Keluhan nyeri
3. Meringis cukup menurun
4. Kesulitan tidur
5. Gelisah
6. Sikap protektif
2. Intervensi Keperawatan dan
rasional Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan

analgetik Terapeutik

 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan

nyeri Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Diagnosa I1: Resiko infeksi (D. 0142)

Definisi
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
Batasan karakteristik
a. AIDS.
b. Luka bakar.
c. Penyakit paru obstruktif.
d. Diabetes melitus.
e. Tindakan invasi.
f. Kondisi penggunaan terapi steroid.
g. Penyalahgunaan obat.
h. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW).
i. Kanker.
j. Gagal ginjal.
k. Imunosupresi.
l. Lymphedema.
m. Leukositopedia.
n. Gangguan fungsi hati..

Faktor yang berhubungan

1. Penyakit kronis (mis. diabetes. melitus).


2. Efek prosedur invasi.
3. Malnutrisi.
4. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan.
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :
 Gangguan peristaltik,
 Kerusakan integritas kulit,
 Perubahan sekresi pH,
 Penurunan kerja siliaris,
 Ketuban pecah lama,
 Ketuban pecah sebelum waktunya,
 Merokok,
 Status cairan tubuh.
6. Ketidakdekuatan pertahanan tubuh sekunder :
 Penurunan homolobin,
 Imununosupresi,
 Leukopenia,
 Supresi respon inflamasi,
 Vaksinasi tidak

adekuat Tujuan dan kriteria

hasil

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko infeksi menurun
kriteria hasil:
1. Kebersihan tangan meningkat
2. Kebersihan badan meningkat
3. Nyeri
4. Bengkak
5. Kemerahan
6. Demam

Intervensi keperawatan

Resiko infeksi
Definisi : mengidentifikasi dan menurunkan risiko terserang organisme palogenik
Tindakan/ observasi
Monitor dan dan gejala infeksi local dan sistemtik
Terapeutik
 Batasi jumlah pengunjung
 Berikan perawatan kulit pada area edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
 Pertahankan teknik aseptic pada pasien resiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutisi
 Anjurkan meningkatkan asupan

cairan Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

Diagnosa II1: Gangguan Pertukaran gas

Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eleminasi karbondioksida pada
membran alveolus-kapiler.
Batasan karakteristik
1 Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
2 Perubahan membran alveolus-
kapiler Faktor yang berhubungan
Gejalan dan Tanda Mayor – Subjektif :
1. Dispnea.
Objektif :
1. PCO2 meningkat / menurun.
2. PO2 menurun.
3. Takikardia.
4. pH arteri meningkat/menurun.
5. Bunyi napas
tambahan. Subjektif :
1. Pusing.
2. Penglihatan kabur
Tujuan dan kriteria
hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan pertukaran
gas dapat teratasi
Kriteria hasil:
Dispnae
Bunyi napas
tambahan Takikardia
Nafas cuping hidung
Intervensi keperawatan
Terapi Oksigenasi Observasi
 Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat terapi oksigen
 Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang diberikan cukup
 Monitor efektifitas terapi oksigen (mis.oksimetri, analisa gas darah ), jika perlu
 Monitor kemampuan melepaskan oksigen saatmakan
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen danatelektasis
 Monitor tingkat kecemasan akibat terapioksigen
 Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan
oksigen Terapeutik
 Bersihkan secret pada mulut, hidung dantrachea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Berikan oksigen tambahan, jika perlu
 Tetap berikan oksigen saat pasienditransportasi
 Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengattingkat mobilisasi pasien
Edukasi
 Ajarkan pasien dan keluarga caramenggunakan oksigen dirumah
 Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
 Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitasdan/atau tidur
DAFTAR PUSTAKA

Oscar 2017,Situasi Penyakit Ginjal Kronikdiakses pada tanggal 26 November 2021,


melalui<http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/inf
odatin%20ginjal%202017.pd>
Wijaya dan Putri. 2017. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Teori dan Contoh
Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

Retno, Dwy, 2018. ‘Efektivitas Training Efikasi Diri Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Dalam
Meningkatkan Kepatuhan Terhadap Intake Cairan’. [Online] Jurnal. Dari Jurnal.
Media.Neliti.Com/Media/Publications/219966-None.Pdf
Guyton & Hall. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 12, Jakarta: EGC.

Syamsir Alam, dkk. 2017. Gagal Ginjal, Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Anda mungkin juga menyukai