Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA
TN.M DENGAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI
DI RUANG MAWAR RSUD PROF.DR.MARGONO
SOEKARJO

Disusun Oleh :
RAHMA ROIHANNNA
2211040046

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran
napas yang mengalami radang kronik bersifat hiper responsive sehingga
apabila terangsang oleh faktor risiko tertentu, jalan napas menjadi
tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan
mucus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma
dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul di segala usia, tetapi
umumnya asma lebih sering terjadi pada anak – anak usia di bawah 5
tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahun atau lebih (Saheh,
2011).
B. ANATOMI FISIOLOGI

ANATOMI

1. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara
yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh
sekat hidung ( septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu
yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang
masuk ke dalam lubang hidung
2. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar
tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas
tulang leher. Faring berfungsi sebagai penyalur. Jadi udara yang
masuk ke tubuh disalurkan lewat faring ke trakea
3. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring
sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea
di Bawahnya. Di bagian pangkal laring terdapat epiglotis yang
berfungsi sebagai katup pangkal tenggorokan. Fungsi dari katup
pangkal tenggorokan yakni membuka dan menutup trakea
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring
yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang
rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah
dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar
yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang
trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang
dilapisi oleh otot polos. Fungsi trakea dalam sistem pernapasan cukup
penting, yaitu mengalirkan udara dari dan menuju paru-paru.
5. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea,
ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V,
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set
yang sama. Bronkus berfungsi mengantarkan udara dari saluran napas
atas ke dalam paru-paru sekaligus mengeluarkannya dari paru-paru
6. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri
dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Paru-paru dibagi dua
yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo
dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Fungsinya paru-paru
adalah menukar oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah
FISIOLOGI

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar


yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut
ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang
ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah
secara osmosis.

Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara


bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan
gerak refleks yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Refleks bernapas ini
diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam sumsumpenyambung
(medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat menahan,
memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa
refleks bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat
pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan
kekurangan dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah
mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar

Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma


akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan
demikian rongga dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil
kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi
atau pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara
rongga pleura dan paru-paru.

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,
obat-obatan (antibiotic danaspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik
sering dihubungkan dengan adanyasuatu predisposisi genetik terhadap
alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktorpencetus spesifik seperti
yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadilebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
D. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik, dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karenaadanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit asmabronkhial jika terpapar dengan
foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga
bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulu
ex: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinyaserangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim,seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalamistress/gangguanemosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalahpribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya
orang yang bekerja dilaboratorium hewan, industri tekstil, pabrik
asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau
cuti.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
E. TANDA DAN GEJALA
1. Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita
lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan
serangan sesak nafas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-
waktu. Penderita lainnya hamper selalu mengalami batuk dan mengi
(bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu
infeksi virus, olahraga atau setelah terpapar oleh alergen maupun
iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya
gejala.
2. Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba – tiba ditandai dengan
nafas berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas.
Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita menghembuskan
nafasnya. Dilain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan
dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk.
3. Pada keadaan kedua tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh
seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak
didada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa
berlangsung dalam beberapa jam, bahkan sampai beberapa hari.
4. Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal didada atau dileher.
Batuk kering dimalam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa
merupakan satu-satunya gejala.
5. Selama serangan asma, sesak nafas bisa semakin berat, sehingga
timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga
akan mengelua rka n banyak keringat.
6. Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk
berbicara karena sesaknya sangat hebat.
7. kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana
penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar
kemudian tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan)
merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat
terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan
8. Meskipun telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita
akan sembuh sempurna.
9. Kadang alveoli (kantong udara diparu- paru) bisa pecah dan
menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau
menyebabkan udara terkumpul disekitar organ dada. Hal ini akan
memperburuk sesak yang d irasakan oleh penderita (Nurarif, 2015)

F. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus
yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan
antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang
terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus
dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E
orang tersebut mmeningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah
terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan
adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang
kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos
bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama
ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru
selama ekspirasi paksa 3 menekan bagian luar bronkiolus. Karena
bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama
selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan
baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu
paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel
chest.
G. PATHWAY
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada pasien asma menurut Bare (2002) :
1. Asmatikus
2. Pneumothorax : udara di ronga pleura
3. Hipoksemiia
4. Atelectasis, bronkiektaksis, bronkopneumonia
5. Emfisema : kekakuan alveoli
6. Deformitas thorax : hasil dari emfisema
7. Gagal nafas
I. PROGNOSIS
Prognosis asthma umumnya baik apabila terkontrol. Apabila
asthma tidak terkontrol, maka dapat timbul komplikasi seperti penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK).
J. PENATALAKSANAAN
Menurut Nurarif (2015) tujuan utama penatalaksanaan asma adalah
meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma
dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
Program penatalaksanaan asma meliputi 7 komponen, yaitu (perhimpunan
Dokter Paru Indonesia).
1. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbidity dan mortaliti.
Edukasi tidak hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi
juga pihak lain yang membutuhkan seperti pemegang keputusan,
pembuat perencanaan bidang keehatan/ asma, profesi kesehatan.
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan monitoring asma oleh
penderita sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal
tersebut disebabkan berbagai faktor antara lain:
a. Gejala dan berat asma berubah sehingga membutuhkan perubahan
terapi
b. Pejanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan
pada asmanya.
c. Daya ingat (memori) dan motifasi penderita yang perlu direview,
sehingga membantu penangana n asma terutama asma mandiri.
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus.
4. Merencanakandanmemberikan pengobatan jangka
panjang.Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit,
disebut sebagaiasma terkontrol. Terdapat 3 faktor yang perlu
dipertimbangkan:
a. Medikasi (obat-obatan)Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi
dan mencegah gejala obstruksi jalan nafas, terdiri atas pengontrol
dan pelega .
b. Tahap pengobatan

Berat Medikasi pengontrol Alternative/pilihan lain Alternative


asma harian lain
Asma Tidak perlu
intermiten
Asma Glukokortikosteroid a. Teofilin lepas lmbat
persisten inhalasi (200-400 ug b. Kromolin
BD/hari atau c. Leukotriene modifiers
ekivalennya)
Asma Kombinasi inhalasi a. Glokokortikosteroid (400- a. Ditambah
persisten glukokortikosteroid 800 ug BD/hari atau agonis
sedang (400-800 ug BD/hari ekivalennya) ditambah beta-2
atau ekivalennya) dan teofilin lepas lambat, atau kerja lama
agonis beta-2 kerja b. Glokokortikosteroid (400- oral, atau
lama 800 ug BD/hari atau b. Ditambah
ekivalennya) ditambah teofilin
agonis beta-2 kerja lama lepas
oral, atau lambat
c. Glokokortikosteroid (>800
ug BD/hari atau
ekivalennya) ditambah
leukotriene modifiers
Asma Kombinasi inhalasi Prednisolone/metilprenisolon
persisten Glokokortikosteroid oral selang sehari 10mg
berat (>800 ug BD/hari atau ditambah agonis beta-2 kerja
ekivalennya) dan lama oral, ditambah teofilin
agonis beta-2 kerja lepas lambat
lama ditambah 1
dibawah ini :
Teofilin lepas lambat
Leukotriene modifiers
Glukokortikosteroid
oral
Sumber : Nurarif (2015)

c. Penanganan asma mandiri (pelangi sendiri)


Hubungan penderita –dokter yang baik adalah dasar yang
kuat untuk terjadi kepatuhan dan efektif penatalaksanaan asma.
Rencanakan pengobatan asma jangka panjang sesuai kondisi
penderita, realistic/ memungkinkan bagi penderita dengan
maksud mengontrol asma. Bila memungkinkan, ajaklah perawat,
farmasi, tenaga fisioterapi pernafasan dan lain-lainnya untuk
membantu memberikan edukasi dan menunjang keberhasilan
pengobatan penderita
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut

Serangan Pengobatan Tempat pengobatan


Ringan Terbaik : inhalasi agonis beta- Dirumah
Aktifitas relative 2 Dipraktek dokter
normal Alternative:kombinasi oral RS klinik/puskesmas
Berbicara satu agonis beta-2 dan teofilin
kalimat dalam satu
nafas
Nadi <100
APE >80%
Sedang Terbaik:Nebulisasi agonis Darurat gawat/RS
Jalan jarak jauh beta-2 tiap 4jam Klinik praktek dokter
timbulkan gejala Alternative : Puskesmas
berbicara beberapa a. Agonis beta-2 subkutan
kata dalam satu b. Aminofilin IV
nafas c. Adrenalin 1/1000 0,3ml
Nadi 100-120 SK
APE 60-80% d. Oksigen bila mungkin
kortikosteroid sistemik
Berat Terbaik Darurat gawat/RS klinik
Sesak saat istirahat Nabulisasi agonis beta-2 tiap 4
Berbicara kata jam
perkata dalam satu Alternative :
nafas a. Agonis beta-2 SK/IV
Nadi >120 b. Adrenalin 1/1000 0,3ml
APE <60% atau SK
1001/detik c. Aminofilin bolus
dilanjutkan drip
d. Oksigen kortikosteroid
IV
Mengancam jiwa Seperti serangan akut berat Darurat gawat/RS ICU
Kesadaran pertimbangkan intubasi dan
berubah/menurun ventilasi mekanis
gelisah sianosis
Sumber : Nurarif (2015)

6. Kontrol secara teratur


Pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting
diperhatikan oleh dokter yaitu :
a. Tindak lanjut (follow up) tertur
b. Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penanganan lanjut bila
diperlukan
7. Pola hidup sehat
a. Meningkatkan kebugaran fisik
b. Berhenti atau tidak pernah merokok
c. Lingkungan kerja yang berpotensi dapat menimbulkan asma
K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinopil.
b. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
c. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat
mucus plug.
2. Pemeriksaan darah
a. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
b. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
c. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
3. Pencetus :
a. Allergen
b. Olahraga
c. Cuaca
d. Emosi
4. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus
akan bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate
pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis
lokal.
d. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru.
L. PENGKAJIAN
1. Pengkajian riwayat kesehatan.
Fokus pengkajian keperawatan menurut (musliha, 2010) yang perlu
dikaji pada pasien asma meliputi
a. Riwayat kesehatan yang lalu
1) Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang sebelumnya
apakah ada anggota keluarga yang mempunya i penyakit
serupa?
2) Kaji riwayat alergi atau sensifitas terhadap zat/ factor
lingkungan mungk in terdapat alergi debu, bulu binatang,
ataupun juga makanan.
3) Kaji riwayat pekerjaan pasien apakah setiap hari selalu
berhubungan dengan zat allergen.
b. Pernafasan
1) Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas atau
latihan.
2) Nafas memburuk ketika pasien berbaring telentang ditempat
tidur.
3) Menggunakan obat bantu pernafasan. Misalnya meninggikan
bahu,melebarkan hidung, atur posisi penderita misalnya
dengan semi fowle r.
4) Kaji suara bunyi nafas apakah ada bunyi nafas mengi.
5) Adanya batuk berulang.
c. Hubungan social
1) Keterbatasan mobilitas fisik.
2) Susah bicara atau bicara terbata-bata.
3) Adanya ketergantunga n pada orang lain.
d. Aktifitas
1) Ketidakmampuan melakukan aktifitas karena sulit bernafas.
2) Adanya penurunan kemampuan/ penurunan peningkatan
kebutuhan bantuan melakukan aktiifitas sehari-hari.
3) Tidur dalam posisi duduk tinggi modifikasi dengan semi
fowler.
e. Sirkulasi
1) Adanya peningkata n tekanan darah.
2) Adanya peningkata n frekuens i jantung.
3) Warna kulit/ membrane mukosa normal/ abu abu/ sianosis.
4) Kemerahan atau berkeringat.
f. Asupan nutrisi
1) Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan
2) Penurunan berat badan karena anoreksia.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi thoraks
Inspeksi thoraks memberikan informasi tentang struktur
musculoskeletal, nutrisi, dan status system pernafasan. Kulit
diatas thoraks diamati terhadap warna dan turgor serta adanya
penipisan jaringan subkutan, asimetri, jika ada harus dicatat.
b. Palpasi thoraks
Setelah diinspeksi thorak dipalpasi terhadap nyeri tekan,
massa, lesi, ekskursi pernafasan dan femitus vokalis jika pasien
telah melaporkan adanya area nyeri, atau bila tampak adanya lesi,
palpasi langsung dilakukan ujung jari (untuk nampak kulit dan
massa subkutan) atau dengan kepalan tangan (untuk massa yang
lebih dalam atau rasa tidak nyaman umum punggung atau iga).
c. Perkusi thoraks
Perkusi mementukan dinding dada dan struktur dibawahnya
dengan gerakan, menghasilkan vibrasi taktil dan dapat terdengar.
Pemeriksa menggunakan perkusi untuk menentukan apakah
jaringan dibawahnya terisi oleh udara, cairan, atau bahan padat
atau tidak. Pemeriksa juga menggunakan perkusi untuk
memperkirakan ukuran dan letak strukturtertentu didalam thoraks
(diafragma, jantung, hepar).
d. Auskultasi thoraks
Auskultasi sangat berguna dalam mengkaji aliran udara
melalui pohon bronchial dan dalam mengevaluasi adanya cairan
atau obertruksi padat dalam struktur paru. untuk menentukan
kondisi paru-paru, pemeriksa mengauskultasi bunyi nafas normal,
bunyi nafas tambahan, dan bunyi suara

M. RENCANA KEPERAWATAN
1. Pola Nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas
2. Ansietas b.d sulit tidur

N. RENCANA TINDAKAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasion Nama/


Keperawat Hasil (NOC) (NIC) al TTD
an
DX Pola Nafas Setelah dilakukan Manajemen
1 tidak tindakan keperawatan jalan napas
efektif b.d selama 3x24 jam, Observasi
hambatan diharapkan gangguan - Monitor
upaya nafas pola nafas dapat pola napas
berkurang dengan (frekuensi, Rahma
kriteria : kedalalama
n dan usaha
Indikator aw Ahi napas)
al r Teraupetik
Pola Napas - Berikan
minuman
Penggunaa 4 2
hangat
n otot - Lakukan
bantu pengsihapa
napas n lendir
Pemanjang 4 2 kurang
an fase lebih 15
detik
ekspirasi
Edukasi
Frekuensi 4 2 -Anjurkan
nafas asupan
Kedalama 4 2 cairan 2000
n nafas ml/hari
- Ajarkan
teknik
batuk
efektif
Kolaborasi
-
Kolaborasi
pemberian
bronkodilat
or,
ekspekrota
n, jika
perlu
Rencana
Keperawat
an

DX Ansietas Setelah dilakukan Reduksi


2 b.d sulit keperawatan selama Ansietas
tidur 3x24 jam, diharapan Observasi
gangguan mobilitas fisik -
dapat berkurang dengan Identifikasi
kriteria : saat tingkat Rahma
ansietas
Inidkato awal Akhir berubah
r (waktu
Tingkat Ansietas tidur)
Teraupetik
Perilaku 4 2
-
gelisah Pamahami
Perilaku 4 2 situasi
tegang yang
membuat
ansietas
Edukasi
- Anjurkan
keluarga
tetap
bersama
pasien, jika
perlu
- Latih
teknik
relaksasi
Kolaborasi
-
Kolaborasi
pemberian
obat
antiinflama
si, jika
perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. (2012). Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk


Asma Berat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Musliha & Siti, F. (2010). Komunikasi Keperawatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Jogjakarta:
MediAction.
Saheb, A. (2011). Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Smeltzer, S.C, Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah.Volume 2. Edisi 8. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC
SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1
SIKI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1
SLKI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1

Anda mungkin juga menyukai