Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN

DENGAN ASMA DI RUANG IGD

RSUD KAYEN

DI SUSUN OLEH :[

MARIA ULYA MATIKA

2019012425

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS AN NUUR

20222
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP ASMA BRONCHIAL


1. Definisi
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakhea dan
bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubahubah secara spontan maupun sebagai
hasil pengobatan (Muttaqin, 2018). Penderita asma bronkial, hipersensitif dan
hiperaktif terhadap rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan
bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga
gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan pertolongan
secepatnya, resiko kematian bisa datang. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul
lantaran adanya radang yang mengakibatkan penyempitan saluran pernafasan bagian
bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran pernafasan,
pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang berlebih.
Asma bronchial adalah penyakit obstruksi saluran pernafasan akibat
penyempitan saluran nafas yang sifatnya reversibel (penyempitan dapat hilang dengan
sendirinya) yang ditandai oleh episode obstruksi pernafasan diantara dua interval
asimtomatik (Djojodibroto, 2017). Asma bronchial adalah penyakit radang/inflamasi
kronik pada paru, karena adanya penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang bersifat
reversible, peradangan pada jalan nafas, dan peningkatan respon jalan nafas terhadap
berbagai rangsangan hiperresponsivitas, obstruksi pada saluran nafas bisa disebabkan
oleh spasme/ kontraksi otot polos bronkus, oedema mukosa bronkus dan sekresi
kelenjar bronkus meningkat (Putri & Sumarno, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan asma bronchial
adalah penyakit saluran pernafasan yang terjadi karena adanya penyempitan saluran
nafas yang mengakibatkan sesak nafas dimana fase inspirasi lebih pendek dari fase
ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing).

2. Etiologi
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) dalam bukunya dijelaskan klasifikasi asma
berdasarkan etiologi adalah sebagai berikut :
a. Asma ekstrinsik/alergi
Asma yang disebabkan oleh alergen yang diketahui sudah terdapat semenjak
anak-anak seperti alergi terhadap protein, serbuk sari bulu halus, binatang, dan
debu.
b. Asma instrinsik/idopatik
Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas, tetapi adanya faktor-
faktor non spesifik seperti : flu, latihan fisik atau emosi sering memicu serangan
asma. Asma ini sering muncul/timbul sesudah usia 40 tahun setelah menderita
infeksi sinus/ cabang trancheobronkial.
c. Asma campuran
Asma yang terjadi/timbul karena adanya komponen ekstrinsik dan intrinsik.
Menurut (Soemantri, 2009. Edisi 2) sampai saat ini etiologi asma belum
diketahui dengan pasti, suatu hal yang menonjol pada semua penderita asma
adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka
terhadap rangsangan imunologi ataupun non-imunologi. 12 Oleh karena sifat
inilah, maka serangan asma mudah terjasi ketika rangsangan baik fisik, metabolik,
kimia, alergen, infeksi, dan sebagainya. Penderita asma perlu mengetahui dan
sedapat mungkin menghindari rangsangan atau pencetus yang dapat menimbulkan
asma. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a. Alergen utama, seperti debu rumah, spora jamur, dan tepung sari
rerumputan.
b. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan.
c. Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus
d. . Perubahan cuaca yang ekstrem.
e. Kegiatan jasmani yang berlebih.
f. Lingkungan kerja.
g. Obat-obatan.
h. Emosi.
i. Lain-lain, seperti refluks gastroesofagus.
3. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan (Anne Waugh dan Allison Grant, 2011)
Anatomi Fisiologi Pernafasan dibagi atas beberapa bagian, antara lain :
a. Hidung = Naso =Nasal. Merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lubang yang disebut kavum nasi dan dipisahkan oleh
sekat hidung yang disebut septum nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu
hidung yang berfungsi untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang
masuk didalam lubang hidung.
Fungsi hidung, terdiri dari:
1) Sebagai saluran pernafasan
2) Sebagai penyaring udara yang dialakukan oleh bulu-bulu
hidung
3) Menghangatkan udara pernafasan melalui mukosa
4) Membunuh kuman yang masuk melalui leukosit yang ada
dalam selaput lender mukosa hidung.
b. Tekak = Faring. Merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernafasan dan jalan makanan. Terdapat di bawah dasar tulang
tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah dalam ruas
tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain; ke atas
berhubungan dengan rongga hidung, ke depan berhubungan dengan
rongga mulut, ke bawah depan berhubungan dengan laring, dan ke
bawah belakang berhubungan dengan esophagus.
Rongga tekak dibagi dalam tiga bagian
1) Bagian sebelah atas sama tingginya dengan koana disebut
nasofaring.
2) Bagian tengah yang sama tingginya dengan itsmus fausium
disebut dengan orofaring
3) Bagian bawah sekali dinamakan laringofarin mengelilingi
mulut, esofagus, dan laring yang merupakan gerbang untuk
sistem respiratorik selanjutnya c. Pangkal Tenggorokan
(Faring) Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara. Laring (kontak suara) menghubungkan
faring dengan trakea. Pada tenggorokan ini ada epiglotis
yaitu katup kartilago tiroid. Saat menelanm epiglotis secara
otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya
makanan dan cairan.
c. Pangkal Tenggorokan (Faring) Merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara. Laring (kontak suara)
menghubungkan faring dengan trakea. Pada tenggorokan ini ada
epiglotis yaitu katup kartilago tiroid. Saat menelanm epiglotis secara
otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya makanan
dan cairan.
d. . Batang Tenggorokan (Trakea) Trakea (pipa udara) adalah tuba
dengan panjang 10 cm sampai 12 cm dan diameter 2,5 cm serta
terletak di atas permukaan anterior esofagus yang memisahkan trakhea
menjadi bronkhus kiri dan kanan. Trakea dilapisi epitelium
fespiratorik (kolumnar bertingkat dan bersilia) yang mengandung
banyak sel goblet. Sel-sel bersilia ini berfungsi untuk mengelurkan
benda-benda asing yang masuk bersam-sama dengan udara saat
bernafas.
e. Cabang Tenggorokan (Bronkhus) Merupakan kelanjutan dari trakhea,
yang terdiri dari dua bagian bronkhus kana dan kiri. Bronkus kanan
berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan
bronkus primer sehingga memungkinkan objek asing yang masuk ke
dalam trakea akan ditempatkan dalam bronkus kanan. Sedangkan
bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping, bronkus bercabang lagi
menjadi bagianbagian yang lebih kecil lagi yang disebut bronkhiolus
(bronkhioli).
f. Paru-paru Paru-paru merupan sebuah alat tubuh yang sebagian besar
terdiri dari gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli).
Pembagian paru-paru.
1) Paru kanan: terdiri dari 3 lobus, lobus pulmo dekstra superior,
lobus media dan lobus inferior. Masing-masing lobus ini masih
terbagi lagi menjadi belahan-belahan kecil yang disebut segtment.
Paru-paru kanan memiliki 10 segment, 5 buah pada lobus 11
superior, 2 buah pada lobus medialis, dan 3 buah pada lobus
inferior.
2) Paru kiri: terdiri atas 2 lobus, lobus pulmo sinistra superior, dan
lobus inferior. Paru-paru kiri memiliki 10 segment, 5 buah pada
lobus superior, dan 5 buah pada lobus inferior (Andarmoyo, 2012)
4. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh
liimfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE
yang berkaitan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asma
bersifat airborne dan agar dapat 15 menginduksi keadaan sensitivitas, alergen tersebut
harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu tertentu. Akan tetapi, sekali
sensitivitasi telah terjadi, klien akan memperlihatkan respons yang sangat baik,
sehingga kecil alergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi
penyakit yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma
adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis betaadrenergik, dan bahan
sulfat. Sindrom pernafasan sensitif-aspirin khususnya terjadi pada orang dewasa,
walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini
biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis
hiperplastik dengan polip nasal. Baru kemudian muncul asma progresif. Klien yang
sensitif terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian obat setiap hari.
Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk terhadap agen
anti-inflamasi non-steroid lain. Mekanisme yang menyebabkan bronkospasme
karenaa penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan
dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin.
Antagonis β-adrenergik biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas pada
klien asma, sama halnya dengan klien lain, dapat menyebabkan peningkatan
reaktivitas jalan nafas dan hal tersebut harus dihindari. Obat sulfat, seperti kalium
metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida, yang secara
luas digunakan dalam industri makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi serta
pengawet dapat 16 menimbulkan obstruksi jalan nafas akut pada klien yang sensitif.
Pajanan biasnya terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung
senyawa ini, seperti salad, buah seger, kentang, kerang, dan anggur.
Pencetus-pencetus serangan di atas ditambah dengan pencetus lainnya dari
internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibodi. Reaksi
antigen-antibodi ini akan mengeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya
merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan. Zat yang dikeluarkan
dapat berupa histamin, bradikinin, dan anafilaktosin. Hasil dari reaksi tersebut adalah
timbulnya tiga gejala, yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas
kapiler, dan peningkatan sekret mukus.
5. Pathway asma brochial

6. Manifestasi Klinis
Menurut (Padila, 2013) adapun manifestasi klinis yang dapat ditemui pada pasien
asma diantaranya ialah:
a. Stadium Dini Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1) Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
2) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul
3) Wheezing belum ada
4) Belum ada kelainan bentuk thorak
5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
6) BGA belum patologis
b. Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:
1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
2) Wheezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
c. Stadium lanjut/kronik
a) Batuk, ronchi
b) Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
c) Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
d) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
e) Thorak seperti barel chest
f) Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus Penurunan tekanan parsial O2
anosis BGA Pa O2 kurang dari 80%

7. Penyebab atau factor predisposisi atau factor presipitasi


Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronchial :
a. Factor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun, belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkhial. Jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensivitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan .
b. Faktor Presipitasi

1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu :

a. Inhalan yang masuk melalui saluran pernapasan.


Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi.

b. Ingestan yang masuk melalui mulut.


contoh : makanan dan obat-obatan.

c. Kentraktan yang masuk kontak dengan kulit


contoh : perhiasan, logam dan jam tangan.

1) Perubahan cuaca
Perubahan tahanan : perubahan suhu udara, angin dan kelembaban udara
dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma.

2) Infeksi
Pilek dan infeksi virus lain, serangan seringkali dicetuskan oleh infeksi pada
sinus atau cabang bronchus.

3) Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma. Selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma
yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress atau
gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya, karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.

4) Kegiatan olahraga atau jasmani yang berat


Kegiatan jasmani berat misalnya berlari atau naik sepeda dapat memicu
serangan asma. Bahkan tertawa dan menangis yang berlebihan dapat
merupakan pencetus.

5) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik absbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.

8. Penatalaksanaan

Menurut (Muttaqin, 2020) penatalaksanaan pada pasien asma bronchial yaitu :

a. Pengobatan Farmakologi
1) Agnosis beta: metaproterenol ( alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja
sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalah 10 menit.
2) Metilxantin : aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
3) Kortikosteroid. Diberikan jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan
respon yang baik. Dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka
yang lama harus diawasi dengan ketat.
4) Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khusunya untuk anak-anak.
5) Terapi nebulizer. Dosis obat untuk pemberian Nebulizer ditentukan dengan
cara Berat badan (BB) x 3600/ cc. Jenis obat yang dipakai yaitu Pulmicord
( budesonide 100 ug, 200 ug, 400 ug/ dosis), Ventolin ( beclomethasone 50,
100, 200, 250, 400 ug / dosis, NaCl 2 ml, Bisolvon larutan. (Putri & Sumarno,
2013).

b. Non Farmakologi

Penatalaksanaan pada pasien asma menurut Putri & Sumarno (2020) dapat
dilakukan dengan melakukan terapi nebulizer dan batuk efektif

1) Batuk Effektif. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar,
dimana pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat
mengeluarkan secret secara maksimal. Tujuan membantu membersihkan jalan
nafas. Indikasi :Produksi sputum yang berlebih , Pasien dengan batuk yang
tidak efektif.
2) Menerapkan posisi semi fowler untuk memfasilitasi nafas dan ekspansi paru.
Posisi ini mengurangi kerja napas dan meningkatkan ekspansi paru.

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada
Dapat menunjukkan hiperinfeksi dan pendataran diafragma.

b. Pemeriksaan sputum
Sputum dapat jernih atau berbusa (alergik) atau kental dan putih (non alergik)
berserabut (non alergik).
c. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia atau asidosis.

10. Komplikasi
a. Pneumotoraks
b. Pneumo modiastinum
c. Emfisema subkutis
d. Atelektasis
e. Gagal nafas
f. Bronkitis
g. Fraktur iga

B. KONSEP OKSIGENASI
1. Definisi
Oksigenasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh dengan
cara melancarkan saluran masuknya oksigen (O2) sehingga konsentrasi
oksigen meningkat dalam tubuh. Prosedur pemenuhan kebutuhan oksigen
dapat dilakukan dengan menggunakan kanula dan masker, fisioterapi dada,
dan cara penghisapan lender (suction).
2. Tujuan Pemberian Oksigenasi
a. Untuk mempertahan oksigen yang adekuat pada jaringan
b. Untuk menurunkan kerja jantung
c. Untuk menurunkan kerja jantung
d. Untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa
Gas Darah,
e. Untuk menurunkan kerja nafas dan menurnkan kerja miokard.
3. Pemberian oksigen
Pemberian oksigen berupa pemberian oksigen kedalam paruparu
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat bantu oksigen.
Pemberian oksigen pada klien dapat melalui tiga cara, yaitu melalui :
a. Kateter nasal
b. Kanula nasal
c. Dan masker oksigen
4. Syarat-syarat pemberian oksigen
a. Dapat mengontrol konsentrasi oksigen udara inspirasi,
b. Tahanan jalan nafas yang rendah,
c. Tidak terjadi penumpukan CO2,
d. Efisien
e. Nyaman untuk pasien.
5. Indikasi Pemberian Oksigen
a. Klien dengan kadar oksigen arteri rendah dari hasil analisa gas darah,
b. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon
terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya
pernafasan serta adannya kerja otot-otot tambahan pernafasan,
c. Klien dengan peningktan kerja miokard, dimana jantung berusaha
untuk mengatasi gangguan oksigen melalui peningkatan laju pompa
jantung yang adekuat.
Berdasarkan indikasi utama tersebut maka terapi pemberian
oksigen diindikasikan kepada klien dengan gejala :
a) Klien dengan keadaan tidak sadar,
b) Sianosis,
c) Hipovolemia,
d) Perdarahan,
e) Anemia berat,

6. Metode pemberian oksigen


Dapat dibagi menjadi 2 teknik, yaitu :
a. Sistem aliran rendah
1. Kanula nasal
2. Kateter nasal
3. Sungkup muka sederhana,
4. Sungkup muka dengan kantong rebreathing,
5. Sungkup muka dengan kantong non reabreathing.
b. Sistem aliran tinggi
1. Teknik pemberian oksigen dimana FiO lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh
tipe pernafasan, sehingga dengan teknik ini dapat menambahkan konsentrasi oksigen
yang lebih tepat dan teratur.
2. Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung
akan menuju kesungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai oksigen
sehingga tercipta tekanan negative, akibatnya dihasilkan lebih banyak.
7. Bahaya pemberian oksigen
a. Kebakaran
b. Depresi ventilasi
c. Keracunan oksigen
8. . Langkah pemberian oksigen
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Cuci tangan
3) Hubungkan humidifier serta flow meter pada tabung oksigen,
kemudian kanul/masker keselang oksigen/humidifier
4) Cek aliran oksigen (humidifier akan ber gelembung)
5) Atur aliran oksigen sesuai advis atau indikasi
6) Pasang kanul/masker pada klien dan atur pengikat untuk kenyamanan
klien
7) Kaji setiap 6-8 jam. Dokumentasikan

C. KONSEP NEBULIZER
1. Definisi
Nebulizer merupakan suatu alat pengobatan dengan cara pemberian
obat-obatan dengan penghirupan, setelah obat-obatan tersebut terlebih dahulu
dipecahkan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil melalui cara aerosol atau
humidifikasi. Tujuan dari pemberian nebulizer antara lain : rileksasi dari
spasme bronchial, mengencerkan secret, melancarkan jalan nafas,
melembabkan saluran pernafasan.
2. Jenis-jenis nebulizer
a. Jet nebulizers
Merupakan jenis nebulizer yang dilengkapi kompresor, dan
cenderung memiliki suara berisik serta sulit untuk dibersihkan.
Meski demikian, jet nebulizer mudah digunakan, harganya murah,
serta bisa digunakan untuk jenis obat apa pun, termasuk obat untuk
penyakit PPOK.
b. Ultrasonic nebulizer
Merupakan nebulizer generasi terbaru yang mengandalkan
getaran suara berfrekuensi tinggi (ultrasonik) untuk mengubah cairan
obat menjadi uap. Dibandingkan dengan jet nebulizer, ultrasonic
nebulizer memiliki suara yang lebih tenang, serta beratnya lebih
ringan dan mudah dibawa kemana-mana karena ada yang berbentuk
genggam.
c. Mesh nebulizer
Merupakan jenis nebulizer berteknologi tinggi yang
menggunakan micropump untuk menghasilkan aerosol. Mesh
nebulizer dianggap paling efisien, tidak bising, dan bisa
menghasilkan uap yang lebih halus dibandingkan jenis nebulizer
lainnya.
Karena banyaknya kelebihan yang dimiliki, tentu saja harga
nebulizer ini lebih mahal daripada jenis nebulizer yang lain. Selain
itu, kekurangan dari mesh nebulizer adalah sulit dibersihkan dan
kurang baik untuk obat dengan konsistensi yang kental.

3. Cara Memilih Nebulizer yang Tepat

a. Pilihlah nebulizer sesuai kebutuhan. Penggunaan nebulizer


tergantung pada jenis obat yang akan digunakan. Apabila obatnya
berbentuk cairan kental, maka Anda bisa menggunakan jet nebulizer.
b. Pilihlah nebulizer yang mudah dioperasikan dan mudah dibersihkan,
terutama bagi Anda yang sering menggunakannya.
c. Pilihlah nebulizer yang nyaman dan tidak berisik, terutama jika
diperuntukkan bagi bayi atau anak-anak.
d. Gunakan corong nebulizer yang cocok sesuai kenyamanan Anda.
Mungkin Anda bisa membelinya secara terpisah di apotek.
Terkadang memilih nebulizer memang bisa membingungkan
karena banyaknya merek dan model yang ditawarkan. Bila Anda
ragu, mintalah rekomendasi dari dokter mengenai jenis nebulizer
yang sesuai dengan kebutuhan Anda, agar pengobatan berjalan
efektif.

D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Keluhan utama pada pasien asma : pada pasien terjadi penyempitan jalan
nafas, terjadinya batuk, frekuensi pernapasan yang dirasakan tidak normal.
b. Riwayat Sekarang
Riwayat sekarang pada pasien asma adalah berapa lama pasien mengalami
kesulitan pernapasan, kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak nafas,
berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien, apa warna sputum, jumlah
dan konsistensi.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu


Pada pasien asma apakah pasien pernah mengalami penyakit asma
sebelumnya, gejala batuk, sesak nafas, mengi.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Pada pasien dengan asma alergik biasanya yang difokuskan pada riwayat
keluarga.

Alergik oleh alergen misal : serbuk sari, binatang, makanan, dan


berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan, merokok,
polusi udara.

2. Pengkajian Pola Fungsional


Pola fungsional yang digunakna yaitu pola fungsional menurut Virgina
Handerson karena teori keperawatan Virgina Handerson. Mencakup seluruh
kebutuhan dasar seorang manusia, Handerson mendefinisikan keperawatan
sebagai kebutuhan dasar menurut Handerson 14 kebutuhan dasar Handerson
memberikan kerangka kerja dalam melakukan asuhan keperawatan
(Handerson, 1996).

1) Bernapas secara normal


Didalam bernafas apakah tanda-tadna obstruksi jalan nafas, klien dapat
bernafas dengan normal dengan membantu memilih tempat tidur, kursi
yang cocok, serta menggunakan bantal, alas, frekuensi pernapasan.

2) Kebutuhan akan nutrisi


a. Diukur TB dan BB
b. Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
c. Komposisinya
d. Penyediaan makanan tambahan
3) Kebutuhan eliminasi
Pada kebutuhan eliminasi dasarnya meliputi semua pengeluaran tubuh,
mengetahui semua, saluran pengeluaran, jarak waktu pengeluaran meliputi
keringat, udara yang keluar saat bernafas, menstruasi, muntah, buang air
besar dan buang air kecil.

4) Gerak dan keseimbangan tubuh


Pergerakan aktif atau tidak, tonus otot diukur, tidak membiarkan berbaring
terlalu lama pada satu posisi, melindungi perawat selama sakit dengan
berhati-hati saat memindahkan dan mengangkat.

5) Kebutunan Istirahat dan Tidur


Istirahat dan tidur sebagian tergantung pada relaksasi otot, dimana stress
merupakan keadaan normal dari aktivitas kreativitas. Dianggap patologis
apabila ketegangan dapat diatasi atau tidak terkontrol dengan istirahat atau
dengan secukupnya. Kebutuhan tidur berapa jam, terganggu atau tidak.

6) Kebutuhan berpakaian
Membantu klien memilihkan pakaian yang tepat dari pakaian yang
tersedia, untuk membantu memakai dan tidak boleh memaksa.

7) Mempertahankan temperatur tubuh atau sirkulasi.


Mengetahui psikologis panas dan mengarah keadaan panas maupun dingin
dengan mengubah temperatur, kelembaban atua pergerakan udara,
mengurangi aktivitasnya.

8) Kebutuhan akan personal hygiene


Disediakan fasilitas-fasilitas peralatan, membersihkan kulit, rambut, kuku,
hidung, mulut dan gigi, menjaga pasien tetap bersih.

9) Kebutuhan rasa aman dan nyaman


Dalam keadaan sehat setiap orang bebas mengontrol keadaan, di dalam
keadaan sehat maupun sakit seorang klien mungkin mempunyai
pantangan-pantangan, adat istiadat, kepercayaan, dan agama
mempengaruhi perawatan dasarnya meliputi melindungi dari trauma
bahaya yang timbul.

10) Berkomunikasi
Berbicara dengan orang lain mengekspresikan emosi keinginan rasa takut
dan pendapat, klien mengerti dirinya sendiri, mengerti perlunya perubahan
sikap yang buruk kesehatannya, penciptaan lingkungan yang terapeutik
sangat membantu.

11) Kebutuhan spiritual


Kebutuhan spiritual harus dihormati, apabila sewaktu sehat melakukan
ibadah agama, keyakinan kepercayaan dan agama sangat berpengaruh
terhadap upaya penyembuhan.

12) Kebutuhan bekerja


Sakit bisa menjadi lebih ringan apabila seseorang dapat terus bekerja, rasa
keberatan terhadap therapy bedrest, menempatkan kembali pada pekerjaan
yang produktif.

13) Kebutuhan bermain dan rekreasi


Menikmati variasi dari udara segar serta rekreasi untuk itu perlu dipilihkan
beberapa aktivitas dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kecerdasan,
pengalaman dna selera klien, kondisi serta keadaan penyakitnya.

14) Kebutuhan belajar


Dengan bimbingan, latihan pendidikan, mendorong dalam belajar usaha
penyembuhan dan meningkatkan kesehatan, mendidik dengna memberi
pertanyaan dan menjawab yang diajukan, bimbingan diberikan setiap saat
memberikan asuhan.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Status kesehatan umum


Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan
suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan,
penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir
lengket dan posisi istirahat klien.

b. Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi,
turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus,
ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut
di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.

c. Kepala.
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat
trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun
hilang kesadaran.

d. Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres
yang di rasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya.
e. Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi dan
fungsi olfaktori.

f. Mulut dan laring


Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan
mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan suara.

g. Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran tiroid
serta penggunaan otot-otot pernafasan.

h. Thorak
1) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis,
sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.

2) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.

3) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah.

4) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih
dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan
Wheezing.

i) Kardiovaskuler.

Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas


dan hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang
meningkat serta adanya pulsus paradoksus.

j) Abdomen.
Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi
karena dapat merangsang serangan asthma frekwensi pernafasan, serta
adanya konstipasi karena dapat nutrisi.

k) Ekstrimitas.

Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi


pada extremitas karena dapat merangsang serangan asthma.

4. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan Spasma jalan
napas ( D.0149 )
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
( D. 0005 )

5. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan Spasma jalan
napas ( D.0149

Tujuan Intervensi
Bersihan Jalan Napas ( L.01001 ) Manasgemen jalan napas ( I.01011 )
Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan selama 5 jam Monitor Pola Napas
diharapkan bersihan jalan napas Monitor bunyi napas tambahan
membaik. Dengan kriteria Hasil : Tereupetik :
Batuk Efektif = sedang ( 3 ) Pertahankan kepatenan jalan napas
Pola napas = cukup membaik ( 4 ) dengan head-tilt dan chin-lift.
Frekuenzi napas = sedang ( 3 ) Posisikan semi fowler atau fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada
Lakukan penghisapan lender kurang dari
15 detik.
Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep
Berikan oksigen
Edukasi :
Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspektoran,mukolitik, jika
perlu.

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas


( D. 0005 )

Tujuan intervensi
Pola napas ( L.01014 ) Pemantauan respirasi ( I.01014 )
Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan selama 5 jam Monitor frekuensi,irama, kedalaman,dan
diharapkan pola napas membaik. upaya napas
Dengan kriteria Hasil : Monitor pola napas.
Batuk efektif : sedang (3) Monitor kemampuan batuk efektif
Pola napas : cukup membaik ( 4 ) Monitor adanya sumbatan jalan napas
Frekuensi napas: sedang ( 3 ) Monitor saturasi oksigen
Terapeutik :
Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan

6. Implentasi keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana
tindakanuntuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai
setelah rencana tindakan di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk
membantu mencapai tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu, rencana
tindakan yang spesifik di laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping.

7. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga,
dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria
hasil pada tahap perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Yuliana, S. A.(2016). TERAPI NEBULIZER SESAK NAFAS PADA

SERANGAN ASMA BRONKIALE Di RUANG IDG RSUD.

http://jurnal.akperkridahusada.ac.id/index.php/jpk/article/view/28

Arikunto,S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Bakta, et al. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta; EGC.

Brunner & Suddart, (2012). Buku Ajar Keperawatan medical bedah Jilid 1.Jakarta: EGC.

Budi ES, (2017). Perbedaan Pengaruh Latihan Batuk efektif dan Postural

Drainage pada Intervensi Nebulizer terhadap Penurunan Frekuensi Sesak

nafas pada Asma Bronchiale. Program Studi Ilmu Fisioterapi Universitas

Aisyiyah Yogyakarta. http://digilib.unisayogya.ac.id/2809/

Chris Tanto dkk, (2014). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4, Jakarta: EGC

GINA (Global Astma Network) (2014). The Global Astma Report New Zelend.

http://ganastma.com. (diakses 19 juni 218).

J. Corvin, (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Aditya Media.

Kurniati, (2015). Perbedaan Efektivitas Pemberian Nebulizer dengan

Menggunakan Latihan Batuk Efektif pada Penderita Asma Akut di Balai

BesaresehatanParuMasyarakat.(BBKPM).

Kuswardani, D. P. (2017). Pengaruh Nebulizer, Infra Red dan Chest Therapy

terhadap Asma Bronchiale. Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR), 49-56.

Mansjoer, (2011). Kapita selekta Kedokteran Edisi 3. Jilid 2. Jakarta: Salemba medika.
Mutaqqin, Arif, (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan GangguanSistem
Pernafasan. Jakarta; Salemba medika.

Nugroho, d. (2015). Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuhu Medika.

Nursalam, (2016). Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan edisi 4.Jagakarsa Jakarta


Selatan: Salemba Medika.

PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia), (2010). Asma. Pedoman Diagnosis

dan Penatalaksanaan Asma Di Indonesia, Jakarta: Indonesia.

Potter, & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,

Proses, Dan Praktik, edisi 4, volume.2. Jakarta: EGC.

Price, & Wilson. (2006). Patofisiologi. Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta:EGC.

Price, S. A dan Wilson, L.M.(2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit edisi 6 Volume 1. Jakarta; EGC.

Putri, (2013). Pengaruh Postural Drainase dan Latihan Batik Efektif pada

Intervesi Nebulizer terhadap Penurunan Frekuensi Pernafasan pada

Asma. Jurnal Fisioterapi Vol.13 NO.1.

WHO (World Health Organization). (2014). Cronic Respiratory Disease,

Retrieved. http//www.who.int/respiratory/astma/definition/en (diakses 24 april 2018)

Anda mungkin juga menyukai