Disusun Oleh :
PUJI RACHMAENY
NIM: SN 191125
1. Latar Belakang
Congestive Heart Failure (CHF) atau sering dikenal sebagai gagal jantung
banyak terjadi di Negara maju maupun negara berkembang termasuk
Indonesia. CHF adalah sindrom yang ditandai dengan sesak nafas, dyspnea saat
aktivitas fisik, dyspnea noktural paroksimal, ortopnes, dan edema perifer atau
edema paru (Morton, 2011).
CHF merupakan suatu keadaan patofisiologi dimana kelainan fungsi
jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan
meningkatkan tekanan pengisian (McPhee&Ganong, 2010).
Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) merupakan
penyebab kematian nomor satu di dunia (PUSDATIN, 2013). Jumlah gagal
jantung di Amerika Serikat kira-kira 5,7 juta orang dewasa dan 550.000 kasus
baru didiagnosis setiap tahunnya diagnosis (Mozaffarian, et al., 2016). Gagal
jantung berkontribusi terhadap 287.000 kematian per tahun. Sekitar setengah
dari orang yang mengalami gagal jantung meninggal dalam waktu lima tahun
setelah di diagnosis (Emory Health Care, 2018).
Negara Indonesia menduduki peringkat keempat penderita gagal jantung
kongestif terbanyak di Asia Tenggara setelah negara Filipina, Myanmar dan
Laos (Lam, 2015) Prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia tahun 2013
sebesar 229.696 orang, sedangkan berdasarkan gejala yang di diagnosis oleh
dokter yaitu sebesar 530.068 orang. Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi
dengan jumlah terbanyak nomor 3 yaitu sebanyak 43.361 orang, setelah Jawa
Timur dengan jumlah 54.826 orang dan Jawa Barat dengan jumlah 45.027
orang dari 33 provinsi yang ada di Indonesia (PUSDATIN, 2013).
Gagal jantung kongestif disebabkan oleh kelainan otot jantung,
aterosklerosis koroner, hipertensi sistemik atau pulmonal, peradangan, penyakit
jantung lain seperti gangguan aliran darah, ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah atau pengosongan jantung abnormal (Brunner & Suddarth,
2013). Rampengan (2014) menyebutkan gagal jantung kongestif disebabkan
oleh anemia, diet natrium, infeksi, gaya hidup, dan kelelahan fisik.
Faktor risiko yang memicu terjadinya penyebab gagal jantung diantaranya
adalah merokok, hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, kurang aktivitas fisik,
diabetes melilitus, dan stres emosi (Aspiani, 2015). Pada umumnya CHF
diderita lebih dari 50 tahun, CHF merupakan alasan yang paling umum bagi
lansia untuk dirawat di rumah sakit (usia 65-70 tahun mencapai persentase
75% pasien yang dirawat dengan CHF). Resiko kemudian yang diakibatkan
oleh CHF adalah sekitar 5-10% per tahun pada kasus gagal jantung ringan, dan
meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Menurut penellitian,
sebagian besar lansia yang didiagnosa menderita CHF tidak dapat hidup lebih
dari 5 tahun (Kowalak, 2011).
Berdasarkan paparan konsep dan penelitian terdahulu, maka penulis
tertarik untuk mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Ny.T dengan
Congestive Heart Failure di Ruang ICU.
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Penulis mampu memaparkan hasil dari asuhan keperawatan kritis pada
pasien dengan Congestive Heart Failure di Ruang ICU
b. Tujuan Khusus
1) Menjelaskan hasil pengkajian asuhan keperawatan kritis pada pasien
dengan Congestive Heart Failure di Ruang ICU
2) Menjelaskan rumusan masalah asuhan keperawatan kritis pada pasien
dengan Congestive Heart Failure di Ruang ICU
3) Menjelaskan perencanaan yang akan dilakukan pada pasien dengan
Congestive Heart Failure di Ruang ICU
4) Menjelaskan implementasi yang akan dilakukan pada pasien dengan
Congestive Heart Failure di Ruang ICU.
5) Menjelaskan hasil evaluasi keperawatan yang didapat dalam melakukan
proses keperawatan pada pasien dengan Congestive Heart Failure di
Ruang ICU
3. Manfaat
a. Bagi Rumah sakit
Hasil dari penulisan laporan ilmah akhir ini diharapkan sebagai bahan
pertimbangan untuk mengambil kebijakan dalam upaya peningkatan asuhan
keperawatan kritis pada pasien dengan Congestive Heart Failure di Ruang
ICU
b. Bagi Profesi Keperawatan
Hasil dari penulisan laporan ilmiah akhir diharapkan menjadi alternative
atau inovasi baru dalam pemberian asuhan keperawatan kritis pada pasien
dengan Congestive Heart Failure di Ruang ICU
c. Bagi Peneliti
Diharapkan dengan adanya hasil penulisan laporan asuhan keperawatan ini
dapat dijadikan acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya terkait
dengan asuhan keperawatan kritis pada pasien dengan Congestive Heart Failure
di Ruang ICU
BAB II
LANDASAN TEORI
I. KONSEP PENYAKIT
A. Definisi Congestive Heart Failure (CHF)
Istilah gagal jantung secara sederhana berarti kegagalan jantung untuk
memompa cukup darah untuk mencukupi kebutuhan tubuh (Guyton & Hall,
2014). Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun
tekanan pengisian vena normal (Muttaqin, 2009). Gagal jantung sering
disebut gagal jantung kongestif, adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan oksigen
dan nutrisi (Smeltzer & Bare, 2014).
B. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2014), etiologi dari CHF adalah sebagai berikut:
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis
koroner, hipertensi arterial, dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut dapat dianggap sebagai
mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.
Sehingga hipertrofi otot jantung tidak dapat berfungsi secara normal, dan
akhirnya akan terjadi gagal jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degenaratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misalnya
demam), hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.
C. Manifestasi Klinis
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume
intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang
meningkat akibat turunnya curah jantung pada kegagalan jantung.
Peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat menyebabkan cairan mengalir
dari kapiler paru ke alveoli, akibatnya terjadi edema paru yang
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek. Meningkatnya tekanan
vena sistemik dapat mengakibatkan edema prifer umum dan penambahan
berat badan (Hawk, 2009).
1. Gagal jantung sisi kiri dan kanan
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah.
Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan.
Gagal ventikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah
ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel
dapat mengakibatkan penurunan perfusi jringan. Tetapi manifestasi
kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang
terjadi.
2. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri
tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan
tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong kejaringan
paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnu, batuk, mudah lelah,
denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi jantung S 3, kecemasan dan
kegelisahan.
3. Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan
jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi
vena.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah
(edema dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan
berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites
(penimbunan cairan didalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual,
nokturia dan lemah.
D. Komplikasi
Bararah (2013) menjelaskan bahwa komplikasi akibat gagal janting
antara lain :
1. Kerusakan atau kegagalan ginjal
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya
dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani. Kerusakan ginjal
dari gagal jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan.
2. Masalah katup jantung
Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi
kerusakan pada katup jantung.
3. Kerusakan hati
Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang
menempatkan terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat
menyebabkan jaringan parut yang mengakibatkan hati tidak dapat
berfungsi dengan baik.
4. Serangan jantung dan stroke
Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung
daripada di jantung yang normal, maka semakin besar kemungkinan akan
mengembangkan pembekuan darah, yang dapat meningkatkan risiko
terkena serangan jantung atau stroke.
E. Patofisiologi
Lokasi organ di jantung yang sering terkena dengan CHF ialah ventrikel
(bilik) kiri (Muttaqin, 2009). Ventrikel kiri mempunyai tugas yang paling
berat. Jika ventrikel kiri tidak mampu memompakan darah, maka akan
timbul 2 hal:
1. Darah yang tinggal didalam bilik kiri akan lebih banyak pada akhir
sistole daripada sebelumnya dan karena pengisian saat sistole
berlangsung terus, maka akan terdapat lebih banyak darah di dalam bilik
kiri pada akhir diastole. Peninggian volume dari salah satu ruang jantung,
dalam hal ini bilik kiri (preload). Jika penyakit jantung berlanjut, maka
diperlakukan peregangan yang makin lama makin besar untuk
menghasilkan energy yang sama. Pada satu saat akan terjadi bahwa
peregangan diastolic yang lebih besar tidak lagi menghasilkan kontraksi
yang lebih baik dan jantung akan gagal melakukan fungsinya
(dekompensasi).
2. Jika bilik kiri tidak mampu memompakan darahnya yang cukup ke aorta
untuk memenuhi kebutuhan dari organ yang terletak di perifer, berarti
curah jantung sangat rendah. Curah jantung yang rendah menimbulkan
perasaan lesu.
PATHWAY
Gagal jantung kanan Gagal jantung kiri
tekanan akhir distol ventrikel kanan meningkat curah jantung kiri menurun
retensi ginjal
intoleransi cairan
odema
kelebihan cairan
(Muttaqin, 2009)
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Medis menurut Udjianti (2010) adalah sebagai berikut:
a. Pemberian oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium dan
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
b. Terapi nitrat dan vasodilator
Terapi nitrat untuk memperbaiki prognosis gagal jantung. Terapi
vasodilator parenteral (nitrogliserin parenteral ) memerlukan
pemantauan hemodinamik yang akurat dari tekanan irisan arteri dan
pulmonal serta penggunaan pompa infus untuk menitrasi dengan
cermat dosis yang diberikan.
c. Diuretik
Diuretik memiliki efek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan
air dan garam natrium. Menyebabkan cairan dan merendahkan
tekanan darah. Diuretic yang meningkatkan eksresi kalium
digolongkan sebagai diuretic yang tidak menahan kalium dan diuretic
yang menahan kalium disebut diuretic hemat kalium.
d. Digitalis
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas. Pada
kegagalan jantung, digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan
meningkatkan kekuatan kontraksi serta peningkatan efisiensi jantung.
e. Intropik positif: dopamine dan dobutamin (dobutrex)
Dopamine bisa juga digunakan untuk meningkatkan denyut jantung
pada keadaan bradikardi. Dobutamin (dobutex) adalah suatu obat
simpatomimetik dengan kerja beta 1 adrenergik. Efek beta 1 termasuk
meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan meningkatkan
denyut. Dobutamin merupakan indikasi pada keadaan syok apabila
ingin didapatkan perbaikan curah jantung dan kemampuan kerja
jantung secara menyelurh.
f. Sedatif
Pada keadaan gagal jantung berat, pemberian sedatif untuk
mengurangi kegelisahan dapat diberikan. Dosis Phenobarbital 15-30 mg
4 kali sehari dengan tujuan mengistirahatkan klien dan memberi relaksasi
pada klien.
2. Penatalaksanaan Keperawatan:
a. CHF Kronik
1) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan
menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan
aktivitas.
2) Diet pembatasan natrium
3) Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs
karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan
natrium
4) Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari)
5) Olahraga secara teratur
b. CHF Akut
1) Oksigenasi (ventilasi mekanik)
2) Pembatasan cairan
I. PENGKAJIAN
A. BIODATA
1. Identitas Klien
a. Nama klien : Ny.T
b. Umur : 65 Tahun
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : SD
e. Pekerjaan : Dagang
f. Alamat : Sragen
g. Diagnosa medis : CHF
h. No. Registrasi : 07xxxx
i. Dokter : dr D
2. Identitas Penanggung Jawab
a. Nama : Ny.S
b. Umur : 44 Tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
e. Alamat : Sragen
f. Hubungan dengan klien : Anak
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Keluhan Utama:
Pasien tampak sesak nafas
2. Riwayat penyakit sekarang:
a. Lama keluhan
Keluarga mengatakan sesak nafas sejak tadi malam lemas, keringat
dingin dan kaki bengkak.
b. Timbul keluhan
Keluarga mengatakan sesak nafas kambuh pada saat pasien kelelahan
atau banyak beraktifitas
c. Faktor pencetus
Keluarga mengatakan karena kelelahan
d. Faktor yang memperberat
Keluarga mengatakan sesak nafas kambuh pada saat pasien kelelahan
atau banyak beraktifitas
e. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya dan respon pasien
terhadap tindakan
Keluarga mengatakan apabila sesak nafas bertambah pasien
melakukan instirahat tidur
3. Riwayat penyakit dahulu
a. Penyakit yang pernah dialami
1) Kanak-kanak
Keluarga mengatakan pada saat kecil pernah sakit panas sampai
kejang
2) Kecelakaan
Keluarga mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan motor
atau pun mobil
3) Pernah dirawat
Keluarga mengatakan memiliki riwayat penyakit yang sama (CHF)
sejak 1 tahun yang lalu dan jarang kontrol ke pusat pelayanan
kesehatan.
4) Operasi
Keluarga mengatakan tidak pernah dilakukan tindakan operasi
b. Alergi
Keluarga mengatakan tidak mempunya alergi obat, makanan maupun
minuman
c. Imunisasi
Keluarga mengatakan tidak mengetahui tentang imunisasi yang di
dapat hanya teringat imunisasi miningitis pada saat naik haji 2015
d. Kebiasaan
Keluarga mengatakan saat malam hari sering sesak nafas
4. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga atau keturunan
Genogram :
Ket :
= orang tua laki2 meninggal
= orang tua perempuan meninggal
= laki-laki
= perempuan
= klien/pasien
= garis keturunan
= menikah
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan/ Penampilan Umum
a. Kesadaran : Samnolen
b. Tanda-tanda vital :
1) Tekanan darah : 192/125 mmHg
2) Nadi
a) Frekuensi : 160x/ menit
b) Irama : Teratur
c) Kekuatan : Lemah
3) Respirasi
a) Frekuensi : 36x/ menit
b) Irama : Teratur
4) Suhu : 356 0 C
2. Kepala
a. Bentuk kepala : Mesofalus/ Normal
b. Kulit kepala : Kotor dan kusam
c. Rambut : Pertumbuhan rambut merata
d. Muka
1) Mata
a) Palpebra : Tidak ada oedema
b) Konjungtiva :Anemis
c) Sklera : Ikterik
d) Pupil : Isokor
e) Diameter pupil kiri/kanan : 2 mm
f) Reflek terhadap cahaya : Reflek normal
g) Penggunaan alat bantu penglihatan : Tidak ada
2) Hidung
Bersih, tidak ada polip, tidak ada nafas cuping hidung dan
terpasang selang NGT.
3) Mulut
Bibir kering, stomatitis tidak ada
4) Gigi
Terdapat karies gigi di klien
5) Telinga :
Bentuk simetris, kotor, dan ada serumen.
3. Leher
a. Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
b. Kelenjar limfe : Tidak tampak pembesaran limfe
c. JVP : 5+2 cm h2O
4. Dada ( Thorax)
a. Paru-paru
1) Inspeksi: Simetris dan pengembangan dada kanan kiri sama,
terdapat otot bantu nafas.
2) Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri sama
3) Perkusi: Sonor
4) Auskultasi: Ronki
b. Jantung
1) Inspeksi : Warna kulit sama, tidak ada jejas
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
3) Perkusi : Redup
4) Auskultasi : BJ I/II Lup-dup (Reguler)
5. Abdomen
a. Inspeksi : Warna kulit sama, tidak ada jejas
b. Auskultasi : Bising usus 25x/menit
c. Perkusi : Tympani
d. Palpasi :Tidak ada nyeri tekan,
6. Genetalia :Terpasang selang kateter
7. Rektum :Tidak ada haemoroid atau masalah lain
8. Ektremitas :
a. Atas
Kekuatan otot ka/ ki : 3/ 3
ROM ka/ ki : Pasif/ pasif
Capilary Refill Time ka/ ki : > 2 detik/ >2 detik
Perubahan bentuk tulang : Tidak ada perubahan bentuk
Perubahan akral : Hangat
b. Bawah
Kekuatan otot ka/ ki : 3/ 3
ROM ka/ ki : Pasif/ pasif
Capilary Refill Time ka/ ki : >2 detik/ >2 detik
Perubahan bentuk tulang : Tidak ada perubahan bentuk
Perubahan akral : Dingin
9. Balance cairan
Intake Output Analisa
a. Minuman : - a. Urine : 400 cc Inteke
b. Makanan : 100 cc b. Feses : 10 cc = 1.600 cc
c. Cairan IV : 1.500 cc c. Muntah: - Output
d. IWL : =1.385 cc
975 cc
Total : 1600 cc Total :1.385 cc Balance : +215 cc
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Satuan Keterangan
Hasil Nilai normal
pemeriksaan hasil
HbA1C 8.7 4,5-5,7 % Tinggi
GDP 219 80-109 Mg/dl Tinggi
Glukosa 2 jam PP 314 145-179 Mg/dl Tinggi
GDS 311 60-140 Mg/dl Tinggi
Kreatinine 1.51 0,9-1,3 Mg/dl Tinggi
Ureum 30 <50 Mg/dl Normal
Asam Urat 10 2,4-6,1 Mg/dl Tinggi
Kolesterol Total 144 50-200 Mg/dl Normal
Kolesterol LDL 92 88-203 Mg/dl Normal
Kolesterol HDL 34 28-71 Mg/dl Normal
Trigliserida 112 <150 Mg/dl Normal
PH 7.592 7.35-7.45 Tinggi
BE 5.8 -2-+3 Mmol Tinggi
PCO2 28.5 27-41 mmHg Normal
PO2 58 83-108 mmHg Rendah
Hematokrit 39 37-50 % Normal
HCO3 27.7 21-28 Mmol/L Normal
Total CO2 28.6 19-24 Mmol/L Tinggi
O2 Saturasi 93.5 94-98 % Rendah
Arteri 1.60 0.36-0.75 Mmol/L Tinggi
Hasil pemeriksaan Rontgen Thorax pada tanggal 07 April 2020 jam 11.00
- Oedema pulmo
- Cardiomegali
- Diafragma dekstra letak tinggi, suspect ec hepatomegaly
Hasil Pemeriksaan Echocardiografi pada tanggal 8 April 2020 jam 11.00
- Abnormalitas segmental wall mention EF 41-49%
- Fungsi diastolic pseudonormal (grade 1)
- Katup-katup Normal
Hasil Pemeriksaan EKG pada tanggal 9 April 2020 jam 08.00
Sinus Rytem VAD Q ket III, AVF
F. TERAPI MEDIS
Tanggal/ jam : 9 April 2020/09.00
Golongan
Jenis terapi Dosis & Fungsi & farmasi
kandungan
Mencegah penggumpalan
darah pada penderita
serangan jantung, stroke
iskemik (akibat
penyumbatan) penyakit
75 mg/
arteri perifer, penyakit
Clopidogrel 24 jam Antiplatelet
jantung coroner, dan
pemasangan ring, baik
pada pembuluh darah
arteri jantung atau
pembuluh darah arteri
lainnya
Mencegah dan
mengobati angina pada
penderita penyakit
jantung coroner
Sebagai obat tambahan
untuk gagal jantung, bil
obat yang biasanya
ISDN (Isosorbide 5 mg/ 8
digunakan tidak
Dinitrate) jam Nitrat
memberikan hasil yang
cukup
Mencegah atau
melebarkan spasme
pembuluh darah coroner
saat pemasangan balon di
pembuluh darah coroner
(coronary angioplasty)
20 mg/ 8 Mengatasi penumpukan
Furosemide Diuretik
jam cairan di dalam tubuh
Lovenox 0,6 mg/ Pengencer Mencegah dan mengatasi
24 jam darah penggumpalan darah
Mengobati infeksi akibat
bakteri, termasuk infeksi
Antibiotik
750 mg/ saluran kemih, sinusitis,
Lefofloxacin golongan
24 jam infeksi prostat,
quinolone
pneumonia, infeksi kulit,
anthrax, dan penyakit pes
Ampicilin 1,5 gr/ 8 Antibiotic Mengobati infeksi akibat
Sulbactam jam penisilin bakteri
Mengatasi konstipasi
atau sembelit
Lactulac 15 ml Laksatif Menangani dan
mencegah ensefalopati
hepatikum
V. EVALUASI
Hari/ No. Evaluasi
Tgl/ Jam Dx
Kamis 9 1 S:
April -
2020., O:
15.30 - Pasien tampak tenang, lemah terbaring
- GCS= 7
- TTV:
TD: 190/115 mmHg
N: 150 x/m
R: 37 x/m
S: 363 0 C
- Saturasi Oksigen 95%
- Pasien tampak BAB di pampers, karekerisrik BAB
lunak, bau khas
- CRT: > 2 detik
- Balance cairan per 8 jam: +175 cc
- Kaki bengkak
- JVP: 5+2 cm
A:
Masalah keperawatan penurunan curah jantung belum
teratasi
P:
Lanjutkan tindakan keperawatan
- Identifikasi karakteristik nyeri dada
- Monitor saturasi oksigen
- Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
- Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi ansietas dan
stress
Kamis 9 2 S:
April -
2020, O:
15.30 - GCS= 7
- TTV:
TD: 190/115 mmHg
N: 150 x/m
R: 37 x/m
S: 363 0 C
- Saturasi Oksigen 95%
A:
Masalah keperawatan Gangguan sirkulasi spontan belum
teratasi
P:
Lanjutkan tindakan keperawatan:
- Identifikasi respon pasien
- Monitor nadi karotis dan nafas setiap 2 menit
Kamis, 9 3 S:
April -
2020, O:
15.30 - Pasien tampak tenang, lemah terbaring
- GCS= 7
- TTV:
TD: 190/115 mmHg
N: 150 x/m
R: 37 x/m
S: 363 0 C
- Saturasi Oksigen 95%
- Balance cairan per 8 jam: +175 cc
- Kaki bengkak
A:
Masalah keperawatan Intoleransi aktivitas belum teratasi
P:
Lanjutkan tindakan keperawatan
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
(cahaya, suara, kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Jum’at, 1 S:
10 April -
2020, O:
15.00 - Pasien tampak gelisah
- TTV:
TD: 190/129 mmHg
N: 159 x/m
R: 31 x/m
S: 35 0 C
- Saturasi Oksigen 94%
Pasien terpasang NRM 10 lpm
- GCS: E 2, M4, V3CRT: > 2 detik
- Balance cairan per 8 jam: +75 cc
- Kaki pasien bengkak
- Wajah pasien tampak bengkak
- CRT > 2 detik
- JVP: 5+2 cm
A:
Masalah keperawatan penurunan curah jantung belum
teratasi
P:
Lanjutkan tindakan keperawatan
- Identifikasi karakteristik nyeri dada
- Monitor saturasi oksigen
- Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
- Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi ansietas dan
stress
Jum’at, 2 S:
10 April -
2020, O:
15.00 - TTV:
TD: 190/129 mmHg
N: 159 x/m
R: 31 x/m
S: 35 0 C
- Saturasi Oksigen 94%
Pasien terpasang NRM 10 lpm
- GCS: E 2, M4, V3
- CRT: > 2 detik
A:
Masalah keperawatan Gangguan sirkulasi spontan belum
teratasi
P:
Lanjutkan tindakan keperawatan:
- Identifikasi respon pasien
- Monitor nadi karotis dan nafas setiap 2 menit
Jum’at, 3 S:
10 April -
2020, O:
15.00 - Pasien tampak gelisah
- TTV:
TD: 190/129 mmHg
N: 159 x/m
R: 31 x/m
S: 35 0 C
- Saturasi Oksigen 94%
- Pasien terpasang NRM 10 lpm
- GCS: E 2, M4, V3
- CRT: > 2 detik
- Balance cairan per 8 jam: +75 cc
- Kaki pasien bengkak
- Wajah pasien tampak bengkak
A:
Masalah keperawatan Intoleransi aktivitas belum teratasi
P:
Lanjutkan tindakan keperawatan
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
(cahaya, suara, kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Sabtu, 1 S:
11 April -
2020, O:
15.00 - Pasien tampak tenang
- TTV:
TD: 126/87 mmHg
N: 70 x/m
R: 26 x/m
S: 36 8 0 C
Saturasi Oksigen 97%
Pasien terpasang NRM 10 lpm
- GCS: E 2, M5, V3
- Balance cairan per 8 jam: -25 cc
- Kaki pasien bengkak
- Wajah pasien tampak bengkak
- CRT > 2 detik
- JVP: 5+2 cm
A:
Masalah keperawatan penurunan curah jantung belum
teratasi
P:
Lanjutkan tindakan keperawatan
- Identifikasi karakteristik nyeri dada
- Monitor saturasi oksigen
- Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
- Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi ansietas dan
stress
Sabtu, 2 S:
11 April -
2020, O:
15.00 - TTV:
TD: 126/87 mmHg
N: 70 x/m
R: 26 x/m
S: 36 8 0 C
Saturasi Oksigen 97%
Pasien terpasang NRM 10 lpm
- GCS: E 2, M5, V3
- CRT: > 2 detik
A:
Masalah keperawatan Gangguan sirkulasi spontan belum
teratasi
P:
Lanjutkan tindakan keperawatan:
- Identifikasi respon pasien
- Monitor nadi karotis dan nafas setiap 2 menit
Sabtu, 3 S:
11 April -
2020, O:
15.00 - Pasien tampak tenang
- TTV:
TD: 126/87 mmHg
N: 70 x/m
R: 26 x/m
S: 36 8 0 C
Saturasi Oksigen 97%
Pasien terpasang NRM 10 lpm
- GCS: E 2, M5, V3
- CRT: > 2 detik
- Balance cairan per 8 jam: -25 cc
- Kaki pasien bengkak
- Wajah pasien tampak bengkak
A:
Masalah keperawatan Intoleransi aktivitas belum teratasi
P:
Lanjutkan tindakan keperawatan
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
(cahaya, suara, kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang penanganan pasien pada kasus
kelolaan asuhan keperawatan pada Tn.H dengan Combustio yang dilaksanakan
pada tanggal 9-11 April 2020 di Ruang ICU. Pada pengkajian yang didapatkan,
Ny.T kesadaran Somnolen, GCS E2M4V3, Kaki bengkak, Akral teraba dingin,
CRT >2 detik, Nadi teraba cepat tetapi lemah, TD: 192/125 mmHg, R: 36x/menit,
N: 160 x/menit, S: 356 oC, Echo: Abnormalitas segmental wall mention EF 41-
49%, EKG: Sinus Rytem VAD Q ket III, SVT, Klien tampak sesak nafas, Warna
kulit tampak pucat, Turgor kulit menurun, Akral teraba dingin. Dari pengkajian
diatas didapatkan diagnose Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan
perubahan irama jantung, Gangguan sirkulasi spontan yang berhubungan dengan
abnormalitas kelistrikan jantung, Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Pengambilan prioritas
diagnosa menurut Abraham Maslow dilihat dari lima kebutuhan yang membentuk
tingkatan, adapun kebutuhan yang dimaksud: kebutuhan fisiologis, kebutuhan
keamanan dan keselamatan, kebutuhan cinta dan memiliki, kebutuhan harga diri dan
kebutuhan aktualisasi diri. Pada kasus ini diambil prioritas Penurunan curah jantung
yang berhubungan dengan perubahan irama jantung sangat berpotensi memberikan
sensasi ketidaknyamanan, perubahan fisiologis, ekonomi, sosial, dan emosional yang
berkepanjangan.
Pada tahap perencanaan dibuat rencana keperawatan berdasarkan SIKI
(Standar Intervensi Keperawatan Indonesia). SIKI pada diagnose Penurunan curah
jantung yang berhubungan dengan perubahan irama jantung adalah Perawatan
Jantung akut. Rasional dari rencana tindakan ini adalah jantung adekuat dalam
memompa darah.
Pada tahap implementasi yang dilakukan pada Tn.H difokuskan pada
meminimalkan kerja jantung, mencatat dan mengobservasi jumlah intake dan
output cairan serta pemberian obat untuk membantu kerja jantung seperti obat
jantung dan obat untuk mengurangi pasien untuk mengejan karena BAB. Menurut
Bararah (2013) menjelaskan bahwa komplikasi akibat gagal jantung salah satu
nya yaitu terjadinya serangan jantung dan stroke dikarenakan aliran darah melalui
jantung lebih lambat pada gagal jantung daripada di jantung yang normal, maka
semakin besar kemungkinan akan mengembangkan pembekuan darah, yang dapat
meningkatkan risiko terkena serangan jantung atau stroke. Pada hari ke tiga
perawatan pasien, gambaran EKG di bed side monitor asistol. Kemudian pasien
dilakukan tindakan resusitasi jantung paru, setelah dilakukan resusitasi jantung
paru. Kondisi pasien tampak diam, TD: 80/50 mmHg, N: 40 x/m, R: 10 x/m, S: 35
9 0
C, Saturasi Oksigen 84%, GCS: E1, M1, V1, Kaki pasien bengkak, Wajah
pasien tampak bengkak, Akral dingin.
Penelitian yang dilakukan oleh Kaliammah Ganthikumar (2016), Resusistasi
Jantung Paru adalah suatu teknik yang sangat berguna untuk menyelamatkan
nyawa dalam keadaan darurat, termasuk serangan jantung atau hamper tenggelam,
di mana napas seseorang atau detak jantung telah berhenti. The American Heart
Assosiation merekomendasikan bahwa setiap orang atau tenaga medis harus
memulai RJP dengan penekanan dada. Walaupun, seseorang kekurang ilmu
pengetahuan atau pengalaman apabila melakukan penekanan dada pada seseorang
henti napas atau henti dettak jantung ia dapat menyelamatkan nyawa organ
tersebut. Hal ini jauh lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa. RJP dapat
tetap menjaga aliran oksigen yang adekuat ke otak dan organ vital lainnya sampai
ia dapat memulihkan denyut jantung normal. Apabila, seseorang kekurangan
oksigen dalam darah ia akan menyebabkan kerusakan jaringan otak yang
permenen dalam beberapa menit. Kekurangan oksigen dalam waktu delapan
sampai sepuluh menit dapat menyebabkan kematian. Dan penelitian yang
dilakukan oleh Rahmat Ismiroja, dkk (2018), Kematian jantung mendadak
merupakan tidak berfungsinya kelistrikan jantung dan menghasilkan irama
jantung yang tidak normal. Data laporan di Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof
Dr. R.D Kandou Manado selama bulan Januari sampai September 2017 terdapat
574 pasien mengalami cardiac arrest dan yang meninggal dunia sebanyak 438
pasien dengan hambatan karena keterbatasan tempat penuh sehingga kekurangan
tenaga kesehatan dan fasilitas. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengalaman
perawat dalam penanganan cardiac arrest di Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof
Dr R D Kandou Manado. Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif
fenomenologis. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling yang
melibatkan 4 partisipan. Pengumpulan data dilakukan dengan in-depth
interviewing. Teknik analisa yang digunakan adalah metode Colaizzi. Hasil
penelitian dari 1) pengetuahuan didapatkan tema (a) penilaian secara fisik (b)
penilaian secara fisiologis. 2) tindakan didapatkan tema (a) cek nadi, (b) cek
respon. 3) faktor pendukung didapatkan tema (a) kondisi dan keadaan umum
pasien, (b) skill dan kemampuan petugas, (c) respon petugas dan sarana prasarana.
4) faktor penghambat didapatkan tema (a) Sumber daya manusia, (b) skill petugas
dan sarana prasarana. Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa pengalaman
perawat dalam penanganan cardiac arrest didukung oleh pengetahuan dan
kesiapan perawat dengan hambatan sarana dan prasarana.
Pada tahap evaluasi dilakukan meminimalkan kerja jantung, mencatat dan
mengobservasi jumlah intake dan output cairan serta pemberian obat untuk
membantu kerja jantung seperti obat jantung dan obat untuk mengurangi pasien
untuk mengejan karena BAB. Pasien tampak tenang, GCS: E 2, M5, V3, TD:
126/87 mmHg, N: 70 x/m, R: 26 x/m, S: 36 80
C, Saturasi Oksigen 97%, Pasien
terpasang NRM 10 lpm, Kaki pasien bengkak, Wajah pasien tampak bengkak,
CRT > 2 detik, JVP: 5+2 cm, Balance cairan per 8 jam: -25 cc. Masalah
keperawatan pada pasien belum semua teratasi dan tetap melanjutkan intervensi
yang telah di rencanakan sampai jantung adekuat dalam memompa darah.
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-
sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat (Udjianti, 2013). Gagal
jantung koengestif merupakan ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrien (Andra saferi, 2013). Henti jantung primer (cardiac arrest)
adalah ketidaksanggupan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
keotak dan organ vital lainnya secara mendadak dan dapat balik normal, jika
dilakukan tindakan yang tepat atau akan menyebabkan kematian atau
kerusakan otak menetap kalau tindakan tidak adekuat. Henti jantung yang
terminal akibat usia lanjut atau penyakit kronis tertentu tidak termasuk henti
jantung atau cardiac arrest. Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh
fibrilasi ventrikel atau takikardi tanpa denyut, kemudian disusun oleh ventrikel
asistol dan terakhirnya oleh disosiasi elektro-mekanik. Dua jenis henti jantung
yang berakhir lebihsulit ditanggulangi kerana akibat gangguan pacemaker
jantung. Fibirilasi ventrikel terjadi karena koordinasi aktivitas jantung
menghilang. Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar yang tidak teraba
(karotis, femoralis, radialis) disertai kebiruan (sianosis), pernafasan berhenti
atau gasping, tidak terdapat dilatasi pupil karena bereaksi terhadap rangsang
cahaya dan pasien tidak sadar. Pengiriman oxygen ke otak tergantung pada
curah jantung, kadar hemoglobin (Hb), saturasi Hb terhadap oxygen dan fungsi
pernapasan. Iskemia melebihi 3-4 menit pada suhu normal akan menyebabkan
kortek serebri rusak menetap, walaupun setelah itu dapat membuat jantung
berdenyut kembali. Setelah melakukan asuhan keperawatan selama 3 hari dan
melakukan pengkajian kembali baik secara teoritis maupun secara tinjauan kasus di
dapatkan kesimpulan sebagai berikut:
a. Pada tindakan keperawatan yang dilakukan difokuskan pada pada
meminimalkan kerja jantung, mencatat dan mengobservasi jumlah intake
dan output cairan serta pemberian obat untuk membantu kerja jantung
seperti obat jantung dan obat untuk mengurangi pasien untuk mengejan
karena BAB.
b. Tetap harus mewaspadai adanya perubahan gambaran EKG pasien.
2. Saran
a Pendekatan yang baik antara perawat pada pasien hendaknya dilakukan oleh
semua tim kesehatan terutama perawatan sehari-hari, hubungan yang dekat
pasien agar pasien merasa diperhatikan.
b Didalam proses keperawatan perlu adanya motivasi atau bimbingan antara
pasien dan perawat, berharap agar keperawatan berjalan efektif dengan
menggunakan tujuan pelaksanaan dari tindakan yang dibuat seperti hasil
dari tujuan yang diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti.
c Catatan perawatan di dokumentasikan dengan menggunakan implementasi
dan tindakan tersebut.
d Perlu adanya peningkatan kerjasama yang baik antara perawat dan keluarga
pasien, tim medis dalam proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Andra, Ns. Saferi Wijaya, S.kep dan Ns. Yessie Mariza Putri, S.Kep. 2013. KMB
2 Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
Black & Hawk. (2009). Medical Surgical Nursing: Clinical Management for
Positive Outcome. St. Louis: Elseveir-Saunder
Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2014). 12th ed. Textbook of Medical
Physiology. St. Louis. Missouri: Elsevier Saunders. St.
Lam, S. C. (2015). Heart failure in Southeast Asia: facts and numbers. ESC Heart
Failure, vol 2 (46 –49). DOI: 10.1002/ehf2.12036.
Mansjoer, Arif dkk. (2009). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FK UI
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., and Cheever, K.H. (2014). Texbook
of medical surgical nursing. 12th ed. Philadelphia: Lipincott Williams &
Wilkins.