Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)”


DI RUANG IGD

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SALATIGA

Dosen Pengampu : Ns. Ainnur Rahmanti, M.Kep.

Disusun Oleh :

LULU SWASTIKA

NIM 20101440118042

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESDAM IV/DIPONEGORO

SEMARANG

2020/2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Betaking
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu konsisi diamana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan
sel-sel pada tubuh akan kebutuhan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal
tersebut mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna
menampung darah lebih banyak untuk dipompa ke seluruh tubuh atau
mengakibatkan otot pada jantung mengalami kekakuan dan menebal. Pada
Congestive Heart Failure atau gagal jantung adalah ketidakmampuan
jantung untuk mempertahankan curah jantung yang adekuat guna
memenuhi kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen pada jaringan
meskipun aliran balik vena yang adekuat. (Lee Cyntya dan Aurora, 2014)
Penyakit ini menjadi penyebab nomor satu kematian di seluruh dunia
dengan diperkiraka akan terus mingkat hingga mencapai 23,3 juta pada
tahun 2030. (Yancy, 2013;Depkes, 2014). Masalah ini juga menjadi
masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan morbilitas
yang tinggi di Indonesia. (Perhimpunan Dokter Kardiovaskuler, 2015).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI Tahun 2013,
prevalensi penyakit gagal jantung di In-donesia mencapai 0,13% dan yang
terdiagnosis dokter sebesar 0,3% dari total penduduk berusia 18 tahun ke
atas. Prevalensi gagal jantung tertinggi berdasarkan diagnosis dokter
berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sebesar 0,25%
(Depkes, RI 2014; PERKI, 2015).
Masalah yang muncul pada CHF yaitu ketidakefektifan bersihan jalan
nafas, ketidakefektifan pola nafas, gangguan pertukaran gas, kelebihan
volume cairan, intoleransi aktivitas, risiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak tidak teratasi maka akan berakibat pada kematian.
Sehubungan dengan prevalensi kejadian Congestive Heart Failure (CHF)
masih tinggi yang ditemukan serta masih adanya resiko seperti dampak

2
kematian yang ditimbulkan akibat Congestive Heart Failure (CHF) maka
peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan untuk mengobati,
mencegah dan meningkatan kesehatan pasien.

B. Tujuan
Tujuan penulisan dari Laporan Pendahuluan ini adalah:
1. Tujuan umum :
Setelah menyelesaikan laporan CHF diharapkan mengetahui gambaran
pengelolaan asuhan keperawatan dengan CHF serta mampu
mengaplikasikan asuhan keperawatan bayi dengan CHF
2. Tujuan khusus :
a. Mampu menjelaskan tinjauan teori tentang CHF
b. Mampu menggambarkan hasil pengkajian asuhan keperawatan
pada CHF.
c. Mampu menggambarkan masalah-masalah keperawatan yang
timbul pada CHF.
d. Mampu menggambarkan alternatif pemecahan masalah
keperawatan yang timbul pada CHF.

3
BAB II

KONSEP TEORI

A. PENGERTIAN
Gagal jantung kongestif adalah ketidak mampuan jantug untuk memompa
darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan
didalam tubuh terhadap oksigen dan nutrient, dikarenakan adanya kelainan
pada fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya
hanya ada jika disertai peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri.
(Braun dwald). (Lee Cyntya dan Aurora, 2014). CHF adalah suatu
keadaan suatu keadaan yang serius dimana jumlah darah yang masuk
dalam jantung setiap menitnya tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh
akan oksigen dan zat makanan terkadang seseorang salah mengartikan
gagal jantung dengan henti jatung. Jika gagal jantung adalah berkurangnya
kemampuan jantung untuk mempertahankan beban kerjanya. Gagal
jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung tiak mampu lagi
memompa darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan
untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada keadaan tetentu,
sedangkan tekanan pengisisan ke dalam jantung masih cukup tinggi.

4
B. ETIOLOGI
1. Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita
kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung.
Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung
mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit
degeneratif atau inflamas. (Hudak dan Gallo, 2014)
2. Aterosklerosis coroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung
menyebabkan kontraktilitas menurun. (Hudak dan Gallo, 2014)
3. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.

5
4. Peradangan dan penyakit myocardium degenerative
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
(Hudak dan Gallo, 2014)
5. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi
darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis
AV), peningkatan mendadak after load.
6. Faktor sistemik Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (missal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi
juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung. (Hudak dan Gallo, 2014)
7. Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi
dalam 4 kelainan fungsional:
a. Timbul sesak pada aktifitas fisik berat
b. Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang
c. Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan
d. Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat
(Hudak dan Gallo, 2014)
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Tanda dominan :
Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif jaringan akibat tekanan
arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung.
Manifestasi kongesti berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel
mana yang terjadi. (Lee Cyntya dan Aurora, 2014)

6
a. Gagal Jantung Kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel
kiri tak mampu memompa darah yang dating dari paru. Manifestasi
klinis yang terjadi yaitu :
1) Dispnea (Sesak Nafas), Terjadi akibat penimbunan cairan
dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi
ortopnoe. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnoe pada
malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea
(PND).
2) Batuk
3) Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi
karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas
dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan
batuk.
4) Kegelisahan atau kecemasan, Terjadi karena akibat gangguan
oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik
b. Gagal jantung Kanan :
Kongestif jaringan perifer dan visceral Manifestasi klinis yang
terjadi yaitu :
1) Oedema (penumpukan cairan) ekstremitas bawah (oedema
dependen), biasanya oedema pitting, penambahan BB.
2) Hepatomegali (Pembesaran Hati) dan nyeri tekan pada kuadran
kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena hepar.
3) Anoreksia(gangguan pola makan) dan mual, terjadi akibat
pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen
4) Nokturia (sering BAK dimalam hari)
5) Kelemahan.

7
D. PATHOFISIOLOGI
Jantung yang normal dapat berespon terhadap peningkatan kebutuhan
metabolisme dengan menggunakan mekanisme kompensasi yang
bervariasi untuk mempertahankan kardiak output, yaitu meliputi :
1. Respon syaraf simpatis terhadap barroreseptor atau komoreseptor
2. Pengencangan dan pelebaran otot jantung untuk menyesuaikan
terhadap peningkatan volume
3. Vasokontriksi terhadap arterirenal dan aktivasi sistem renin
angiotensin
4. Respon terhadap serum sodium dan regulasi ADH dan reabsorbsi
terhadap cairan

Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh adanya volume


darah sirkulasi yang dipompakan untuk melawan peningkatan resistensi
vaskuler oleh pengencangan jantung. Kecepatan jantung memperpendek
waktu pengisian ventrikel dari arteri coronaria. Menurunnya COP dan
menyebabkan oksigenasi yang tidak adekuat ke miokardium. Peningkatan
dinding akibat dilatasi menyebabkan peningkatan tuntutan oksigen dan
pembesaran jantung (hipertrophi) terutama pada jantung iskemik atau
kerusakan yang menyebabkan kegagalan mekanisme pemompaan.

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan


kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari
curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan
dengan persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi
frekuensi jantung X volume sekuncup.

Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan


mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung,
bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang
memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan
diri untuk mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal jantung
dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung,

8
volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat
dipertahankan. (Lee Cyntya dan Aurora, 2014)

Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi


tergantung pada tiga faktor yaitu:

1. Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang
terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang
serabut jantung dan kadar kalsium.
3. Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan
oleh tekanan arteriole.

9
E. Pathway

10
F. DATA PENUNJANG
Meliputi evaluasi manifestasi klinis dan pemantauan hemodinamik.
Pengukuran tekanan preload, afterload dan curah jantung dapat diperoleh
melalui lubang-lubang yang terletak pada berbagai interfal sepanjang
kateter. Pengukuran CVP (N 15-20 mmHg) dapat menghasilkan
pengukuran preload yang akurat. PAWP atau Pulmonary Aretry Wedge
Pressure adalah tekanan penyempitan aretri pulmonal dimana yang diukur
adalah tekanan akhir diastolic ventrikel kiri. Curah jantung diukur dengan
suatu lumen termodelusi yang dihubungkan dengan komputer.
1. Foto torax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema
atau efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF
2. EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung
dan iskemi (jika disebabkan AMI), Ekokardiogram.
3. Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan
kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari
adanya kelebihan retensi air, K, Na, Cl, Ureum, gula darah.
(Lee Cyntya dan Aurora, 2014)
G. Komplikasi
a. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena
dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan
emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan
dengan pemberian warfarin.
b. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan
denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan pemberian
warfarin).
c. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik
dengan dosis ditinggikan.
d. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau
sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang

11
berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang
ditanam mungkin turut mempunyai peranan. (Hudak dan Gallo, 2014)

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Pengkajian primer
a. Circulation : Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit
katup jantung, anemia, syok dll. Tekanan darah, nadi, frekuensi
jantung, irama jantung, nadi apical, bunyi jantung S3, gallop, nadi
perifer berkurang, perubahan dalam denyutan nadi juguralis, warna
kulit, kebiruan punggung, kuku pucat atau sianosis, hepar ada
pembesaran, bunyi nafas krakles atau ronchi, oedema
b. Airway: batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot
pernafasan, oksigen dan lain lain.
c. Breathing: Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal
2) Pengkajian Sekunder
c. Aktifitas/istirahat
Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea
saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital
berubah saat beraktifitas.
Integritas ego : Ansietas, stress, marah, takut dan mudah
tersinggung.
d. Makanana/cairan
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB
signifikan. Pembengkakan ekstremitas bawah, diit tinggi garam
penggunaan diuretic distensi abdomen, oedema umum, dll.
e. Hygiene : keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan
kurang.
f. Neurosensori: kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan
mudah tersinggung.

12
g. Nyeri/kenyamanan: nyeri dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit
pada otot, gelisah.
h. Interaksi social: penurunan aktifitas yang biasa dilakukan.
1. Diagnosa Keperawatan
a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload
b) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan
2. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi TTD


Keperawatan kriterian hasil

1. Penurunan Setelah dilakukan Posisikan semifowler


curah tindakan 1. Monitor status pernafasan
yang menandakan gagal
jantung b.d keperawatan
jantung
Perubahan selama 3 x 12jam, 2. Monitor BC
3. Monitor adanya
preload diharapkan tidak
4. perubahan TD dan berikan
terdapat lingkungan yang tenang.
5. Monitor TTV
penurunan curah
6. Monitor adanya dyspnea
jantung 7. Instruksikan pasien untuk
istirahat total di tempat
pada pasien,
tidur
dengan 8. Atur periode latihan dan
istirahatuntukmenghindari
kriteria hasil :
kelelahan
a. tekanan darah 9. Anjurkan untuk
sistol menurunkan stres
dipertahaknan 10. Berikan terapi oksigen
pada skala 2 sesuaiindikasi
(deviasi yang 11. Kolaborasi terapi obat
cukup besar diuretik dan antibiotic
dari kisaran dengan dokter
normal)
ditingkatkan
pada skala 4
(deviasi ringan
dari kisaran
normal)

13
b. tekanan darah
diastol
dipertahaknan
pada skala 2
(deviasi yang
cukup besar
dari kisaran
normal)
ditingkatkan
pada skala 4
(deviasi ringan
dari kisaran
normal)
c. denyut jantung
apikal
dipertahaknan
pada skala 2
(deviasi yang
cukup besar
dari kisaran
normal)
ditingkatkan
pada skala 4
(deviasi ringan
dari kisaran
normal).
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Monitor pernapasan :
pola nafas tindakan 1) Monitor saturasi oksigen
berhubungan keperawatan pada pasien setiap 1 jam
dengan selama 3x24 jam sekali
keletihan otot diharapkan 2) Monitor kecepatan, irama,
pernafasan. ketidakefektifan kedalaman, dan kesulitan
pola nafas dapat bernafas.
teratasi dengan 3) Monitor pola nafas.
kriteria hasil : 4) Monitor peningkatan
Status kelelahan, kecemasan, dan
pernafasan : kekurangan udara pada
1) Frekuensi pasien.
pernafasan dari 5) Monitor kemampuan
deviasi sedang

14
dari kisaran pasien dalam batuk efektif.
normal (3)
ditingkatkan ke
deviasi ringan
dari kisaran
normal (2).
2) Irama
pernafasan dari
devisi sedang
dari kisaran
normal (3)
ditingkatkan ke
deviasi ringan
dari kisaran
normal (2).

Saturasi oksigen
dari deviasi
sedang dari
kisaran normal (3)
ditingkatkan ke
deviasi ringan
dari kisaran
normal (2).

15
I. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan, tahap ini
muncul juka perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien.
J. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap kelima atau terakhir dari proses keperawatan. Pada
tahap ini perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan
dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah
yang terjadi sudah semuanya.

16
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Gagal jantung atau Congestive Heart Failureadalah suatu


keadaanketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang
cukup bagikebutuhan tubuh, meskipun tekanan darah pada vena itu
normal. Gagaljantung menjadi penyakit yang terus meningkat terutama
pada lansia. PadaCongestive Heart Failureatau Gagal Jantung adalah
ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung yang
adekuat gunamemenuhi kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen pada
jaringanmeskipun aliran balik vena yang adekuat. (Lee Cyntya dan
Aurora, 2014)

Saran

Penulis mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita,


menambah ilmu pengetahuan serta wawasan bagi para pembaca khususnya
bagi mahasiswa keperawatan, namun penulis menyadari makalah ini jauh
dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca demi perbaikan makalah selanjutnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Gloria. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC), Jakarta: Mocomedia

Hudak dan Gallo. (2014). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik.


Edisi-VIII. Jakarta: EGC
Lee Cyntya dan Aurora. (2014). Keperawatan Kritis Demystified. Rapha
Publishing
Moorhead Sue. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), Jakarta:
Mocomedia

T. Heather. (2018). NANDA-I Diagnosa Keperawataan : Definisi Dan Klarifikasi


2018-2020. Jakarta: EGC

18

Anda mungkin juga menyukai