Anda di halaman 1dari 18

A.

DEFINISI

Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis
mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak. Istilah stroke
biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum (Chang,2013)

Stroke atau cedera serebrovaskuler yaitu kehilangan fungsi otak yang diakibatkkan
oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare 2013). Stroke adalah
gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang
timbul secara mendadak dan akut dalam beberapa detik atau secara tepat dalam
beberapa jam yang berlangsung lebih dari 24 jam dengan gejala atau tanda tanda sesuai
daerah yang terganggu (Irfan, 2012).

Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan
terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan
saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berfikir, daya ingat dan bentuk-
bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Williams,2012).

B. ETIOLOGI

1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)

Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah
ke jaringanotak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang.
Trombosis initerjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia
jaringanotak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.Hal ini dapat terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemiaserebral.Tand a
dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.

2. Embolisme cerebral

Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuhyang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara.Pada

1
umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistemarteri serebral. Emboli
tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik

3. Iskemia

Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau


penyumbatan pembuluh darah

C. PATHOFISIOLOGI

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
tergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuadnya sirkulasi kolateral
terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darahke otak dapat
berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme
vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pantdan jantung).
Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus
dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat alir
andarah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2014)

Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan
dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar
daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang
sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik
infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika
sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat . Menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2014).

Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi


pembuluhdarah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian
di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai ; karena perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasiotak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2014).

2
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikelotak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons
(Muttaqin, 2014).

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan
ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2014).

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak
sertagangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi
(Muttaqin, 2014).

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc
makarisiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar.
Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-
60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal(Misbach, 2013 dalam Muttaqin, 2014)

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer dan Bare, (2013) stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik,
gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran
darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain :
a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
b. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
c. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control
volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang
muncul biasanya adalah paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon.
d. Dysphagia
3
e. Kehilangan komunikasi
f. Gangguan persepsi
g. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
h. Disfungsi Kandung Kemih

E. PATHWAY
Penyakit yang mendasari stroke (alcohol, hiperkolesteroid,
merokok,stress, depresi, kegemukan

Elastisitas pembuluh darah Kepekatan darah Pembentukan gumpalan


menurun meningkat darah

Penyumbatan gumpalan
darah di otak

Penurunan darah ke otak

Kekurangan oksigen di
otak

Kerusakan jaringan di otak

Kerusakan pusat Kelemahan pada nervus V, VII,


gerakan motoric dilobus IX, X
frontalis hemisphare
/hemiplagia
Penurunan kemampuan
Gangguan Mobilitas menurun otot mengunyah/ menelan
mobilitas fisik

Defirit nutrisi Sumber :


Tirah baring
Soelardjo,
2013. Artikel
Scribe
Resiko kerusakan intregitas kulit/ jaringan Defisit perawatan diri
4
F. KOMPLIKASI
Menurut (Smeltzer & Bare 2013) komplikasi stroke meliputi hipoksia, penurunan
aliran darah serebral, embolisme serebral dan dekubitus.

G. DATA PENUNJANG
1. Agriografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti CVA
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada CVA perdarahan akan
ditemukan adanya aneurisma.

2. Elektro encefalography
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak

3. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari
masa yang luas, klasifikasi karotisinternaterdapat pada trombus serebral.Klafisikasi
parsial dinding, aneurisma pada pendarahan subarachnoid.

4. Ultrasonography Doppler
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.

5. CT Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke
permukaan otak.

6. MRI
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.

5
7. Foto thorax
Dengan dilakukannya foto thorax dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi
kronis pada penderita stroke. (Wijaya & Putri, 2013).

Pemeriksaan laboratorium CVA

1. Pungsi lumbal : Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan tekanan
intracranial, sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan bercampur darah
menunjukkan adanya pendarahan subarachnoid atau intrakranial. Kadar protein
totalmeningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan proses inflamasi.
2. Pemeriksaan darah rutin
3. Pemeriksaan kimia darah : pada pasien stroke akut dapat terjadi hiperglikemia, gula
dalam darah dapat mencapai 250 mg/dl dalam serum dan kemudian berangsur-
angsur turun kembali. (Wijaya & Putri, 2013).

H. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Menurut Muttaqin, (2014) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian
psikososial.

a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.

6
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan didalam
intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi letargi, tidak responsif, dan konia
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan.Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi,antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat
merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini
dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluargaBiasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, k
ognitif, dan perilaku klien.Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penti
ng untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajiananamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien.

7
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesaknapas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi
napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatka
n padaklien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik)yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan
dandapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasilesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3
(Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang.
Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan
masalah pemenuhan nutrisi. Pola

8
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan control volunter
terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol
motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor
atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika
klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar
dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan
klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi
sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam
kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat
letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, danaktivitas
motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.

9
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendekmaupun
jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral.
Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau
bahasa tertulis. Sedangkan lesi
pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan Disfagia
ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat
dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.

h. Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2011) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antaramata
dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkanhubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak
dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke
bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugatunilateral di sisi yang sakit.

10
4) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rah
ang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke
bagian sisi yang sehat.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
indra pengecapan normal.

i. Pengkajian Sistem Motorik

Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang
berlawanan dari otak.

1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

A. Analisa data
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
PENUNJANG
1 DS : Hipertensi Resiko perfusi serebral
- pasien tidak efektif ( D. 0017)
mengeluh

11
kepalanya
pusing

DO :
- TD : 167/87
mmHG
- N : 90 X/ mnt
- S : 36,8 0 C
- RR : 20
X/mnt
- SpO2 : 98%

DS : Ketidakmampuan untuk Defisit nutrisi ( D. 0019)


- Keluarga mengabsorbsi nutrient
mengatakan
bahwa pasien
sulit untuk
makan
DO :
- Pasien
tampak lemas

DS : Penurunan kekuatan otot Gangguan mobilitas fisik (


- Keluarga D. 0054 )
mengatakan
kaki dan
tangan kanan
lemas dan
tidak bisa
digerakkan

12
DO :
- ADL (
Activity Daili
Living )
Seperti
toileting
makan
dibantu dan
dilakukan
ditempat
tidur
DS : Gangguan neuromuscular Gangguan komunikasi
- Keluarga verbal ( D. 0119 )
mengatakan
tidak
mengerti
yang
dikatakan
pasien karena
suaranya
tidak jelas
DO :
- Pasien bisa
memahami
kata-kata tapi
tidak bisa
mengucapkan
kata-kata

13
B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :

1. Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d pasien mengeluh pusing (D.0017)
2. Defisit nutrisi d.d pasien tampak lemah (D.0019)
3. Gangguan mobilitas fisik d.d pasien tidak mampu menggerakkan ektremitas kanan
(D.0054)
4. Gangguan komunikasi verbal d.d.pasien tampak pelo (D.0119)

C. Intervensi
NO Dx. Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
1 Risiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen peningkatan TIK (
serebral tidak keperawatan 1x8 jam I.09325)
efektif d.d pasien diharapkan tidak terjadi 1. Observasi
mengeluh pusing risiko perfusi serebral - Identifikasi penyebab
tidak efektif (L. 02014) peningkatan TIK
dengan kriteria hasil : - Monitor tanda atau
- Tekanan intra gejala peningkatan TIK
kranial dari skala 2 - Monitor MAP
cukup meningkat 2. Terapeutik
ke skala 4 cukup - Berikan posisi semi
menurun fowler
- Sakit kepala dari - Hindari pemberian
skala 2 cukup cairan IV hipotonik
meningkat ke skala - Cegah terjadinya
4 cukup menurun kejang
3. Kolaborasi
- Kolaborasi dalam
pemberian sedasi dan

14
antikonvulsan, jika
perlu
- Kolaborasi pemberian
diuretic osmosis, jika
perlu
2 Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi (I.03119)
d.d pasien tampak keperawatan 3x24 jam 1. Observasi
lemah status nutrisi terpenuhi (L. - Identifikasi status
03030) dengan kriteria nutrisi
hasil : - Identifikasi alergi dan
- Porsi makan yang intoleransi makanan
dihabiskan dari 2. Terapeutik
skala 2 cukup - Lakukan oral hygiene
menurun ke skala 4 sebeleum makan, jika
cukup meningkat perlu
- Frekuensi makan 3. Edukasi
dari skala 2 cukup - Ajarkan diet yang
menurun ke skala 4 diprogramkan
cuckup meningkat 4. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan

3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan mobilisasi (I.05173)


mobilitas fisik b.d keperawatan 3x24 jam 1. Observasi
d.d pasien tidak diharapkan mobilitas fisik - Identifikasi adanya
mampu meningkat (L.05042) nyeri atau keluhan fisik
menggerakkan dengan kriteria hasil : lainnya
ektremitas kanan

15
- Pergerakan - Identifikasi toleransi
ekstremitas dari fisik melakukan
skala 2 cukup pergerakan
menurun ke skala 4 - Monitor frekuensi
cukup meningkat jnatung dan tekanan
- Kekuatan otot dari darah sebelum memulai
skala 2 cukup mobilisasi
menurun ke skala 4 2. Terpeutik
cukup meningkat - Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu
- Fasilitasi melakukan
pergerekan, jika perlu
- Libatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
pergerakan
3. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan ( mis. Duduk
ditempat tidur)
4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Promosi komunikasi : deficit
komunikasi verbal keperawatan 1x8 jam bicara (I.13492)
b.d d.d pasien diharapkan kemampuan 1. Observasi
tampak pelo komunikasi verbal - Monitor proses
kognitif, anatomis, dan

16
meningkat (L.13118) fisiologis yang
dengan keriteria hasil : berkaitan dengan bicara
- Pelo dari skala 2 2. Terapeutik
cukup meingkat ke - Gunakan metode
skala 4 cukup komunikasi alternative
menurun - Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bantuan
- Ulangi apa yang
disampaikan pasien
- Gunakan juru bicara,
jika perlu
3. Edukasi
- Anjurkan bicara
perlahan
4. Kolaborasi
- Rujuk ke ahli patologi
atau terapis

5. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan sistemik dan terperinci mengenai kesehatan klien dengan
tujuan yang ditetapkan, evaluasi dilakukan berkesinambungan yang melibatkan klien dan
tenaga medis lainnya. Evaluasi dalam keperawatan yaitu kegiatan untuk menilai tindakan
keperawatan yang telah dipilih untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal dan mengukur
dari proses keperawatan (Potter, 2015).

17
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith.(2012).Buku Saku D iagnosis Keperawatan Edisi 7. Penerbit BukuKedokteran (EGC).


Jakarta

Chang, Ester .2013 . Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J .2015 . Buku Saku Patofisiologi . Jakarta: E G C.

Doengoes, Marilyn dkk .2012 . Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta: E G C

Muttaqin, Arif. 2014 .


Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba
Medika.

Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Price, SA dan Wilson, 2013.


Patofisiologi: Konsep klinis proses- proses penyakit ed. 6 vol.1.Jakarta: EGC.

Tarwoto, 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan Sistem Persyarafan . Jakarta:


SagungSeto.

William, Lippicont .2012 . Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit . Jakarta: Indeks.

18

Anda mungkin juga menyukai