Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK

RSMS MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Di Susun Oleh

Satria Al Ghifari

1911040015

PROGRAM PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2019
LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK

1. PENGERTIAN

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang


diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne,
2002).

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang


terjadi akibat pembatasan atau terhentunya aliran darah melalui sistem suplai
arteri otak (Sylvia A Price, 2006)

Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak,


progresi cepat berupa defisit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian yang disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik (Arif Mansjoer, 2000)

Stroke non hemoragik  merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan


trombosisserebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dantidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnyadapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008).

2. ETIOLOGI

Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya diakibatkan dari salah


satu tempat kejadian, yaitu:

1.Trombosis

(Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atauleher).

2.Embolisme serebral
(Bekuan darah atau material lain yang di bawake otak dari bagian otak atau dari
bagian tubuh lain).

3.Hemorargik cerebral

(Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke dalam jaringan otak atau
ruang sekitar otak) . Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak ,
menyebabkankehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baiksementara
atau permanen.Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :

1. Aterosklerosis

Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan Ateroma (endapan lemak) yang


kadarnya berlebihan dalam pembuluhdarah. Selain dari endapan lemak,
aterosklerosis ini juga mungkinkarena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding
arteri (tunikaintima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan
bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atu tanpa mengecilnya pembuluh
darah.

2. Infeksi

Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,terutama yang


menuju ke otak.

3. Obat-obatan

Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti:
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempitlumen pembuluh darah ke
otak.

4. Hipotensi

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran


darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi
jika hipotensi ini sangat parah dan menahun. Sedangkan faktor resiko stroke
bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke (Baughman, C Diane.dkk, 2000):

1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.


2. .Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasaldari
jantung).
3. Kadar hematokrit normal tinggi (yang berhubungan denganinfark
cerebral).4.
4. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertaiusia di atas
35 tahun dan kadar esterogen yang tinggi.
5. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang
dapat menyebabkan iskhemia serebral umum.
6. Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
7. Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak darah,tekanan
darah, merokok kretek dan obesitas.
8. Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan stroke

C. TANDA DAN GEJALA

Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai deficit


neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat
tergantungnya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung ada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori)

Gejala tersebut antara lain: 

a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala


b. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
c. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke,
gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralysis dan hilang atau
menurunnya refleks tendon dalam.
d. Dysphagiae.
e. Kehilangan komunikasif.
f. Gangguan persepsig.
g. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologish.
h. Disfungsi Kandung Kemih

D. PATOFISIOLOGI

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu diotak.


Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi da besarnya
pembuluh darah dan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme
vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan
jantung) .Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak.Trombus
dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi
(Muttaqin, 2008).

Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawasebagai emboli


dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal ,jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral olehembolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jikaterjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah makaakan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal ini menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah
atau ruptur (Muttaqin, 2008) .

Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan


hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih
sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebro
vaskular karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan
tekanan intrakranial dan yang lebuh berat dapat menyebabkan herniasi otak pada
falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisferotak, dan


perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertigakasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).Jika sirkulasi serebral
terhambat, dapat berkembang anoksiaserebral: Perubahan yang disebabkan oleh
anoksia serebral dapatreversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel
jika anoksialebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh
karenagangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin,2008).
PATHWAYS
Sumbatan pembuluh darah di otak
Gangguan perfusi jaringan
Suplay darah dan O2 ke otak menurun serebral

Infark jaringan otak kelemahan pada nervous VII, XII, gangguan berbicara

<24 jam lemas ketika beraktifitas


Hambatan komunikasi
Kerusakan pusat gerak motorik (hemiparesis, tangan kanan dan kaki kanan lumpuh)
verbal
Mobilitas menurun
Hambatan mobilitas
fisik Tirahbaring

Defisit perawtan diri


F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
ialah sebagai berikut :

a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi.
Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.

c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara
pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

d. MRI
 

MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik


untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.

e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).

f. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

G. PENATALAKSANAAN
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :

a. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi
dan sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian
ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang
b. Post phase akut
1. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2. Program fisiotherapi
3. Penanganan masalah psikososial
H. PENGKAJIAN

Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien,


keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.

a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain
gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku
juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral
yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-
obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan
alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan
tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per
sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3
(Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk
yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan
taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan
bunyi napas tambahan.

2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan
darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih
karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter
urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan
oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan
masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor
atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi
tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi
yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah
tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain
itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah
pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan
adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.
Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam
kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian
asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Menta
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.

10) Fungsi Intelektual


Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu
kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu
nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian
posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia
ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan
tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha
untuk menyisir rambutnya.

h. Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
saraf kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu
sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.

i. Pengkajian Sistem Motorik


Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi ng berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
2. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d O2 otak menurun
3. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular,
kerusakan sentral bicara
4. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubung
an kerusakan neurovaskuler\
N Diagnosa
Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
o Keperawatan
1 Ketidakseimbangan Tujuan (NOC) : Intevensi (NIC) :
nutrisi: kurang dari 1. Status gizi 1. Pengelolaan gangguan 1. Motivasi klien
kebutuhan tubuh 2. Asupan makanan makanan mempengaruhi dalam
b.d 3. Cairan dan zat gizi 2. Pengelulaan nutrisi perubahan nutrisi
ketidakmampuan Kritria evaluasi: 3. Bantuan menaikkan BB
untuk 1. Menjelaskan komponen kedekatan diet Aktivitas keperawatan : 2. Makanan kesukaan klien
mengabsorpsi 2. Nilai laboratorium 1. Tentukan motivasi klien untuk untuk mempermudah
nutrien (mis,trnsferin,albumin,dan eletrolit) mengubah kebiasaan makan pemberian nutrisi
3. Melaporkan keadekuatan tingkat giji 2. Ketahui makanan kesukaan klien 3. Merujuk kedokter untuk
4. Nilai laboratorium (mis:trasferin,albomen 3. Rujuk kedokter untuk menentukan mengetahui perubahan
dan eletrolit penyebab perubahan nutrisi klien serta untuk proses
5. Toleransi terhadap gizi yang dianjurkan. penyembuhan
4. Membantu makan untuk
mengetahui perubahan
4. Bantu makan sesuai dengan nutrisi serta untuk
kebutuhan klien pengkajian
5. Menciptakan lingkungan
5. Ciptakan lingkungan yang untuk kenyamanan
menyenangkan untuk makan istirahat klien serta utk
ketenangan dalam
ruangan/kamar.

2 Perfusi jaringan Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC)


cerebral tidak Gangguan perfusi jaringan dapat tercapai secara 1. Peningkatan tekanan darah
efektif b.d O2 optimal 1. Pantau TTV tiap jam dan catat sistemik yang diikuti
otak menurun
hasilnya dengan penurunan tekanan
Kriteria hasil : darah diastolik merupakan
 Mampu mempertahankan tingkat kesadaran tanda peningkatan TIK.
 Fungsi sensori dan motorik membaik Napas tidak teratur
menunjukkan adanya
2. Kaji respon motorik terhadap peningkatan TIK
perintah sederhana 2. Mampu mengetahui tingkat
3. Pantau status neurologis secara respon motorik pasien
teratur 3. Mencegah/menurunkan
4. Dorong latihan kaki aktif/ pasif atelektasis
Kolaborasi pemberian obat sesuai 4. Menurunkan statis vena
indikasi Menurunkan resiko
terjadinya komplikasi
3 Hambatan Tujuan (NOC): Intevensi (NIC) :
mobilitas fisik b.d Klien diminta menunjukkan tingkat mobilitas,
penurunan ditandai dengan indikator berikut (sebutkan  Terapi aktivitas, ambulasi
kekuatan otot nilainya 1 - 5 : ketergantungan (tidak  Terapi aktivitas, mobilitas sendi.
berpartisipasi) membutuhkan bantuan orang lain  Perubahan posisi
atau alat membutuhkan bantuan orang lain,
mandiri dengan pertolongan alat bantu atau Aktivitas Keperawatan :
mandiri penuh).
1. Mengajarkan klien tentang dan
Kriteria Evaluasi : 1. Ajarkan klien tentang dan pantau
pantau penggunaan alat bantu
penggunaan alat
mobilitas klien lebih mudah.
1. Menunjukkan penggunaan alat bantu secara
2. Membantu klien dalam proses
benar dengan pengawasan. bantu mobilitas. perpindahan akan membantu
2. Meminta bantuan untuk beraktivitas mobilisasi 2. Ajarkan dan bantu klien dalam
klien latihan dengan cara
jika diperlukan. proses perpindahan. tersebut.
3. Menyangga BAB 3. Berikan penguatan positif selama 3. Pemberian penguatan positif
4. Menggunakan kursi roda secara efektif. beraktivitas. selama aktivitas akan mem-
bantu klien semangat dalam
4. Dukung teknik latihan ROM latihan.
4. Mempercepat klien dalam
5. Kolaborasi dengan tim medis mobilisasi dan mengkendorkan
tentang mobilitas klien otot-otot
5. Mengetahui perkembngan
mobilisasi klien sesudah latihan
ROM

4 Gangguan Tujuan (NOC): Intervensi (NIC) :


komunikasi verbal Komunikasi dapat berjalan dengan baik 1. Lakukan komunikasi dengan 1. Mencek komunikasi
b.d. kerusakan Kriteria hasil : wajar, bahasa jelas, sederhana klien apakah benar-benar
neuromuscular, a. Klien dapat mengekspresikan perasaan dan bila perlu diulang tidak bisa melakukan
kerusakan sentral b. Memahami maksud dan pembicaraan orang 2. Dengarkan dengan tekun jika komunikasi
bicara lain pasien mulai berbicara 2. Mengetahui bagaimana
c. Pembicaraan pasien dapat dipahami kemampuan komunikasi
3. Berdiri di dalam lapang klien tsb
pandang pasien pada saat 3. Mengetahui derajat
bicara /tingkatan kemampuan
4. Latih otot bicara secara berkomunikasi klien
optimal 4. Menurunkan terjadinya
5. Libatkan keluarga dalam komplikasi lanjutan
melatih komunikasi verbal 5. Keluarga mengetahui &
pada pasien mampu
6. Kolaborasi dengan ahli terapi mendemonstrasikan cara
wicara melatih komunikasi
verbalpd klien tanpa
bantuan perawat
6. Mengetahui
perkembangan
komunikasi verbal klien
Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kamampuan klien untuk p
keperawatan, diharapkan kebutuhan erawatan diri
mandiri klien terpenuhi, dengan kriteria hasil: 2. Pantau kebutuhan klien untuk 
alatalat bantu
1. Klien dapat makan dengan bantuan dalam makan, mandi, berpakaian d
an toileting
orang lain / mandiri 3. Berikan bantuan pada klien hi
ngga klien
2. Klien dapat mandi dengan bantuan sepenuhnya bisa mandiri
4. Berikan dukungan pada klien 
orang lain untuk menunjukkan
aktivitas normal sesuai kemampua
3. Klien dapat memakai pakaian nnya
5. Libatkan keluarga dalam peme
dengan bantuan orang lain / mandiri nuhan kebutuhan
perawatan diri klien
4. Klien dapat toileting dengan bantuan

Alat
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, C. Diane & Hackley JoAnn,2000, Keperawatan Medikal bedah Buku


Saku untuk Brunner dan Suddarth, Edisi 1, Alih bahasa : Yasmin
Asih, Editor Monica Ester, Jakarta : EGC

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media A
esculapius FKUI

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persa
rafan. Jakarta: Salemba Medika

Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Prosesproses Penyakit edisi 4. P
enerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &Suddarth
Edisi 8 Vol 2. Alihbahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Est
er, Yasmin asih. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai