Anda di halaman 1dari 27

Laporan Pendahuluan pada Tn.

M Dengan Cerebral
Infaction Di ruang As Salam Rumah Sakit Ibnu Sina
Stase Keperawan Medikal Bedah I

Disusun Oleh:

INDAH DEWI J.LUSING 144 2021 2186

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2022
A. Konsep Dasar Medis 1. Defenisi

Menurut WHO (2017) infark serebral atau yang biasa lebih dikenal
dengan stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 am atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah
otak)karena kematian jaringan otak (infark serebral). Penyebabnya
adalah berkurangnya aliran darah dan okesigen ke otak dikarenakan
adanya sumbatan sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh
darah. (Pudiastuti, 2018)
Penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan
otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh
keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem
pembuluh darah otak. Patologis ini menyebabkan perdarahan dari
sebuah robekan yang terjadi pada dinding pembuluh atau kerusakaan
sirkulasi serebral oleh oklusi parsial atau seluruh lumen pembuluh darah
dengan pengaruh yang bersifat sementara atau permanen (Doenges,
2017)

2. Etiologi

Menurut pudiastuti (2018) Penyebab stroke ada 3 faktor yaitu :


a. Faktor resiko medis, antar lain:
1) Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi).
2) Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah).
3) Migrain, pusing kepala sebelah.
4) Diabetes.
5) Kolesterol.
6) Gangguan jantung.
7) Riwayat stroke dalam keluarga.
8) Penyakit ginjal.
9) Penyakit vaskuler periver.
b. Faktor resiko prilaku, antara lain:
1) Kurang olahraga.
2) Merokok (aktif & pasif).
3) Makanan tidak sehat (junk food, fast food).
4) Kontrasepsi oral.
5) Mendengkur.
6) Narkoba.
7) Obesitas.
8) Stress.
9) Cara hidup.
c. Faktor lain Data statistik 93% pengidap penyakit trombosis ada
hubungannya dengan penyakit darah tinggi.
1) Trombosis serebral Terjadi pada pembuluh darah dimana oklusi
terjadi trombosis dapat menyebabkan ischemia jaringan otak,
edema dan kongesti di area sekitarnya.
2) Emboli serebral Penyumbatan pada pembuluh darah otak karena
bekuan darah, lemak atau udara. Kebanyakan emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat arteri
serebral.
3) Perdarahan intra serebral Pembuluh darah otak bisa pecah, terjadi
karena asterosclerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah
otak akan menyebabkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan akibatnya otak akan bengkak,
jaringan otak internal tertekan sehingga menyebabkan infark otak,
edema dan mungkin terjadi herniasi otak. (Pudiastuti, 2011) 4)
Migren.

5) Trombosis sinus dura.

3. Patofisiologi

Menurut Fransisca Batticaca (2018). Setiap kondisi yang


menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan menyebabkan
keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebabkan
iskemik otak. Iskemik otak terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari
10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit
permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat
menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.
Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak
mana yang terkena. Daerah otak yang terkena akan menggambarkan
pembuluh darah otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering
mengalami iskemik adalah arteri serebral tengah dan arteri karotis
interna. Defisit fokal permanen dapat tidak diketahui jika klien pertama
kali mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi. Jika aliran darah
ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli, maka mulai
terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen
dalam satu menit dapat menunjukan gejala yang dapat pulih seperti
kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu
yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron.
Area yang mengalami nekrosis disebut infark.
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolisme sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu
menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari
glukosa dan oksigen yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak.
Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang
subarakhnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi
mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratif pembuluh darah
yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan
menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta
iritasi pada pembuluh darah otak. Perdarahan biasanya berhenti karena
pembentukan trombus oleh fibrin trombosit dan oleh tekanan jaringan.
Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi. Ruptur ulang merupakan
resiko serius yang terjadi sekitar 7-10 hari setelah perdarahan pertama.
Ruptur ulang mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian
tertentu, menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal
tersebut dapat menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran,
peningkatan tekanan cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan
gesekan otak (otak terbelah sepanjang serabut). Pendarahan mengisi
ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan otak. Perubahan
sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan
tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa dengan cepat.
Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak diobati mengakibatkan
herniasi unkus atau serebellum. Disamping itu, terjadi bradikardia,
hipertensi iskemik, dan gangguan pernafasan.
Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi
hemodialisa, darah dapat mengiritasi pembuluh darah, meningen, dan
otak. Darah dan vasoaktif yang dilepas mendorong spasme arteri yang
berakibat menurunnya perfusi serebral. Spasme serebri atau vasospasme
biasa terjadi pada hari ke-4 sampai ke-10 setelah terjadinya perdarahan
dan menyebabkan kontruksi arteri otak. Vasospasme merupakan
komplikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan fokal neurologis,
iskemik otak, dan infark.
4. Phatway
5. Manifestasi klinis

Menurut Fransisca Batticaca (2018). Gejala klinis yang timbul


tergantung dari jenis stroke.
a. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:
1) Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang
terjadi pada saat istirahat atau bangun pagi.

2) Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran.


3) Terjadi terutama pada usia >50 tahun.
4) Gejala neurologi yang timbul bergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasinya.
b. Gejala klinis pada stroke akut berupa:
1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak,

2) Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan


hemisensorik)
3) Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium,
letargi, stupor, atau koma).
4) Afasia (tidak lancar atau tidak dapat berbicara).
5) Disartria (bicara pelo atau cadel).
6) Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran). 7)
Vertigo (mual dan muntau atau nyeri kepala)

6. Komplikasi

Menurut Ariani (2017) komplikasi stroke yaitu:


a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama).
1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya
menimbulkan kematian.
2) Infark miokard : penyebab kematian mendadak pada stroke
stadium awal.
b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama).
1) Pneumonia: akibat immobilisasi lama.
2) Infark miokard
3) Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca-stroke, sering kali
pada saat penderita mulai mobilisasi.
4) Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.
c. Komplikasi jangka panjang,
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit
vasikular perifer.

7. Pemeriksaan Penunjang
AMenurut Fransisca Batticaca (2008), pemeriksaan penunjang
diagnostik yang dapat dilakukan adalah :
a. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan
serebrospinal, analisa gas darah, biokimia darah, elektolit.
b. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan
juga untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark.
c. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah sistem arteri karotis ).
d. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
e. MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) : menunjukan daerah yang
mengalami infark, hemoragik ).
f. EEG ( Elektroensefalogram ) : memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.

g. Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng


pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi
karotis interna terdapat pada trombosit serebral ; klasifikasi parsial
dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.

8. Penatalaksanaan

Menurut Tarwoto (2013) secara umum :


a. Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut
a) Terapi cairan, pada fase akut stroke beresiko terjadinya
dehidrasi karena penurunan kesadaran atau mengalami
disfagia. Terapi cairan ini penting untuk mempertahankan
sirkulasi darah dan tekanan darah. The American Heart
Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam
selama jam-jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera
setelah hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa
diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini
lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi stroke,
larutan rumatan bisa diberikan untuk memelihara
homeostasis elektrolit, kususnya kalium dan natrium.
b) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik
mengalami gangguan aliran darah ke otak. Sehingga
kebutuhan oksigen sangat penting untuk mengurangi
hipoksia dan juga untuk mempertahankan metabolisme
otak. Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator merupakan tindakan yang dapat
dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisis gas darah atau
oksimetri.
c) Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial.
Peningkatan intrakranial biasanya disebabkan karena edema
serebri, oleh karena itu pengurangan edema penting
dilakukan misalnya dengan pemberian manitol, kontrol atau
pengendalian tekanan darah.
d) Monitor fungsi pernafasan : Analisa Gas Darah
e) Monitor Jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG.
f) Evaluasi status cairan dan elektrolit.
g) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan,
dan cegah resiko injuri.
h) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi
lambung dan pemberian makanan.

i) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan.


j) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran,
keadaan pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial
dan refleks
2) Fase rehabilitasi
k) Pertahankan nutrisi yang adekuat.
l) Program management bladder dan bowel.
m) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak
sendi (ROM).
n) Pertahankan integritas kulit.
o) Pertahankan komunikasi yang efektif.
p) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
q) Persiapan pasien pulang.
b. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau
volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan
ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus obstruktif akut.
c. Terapi obat-obatan
Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke.
1) Stroke iskemia
a) Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue
plasminogen).
b) Pemberian obat-obatan antung seperti digoksin pada aritmia
jantung atau alfa beta, kaptropil, antagonis kalsium pada
pasien dengan hipertensi.

2) Stroke haemoragik
1) Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium.
2) Diuretik : Manitol 20%, furosemide.
3) Antikonvulsan : Fenitoi
9. Pragnosis

Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease,


Disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek
Prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke.
Untuk Mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka
semua Penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap
keadaan Umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan
suhu tubuhsecara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

a. Identitas Klien
Selain nama, status, suku bangsa, agama, alamat pendidikan,
diagnosa medis, tanggal masuk dan tanggal dikasi biasanya pada
pasien stroke berfokus pada usia dan jenis kelamin.

1) Usia yang sering mengalami penyakit stroke yaitu tergantung


pada jenis stroke nya menurut (Fransisca Batticaca, 2008) : Stroke
hemoragik Parenchymatous Hemorrhage : 45-60 tahun Stroke
hemoragik Subarachnoid Hemorrhage : 20-40 tahun Stroke
iskemik Trombosis of cerebral vessels : 50 tahun Stroke iskemik
Embolism of cerebral vessels : tidak penting pada sumber emboli.
2) Jenis kelamin, laki-laki lebih cenderung untuk terkena stroke lebih
tinggi dibandingkan wanita dengan perbandingan 3:1 kecuali pada
usia lanjut laki-laki dan wanita hampir tidak berbeda.
b. Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran, nyeri kepala,sampai terjadi kelumpuhan yang
mengganggu aktivitas klien.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan adanya kelemahan
umum : kehilangan sensorik/ refleks, terganggunya komunikasi
verbal, kelumpuhan satu sisi (unilateral), hemiparesis, kehilangan
komunikasi. Mulai terasa sejak beberapa hari, kemudian masuk RS

d. Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat
penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum
1) Kualitatif : Pada pasien stroke biasanya keadaan umum dapat
terjadi pada Compos Mentis sampai Coma
a) Compos Mentis adalah Kesadaran penuh.
b) Apatis adalah Kesadaran dimana pasien terlihat mengantuk
tetapi mudah di bangunkan dan reaksi penglihatan,
pendengaran, serta perabaan normal.

c) Somnolent adalah Kesadaran dapat dibangunkan bila


dirangsang, dapat disuruh dan menjawab pertanyaan. Bila
rangsangan berhenti pasien tidur lagi.
d) Sopor adalah Kesadaran yang dapat dibangunkan dengan
rangsangan kasar dan terus menerus.
e) Sopora Coma adalah Reflek motoris terjadi hanya bila
dirangsang nyeri.
f) Coma adalah Tidak ada reflek motoris sekalipun dengan
rangsangan nyeri.
2) Kuantitatif : GCS (Glasgow Coma Scale)
a) Eye (respon membuka mata) :
(4) : Spontan atau membuka mata dengan sendirinya tanpa
dirangsang
(3) : Dengan rangsang suara (dilakukan dengan menyuruh
pasien untuk membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (memberikan rangsangan nyeri,
misalnya menekan kuku jari)
(1) : Tidak ada respon meskipun sudah dirangsang.
b) Verbal (respon verbal atau ucapan) :
(5) : Orientasi baik, bicaranya jelas.
(4) : Bingung, berbicara mengacau (berulang-ulang),
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Mengucapkan kata-kata yang tidak jelas.
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon

c) Motorik (Gerakan) :
(6) : Mengikuti perintah pemeriksa
(5) : Melokalisir nyeri, menjangkau dan menjauhkan
stimulus saat diberi rangsang nyeri.
(4) : Menghindar atau menarik tubuh untuk menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri.
(3) : Flexi abnormal, salah satu tangan atau keduanya
menekuk saat diberi rangsang nyeri.
(2) : Extensi abnormal, salah satu tangan atau keduanya
bergerak lurus (ekstensi) di sisi tubuh saat diberi
rangsang nyeri.
(1) : tidak ada respon
b. Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah : Terjadi peningkatan darah 30-50 mmHg sistolik
dan diastolik 30 mmHg
2) Nadi : Terjadi peningkatan denyut nadi
3) Respirasi : Sesak bisa terjadi dan bisa tidak jadi
4) Suhu : suhu bisa naik dan juga turun
c. Pengkajian Saraf Kranial.
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial

I-XII (Muttaqin,2008)

1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada


fungsi penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral,
serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
d. Sistem Kerdiovaskuler
Bunyi jantung di S1-S2 normal, tidak terdengar bunyi mur-mur,
menurunnya curah jantung, peningkatan tekanan darah dan denyut
nadi.

e. Sistem Pernafasan
Kemungkinan ditemukan kesulitan bernafas atau tidak teratur,
penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pola pernafasan jenis
ronki (aspirasi sekresi), batuk atau hambatan jalan nafas.
f. Sistem Pencernaan Adanya distensi abdomen, adanya gangguan
mengunyah dan menelan, mual muntah selama fase akut
(peningkatan TIK), nafsu makan menghilang.
g. Sistem Perkemihan Biasanya ditemukan perubahan pola berkemih,
seperti inkontinensia urine, anuria, distensi kandung kemih.
h. Sistem Muskuloskeletal Dapat ditemukan kelemahan umum,
fasikulasi atau kontraktur, kehilangan refleks tonus dan kekuatan
otot menurun, hemiplegia, paralise, distonia, paratonia, kekakuan,
adanya gerakan involunter yaitu tremour.
i. Sistem Reproduksi Biasanya tidak di dapat kelainan pada sistem
reproduksi, kebersihan dan kelengkapan terjaga.
j. Sistem Pancaindra
1) Penglihatan
Biasanya mengalami penurunan penglihatan, pandangan kabur
dan keterbatasan lapang pandang.

2) Penciuman
Biasanya mengalami penurunan fungsi penciuman, seperti tidak
mencium bau apapun, penumpukan sekret pada hidung.
3) Pendengaran
Biasanya tidak terganggu atau pendengaran baik, bisa terjadi
penumpukan serumen pada telinga jika tidak di bersihkan.

4) Perasa atau pengecapan


Biasanya mengalami kehilangan rasa pengecapan, tidak napsu
makan dan kehilangan indra perasa pada semua makanan dan
minuman yang di berikan sehingga napsu makan menurun.
5) Perabaan
Biasanya ditemukan kehilangan indra peraba, kehilangan
kekuatan otot pada sebelah sisi tubuh.

3. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :


a. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan saraf kranialis
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot.
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi serebral

4. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Luaran keperawatan (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)
keperawatan
(SDKI)
1 Setelah dilakukan tindakan Dukungan perawatan diri
Gangguan
keperawatan selama …x 24 Makan/Minum
menelan b.d
jam maka diharapkan status Observasi
gangguan saraf
menelan membaik dengan 1. Identifikasi diet yang dianjurkan
kranialis
kriteria hasil : 2. Monitor kemampuan menelan
1. Mempertahankan makanan Terapeutik
dimulut meningkat 3. Ciptakan lingkungan yang
2. Reflek menelan meningkat menyenangkan selama makan
3. Kemampuan 4. Atur posisi yang nyaman
mengunyah meningkat untuk makan/minum
4. Frekuensi tersendak 5. Lakukan oral hygiene sebelum
menurun
makan, jika perlu
5. Muntah menurun 6. Sediakan sedotan untuk minum
7. Sediakan makanan/minuman yang
disukai
Edukasi
8. Jelaskan posisi makanan pada
pasien yang mengalami gangguan
penglihatan dengan menggunakan
arah jarum jam Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian
obat Analgesik, antiemetik),
sesuai indikasi

No Diagnosa Luaran keperawatan (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)


keperawatan
(SDKI)
2 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
Defisit nutrisi b.d keperawatan selama …x 24 Observasi
ketidakmampuan
jam maka status nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
mencerna
membaik dengan kriteria 2. Identifikasi alergi makanan dan
makanan
hasil : intoleransi makanan
1. Frekuensi makan 3. Monitor asupan makanan
membaik 4. Monitor hasil pemeriksaan
laboratoium
2. Porsi makanan yang
Terapeutik
dihabiskan meningkat
5. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
6. Berikan makanan tinggi serat
Edukasi
7. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
9. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan

No Diagnosa Luaran keperawatan (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)


keperawatan
(SDKI)
3 Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi
Gangguan keperawatan selama …x 24 Observasi
mobilitas fisik 1. Identifikasi adanya nyeri atau
jam maka mobilitas fisik
b.d penurunan keluhan fisik lainnya
meningkat dengan kriteria
kekuatan otot 2. Identifikasi toleransi
hasil :
1. Pergerakan fisik melakukan pergerakan
ektremitas meningkat 3. Monitor kondisi umum selama
2. Kekuatan otot meningkat melakukan mobilisasi Terapeutik
3. Rentang gerak (ROM) 4. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
meningkat dengan alat bantu (mis. Pagar
tempat tidur)
Kelemahan fisik menurun
5. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
7. Anjurkan melakukan
mobilisasi
dini
8. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. Duduk, di
tempat tidur, duduk disisi tempat
tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)

No Diagnosa Luaran keperawatan (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)


keperawatan
(SDKI)
4 Setelah dilakukan tindakan
Gangguan keperawatan selama …x 24 Perawatan Intergritas kulit
integritas jam maka integritas kulit dan Observasi
kulit/jaringan
b.d faktor jaringan meningkat dengan 1. Identifikasi penyebab gangguan
mekanis kriteria hasil : integritas kulit (mis. Perubahan
1. Kerusakan jaringan sirkulasi, perubahan status nutrisi,
menurun penurunan kelembaban, suhu
2. Kerusakan lapisan lingkungan ekstrem, penurunan
kulit menurun mobilitas) Terapeutik
3. Nyeri menurun 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
baring
3. Lakukan pemijatan pada penonjolan
tulang, jika perlu
Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
Edukasi
5. Ajarkan menggunakan pelembab
(mis. Lotion, serum)

No Diagnosa Luaran keperawatan (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)


keperawatan
(SDKI)
5 Setelah dilakukan tindakan Promosi komunikasi defisif bicara
Gangguan
keperawatan selama …x 24 Observasi
komunikasi verbal
b.d. penurunan jam maka komunikasi verbal 1. Monitor kecepatan, tekanan,
sirkulasi serebral
meningkat dengan kriteria kuantitas, volume, dan diksi bicara
hasil : 2. Monitor proses kognotif, anatomis,
1. Kemampuan dan fisiologis yang berkaitan
berbicara meningkat dengan bicara
2. Kemampuan (mis. Memori, pendengaran, bahasa)
mendengar Terapeutik
meningkat 3. Gunakan metode komunikasi
3. Respon perilaku alternatif (mis. Menulis, mata
membaik berkedip, papan komunikasi dengan
Pemahaman gambar dan huruf, isyarat tangan
komunikasi membaik
dan komputer)
4. Berikan dukungan psikologis
Edukasi
5. Anjurkan berbicara perlahan
Kolaborasi
6. Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis

5. Impelementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal.
Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan intelektual,
kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi) dan
kemampuan teknis keperawatan, penemuan perubahan pada
pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan komplikasi, penemuan
perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan
lingkungan, implementasi pesan tim medis serta mengupayakan
rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.

6. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan
terencana mengenai kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan dan dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam
keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Ariani (2017). Sistem Neurobehabiour. Jakarta : Salemba Medika

Batticaca (2018). Asuhan keperawatan pada Klien dengan Gngguan Sistem


Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Doengus (2017). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Prencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Pudiastuti, (2071). Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta : Nuha Medika

Tartowo, W (2019). Keeperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.


Jakarta : CV. Sagung Seto.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Defenisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1 Persatuan Perawat Nasional
Indonesia(PPNI). Jakarta : Dewan pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Defenisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1 Cetakan II Persatuan
Perawat Nasional Indonesia(PPNI). Jakarta : Dewan pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Defenisi dan Kreteria Hasil Keperawatan Edisi 1 Cetakan II Persatuan
Perawat Nasional Indonesia(PPNI). Jakarta : Dewan pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

WHO (2017). Maternal Mortality : World Health Organization.

Anda mungkin juga menyukai