Anda di halaman 1dari 15

1.

Definisi
Menurut WHO (2014) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak)karena
kematian jaringan otak (infark serebral). Penyebabnya adalah berkurangnya aliran
darah dan okesigen ke otak dikarenakan adanya sumbatan sumbatan, penyempitan
atau pecahnya pembuluh darah. (Pudiastuti, 2011: 153)
Penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik
secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari
pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak. Patologis ini
menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan yang terjadi pada dinding pembuluh
atau kerusakaan sirkulasi serebral oleh oklusi parsial atau seluruh lumen pembuluh
darah dengan pengaruh yang bersifat sementara atau permanen (Doenges, 2012:290).

2. Etiologi
Menurut pudiastuti (2011) Penyebab stroke ada 3 faktor yaitu :
a. Faktor resiko medis, antar lain:
1) Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi).
2) Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah).
3) Migrain, pusing kepala sebelah.
4) Diabetes.
5) Kolesterol.
6) Gangguan jantung.
7) Riwayat stroke dalam keluarga.
8) Penyakit ginjal.
9) Penyakit vaskuler periver.
b. Faktor resiko prilaku, antara lain:
1) Kurang olahraga.
2) Merokok (aktif & pasif).
3) Makanan tidak sehat (junk food, fast food).
4) Kontrasepsi oral.
5) Mendengkur.
6) Narkoba.
7) Obesitas.
8) Stress.
9) Cara hidup.
c. Faktor lain
Data statistik 93% pengidap penyakit trombosis ada hubungannya dengan
penyakit darah tinggi.
1) Trombosis serebral
Terjadi pada pembuluh darah dimana oklusi terjadi trombosis dapat
menyebabkan ischemia jaringan otak, edema dan kongesti di area sekitarnya.
2) Emboli serebral
Penyumbatan pada pembuluh darah otak karena bekuan darah, lemak atau
udara. Kebanyakan emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat arteri serebral.
3) Perdarahan intra serebral
Pembuluh darah otak bisa pecah, terjadi karena asterosclerosis dan hipertensi.
Pecahnya pembuluh darah otak akan menyebabkan penekanan, pergeseran
dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan akibatnya otak akan bengkak,
jaringan otak internal tertekan sehingga menyebabkan infark otak, edema dan
mungkin terjadi herniasi otak. (Pudiastuti, 2011)
4) Migren.
5) Trombosis sinus dura.

3. Klasifikasi
Menurut Ariani (2012), gangguan peredaran darah otak atau stroke dapat
diklarifikasikan menjadi dua, yaitu non-hemoragi/ iskemi/ infark dan stroke hemoragi:
a. Non-hemoragi/ iskemik/infark.
1) Serangan iskemi sepintas (Transient Ischemic Attack-TIA).
TIA merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan sesaat
dari satu disfungsi serebral fokal akibat gangguan vaskular, dengan lama
serangan sekitar 2-15 menit sampai paling lama 24 jam.
2) Defisit Neurologis Iskemik Spintas (Reversible Ischemik Neurology Deficit-
RIND).
Gejala dan tanda gangguan neurologis yang berlangsung lebih lama dari 24
jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka waktu kurang dari tiga
minggu).
3) In Evolutional atau Progressing stroke.
Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam jam atau
lebih.
4) Stroke komplet (Completed stroke / permanent stroke).
Gejala gangguan neurologis dengan lesi-lesi yang stabil selama priode waktu
18-24 jam, tanpa adanya progesivitas lanjut.
b. Stroke hemoragi.
Perdarahan intrakranial dibedakan berdasarkan tempat perdarahannya, yakni di
rongga subraknoid atau di dalam parenkim otak (Intraserebral). Ada juga
perdarahan yang terjadi bersamaan pada kedua tempat di atas seperti: perdarahan
subaraknoid yang bocor ke dalam otak atau sebaliknya. Selanjutnya gangguan-
gangguan arteri yang menimbulkan perdarahan otak spontan dibedakan lagi
berdasarkan ukuran dan lokasi regional otak.

4. Manifestasi klinis
Menurut Fransisca Batticaca (2008). Gejala klinis yang timbul tergantung dari jenis
stroke.
a. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:
1) Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang terjadi pada
saat istirahat atau bangun pagi,
2) Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran,
3) Terjadi terutama pada usia >50 tahun,
4) Gejala neurologi yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya.
b. Gejala klinis pada stroke akut berupa:
1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak,
2) Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorik),
3) Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor,
atau koma),
4) Afasia (tidak lancar atau tidak dapat berbicara),
5) Disartria (bicara pelo atau cadel),
6) Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran),
7) Vertigo (mual dan muntau atau nyeri kepala).

5. Patofisiologi
Menurut Fransisca Batticaca (2008). Setiap kondisi yang menyebabkan
perubahan perfusi darah pada otak akan menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia
yang berlangsung lama dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik otak terjadi dalam
waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara
dan bukan defisit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat
menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli,
maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen
dalam satu menit dapat menunjukan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan
kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama
menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area yang mengalami nekrosis
disebut infark.
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolisme sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan glikogen
sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat
pada arteri-arteri yang menuju otak.
Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid
atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan
dan degeneratif pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral
sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat
serta iritasi pada pembuluh darah otak. Perdarahan biasanya berhenti karena
pembentukan trombus oleh fibrin trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3
minggu, darah mulai direabsorbsi. Ruptur ulang merupakan resiko serius yang terjadi
sekitar 7-10 hari setelah perdarahan pertama.
Ruptur ulang mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian tertentu,
menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat
menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan cairan
serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak (otak terbelah sepanjang
serabut). Pendarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan otak.
Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan
tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa dengan cepat. Peningkatan tekanan
intrakranial yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum.
Disamping itu, terjadi bradikardia, hipertensi iskemik, dan gangguan pernafasan.
Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah
dapat mengiritasi pembuluh darah, meningen, dan otak. Darah dan vasoaktif yang
dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi serebral.
Spasme serebri atau vasospasme biasa terjadi pada hari ke-4 sampai ke-10 setelah
terjadinya perdarahan dan menyebabkan kontruksi arteri otak. Vasospasme
merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan fokal neurologis,
iskemik otak, dan infark.

6. Pathway
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Fransisca Batticaca (2008), pemeriksaan penunjang diagnostik yang dapat
dilakukan adalah :

a. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal, analisa
gas darah, biokimia darah, elektolit.
b. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan juga untuk
memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
c. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena ( masalah sistem
arteri karotis ) .
d. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
e. MRI ( magnetic resonance imaging ) : menunjukan daerah yang mengalami
infark, hemoragik ).
f. EEG ( elektroensefalogram ) : memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karotis interna terdapat pada
trombosit serebral ; klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan
subarachnoid.
8. Penatalaksanaan Umum
Menurut Tarwoto (2013) secara umum:
a. Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut
a) Terapi cairan, pada fase akut stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena
penurunan kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting
untuk mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American
Heart Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama
jam-jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah hemodinamik
stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A.
Kedua larutan ini lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi
stroke, larutan rumatan bisa diberikan untuk memelihara homeostasis
elektrolit, kususnya kalium dan natrium.
b) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mengalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan
metabolisme otak. Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator merupakan tindakan yang dapat dilakukan sesuai
hasil pemeriksaan analisis gas darah atau oksimetri.
c) Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan
intrakranial biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh karena itu
pengurangan edema penting dilakukan misalnya dengan pemberian
manitol, kontrol atau pengendalian tekanan darah.
d) Monitor fungsi pernafasan : Analisa Gas Darah
e) Monitor Jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG.
f) Evaluasi status cairan dan elektrolit.
g) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah
resiko injuri.
h) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan
pemberian makanan.
i) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan.
j) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial dan refleks.
2) Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat.
b) Program management bladder dan bowel.
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM).
d) Pertahankan integritas kulit.
e) Pertahankan komunikasi yang efektif.
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
g) Persiapan pasien pulang.
b. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih
dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila
ada hidrosefalus obstruktif akut.
c. Terapi obat-obatan
Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke.
1) Stroke iskemia
a) Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-plasminogen).
b) Pemberian obat-obatan antung seperti digoksin pada aritmia jantung atau
alfa beta, kaptropil, antagonis kalsium pada pasien dengan hipertensi.
2) Stroke haemoragik
a) Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium.
b) Diuretik : Manitol 20%, furosemide.
c) Antikonvulsan : Fenitoin.

9. Komplikasi
Menurut Ariani (2012) komplikasi stroke yaitu:
a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama).
1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan
tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian.
2) Infark miokard : penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama).
1) Pneumonia: akibat immobilisasi lama.
2) Infark miokard.
3) Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca-stroke, sering kali pada saat
penderita mulai mobilisasi.
4) Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.
c. Komplikasi jangka panjang.
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit vasikular
perifer.

10. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Umum
a. Identitas klien
Selain nama, status, suku bangsa, agama, alamat pendidikan, diagnosa medis,
tanggal masuk dan tanggal dikasi biasanya pada pasien stroke berfokus pada
usia dan jenis kelamin.
1) Usia yang sering mengalami penyakit stroke yaitu tergantung pada jenis
stroke nya menurut (Fransisca Batticaca, 2008) :
Stroke hemoragik Parenchymatous Hemorrhage : 45-60 tahun
Stroke hemoragik Subarachnoid Hemorrhage : 20-40 tahun
Stroke iskemik Trombosis of cerebral vessels : 50 tahun
Stroke iskemik Embolism of cerebral vessels : tidak penting pada sumber
emboli.
2) Jenis kelamin, laki-laki lebih cenderung untuk terkena stroke lebih tinggi
dibandingkan wanita dengan perbandingan 3:1 kecuali pada usia lanjut laki-
laki dan wanita hampir tidak berbeda.
b. Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala,sampai terjadi
kelumpuhan yang mengganggu aktivitas klien.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan adanya kelemahan umum :
kehilangan sensorik/ refleks, terganggunya komunikasi verbal, kelumpuhan satu
sisi (unilateral), hemiparesis, kehilangan komunikasi. Mulai terasa sejak
beberapa hari, kemudian masuk RS.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat – obat antib
koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif, kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat
merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.

1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kualitatif : Pada pasien stroke biasanya keadaan umum dapat terjadi
pada Compos Mentis sampai Coma
a) Compos Mentis = Kesadaran penuh.
b) Apatis = Kesadaran dimana pasien terlihat mengantuk tetapi mudah di
bangunkan dan reaksi penglihatan, pendengaran, serta perabaan
normal.
c) Somnolent = Kesadaran dapat dibangunkan bila dirangsang, dapat
disuruh dan menjawab pertanyaan. Bila rangsangan berhenti pasien
tidur lagi.
d) Sopor = Kesadaran yang dapat dibangunkan dengan rangsangan kasar
dan terus menerus.
e) Sopora Coma = Reflek motoris terjadi hanya bila dirangsang nyeri.
f) Coma = Tidak ada reflek motoris sekalipun dengan rangsangan nyeri.
2) Kuantitatif : GCS (Glasgow Coma Scale)
a) Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan atau membuka mata dengan sendirinya tanpa dirangsang.
(3) : dengan rangsang suara (dilakukan dengan menyuruh pasien untuk
membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (memberikan rangsangan nyeri,
misalnya menekan kuku jari).
(1) : tidak ada respon meskipun sudah dirangsang.
b) Verbal (respon verbal atau ucapan) :
(5) : orientasi baik, bicaranya jelas.
(4) : bingung, berbicara mengacau (berulang-ulang),
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : mengucapkan kata-kata yang tidak jelas.
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon

c) Motorik (Gerakan) :
(6) : mengikuti perintah pemeriksa
(5) : melokalisir nyeri, menjangkau dan menjauhkan
stimulus saat diberi rangsang nyeri.
(4) : withdraws, menghindar atau menarik tubuh untuk
menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri.
(3) : flexi abnormal, salah satu tangan atau keduanya
menekuk saat diberi rangsang nyeri.
(2) : extensi abnormal, salah satu tangan atau keduanya
bergerak lurus (ekstensi) di sisi tubuh saat diberi
rangsang nyeri.
(1) : tidak ada respon

b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : terjadi peningkatan darah 30-50 mmHg sistolik dan
diastolik 30 mmHg
Nadi : terjadi peningkatan denyut nadi.
Respirasi : sesak bisa terjadi dan bisa tidak terjadi.
Suhu : suhu bisa naik bisa juga turun.

c. Pengkajian Saraf Kranial Menurut Muttaqin, (2008)


Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11. 1)
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori  primer
di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis. 
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi
otot pterigoideus internus dan eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli  persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.
d. Sistem Kerdiovaskuler
bunyi jantung di S1-S2 normal, tidak terdengar bunyi mur-mur, menurunnya
curah jantung, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi.
e. Sistem Pernafasan
Kemungkinan ditemukan kesulitan bernafas atau tidak teratur, penggunaan
otot-otot pernafasan tambahan, pola pernafasan jenis ronki (aspirasi sekresi),
batuk atau hambatan jalan nafas.
f. Sistem Pencernaan
Adanya distensi abdomen, adanya gangguan mengunyah dan menelan, mual
muntah selama fase akut (peningkatan TIK), nafsu makan menghilang.
g. Sistem Perkemihan
Biasanya ditemukan perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine,
anuria, distensi kandung kemih.
h. Sistem Muskuloskeletal
Dapat ditemukan kelemahan umum, fasikulasi atau kontraktur, kehilangan
refleks tonus dan kekuatan otot menurun, hemiplegia, paralise, distonia,
paratonia, kekakuan, adanya gerakan involunter yaitu tremour.
i. Sistem Reproduksi
Biasanya tidak di dapat kelainan pada sistem reproduksi, kebersihan dan
kelengkapan terjaga.
j. Sistem Pancaindra
1) Penglihatan
Biasanya mengalami penurunan penglihatan, pandangan kabur dan
keterbatasan lapang pandang.
2) Penciuman
Biasanya mengalami penurunan fungsi penciuman, seperti tidak mencium
bau apapun, penumpukan sekret pada hidung.
3) Pendengaran
Biasanya tidak terganggu atau pendengaran baik, bisa terjadi penumpukan
serumen pada telinga jika tidak di bersihkan.
4) Perasa atau pengecapan
Biasanya mengalami kehilangan rasa pengecapan, tidak napsu makan dan
kehilangan indra perasa pada semua makanan dan minuman yang di
berikan sehingga napsu makan menurun.
5) Perabaan
Biasanya ditemukan kehilangan indra peraba, kehilangan kekuatan otot
pada sebelah sisi tubuh.

2. Data Penunjang
a. Computerized Tomograph scanning (CT-Scan)
Biasanya ditemukan tumor, perdarahan, infark, dan abnormalitas. Cara ini
merupakan teknik pemeriksaan penting untuk deteksi proses patologis di otak
secara langsung.
b. Angiografi serebral
Membantu mendeteksi kelainan pembuluh darah intrakranial, misalnya
aneurisma, angioma.
c. Elektroensefalografi (EEG)
Dengan menilai adanya gangguan sirkulasi, perubahan aliran listrik di otak
akibat gangguan metabolisme sel syaraf yang menghambat hantaran impuls
listrik, menilai beratnya perubahan dari derajat gangguan kesadaran, letak lesi
patologis otak, progresivitas penyakit.
d. Doppler ssonografi
Dapat mendiagnosis kelainan pembuluh darah, dan pembuluh darah
ekstrakranial (arteri karotis).
e. Tes rutin
Jumlah sel darah total, trombosit, glukosa darah, urea, protein, asam urat,
kreatinin, fungsi hati, urine lengkap, EKG.

11. Diagnosa Keperawatan


1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan aneurisme
serebral, kematian batang otak, hipertensi ( 00201 )
2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi syaraf
(00051)
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera otak dan penurunan
kekuatan otot ( 00085 )
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan ( 00108 )
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis cedera bagian otak ( 00132)
12. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial (00201)

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

1. Gangguan NOC : NIC :


perfusi jaringan 1. Menejemen edema serebral (2540)
setelah dilakukan asuhan
serebral  Monitor TTV
keperawatan selama 3x24
berhubungan  Monitor ukuran pupil, ketajaman,
jam masalah diharapkan
dengan kesimetrisan dan reaksi
dapat teratasi.
peningkatan  Monitor adanya diplopia,
tekanan Kriteria hasil : pandangan kabur, nyeri kepala
intrakranial  Monitor level kebingungan dan
1. Perfusi jaringan
(00201) orientasi
serebral (0406)
 Monitor tonus otot pergerakan
DO
 Nilai rata-rata  Monitor tekanan intrkranial dan
- Gangguan status tekanan darah respon neurologis
mental  Kognisi terganggu  Catat perubahan pasien dalam
- Perubahan  Tingkat kesadaran merespon stimulus
perilaku menurun  Monitor status cairan
- Perubahan respon  Refleks saraf  Tinggikan kepala 0-45o tergantung
motorik terganggu pada konsisi pasien dan order
- Perubahan reaksi medis
pupil
- Kesulitan menelan
- Kelemahan atau
paralisis
ekstrermitas
- Abnormalitas
bicara

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E, dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made
Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin
asih. Ed.3. Jakarta : EGC.

Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk. Editor edisi bahasa Indonesia,
Monica Ester. Ed.8. Jakarta : EGC.

Tucker, Susan Martin et al. 1998. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And
Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia Anderson. 1994. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes.


Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC.

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.

Arif, Mansur. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.

Robins. 2005. Dasar-dasar Patologi Penyakit. Jakarta : EBC.

Anania, et all. 2008. Nursing:  Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta: Indeks.

Anda mungkin juga menyukai