Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar Stroke Hemoragik


1.1.1 Definisi
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi cerebral, baik fokal
maupun global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam,
atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada
gangguan vaskuler (WHO, 2000). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian
otak (Smeltzer, 2001).
Stroke hemoragik (SH) adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusak (M. Adib,2009).
Stroke adalah suatu cedera mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh
darah otak. Cedera dapat disebabkan oleh sumbatan pembekuan darah,
penyempitan pembuluh darah, sumbatan dan penyempitan, atau pecahnya
pembuluh darah. Semua ini menyebabkan kurangnya pasokan darah yang
memadai (feigin, 2004).
Stroke adalah keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah
di otak yang menyebabkan kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Batticaca, 2008).
Stroke adalah terjadinya kerusakan pada jaringan yang disebabkan
berkurangnya aliran darah keotak atau retaknya pembuluh darah yang menyuplai
darah ke otak dengan berbagai sebab yang ditandai dengan kelumpuhan sensoris
dan motoris tubuh sampai dengan terjadinya penurunan kesadaran (Muttaqin,
2011).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu
jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga
darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami
hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.

1
2

1.2.2 Etiologi
Menurut Batticaca (2008; 56), Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh
adanya perdarahan intrakranial dengan gejala peningkatan tekana darah systole >
200 mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah
keunguan, sianosis, dan pernafasan mengorok.

Penyebab stroke hemoragik, yaitu.

1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak


2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak.
3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak.
Faktor resiko ( menurut muttaqin, 2008) yaitu:
1) Hipertensi
merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak.
Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan
apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan
terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.
2) Penyakit kardiovaskuler, embolisme serebral yang berasal dari jantung,
penyakit arteri.
3) Koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas
irama (khususnya fibrasi atrium), penyakit jantung kongestif.
4) Kolesterol tinggi.
5) Obesitas.
6) Peningkatan hemotokrit meningkatkan resiko infark serebral.
3

7) Merokok.
8) Diabetes melitus.
9) Penyalahgunaan obat (kokain).
10) Konsumsi alkohol.

1.1.3 Patofisiologi
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri
penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan
tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman
kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya
hipertensi kronik, sehingga panjang arteri penetrans terjadi aneurisma keci-kecil
dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus-menerus akan
mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam
parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembas kesekitarnya
bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh karena ruktur arteri
serebril. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaranoid, sehingga
jaringan yang ada di sekitar akan tergeser tekanan. Daerah ini sangat mengiritasi
jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar
pendarahan. Spasme ini dapat menyerap ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus
willis. Bakuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengeci. Daerah
otak di sekitar bekuan darah dapat membengkak nekrosis, karena kerja enzi –
enzim kmaka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga.
Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit dan
kapiler – kapiler baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi . Akhirnya
4

rongga–rongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami proliferasi ( Sylvia &
Lorraine, 2006 ). Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya
aneurisma. Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wil.
1.1.4 Manifestasi Klinis
(Menurut Tarwoto, 2008). Ada beberapa tanda dan gejala pada stroke
hemoragik yaitu:
1) Kadang-kadang mengalami penurunan kesadaran.
2) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
3) Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorik).
4) Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor
atau koma).
5) Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara).
6) Disartria (bicara pelo atau cedel).
7) Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran).
8) Vertigo (mual dan muntal atau nyeri kepala).
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak
yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya (Smeltzer, 2001).
Kehilangan motorik. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena
neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunter pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis
pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiperesis, atau
kelemahan pada salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah
paralisis dan hilang atau menurunnya reflek tendon dalam. Apabila refleks tendon
dalam ini muncul kembali (biasanya dalam 48 jam), peningkatan tonus disertai
dengan spastisitas (peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstremitas yang
terkena dapat dilihat.
5

Kehilangan komunikasi. Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke


adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum.
Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal beriku :
1) Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara.
2) Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama
ekpresif atau reseptif
3) Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengmbil sisir dan berusaha
1.1.5 Komplikasi
(Menurut Muttaqin, 2008). Setelah mengalami stroke klien mungkin akan
mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan:
1. Dalam hal imobilisasi: infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi dan
tromboflebitis
2. Dalam hal paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh
3. Dalam hal kerusakan otak, epilepsi dan sakit kepala
Menurut tarwoto, dkk. 2007:91, ada beberapa komplikasi seperti:
1) Hipertensi atau hipotensi
2) Kejang
3) Peningkatan tekanan intrakarnial
4) Malnutrisi
5) Inkontinensia urine, bowel
6) Aspirasi
Menurut batticaca (2008:62) yaitu:
1) Gangguan otak yang berat.
2) Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernafasan atau
kardiovaskuler.
(Brunner & Suddarth, 2002). Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral,
penurunan aliran darah serebral, dan luasnya area cedera antara lain:
1) Hipoksia Serebral
6

Diminimalkan dengan memberi oksigenisasi darah adekuat ke otak.Fungsi


otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta
hematokrit padatingkat dapat diterima akan membantu dalam
mempertahankan oksigenisasi jaringan.
2) Aliran Darah Serebral
Bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah
serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan
viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau
hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada pada aliran
darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3) Embolisme Serebral
Dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal
dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke
otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat
mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan menghentikan trombus
lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus
diperbaiki.
1.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin (2011:248), pemeriksaan penunjang stroke adalah:
1) Lumbal Pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau perdarahan pada
intracranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang massif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likour masih normal (xantokrom).
2) CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisi secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke
ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.
7

3) Magnetic Imaging Resonance (MRI)


Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar atau
luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark akibat hemoragik.
4) USG Doppler
Mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah system karotis).
5) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan
otak.
6) Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal, analisa gas darah
(AGD), elektrolit.
1.1.7 Penatalaksanaan Medis
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan kegiatan sebagai berikut.
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir
dengan sering dan oksigenasi, jika perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
2) Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
5) Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus lakukan secepat mungkin
klien harus diubah posisi tiap 2 jam dan lakukan latihan gerak pasif.

Penatalaksanaan Jenis dan makna klinis


8

1. Pengobatan 1) Vasodilator meningkatkan aliran darah


konservatif serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
2. Neuroprotektor seperti maknanya : pada tubuh manusia belum
levetiracetam. dapat dibuktikan.
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin,
asetazolamid, papaverin intra arterial.
3) Medikasi antitrombosit dapat diresepkan
karena trombosit memainkan peran sangat
penting dalam pembentukan trombus dan
embolisasi. Antiagregasi trombosis seperti
aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi trombosis yang
terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4) Antikougulan dapat diresepkan untuk
mencegah terjadinya atau membertanya
trombosis atau embolisasi dari tempat lain
dalam sistem kardiovaskuler.

3. Pengobatan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah


pembedahan. serebral.
1) Endosterektomi karotis membentuk
kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis dileher.
2) Revaskularisasi terutama meupakan
tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh klien TIA.
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada
stroke akut.
4) Ugasi arteri karotis komunis di leher
khususnya pada aneurisma.

(Smeltzer, 2001) meliputi:


9

4. Diuretik
Untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3
sampai 5 hari setelah infark serebral.
5. Antikoagulan
Untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain
dalam sistem kardiovaskuler.
6. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.
1.2 Manajemen Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Menurut Mutaqqin (2011:242), Pengkajian merupakan proses pengumpulan
data yang dilakukan secara sistemik mengenai kesehatan. Pasien
mengelompokkan data, menganalisis data tersebut sehingga dapat diketahui
masalah dan perawatan pasien. Adapun tujuan utama dari pada pengkajian adalah
memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan pasien yang
memungkinkan perawat dapat merencanakan asuhan keperawatan pada pasien.
Pengkajian pada stroke nonhemoragik meliputi identitas klien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, riwayat pennyakit psikososial.
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan,agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah
sakit, nomor register, dan diagnosis medis.
2) Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebalah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Serangan stroke berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah,bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
10

4) Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6) Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi meningkat,
interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan
dengan tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien
rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
7) Aktivitas sehari-hari
(1) Nutrisi
Klien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang mengandung
lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi oleh pasien, misalnya :
masakan yang mengandung garam, santan, goreng-gorengan, suka makan
hati, limpa, usus, bagaimana nafsu makan klien.
(2) Minum
Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba, minum yang
mengandung alkohol.
(3) Eliminasi
Pada pasien stroke hemoragik biasanya didapatkan pola eliminasi BAB yaitu
konstipasi karena adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi
BAK apakah ada kesulitan, warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada klien
stroke mungkn mengalami inkotinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan
postural.

8) Pemeriksaan fisik
11

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,


pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
(1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
(2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg).
(3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.
(4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang
12

atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan


teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
(5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
(6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan
dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah
pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Saraf Kranial

Menurut muttaqin, (2008) pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf


kranial I-XII.
Saraf I: biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada mien
13

dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi
otot. Otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral
di sisi yang sakit. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus. Penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas
normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. Saraf
VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. Saraf IV dan X.
Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut. Saraf XI. Tidak
ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Saraf XII. Lidah simetris,
terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi fungsi mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer. Status mental. Observasi penampilan, tingkah
laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien
stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan. Fungsi
intelektua. Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata. Kemampuan
bahasa. Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area broca)
didapatkan disfasia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti
14

terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
Lobus frontal.
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan
telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal
yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang
perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang
menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam program rehabilitasi
mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah klien
terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan
kurang kerja sama. Hemisfer. Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese
sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi
kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada
stroke hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat
hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan
mudah frustrasi.
9) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesdaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parametrer yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persyarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien stroker biasanya berkisar pada
peningkat letargi, stupor, semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian gcs sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual
maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi
dan mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk
mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang
menjadi tanggung jawabnya.
15

(Muttaqin, 2011). Diagnosa keperawatan yang mungkin ditemukan pada


klien stroke hemoragik adalah:
1) Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan adanya meningkatnya
volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebral.
2) Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
3) Hambatan mobiltas fisik yang berhubungan dengan hemiplagia, kelemahan
neuromuskular pada ekstremitas.
4) Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama.
5) Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan
pada area bicara di hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau
oral, dan kelemahan secara umum.
6) Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan.
7) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan
penyakitnya, pengobatan yang diberikan.
1.2.3 Perencanaan Keperawatan
(Menurut Muttaqin, 2011). Intervensi yang bisa dilakukan pada pasien
stroke adalah:
1) Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan adanya meningkatnya
volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebral.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien
KH: klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan
muntah, GCS: 4,5,6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal
TD=120/80 mmHg RR=16-24x/menit N=60-100x/menit S= 36-37,50C.

Intervensi Rasional

1. Kaji factor penyebab dari 1. Deteksi dini untuk memprioritaskan


situasi/keadaan intervensi, mengkaji status neurologi/
individu/penyebab koma/ tanda-tanda kegagalan untuk menentukan
penurunan perfusi jaringan perawatan kegawatan atau tindakan
dan kemungkinan pembedahan.
penyebab peningkatan
TIK.
16

2. Observasi tanda-tanda vital 2. Suatu keadaan normal bila sirkulasi


tiap 4 jam serebral terpelihara dengan baik atau
fluktuasi ditandai degan tekanan darah
sistematik, penurunan dari outoregulator
kebanyakan merupakan tanda penurunan
difusi local vaskularisasi darah serebral.
Dengan peningkatan tekanan darah
(diastolik) maka dibarengi dengan
peningkatan tekanan intracranial. Adanya
peningkatan tensi, brakikardia, distritmia,
dispnea merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK
3. Evaluasi pupil 3. Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari
bola mata merupakan tanda dari gangguan
nervus/saraf jika batang otak terkoyak.
Keseimbangan saraf antara simpatis dan
parasimpatis merupakan respons refleks
nervus cranial.
4. Monitor temperature dan 4.Panas merupakan refleks dari hipotalamus.
pengaturan suhu Peningkatan kebutuhan metabolisme dan
kelumpuhan. O2 akan menunjang peningkatan TIK.

5. Pertahankan kepala/leher 5. Perubahan kepala pada satu sisi dapat


pada posisi yang netral menimbulkan penekanan pada vena
usahakan dengan sedikit jugularis dan menghambat aliran darah
bantal. Hindari penggunaan otak (menghambat drainase pada vena
bantal yang tinggi pada serebral), untuk itu dapat meningkatkan
kepala. tekanan intracranial.

6. Berikan periode istirahat 6. Tindakan yang terus menerus dapat


antara tindakan perawatan meningkatkan TIK oleh efek rangsangan
dan batasi lamanya kumulatif.
prosedur.

7. Kurangi rangsangan ekstra 7. Memberikan suasana yang tenang dapat


dan berikan rasa nyaman mengurangi respons psikologis dan
seperti masase punggung, memberikan istirahat untuk
lingkungan yang tenang, mempertahankan TIK yang rendah.
sentuhan yang ramah dan
suasana/ pembicaraan yang
tidak gaduh.

8. Cegah/ hindari terjadinya 8. Mengurangi tekanan intratorakal dan


valsava maneuver intraabdominal sehingga menghindari
peningkatan TIK.
17

9. Bantu pasien jika batuk, 9. Aktivitas ini dapat meningkatkan


muntah intratoraks/tekanan dalam torak dan
tekanan dalam abdomen dimana aktivitas
ini dapat meningkatkan TIK.
10. Kaji peningkatan istirahat 10.Tingkah nonverbal ini dapat merupakan
dan tingkah laku pada pagi indikasi peningkatan TIK atau
hari. memberikan refleks nyeri dimana pasien
tidak mampu mengungkapkan keluhan
secara verbal, nyeri yang tidak menurun
dapat meningkatkan TIK.

11. Palpasi pada 11.Dapat meningkatkan respons automatic


pembesaran/pelebaran yang potensial menaikkan TIK
bladder, pertahankan
drainage urine secara paten
jika digunakan dan juga
monitor terdapatnya
konstipasi.

12. Berikan penjelasan pada 12.Meningkatkan kerja sama dalam


klien (jika sadar) dan meningkatkan perawatan klien dan
keluarga tentang sebab mengurangi kecemasan.
akibat TIK meningkat.

13. Observasi tingkat 13.Perubahan kesadaran menunjukkan


kesadaran dengan GCS peningkatan TIK dan berguna menentukan
lokasi dan perkembangan penyakit.

14. Kolaborasi : (1) Mengurangi hipoksemia


(1) Pemberian O2 dimana dapat meningkatkan
sesuai indikasi vasoliditasi serebral dan
volume darah serta menaikkan
(2) Berikan cairan TIK
intravena sesuai (2) Pemberian cairan mungkin
dengan yang diinginkan untuk mengurangi
diindikasikan. edema serebral, peningkatan
minimum pada pembuluh
(3) Berikan obat darah, tekanan darah, dan TIK.
diuretic osmetik (3) Diuretic mungkin digunakan
contohnya pada fase akut untuk
monitol, furosid; mengalirkan air dari brain
cells, mengurangi edema
(4) Berikan steroid serebral, dan TIK.
contohnya (4) Untuk menurunkan inflamasi
deksametason, (radang) dan mengurangi
metal edema jaringan.
prednisolone; (5) Mungkin diindikasikan untuk
mengurangi nyeri dan obat ini
18

(5) Berikan analgesic berefek negatif pada TIK tetapi


narkotik dapat digunakan dengan tujuan
contohnya kodein. untuk mencegah dan
(6) Berikan adative menurunkan sensasi nyeri.
contohnya (6) Mungkin digunakan untuk
diazepam, benadril mengontrol kurangnya istirahat
(7) Berikan antipiretik dan agitasi.
contohnya (7) Mengurangi/mengontrol hari
aseptaminophen dan pada metabolism
(8) Antihipertensi serebral/oksigen yang
diinginkan.
(8) Digunakan pada hipertensi
kronis, karena manajemen
secara berlebihan akan
meningkatkan perluasan
kerusakan jaringan.
(9) Peripheral
vasodilator seperti (9) Digunakan untuk
cyclandilate, meningkatkan sirkulasi
papverin, kolateral atau menurunkan
isoxsuprine vasopasme.
(10) Berikan
antibiotika seperti (10) Digunakan untuk kasus
aminocaproic acid hemoragi, untuk mencegah
(amicar) lisis bekuan darah dan
(11) Monitor hasil perdarahan kembali.
laboratorium
sesuai dengan (11) Membantu memberikan
indikasi seperti informasi tentang efektivitas
protrombin, LED pemberian obat.

2) Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahn


intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara
optimal.
KH: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang, GCS
4,5,6, pupil isokor, refleks cahaya (+), TTV dalam batas normal TD=120/80
mmHg RR=16-24x/menit N=60-100x/menit S= 36-37,50C.

Intervensi Rasional

1. Berikan penjelasan kepada 1. Keluarga lebih berpartisipasi dalam


keluarga klien tentang sebab proses penyembuhan.
peningkatan TIK dan akibatnya

2. Baringkan klien (bed rest)total 2. Perubahan pada tekanan intracranial akan


19

dengan posisi tidur telentang dapat menyebabkan risiko untuk


tanpa bantal. terjadinya herniasi otak.

3. Observasi tingkat kesadaran 3. Dapat mengurangi kerusakan otak lebih


dengan GCS lanjut.

4. Observasi TTV 4. Pada keadaan normal autoregulasi


mempertahankan keadaan tekanan
darah sistemik berubah secara fluktuasi.
Kegagalan autoreguler akan
menyebabkan kerusakan vaskuler
serebral yang dapat dimanisfestasikan
dengan peningkatan sistolik dan diikuti
oleh penurunan tekanan diastolik.
Sedangkan peningkatan suhu dapat
menggambarkan perjalanan infeksi.
5. Monitor input dan output 5. Hipertermi dapat menyebabkan
peningkatan IWL dan meningkatkan
risiko dehidrasi terutama pada pasien
yang tidak sadar, nausea yang
menurunkan intake per oral.

6. Bantu pasien untuk membatasi 6. Aktivitas ini dapat meningkatkan TIK


muntah, batuk, anjurkan pasien dan intraabdomen. Mengeluarkan nafas
untuk mengeluarkan nafas sewaktu bergerak atau mengubah posisi
apabila bergerak atau berbalik dapat melindungi diri dari efek valsava.
ditempat tidur

7. Anjurkan klien untuk 7. Batuk dan mengejan dapat


menghindari batuk dan meningkatkan TIK dan potensial terjadi
mengejan berlebihan. perdarahn ulang.

8. Ciptakan lingkungan yang 8. Rangsangan aktivitas yang meningkat


tenang dan batasi pengunjung. dapat meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketenangan mungkin
diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke

9. Kolaborasi : 9. Meminimalkan fluktuasi pada beban


Berikan cairan perinfus dengan vaskuler dan TIK, retriksi cairan dan
perhatian ketat; cairan dapat menurunkan edema
serebral.
10. Monitor AGD bila diperlukan 10. Adanya kemungkinan asidosis disertai
pemberian oksigen dengan pelepasan oksigen pada tingkat
sel dapat menyebabkan terjadinya
iskemik serebral.

11. Berikan terapi sesuai instruksi 11. Terapi yang diberikan dengan tujuan
dokter seperti : (1) menurunkan permeabilitas kapiler
20

(1) Steroid (2) menurunkan edema serebri


(2) Aminofel (3) menurunkan metabolic
(3) Antibiotika selkonsumsi dan kejang

3) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia,


kelemahan neuromuscular pada ekstremitas.
Tujuan: klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
KH: Tidak terjadi kontraktur sendi, Bertambahnya kekuatan otot, Klien
menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.

Intervensi Rasional

1. Ubah posisi klien tiap 2 jam 1. Menurunkan resiko terjadinya iskemia


jaringan akibat sirkulasi darah yang
jelek pada daerah yang tertekan.

2. Ajarkan klien untuk 2. Gerakan aktif memberikan massa, tonus


melakukan latihan gerakan dan kekuatan otot serta memperbaiki
aktif pada ekstremitas yang fungsi jantung dan pernafasan.
tidak sakit.
3. Lakukan gerak pada 3. otot volunter akan kehilangan tonus dan
ekstremitas yang sakit. kekuatannya bola tidak dilatih untuk
digerakkan.
4. Kolaborasi dengan ahli 4. Agar mendapatkan hasil yang maksimal.
fisioterafi untuk latihan fisik
klien.

4) Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring yang
lama.
Tujuan :dalam waktu 3x24 jam klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
KH: klien mampu berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui
penyebab dan cara pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan atau
luka.

Intervensi Rasional

1. Anjurkan klien untuk 1. Meningkatkan aliran darah ke semua


melakukan ROM dan daerah
mobilisasi jika mungkin.
21

2. Ubah posisi tiap 2 jam 2. Menghindari tekanan dan meningkatkan


aliran darah.

3. Gunakan bantal air atau 3. Menghindari tekanan darah yang


penganjal yang lunak dibawah berlebih pada daerah yang menonjol.
daerah-daerah yang menonjol.

4. Lakukan masase pada daerah 4. Menghindari kerusakan kapiler.


yang menonjol yang baru
mengalami tekanan pada
waktu berubah posisi

5. Observasi terhadap eritema 5. Hangat dan pelunakan adalah tanda


dan kepucatan dan palpasi kerusakan jaringan.
area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan
jaringan tiap mengubah posisi.
6. Jaga kebersihan kulit dan 6. Mempertahankan keutuhan kulit.
seminimal mungkin hindari
trauma, panas terhadap kulit.

5) Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi


darah otak.

Tujuan: proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal

KH: Terciptanya sesuatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi.


Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.

Intervensi Rasional

1. Memberikan metode alternatif 1. memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai


komunikasi, misal dengan dengan kemampuan klien.
bahasa isyarat.
2. Antisipasi setiap kebutuhan 2. mencegah rasa putus asa dan
klien saat berkomunikasi. ketergantungan pada orang lain.

3. Bicaralah dengan klien secara 3. mengurangi kecemasan dan


pelan dan gunakan pertanyaan kebinggungan pada saat komunikasi
yang jawabannya “ya” atau
“tidak”.
4. Anjurkan kepada keluarga 4. mengurangi isolasi sosial dan
untuk tetap berkomunikasi meningkatkan komunikasi yang efektif.
dengan klien.
22

5. Hargai kemampuan klien 5. memberikan semangat kepada klien agar


dalam berkomunikasi. lebih sering melakukan komunikasi.

6. Koloborasi dengan pisioterafi melatih klien beajar bicara secara mandiri


untuk latihan berbicara. dengan baik dan benar.

6) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot


mengunyah dan menelan.

Tujuan: tidak terjadi gangguan nutrisi.

KH: Berat badan dapat dipertahankan/ ditingkatkan, Hb dan albumin dalam


batas normal.

Intervensi Rasional

1. Tentukan kemampuan klien 1. untuk menetapkan jenis makanan yang


dengan mengunyah, menelan akan di berikan kepada klien.
dan refleks batuk.

2. Letakkan posisi kepala lebih 2. untuk klien lebih mudah untuk menelan
tinggi pada waktu, selama dan karena gaya gravitasi.
sesudah makan.
3. Letakkan makanan didaerah 3. membantu dalam melatih sensorik dan
mulut yang tidak terganggu. meninggkatkan kontrol muskuler

4. Berikan makanan dengan 4. klien dapat berkonsentrasi pada


perlahan pada lingkungan mekanisme makanan tanpa adanya
yang tenang. distrakrasi / gangguan dari luar.

5. Mulailah untuk memberi 5. makan lunak/ cairan kental mudah untuk


makan peroral setengah cair, mengendalikannya di dalam mulut,
makan lunak ketika klien menurunkan terjadinya aspirasi.
dapat menelan air.
6. Anjurkan klien menggunakan 6. menguatkan otot fasial dan otot menelan
sedotan meminum cairan. dan menurunkan resiko terjadinya
tersedak

7. Koloborasi dengan tim dokter 7. mungkin diperlukan untuk memberikan


untuk memberikan cairan cairan pengganti dan juga makanan
melalui intravena atau apabila klien tidak mampu untuk
makanan melalui selang. memasukkan segala sesuatu melalui
mulut
23

7) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan


penyakitnya, pengobatan yang diberikan.
Tujuan: pasien dan keluarga pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses
penyakit.
KH: Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan, Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar, Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya.

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan
keluarga pasien. keluarga pasien.

2. Berikan informasi terhadap 2. Untuk mendorong kepatuhan terhadap


pencegahan, faktor penyebab, program teraupeutik dan meningkatkan
serta perawatan. pengetahuan keluarga.

3. Berikan kesempatan kepada 3. Memberi kesempatan kepada pasien dan


pasien dan keluarga pasien keluarga untuk bertanya tentang hal-hal
untuk bertanya. yang belum jelas.

4. Berikan umpan balik terhadap 4. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan


pertanyaan yang diajukan oleh dan pemahaman pasien dan keluarga.
keluarga atau pasien.

5. Sarankan pasien 5. Stimulasi yang beragam dapat


menurunkan/membatasi memperbesar gangguan proses berfikir
stimulasi lingkungan terutama
selama kegiatan berfikir

1.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan, selama
fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses keperawatan.
Rangkaian rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan. Pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat yang bertugas
merawat klien tersebut atau perawat lain dengan cara didelegasikan pada saat
pelaksanaan kegiatan maka perawat harus menyesuaikan rencana yang telah
24

dibuat sesuai dengan kondisi klien maka validasi kembali tentang keadaan klien
perlu dilakukan sebelumnya (Basford. 2006, Hal 22)
1) Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan ada meningkatnya volume
intracranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebral.
(1) Mengkaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab koma/
penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan
TIK.
(2) Mengobservasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
(3) Mengevaluasi pupil.
(4) Memonitor temperature dan pengaturan suhu kelumpuhan.
(5) Mengkaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
(6) Mempertahankan kepala/leher pada posisi yang netral usahakan dengan
sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.
(7) Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase
punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/
pembicaraan yang tidak gaduh.
2) Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahn
intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
(1) Mmberikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan
TAK dan akibatnya.
(2) Membaringkan klien (bed rest) total dengan posisi tidur telentang tanpa
bantal.
(3) Monitor tanda-tanda vital.
(4) Membantu pasien untuk membtasi muntah, batuk, anjurkan klien
menarik nafas apabila bergerak atau berbalik dari tempat tidur.
(5) Mengajarkan klien untuk mengindari batuk dan mengejan berlebihan.
(6) Menciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
(7) Kolaborasi: Memberikan terapi sesuai intruksi dokter,seperti :steroid,
aminofel, antibiotika.
3) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia,
kelemahan neuromuscular pada ekstremitas.
25

(1) Mengkaji kemampuan secar fungsional dengan cara yang teratur


klasifikasikan melalui skala 0-4.
(2) Mengubah posisi  setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa
lebih sering.
(3) Melakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas.
(4) Membantu mengembangkan keseimbangan duduk seoerti meninggikan
bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur.
4) Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring yang
lama.
(1) Menganjurkan klien untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika
memungkinkan.
(2) Mengubah posisi setiap 2 jam.
(3) Melakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami
tekanan pada waktu berubah posisis.
(4) Mengobservasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
(5) Menjaga kebersihan kulit dan hidari seminimal munkin terauma,panas
terhadap kulit.
5) Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi
darah otak.
(1) Menganjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien .
(2) Memberikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isyarat.
(3) Mengantisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi.
(4) Berbicara dengan klien secara pelan dengan menggunakan pertanyaan
yang jawabannya “ ya ” atau “tidak”.
(5) Menganjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien.
(6) Menghargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.
6) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan.
(1)Menentukan kemampuan klien dengan mengunyah, menelan dan refleks
batuk.
26

(2)Meletakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah
makan.
(3)Meletakkan makanan didaerah mulut yang tidak terganggu.
(4)Memberikan makanan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.
(5)Memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien
dapat menelan air.
(6)menganjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
(7)Berkolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui
intravena atau makanan melalui selang.
7) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan
penyakitnya, pengobatan yang diberikan.
(1)Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga pasien.
(2)Memberikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta
perawatan.
(3)Memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarga pasien untuk
bertanya.
(4)Memberikan umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh
keluarga atau pasien.
(5)Menyarankan pasien menurunkan/membatasi stimulasi lingkungan
terutama selama kegiatan berfikir.

2.2.4 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan untuk mengukur
keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien  Bila
masalah tidak dipecahkan atau timbul masalah baru, maka perawat harus berusaha
untuk mengurangi atau mengatasi beban masalah dengan meninjau kembali
rencana perawatan dengan menyesuaikan kembali terhadap keadaan masalah yang
ada (Basford. 2006, Hal : 24)
1) Tidak terjadi peningkatan TIK.
2) Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan otak.
3) Tidak terjadi hambatan mobilitas fisik.
4) Integritas kulit baik.
27

5) Komunikasi baik.
6) Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
7) Pengetahuan bertambah.

Anda mungkin juga menyukai