PENDAHULUAN
2.1.3 Patofisiologi
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan produk sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang
sakit.Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal
ginjal kronis mungkin minimal karena nefron-nefron lain yang sehat mengambil
alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan laju filtrasi,
reabsorbsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi dalam proses tersebut.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak
dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan
tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reasorbsi protein.
Seiring dengan penyusutan progresif nefron, terjadi pembentukkan
jaringan parut dan penurunan aliran darah ginjal.Pelepasan renin dapat meningkat
dan bersama dengan kelebihan beban cairan, dapat menyebabkan hipertensi.
Hipertensi mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan meningkatkan filtrasi
(karena tuntutan untuk reasorbsi) protein plasma dan menimbulkan stress
oksidatif.Kegagalan ginjal membentuk eritropoietin dalam jumlah yang adekuat
sering kali menimbulkan anemia dan keletihan akibat anemia berpengaruh buruk
pada kualitas hidup.Selain itu, anemia kronis dapat menyebabkan penurunan
oksigenasi jaringan di seluruh tubuh dan mengaktifkan refleks-refleks yang
ditujukan untuk meningkatkan curah jantung guna memperbaiki
oksigenasi.Refleks ini mencakup aktivasi susunan saraf simpatis dan peningkatan
curah jantung.Akhirnya, perubahan tersebut merangsang individu yang menderita
gagal ginjal mengalami gagal jantung kongestif sehingga penyakit ginjal kronis
menjadi satu faktor risiko yang terkait dengan penyakit jantung (Corwin,
2009:729).
Menurut (Muhammad, 2012:34), perjalanan umum gagal ginjal kronis
dapat dibagi menjadi 4 stadium, yaitu sebagai berikut.
2.1.3.1 Stadium I (Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40%– 75%))
Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik dan laju
filtrasi glomerulus 40-50% tetapi, sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi. Pada
tahap ini penderita ini belum merasakan gejala gejala dan pemeriksaan
laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin
serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberikan beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih yang lama atau
dengan mengadakan test GFR yang teliti.
2.1.3.2 Stadium II (Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20% – 50%))
Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal
daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat
dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan
pencegahan pemberian obat-obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila
langkah- langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein
dalam diet.Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal.
2.1.3.2 Stadium III (Gagal Ginjal (faal ginjal kurang dari 10%))
Pada tahap ini laju filtrasi glomerulus 10-20% normal, BUN dan kreatinin
serum meningkat.Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan
dimana tak dapat melakukan tugas sehari - hari sebagaimana mestinya. Gejala-
gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas,
pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan
akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Oleh karena itu, penderita
tidak dapat melakukan tugas sehari-hari.
2.1.3.4 Stadium IV (End Stage Meal Disease (ESRD))
Stadium akhir timbul pada sekitar 90% dari massa nefron telah hancur.
Nilai GFR nya 10% dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-
10 ml/menit atau kurang.Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan
meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh.
Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari
karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang
tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia
dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem
dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal
kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
2.1.4 Komplikasi
Menurut (Corwin, 2009:730), komplikasi dari penyakit gagal ginjal kronik
adalah sebagai berikut.
2.1.4.1 Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan
elektrolit, asidosis metabolik, azotemia, dan uremia.
2.1.4.2 Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan
uremia berat. Asidosis metabolik memburuk, yang secara mencolok
merangsang kecepatan pernapasan.
2.1.4.3 Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremik, dan
pruritus (gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi.
2.1.4.4 Penurunan pembentukan eriropoietin dapat menyebabkan sindrom anemia
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskular, dan
penyakit ginjal yang akhirnya menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas.
2.1.4.5 Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
2.1.4.6 Tanpa pengobatan dapat terjadi kima dan kematian.
2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Gagal Ginjal adalah sebagai berikut.
2.1.6.1 Pencegahan
Pencegahan mencakup perubahan gaya hidup dan jika diperlukan, obat
untuk mengontrol hipertensi, obat pengontrol glikemik yang baik bagi penderita
diabetes, dan jika mungkin menghindari obat-obat nefrotoksik. Pemakaian lama
analgesik yang mengandung kodein dan obat-obat anti-inflamasi non steroid
(NSAID) harus dihindari, khususnya pada individu yang mengalami gangguan
ginjal.Diagnosis dini dan pengobatan lupus eritematosus sistemik dan penyakit
lainnya yang diketahui merusak ginjal amat penting. Selain itu, pada semua
stadium pada gagal ginjal kronik pencegahan infeksi perlu dilakukan (Elizabeth
corwin, 2009:731).
2.1.6.2 Penatalaksanaan Medis
Menurut (Arif Muttaqin, 2011:173), tujuan penatalaksanaan adalah
menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai
berikut.
1) Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal
yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis
memperbaiki abnormalitas biokimia ;menyebabkan cairan, protein, dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan
perdarahan; dan membantu penyembuhan luka.
2) Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting karena
hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama
harus diingat adlah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan
pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EKG dan
EEG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan
mengurangi intake kalium, pemberian Na bikarbonat, dan pemberian infus
glukosa.
3) Koreksi anemia. Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor
defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat
diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggi
Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,
misalnya ada insufisiensi koroner.
4) Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada
permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan,
jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialysis peritoneal dapat
juga mengatasi asidosis.
5) Pengendalian hipertensi. Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan
vasodilator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan
hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi
natrium.
6) Transplantasi ginjal. Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pasien
GGK, maka seluruh faal ginjal diganti dengan ginjal yang baru.
2.1.6.3 Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut (Price, 2005:965), penatalaksanaan keperawatan pada pasien
dengan gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
1) Pengaturan Diet Protein
Pembatasan tidak hanya mengurangi kadar BUN dan mungkin juga hasil
metabolism protein toksik yang belum diketahui, tetapi juga mengurani
asupan kalium, fosfat, dan produksi ion hydrogen yang berasal dari protein.
Mempertahankan keseimbangan protein pada diet protein 20g mungkin
dilakukan, menyediakan protein dalam nilai biologik yang tertinggi dan
kalori yang memadai.
2) Pengaturan Diet Kalium
Jumlah yang diperbolehkan dalam diet adalah 40 hingga 80 mEq/hari.
Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-
obatan atau makanan yang tinggi kandungan kalium.
3) Pengaturan Diet Natrium Dan Air
Jumlah natrium yang biasanya diperbolehkan adalah 40 hingga 90
mEq/hari. Tapi asupan natrium yang optimal harus ditentukan secara
individual pada setiap pasien untuk mempertahankan hidrasi yang baik.
2.3.3 Indikasi
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat
indikasi:
1) Hiperkalemia
2) Asidosis
3) Kegagalan terapi konservatif
4) Kadar ureum / kreatinin tinggi dalam darah
5) Kelebihan cairan
6) Mual dan muntah hebat
2.3.4 Prinsip Hemodialisa
1. Akses Vaskuler
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien.Kronik
biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara.Akut
memiliki akses temporer seperti vascoth.
2. Membran semi permeable
Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan
kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.
3. Difusi
Dalam dialisat yang konvensional, prinsip mayor yang menyebabkan
pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi.Berpindah dari area yang
konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah.Gradien konsentrasi tercipta
antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut yang
diinginkan.Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.
4. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan
mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.
5. Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi
artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe
dari tekanan dapat terjadi pada membrane:
1) Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan
dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser
dan resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan
positip “mendorong” cairan menyeberangi membrane.
2) Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane
oleh pompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan negative “menarik”
cairan keluar darah.
3) Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang
berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut.
Larutan dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari
larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan
membrane permeable terhadap air.
2.3.5 Peralatan
1. Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen
darah dan dialisat.Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe
membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen darah.Semua factor ini
menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk
membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens).
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh
pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan
sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke
dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk
meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis
AV pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan
normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa
darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem
sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan
cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma
ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan
untuk menetes, dibantu dengan pompa darah.Infus heparin dapat diletakkan baik
sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit.Darah mengalir
ke dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan
dan zat sisa.Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam
yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara.
Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis
diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa
kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali
memang diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa”
atau selang postdialiser.Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri
dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan
membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien.Selang dan dialiser dibuang
kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli
peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang
tindakan dialysis karena pemajanan terhadap darah.Masker pelindung wajah dan
sarung tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.
2.3.9 Komplikasi
1. Ketidakseimbangan cairan
1) Hipervolemia
2) Ultrafiltrasi
3) Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
4) Hipovolemia
5) Hipotensi
6) Hipertensi
7) Sindrom disequilibrium dialysis
2. Ketidakseimbangan Elektrolit
1) Natrium serum
2) Kalium
3) Bikarbonat
4) Kalsium
5) Fosfor
6) Magnesium
3. Infeksi
4. Perdarahan dan Heparinisasi
5. Troubleshooting
1) Masalah-masalah peralatan
2) Aliran dialisat
3) Konsentrat Dialisat
4) Suhu
5) Aliran Darah
6) Kebocoran Darah
7) Emboli Udara
6. Akses ke sirkulasi
1) Fistula Arteriovenosa
2) Ototandur
3) Tandur Sintetik
4) Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. C
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : PNS (Pegawai Tata Usaha)
Pendidikan : SLTA
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jl. Menteng XII
Diagnosa Medis : gagal ginjal kronik stadium V on HD
3.1.2 RIWAYAT KESEHATAN/PERAWATAN HD
1. KeluhanUtama/Alasan HD:
- Klien mengatakan “ Saya batuk berdahak sejak 2 hari “
- Alasan HD sudah menjadi jadwal 2x seminggu yaitu pada hari selasa
dan jumat
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan bahwa perutnya membesar dan terasa berisi cairan.
frekuensi berkemihnya menurun dibandingkan sebelumnya, dari yang
awalnya 5-6 kali sehari menjadi 2-3 kali sehari dengan urine yang
sedikit 30cc/kali dan keruh. Minum 750cc/hari, terdapat luka koreng
pada kaki kanan yang tidak kunjung sembuh walaupun sudah dirawat
selama satu bulan. Pasien mengatakan badannya lemas sehingga
membuatnya sulit beraktivitas.
GENOGRAM KELUARGA
a) Suhu/T : 36,6
b) Nadi/ HR : 96 x/menit
c) Pernapasan /RR : 25 x/menit
d) Tekanan Darah / BP :150 /90 mmHg
e) BB pre HD : 57,8 kg
f) UF Goal : 3,30 l
g) UF Rate : 0,66 l/jam
h) Time : 4 jam
7. Intra Hd
1. Suhu/T : 36
2. Nadi/ HR : 96 x/menit
3. Pernapasan/RR : 20 x/menit
4. Tekanan Darah / BP : 162/98 mmHg
5. Keluhan selama HD : -
6. Nutrisi :
a. Jenis makanan : Nasi, ikan, sayur, dn mie
Jumlah :1 porsi
b. Jenis minuman : air mineral
Jumlah : 200 ml
8. Post Hd
1. KeadaanUmum :
Kesadaran compos menthis, klien tampak batuk berdahak, tampak di
fistula di vena brakialis dekstra dan di vena radialis dextra, klien
terpasang balutan kasa bekas tindakan hemodialisis.
2. Tanda-Tanda Vital :
a. Suhu/T : 36ºC √ Axila Rektal Oral
b. Nadi/HR : 88 x/Menit
c. Pernafasan : 20 x/Menit
d. Tekanan Darah : 164/99mmHg
e. BB Post HD : 55 Kg
3. Perencanaan Pulang ( Discharge Planning ) :
1. Obat-Obatan Yang Disarankan/DibawaPulang/Obat Rutin :
Obat batuk codipront kapsul 2x1, amlodipine 10 mg 1x1.
2. Makanan/minuman yang dianjurkan ( Jumlah) :
Klien dianjurkan minum ± 600 ml/ hari dan klien dianjurkan makan-
makanan yang banyak mengandung protein dan kalsium misalnya nasi,
telur, ayam, ikan dan lain-lain sesuai anjuran.
3. Rencana HD/Kontrol Selanjutnya
Rencana HD selanjutnya adalah hari jumat yaitu pada tangga -6
Agustus 2020.
4. Catatan lain :
Anjuran kepada klien untuk meembatasi cairan sesuai kebutuhan dan
selalu hemodialisa sesuai dengan jadwal yang telah dianjurkan.
5. Data penunjang :
Pemereiksaan laboratorium pada tanggal 02 Agustus 2020
Tabel 3.1 Pemeriksaan laboratorium pada Ny. C
No Jenis pemeriksaan hasil
1 Hb 7,7 gr/dl
2 Ht Ht: 22 %
3 Leukosit 5700/μl 234x10^3/uL
4 Basophil 0%
5 Eosinophil 0%
6 Batang 0%
7 Segmen 67%
8 Limfosit 5%
9 Monosit 4%
10 Trombosit 286000/μl
11 LED 56 mm/jam
12 GDS 260 mg/dl
13 Ureum 242 mg/dl
14 Creatinine 15,97 mg/dl
Riki Sepdiantara
ANALISISA DATA
TTV:
TD : 172/88 mmHg
N : 82x/menit
RR : 20x/menit
S : 36 0C
DS:
Kerusakan fungsi ginjal Kelebihan Volume
Klien mengatakan “ kaki Cairan
kiri dan kanan saya agak Tidak mampu mempertahankan
sedikit bengkak “ metabolisme dan keseimbangan
cairan serta elektrolit
DO:
Aliran darah ginjal menurun
Ekstermitas bawah
odem, pitting odem Retensi natrium
derajat II kedalaman 2
Kelebihan volume cairan
mm, kembali 5 detik.
TTV
TD : 172/88 mmHg
N : 82x/menit
RR : 20x/menit
S : 36 0C
Program HD:
Time : 4 jam
UF Goal : 3,30 L
UF Rate : 0.66 L/h
QB (Blood Pump) :
200 ml/min
minum 600 ml/hari
Output (urine) ± 50
ml/hari
Balance cairan : + 550
ml
PRIORITAS MASALAH
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret d.d batuk berdahak
2. Ketidakseimbangan cairan b.d penurunan volume urine d.d ekstermitas
bawah klien odem dengan pitting odem derajat IV dan balance cairan + 550
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gagal ginjal kronis (Chronic Kidney Desease) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal). Dialisis merupakan suatu proses yang
digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh. Suatu
proses pembuatan zat terlarut dan cairan dari darah melewati membrane semi
permeable. Ini berdasarkan pada prinsip difusi; osmosis dan ultra filtrasi.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi (IPTek)
Memberikan masukan untuk perkembangan ilmu pengetahuan terutama di
bidang keperawatan agar dapat lebih berkembang sesuai dengan perkembangan
zaman dan masyarakatsehingga perawat pada abad mendatang akan menghadapi
suatu kesepakatan dan tantangan yang sangat luas.
4.2.2 Bagi Mahasiswa
Dapat lebih mengetahui dan memahami asuhan keperawatan dengan
diagnosa medis CKD (Cronic Kidney Desease) On HD.
4.2.3 Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan tentang asuhan keperawatan dengan diagnosa
medis CKD (Cronic Kidney Desease) On HD.