Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KEPERAWATAN DEWASA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


STROKE HEMORAGIK

OLEH :
Bernanda Andrilyus Pelafu 462007039
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
2010
LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK KEPERAWATAN DEWASA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


STROKE HEMORAGIK

1
Disetujui di Semarang,
11 Maret 2010

(ARIS SUDARSONO S.Kep., Ns)


Nurse educator

2
I. Latar Belakang

Masalah kesehatan adalah tanggung jawab kita


bersama, kesehatan merupakan salah satu bagian pokok
dan esensial dari kualitas hidup yang tercermin pada
pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Stroke merupakan
salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama di
Indonesia. Penderita stroke menunjukkan kenaikkan setiap
tahunnya. Kasus penyakit stroke di RSUD Kabupaten
Kudus tahun 2000 ada 232 kasus, tahun 2001 ada 320
kasus dan tahun 2002 ada 405 kasus (Indah 2004).
Beberapa hal diatas membuat penulis tertarik untuk
mempelajari mengenai stroke hemoragik. Sehingga dalam
kesempatan ini penulis akan lebih dulu membuat tinjauan
teori mengenai stroke hemoragik yang akan menjadi
landasan teori bagi klien dalam menerapkan asuhan
keperawatan pada klien dengan stroke hemoragik. Asuhan
keperawatan tersebut pun diharapkan dapat dilaksanakan
secara holistic dan komprehensif.

3
4
II. Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan pendahuluan ini


adalah sebagai acuan teoritis bagi penulis dalam memberi
asuhan keperawatan yang holistic dan komprehensif
terhadap klien dengan stroke hemoragik (SH), disamping
itu pembuatan laporan pendahuluan ini diharapkan dapat
menjadi pengetahuan tambahan bagi mahasiswa dalam
proses studinya menjadi calon-calon perawat yang bukan
hanya trampil dalam segi skill tapi juga kognitif dan
attitude.

5
III. Tinjauan Pustaka

A. Definisi
Stroke bukan merupakan penyakit tunggal tetapi
merupakan kumpulan tanda dan gejala dari beberapa
penyakit diantaranya ; hipertensi, penyakit jantung,
peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus, dan
penyakit vaskuler perifer (Markus 2001). Stroke adalah
serangan otak yang timbul secara mendadak dimana
terjadi gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh
sebagai akibat dari gangguan aliran darah oleh karena
sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu di
otak sehingga menyebabkan sel-sel otak kekurangan
darah, oksigen atau zat - zat makanan dan akhirnya
dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu
relatif singkat. (Yayasan Stroke Indonesia 2009).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa Stroke Hemoragik (SH) adalah
penurunan neurologis otak yang terjadi secara

6
mendadak yang disebabkan gangguan aliran darah ke
otak akibat pecahnya pembuluh darah otak.

B. Etiologi
Menurut Sylvia dan Lorraine (2006), SH terjadi akibat :
1. Perdarahan intraserebrum hipertensif.
2. Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma
secular (berry), rupture malformasi arteriovena
(MAV), trauma.
3. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4. Perdarahan akibat tumor otak
5. Infark hemoragik
6. Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan
obat antikoagulan.

C. Patofisiologi

7
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari
pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari
pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus
menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa
anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan
bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik,
sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma
kecil-kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan
tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan
pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi
perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong
struktur otak dan merembas kesekitarnya bahkan dapat
masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh
karena ruptur arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di
daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan
yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah
ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat
mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar
perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh

8
hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang
semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah
otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan
mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka
bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu
rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan
nekrotik akan diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler
baru sehingga terbentuk jalinan desekitar rongga tadi.
Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia
yang mengalami proliferasi (Sylvia & Lorraine 2006).
Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan
pecahnya aneurisma. Kebanyakan aneurisma mengenai
sirkulus wilisi.
Hipertensi atau gangguan perdarahan
mempermudah kemungkinan terjadinya ruptur, dan
sering terdapat lebih dari satu aneurisma. Gangguan
neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan.
Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri
yang menembus otak seperti cabang lentikulostriata
dari arteri serebri media yang memperdarahi sebagian

9
dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat
cepat dan konstan, berlangsung beberapa menit,
beberapa jam, bahkan beberapa hari. Gambaran klinis
yang sering terjadi antara lain; sakit kepala berat, leher
bagian belakang kaku, muntah, penurunan kesadaran,
dan kejang. 90% menunjukkan adanya darah dalam
cairan serebrospinal (bila perdarahan
besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua
pasien ini 70-75% akan meninggal dalam waktu 1-30
hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan
sampai ke system ventrikel, herniasi lobus temporalis,
dan penekanan mesensefalon, atau mungkin
disebabkan karena perembasan darah ke pusat-pusat
yang vital (Hieckey, 1997; Smletzer & Bare, 2005).
Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di
bagian hemisfer serebri masih dapat ditoleransi tanpa
memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata.
Sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak
sebanyak 5 ml saja sudah dapat mengakibatkan

10
kematian. Bila perdarahan serebri akibat aneurisma yang
pecah biasanya pasien masih muda, dan 20 %
mempunyai lebih dari satu aneurisma (Black & Hawk,
2005).

11
D. Pohon masalah
Hipertensi/ terjadi perdarahan

aneurisma

Rupture arteri serebri

Ekstravasasi darah di otak

Vasospasme arteri

Menyebar ke hemisfer otak

Perdarahan serebri

TIK Nyeri

Hipertensi/ terjadi perdarahan

Tekanan /perfusi serebral

Iskemia

anoksia Aktifitas elektrolit terhenti

Metabolisme anaerob Pompa Na+ dan Ka+ gagal

Metabolit asam
Na+ dan H2O masuk ke sel

12
Acidosis lokal Edema intrasel

Pompa Na+ gagal Edema Ekstrasel


Kematian progresif sel otak
(defisit fungsi otak)

Lesi Korteks Lesi di Kapsul Lesi batang otak Lesi di Med. Spinalis

Kerusakan Nerves I-XII Lesi upper & lower


Gangguan bicara/penglihatan,
motor neuron

Nekrosis jaringan dan edema


Gangguan eliminasi urin
Kesulitan mengunyah & menelan,
refleks batuk
Defisit perawatan diri
Gangguan persepsi sensori

Gangguan komunikasi verbal Resiko gangguan nutrisi Gangguan mobilisasi

Resiko ketidakefektifan jalan nafas

Tirah baring lama

Resiko gangguan integritas kulit

13
E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:
1. Pengaruh terhadap status mental:
a. Tidak sadar : 30% - 40%
b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan
menimbulkan:
a. Hemiplegia kontralateral yang disertai
hemianesthesia (30%-80%)
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)

14
c. Apraksia bila mengenai hemisfer non
dominant(30%)
3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
a. hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral
terutama tungkai (30%-80%)
b. inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung
hemisfer mana yang terkena.
4. Daerah arteri serebri posterior
a. Nyeri spontan pada kepala
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di
batang otak
b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia
c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata,
kesulitan menelan, emosi labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala
dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan

15
a. Hemiparese sebelah kiri tubuh
b. Penilaian buruk
c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral
sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang
berlawanan
2. Stroke hemisfer kiri
a. Mengalami hemiparese kanan
b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d. Disfagia global
e. Afasia
f. Mudah frustasi

F. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan
adalah :
1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah
lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa gas
darah, gula darah dsb.

16
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya
perdarahan atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark,
hematom dan bergesernya struktur otak
4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran
yang jelas mengenai pembuluh darah yang terganggu.
5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal
dan biasanya ada trombosis, emboli serabral dan TIA,
sedangkan tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menujukan adanya hemoragi
suaraknoid intrakranial. Kadar protein meningkat pada
kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses
imflamasi.
6. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang
otak dan mungkin adanya daerah lesi yang spesifik.
7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas;
klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis
serebral.

17
8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit
arteriovena (masalah system arteri karotis), aliran darah
/ muncul plak (arteriosklerotik).

G. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan penderita dengan SH adalah sebagai
berikut:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi
miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi
bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang
adekuat, bila perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan.
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu
lakukan kateterisasi

18
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau
koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau
cairan hipotonik.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction
berlebih yang dapat meningkatkan TIK.
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi
menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada
gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian
obat neuroprotektor, antikoagulan, trombolisis
intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi (Sylvia dan
Lorraine 2006).

19
H. Proses keperawatan
1. Pengkajian data keperawatan
a. Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan
terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
c. Riwayat penyakit sekarang: Serangan stroke
hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
(Siti Rochani, 2000).

20
d. Riwayat penyakit dahulu: Adanya riwayat hipertensi,
diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna
D. Ignativicius, 1995).
e. Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat
keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000).
f. Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit
yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.
g. Pola-pola fungsi kesehatan: a) Pola persepsi dan tata
laksana hidup sehat. Biasanya ada riwayat perokok,
penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi
oral. b) Pola nutrisi dan metabolisme , adanya

21
keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. c) Pola eliminasi:
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus. d) Pola aktivitas dan latihan, adanya
kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah
lelah, e) Pola tidur dan istirahat biasanya klien
mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot, f) Pola hubungan dan peran:
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara. g) Pola persepsi dan konsep diri:
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, tidak kooperatif. h) Pola sensori dan
kognitif: Pada pola sensori klien mengalami
gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan,
perabaan/ sentuhan menurun pada muka dan
ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya

22
terjadi penurunan memori dan proses berpikir. i)
Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan
gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi,
antagonis histamin. j) Pola penanggulangan stress:
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi. k) Pola tata
nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang
melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: mengelami penurunan
kesadaran, Suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak
bisa bicara/afasia: tanda-tanda vital: TD
meningkat, nadi bervariasi.
2) Pemeriksaan integument:

23
a) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien CVA
Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger,
cyanosis.
c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
3) Pemeriksaan kepala dan leher:
a) Kepala: bentuk normocephalik
b) Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong
ke salah satu sisi.
c) Leher: kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara,
1998).
4) Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang
didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak

24
teratur akibat penurunan refleks batuk dan
menelan.
5) Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan
peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang
terdapat incontinensia atau retensio urine.
7) Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan
kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan neurologi:
a) Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya
terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII
central.
b) Pemeriksaan motorik:Hampir selalu terjadi
kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
c) Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi
hemihipestesi.

25
d) Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek
fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahuli dengan refleks
patologis.(Jusuf Misbach, 1999).

26
2. Analisa Data
No DATA PROBLEM ETIOLOGI DIAGNOSA
KEPERAWATA
1. Subyektif (S) : Gangguan rasa Peningkatan TIK Gangguan rasa
1. Klien mengatakan nyeri nyaman; nyeri nyaman; nyeri
kepala dengan pengkajian berhubungan den
P,Q,R,S,T. peningkatan TIK
Obyektif (O) :
1. Klien tampak mengerutkan
muka dan memegang
kepala.
2. Tangan tampak
menggenggam erat.

27
2. Subyektif (S) : Gangguan Perdarahan Gangguan perfusi
1. perfusi jaringan intracerebral jaringan otak yan
otak berhubungan den
Obyektif (O) : perdarahan
1. Penurunan kesadaran intracerebral
2. Kelemahan/kelumpuhan.
3. Hasil tes diagnostik
3. Subyektif (S) : Gangguan Hemiparese/hemiplagia Gangguan mobili
1. Klien mengatakab tidak mobilitas fisik fisik berhubungan
mampu dengan
bergerak/menggerakan hemiparese/hemi
ekstermitas.

28
Obyektif (O) :
1. Hanya terbaring di tempat
tidur.
2. Aktivitas dibantu
4. Subyektif (S) : Gangguan Penurunan sensori, Gangguan perseps
1. Klien mengatakan kabur persepsi sensori. penurunan penglihatan sensori berhubun
melihat tulisan/kata-kata dengan penuruna
Obyektif (O) :. sensori, penuruna
1. Visus mata menurun. penglihatan
2. Kurang konsentrasi
5. Subyektif (S): Gangguan penurunan sirkulasi angguan komuni
1. komunikasi darah otak verbal berhubung
Obyektif (O): verbal dengan penuruna

29
1. Bicara pelo/afasia sirkulasi darah ota
2. Verbalisasi tidak sesuai
3. Bicara gagap
Subyektif (S): Resiko Kelemahan otot Resiko gangguan
1. Perubahan sensasi rasa gangguan mengunyah dan nutrisi berhubung
6. Obyektif (O): nutrisi menelan dengan kelemaha
1. Kesulitan/ tidak mamapu otot mengunyah
menelan dan mengunyah menelan

7. Subyektif (S): Kurangnya hemiparese/hemiplegi Kurangnya


1. Klien mengatakan belum pemenuhan pemenuhan peraw
melakukan personal hiegine perawatan diri diri yang berhubu
Obyektif (O): dengan

30
1. Bau badan hemiparese/hemi
2. Badan kotor, pakaian tidak
rapih
3. Tidak mampu melakukan
ADL
8. Subyektif (S): Resiko Tirah baring lama Resiko gangguan
1. Klien mengatakan sulit gangguan integritas kulit ya
menggerakan anggota integritas kulit berhubungan tira
tubuhnya baring lama
Obyektif (O):
1. Klien hanya berada di
tempat tidur.
2. Tidak mampu mobilisasi

31
9. Suyektif (S): Resiko Penurunan refleks Resiko
1. Klien mengatakan sulit ketidakefektifan batuk dan menelan ketidakefektifan
menelan bersihan jalan bersihan jalan naf
Obyektif (O): nafas yang berhubunga
1. Batuk inefektif dengan penuruna
2. Tirah baring lama refleks batuk dan
menelan
10. Subyektif (S): Gangguan Lesi pada upper motor Gangguan elimin
1. eliminasi uri neuron uri (inkontinensia
Obyektif (O): (inkontinensia yang berhubunga
1. urin) dengan lesi pada u
motor neuron

32
3. Intervensi Keperawatan
N DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
O KEPERAWATAN
DAN TUJUAN
1. Gangguan perfusi 1. Berikan penjelasan 1. Keluarga lebih berpartisipasi
jaringan otak yang kepada keluarga klien dalam proses penyembuhan.
berhubungan tentang sebab-sebab
dengan perdarahan peningkatan TIK dan 2. Untuk mencegah perdarahan
intracerebral. akibatnya. ulang.
Tujuan: setelah 2. Anjurkan kepada klien
melakukan untuk bed rest total 3. Mengetahui setiap perubahan
tindakan 3. Observasi dan catat yang terjadi pada klien secara dini

33
keperawatan selama tanda-tanda vital dan dan untuk penetapan tindakan
3X24 jam perfusi kelain tekanan yang tepat.
jaringan otak intrakranial tiap dua jam 4. Mengurangi tekanan arteri
tercapai maksimal 4. Berikan posisi kepala dengan meningkatkan drainage
ditandai dengan: lebih tinggi 15-30 vena dan memperbaiki sirkulasi
1. Klien tidak dengan letak jantung serebral
gelisah (beri bantal tipis) 5. Batuk dan mengejan dapat
2. Tidak ada 5. Anjurkan klien untuk meningkatkan tekanan intra
keluhan nyeri menghindari batuk dan kranial dan potensial terjadi
kepala, mual, mengejan berlebihan perdarahan ulang.
kejang. 6. Ciptakan lingkungan 6. Rangsangan aktivitas yang
3. GCS 456 yang tenang dan batasi meningkat dapat meningkatkan
4. Pupil isokor, pengunjung kenaikan TIK.

34
reflek cahaya (+) 7. Kolaborasi dengan tim 7. Memperbaiki sel yang masih
5. Tanda-tanda dokter dalam pemberian viable dan mengobati perdarahan
vital normal terapi cairan intravena yang ada di otak.
dan obat-obatan sesuai
program dokter.
2. Diagnosa 1. Kaji tingkat nyeri 1. Untuk mengetahui berapa berat
Keperawatan : yang dialami pasien. nyeri yang dialami pasien.
Gangguan rasa 2. Berikan posisi yang 2. Untuk mendukung mengurangi
nyaman Nyeri nyaman, usahakan rasa nyeri.
berhubungan situasi ruangan yang
dengan nyeri tenang.
berhubungan 3. Alihkan perhatian 3. Dengan melakukan aktivitas lain
dengan peningkatan pasien dari rasa nyeri. pasien dapat melupakan

35
TIK . 4. Kolaborasi berikan perhatiannya terhadap nyeri yang
Tujuan: Rasa obat-obat analgetik dialami.
nyaman pasien dan penurun TIK. 4. Analgetik mengurangi nyeri
terpenuhi. pasien,penurunan TIK membuat
Kriteria hasil : nyeri berkurang.
Nyeri berkurang
atau hilang.
3. Diagnosa 1. Ubah posisi klien tiap 2 1. Menurunkan resiko terjadinnya
Keperawatan : jam iskemia jaringan akibat sirkulasi
Gangguan mobilitas 2. Ajarkan klien untuk darah yang jelek pada daerah yang
fisik berhubungan melakukan latihan gerak tertekan.
dengan aktif pada ekstrimitas 2. Gerakan aktif memberikan massa,
hemiparese/hemipla yang tidak sakit. tonus dan kekuatan otot serta

36
gia. 3. Lakukan gerak pasif memperbaiki fungsi jantung dan
Tujuan: setelah pada ekstrimitas yang pernapasan.
melakukan tindakan sakit 3. Otot volunter akan kehilangan
keperawatan Klien 4. Kolaborasi dengan ahli tonus dan kekuatannya bila tidak
mampu fisioterapi untuk latihan dilatih untuk digerakkan.
melaksanakan fisik klien. 4. Membantu mobilisai klien.
aktivitas fisik sesuai
dengan
kemampuannya
dengan kriteria hasil:
1. Tidak terjadi
kontraktur sendi.
2. Bertabahnya

37
kekuatan otot.
3. Klien
menunjukkan
tindakan untuk
meningkatkan
mobilitas.
4. Diagnosa 1. Tentukan kondisi 1. Untuk mengetahui tipe dan lokasi
Keperawatan: patologis klien yang mengalami gangguan,
Gangguan persepsi sebagai penetapan rencana
sensori 2. Kaji gangguan tindakan
baerhubungan penglihatan terhadap 2. Untuk mempelajari kendala yang
dengan penurunan perubahan persepsi. berhubungan dengan disorientasi
sensori penurunan 3. Latih klien untuk klien

38
penglihatan. melihat suatu obyek 3. Agar klien tidak kebingungan dan
Tujuan: setelah dengan telaten dan lebih konsentrasi.
melakukan seksama.
tindakan 4. Observasi respon 4. Untuk mengetahui keadaan
keperawatan selama perilaku klien, seperti emosi klien.
2X24 jam terjadi menangis, bahagia,
peningkatan bermusuhan, halusinasi
persepsi sensorik setiap saat. 5. Untuk memfokuskan perhatian
secara optimal 5. Berbicaralah dengan klien, sehingga setiap masalah
dengan kriteria klien secara tenang dan dapat dimengerti.
hasil: gunakan kalimat-
1. Adanya kalimat pendek.
perubahan

39
kemampuan yang
nyata.
2. Tidak terjadi
disorientasi
waktu, tempat,
orang.

5. Diagnosa 1. Berikan metode 1. Memenuhi kebutuhan


Keperawaratan: alternatif komunikasi, komunikasi sesuai dengan
Gangguan misal dengan bahasa kemampuan klien.
komunikasi isarat. 2. Mencegah rasa putus asa dan
verbal 2.Antisipasi setiap ketergantungan pada orang lain.
berhubungan kebutuhan klien saat 3. Mengurangi kecemasan dan

40
dengan berkomunikasi. kebingungan pada saat
penurunan 3. Bicaralah dengan klien komunikasi.
sirkulasi darah secara pelan dan
otak. gunakan pertanyaan 4. Mengurangi isolasi sosial dan
Tujuan: Setelah yang jawabannya “ya” meningkatkan komunikasi yang
melakukan atau “tidak”. efektif.
tindakan 4.Anjurkan kepada 5. Memberi semangat pada klien
keperawatan keluarga untuk tetap agar lebih sering melakukan
selam 3X24 jam, berkomunikasi dengan komunikasi.
Proses klien. 6. Melatih klien belajar bicara secara
komunikasi klien 5. Hargai kemampuan mandiri dengan baik dan benar.
dapat berfungsi klien dalam
secara optimal berkomunikasi.

41
dengan kriteria 6. Kolaborasi dengan
hasil: fisioterapis untuk
1. Terciptanya latihan wicara.
suatu
komunikasi
dimana
kebutuhan
klien dapat
dipenuhi.
2. Klien mampu
merespon
setiap
berkomunikas

42
i secara verbal
maupun isarat.
6. Diagnosa 1. kemampuan dan 1. Membantu dalam
Keperawatan: tingkat kekurangan mengantisipasi/merencanakan
Kurangnya dalam melakukan pemenuhan kebutuhan secara
perawatan diri perawatan diri. individual.
berhubungan 2.Beri motivasi kepada
dengan klien untuk tetap 2. Meningkatkan harga diri dan
hemiparese/hem melakukan aktivitas semangat untuk berusaha terus-
iplegi. dan beri bantuan menerus.
Tujuan: setelah dengan sikap
melakukan sungguh. 3. Melatih kemandirian klien untuk
tindakan 3. Hindari melakukan memepertahankan harga diri dan

43
keperawatan sesuatu untuk klien meningkatkan pemulihan.
selama 1X24 jam yang dapat
Kebutuhan dilakukan klien
perawatan diri sendiri, tetapi 4. Meningkatkan perasaan makna
klien terpenuhi berikan bantuan diri dan kemandirian serta
dengan kriteria sesuai kebutuhan. mendorong klien untuk berusaha
hasil: 4.Berikan umpan balik secara kontinyu.
1. Klien dapat yang positif untuk
melakukan setiap usaha yang 5. Memberikan bantuan yang
aktivitas dilakukan atau mantap untuk mengembangkan
perawatan diri keberhasihan. rencana terapi dan
sesuai dengan 5. Kolaborasi dengan mengidentifikasi kebutuhan.
kemampuan ahli

44
klien. fisioterapi/okupasi.

7. Diagnosa 1. Tentukan kemampuan 1. Untuk menetapkan jenis


Keperawatan: klien dalam makanan yang akan diberikan
Resiko gangguan mengunyah, menelan pada klien.
nutrisi kurang dan reflek batuk. 2. Klien lebih mudah untuk
dari kebutuhan 2.Letakkan posisi kepala menelan karena gaya gravitasi.
tubuh lebih tinggi pada waktu,
berhubungan seama dan sesudah 3. Menjaga intake nutrisi tetap
dengan makan. adekuat.
kelemahan otot 3. Pasang NGT dan
mengunyah dan berikan makanan lewat
menelan. NGT jika klien tidak 4. Membantu dalam melatih

45
Tujuan: setelah mampu mengunyah kembali sensori dan
melakukan dan menelan. meningkatkan kontrol muskuler.
tindakan 4.Berikan makan dengan 5. Menguatkan otot fasial dan dan
keperawatan berlahan pada otot menelan dan merunkan
selama 3X24 jam lingkungan yang resiko terjadinya tersedak.
tidak terjadi tenang.
gangguan 5. Anjurkan klien
nutrisi, dengan menggunakan sedotan
kriteria hasil: meminum cairan.
1. Berat badan
dapat
dipertahankan
/ditingkatkan.

46
2. Hb dan
albumin dalam
batas normal.
8. Diagnosa 1. Berikan penjelasan 1. Klien dan keluarga mau
Keperawatan: kepada klien dan berpartisipasi dalam mencegah
Resiko terjadinya keluarga tentang sebab terjadinya ketidakefektifan
ketidakefektifan dan akibat bersihan jalan nafas.
bersihan jalan ketidakefektifan jalan
nafas nafas. 2. Perubahan posisi dapat
berhubungan 2.Rubah posisi tiap 2 jam melepaskan sekret darim saluran
dengan sekali pernafasan.
menurunnya 3. Air yang cukup dapat
refleks batuk dan 3. Berikan intake yang mengencerkan secret.

47
menelan, adekuat (2000 cc per
imobilisasi. hari) 4.Untuk mengetahui ada tidaknya
Tujuan: Setelah 4.Observasi pola dan ketidakefektifan jalan nafas
melakukan frekuensi nafas 5. Untuk mengetahui adanya
tindakan kelainan suara nafas.
keperawatan 5. Auskultasi suara nafas 6. Agar dapat melepaskan sekret dan
selama 3X24 jam 6. Lakukan fisioterapi mengembangkan paru-paru
Jalan nafas tetap nafas sesuai dengan
efektif ditandai keadaan umum klien.
dengan:
1. Klien tidak
sesak nafas.
2. Tidak terdapat

48
ronchi,
wheezing
ataupun suara
nafas
tambahan.
3. Tidak retraksi
otot bantu
pernafasan.
4. Pernafasan
teratur, RR
16-20 x per
menit.
9. Diagnosa 1. Anjurkan untuk 1. Meningkatkan aliran darah

49
Keperawatan: melakukan latihan kesemua daerah
Resiko gangguan ROM (range of
integritas kulit motion) dan mobilisasi
berhubungan jika mungkin. 2. Menghindari tekanan dan
dengan tirah 2.Rubah posisi tiap 2 jam meningkatkan aliran darah
baring lama. 3. Gunakan bantal air atau 3. Menghindari tekanan yang
Tujuan: setelah pengganjal yang lunak berlebih pada daerah yang
melakukan di bawah daerah-daerah menonjol.
tindakan yang menonjol
keperawaran 4.Lakukan massage pada 4. Menghindari kerusakan-
selama 3X24 daerah yang menonjol kerusakan kapiler-kapiler.
Klien mampu yang baru mengalami
mempertahanka tekanan pada waktu

50
n keutuhan kulit berubah posisi 5. Hangat dan pelunakan adalah
dengan kriteria 5. Observasi terhadap tanda kerusakan jaringan
hasil: eritema dan kepucatan
1. Klien mau dan palpasi area sekitar
berpartisipasi terhadap kehangatan
terhadap dan pelunakan jaringan 6. Mempertahankan keutuhan kulit.
pencegahan tiap merubah posisi.
luka. 6. Jaga kebersihan kulit
2. Klien dan seminimal
mengetahui mungkin hindari
penyebab dan trauma, panas terhadap
cara kulit.
pencegahan

51
luka.
3. Tidak ada
tanda-tanda
kemerahan
atau luka.

10 Diagnosa 1. Identifikasi pola 1. Berkemih yang sering dapat


. Keperawatan: berkemih dan mengurangi dorongan dari
Gangguan kembangkan jadwal distensi kandung kemih yang
eliminasi urin berkemih sering berlebih
(incontinensia 2.Ajarkan untuk 2. Pembatasan cairan pada malam
uri) membatasi masukan hari dapat membantu mencegah
berhubungan cairan selama malam enuresis.

52
dengan hari. 3. Untuk melatih dan membantu
kehilangan 3. Ajarkan teknik untuk pengosongan kandung kemih.
tonus kandung mencetuskan refleks 4. Kapasitas kandung kemih
kemih, berkemih (rangsangan mungkin tidak cukup untuk
kehilangan kutaneus dengan menampung volume urine
kontrol sfingter, penepukan suprapubik, sehingga memerlukanuntuk lebih
hilangnya isarat manuver regangan sering berkemih.
berkemih. anal).
Tujuan: setelah 4.Bila masih terjadi
melakukan inkontinensia, kurangi 5. Hidrasi optimal diperlukan untuk
tingdakan waktu antara berkemih mencegah infeksi saluran
keperawatan pada jadwal yang telah perkemihan dan batu ginjal.
selama 3X24 jam direncanakan.

53
Klien mampu 5. Berikan penjelasan
mengontrol tentang pentingnya
eliminasi urinya hidrasi optimal
dengan kriteria (sedikitnya 2000 cc
hasil: per hari bila tidak ada
1. Klien akan kontraindikasi).
melaporkan
penurunan
atau hilangnya
inkontinensia.
2.Tidak ada
distensi
bladder.

54
55
Referensi

Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical


Nursing; clinical management for positive outcomes. 7th
Edition. St. Louis : Elsevier. Inc

Carpenito, L. J. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.


Edisi X. Jakarta: EGC

D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing


Process Approach, An HBJ International Edition, W.B.
Saunders Company, Philadelphia

Doenges, Marilynn E. dkk. (2000). Penerapan Proses


Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC; Jakarta

Price, S. A & Wilson, L. Patifisiologi: Konsep klinis proses-


proses penyakit; alih bahasa, Brahm U. Pendit..[et. al].
Edisi 6. Jakarta: ECG.

Rasyid,M. 2001. Unit Stroke; manajemen stroke


komprehensif. Jakarta: Balai penerbit FKUI

Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan


Perhimpunan Perawat Bedah Saraf Indonesia, Surabaya.

56
Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.

Smeltzer, S. C et.al (2005), Brunner&Suddarth’s: Textbook


of Medical Surgical Nursing.9th. Philadelphia: Lippincott

Soepardjo. 2009. Sekilas Tentang Stroke. Yayasan stroke


Indonesia. Edisi November 2009.

Sudoyo, A. W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.


Jilid III. Edisi IV. FK-UI. Jakarta. Pusat penerbitan
departemen ilmu penyakit dalam FK-UI.

Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan


Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium
III, Bangkalan.

Utami, I. M. 2004. Gambaran Faktor - Faktor Risiko Yang


Terdapat Pada Penderita Stroke Di Rsud Kabupaten Kudus
Tahun 2002. (http: //skripsi fkm.undip.ac.id/index.php)

57

Anda mungkin juga menyukai