Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL

BEDAH PADA KLIEN DENGAN INTRA CEREBRAL


HEMORARGIC (ICH) DI RUANG MELATI
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Ners (PPN)


Stase Keperawatan Medikal Bedah

oleh
Siti Muawanah, S. Kep
NIM 112311101008

PROGRAM PENDIDIKAN NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN
DENGAN INTRA CEREBRAL HEMORARGIC (ICH) DI RUANG
MELATI RSD dr. SOEBANDI JEMBER
Oleh : Siti Muawanah, S. Kep.
1. Kasus
Intra Cerebral Hemorargic (ICH)
2. Proses terjadinya masalah
A. Anatomi dan Fisiologi Otak
1.
Bagian-bagian otak
Otak merupakan organ yang paling mengagumkan dari seluruh organ.
Otak merupakan organ utama dalam mengendalikan seluruh aktivitas tubuh yaitu
seperti angan-angan, keinginan dan nafsu, perencanaan dan ingatan. Otak manusia
berisi hampir 98% jaringan saraf tubuh atau sekitar 10 miliar neuron yang menjadi
kompleks secara kesatuan fungsional. Berat otak manusia kira-kira 2% dari berat
badan orang dewasa. Berat otak pada laki-laki lebih besar 10% dibandingkan
dengan perempuan, tidak ada korelasi antara besar otak dengan intelegensi
seseorang. Otak menerima 15% curah jantung, memerlukan sekitar 20%
pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori setiap harinya (Muttaqin,
2008).

Gambar 1. Bagian-bagian Otak manusia


1) Meningen otak
Jaringan otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tulang tengkorak dan
tulang belakang, serta tiga lapisan jaringan penyambung atau meningen
(Muttaqin, 2008). Lapisan meningen terdiri dari piameter, lapisan
arakhnoid, dan durameter (Sloane, 2003). Masing-masing lapisan

merupakan suatu lapisan terpisah dan kontinyu. Antara lapisan piameter


dan arachnoid terdapat penghubung yang disebut travekula, pada
durameter disebut pakhimening, dan pada piameter dan arachnoid disebut
leptomening.

Gambar 2. Bagian Pelindung Otak


Sumber: Muttaqin (2008)
a) Durameter
Lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan.
Lapisan ini biasanya terus bersambungan, tapi terputus pada beberapa
sisi spesifik. Lapisan durameter terdiri dari sebagai berikut (Sloane,
2003).
(1) Lapisan periosteal luar. Lapisan ini melekat di permukaan dalam
kraniu dan berperan sebagai periostium dalam pada tulang
tengkorak.
(2) Lapisan meningeal dalam. Lapisan ini tertanam sampai ked lam
fisura otak dan terlipat kembali ke arahnya untuk membentuk
bagian-bagian seperti falks serebrum, falks serebulum, tentorium
serebulum, dan sela diafragma.
(3) Ruang subdural, memisahkan durameter dan arachnoid pada region
kranial dan medulla spinalis.

(4) Ruang epidural adalah ruangan potensial antara periosteal luar dan
lapisan meningeal dalam pada durameter di regia medulla spinalis.
b) Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membaran yang terletak diantara piameter
dan durameter yang mengandung sedikit pembuluh darah. Membran ini
dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale,
dan dari piameter oleh cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal
fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid space) merupakan suatu
rongga/ruangan yang dibatasi oleh arachnoid di bagian luar dan
piameter pada bagian dalam. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol
kedalam

sinus

venosus

membentuk

villi

arachnoidales.

Villi

arachnoidales ini berfungsi sebagai tempat penyerapan cerebrospinal


fluid ke dalam aliran darah.
c) Piameter
Lapisan piameter adalah lapisan yang terdalam dan tipis, serta melekat
erat pada otak. Piameter ini merupakan lapisan dengan banyak pembuluh
darah untuk memberi nutrisi pada jaringan saraf.
2) Cairan serebrospinal
Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang disebut
pleksus koroideus, menyekresi cairan serebrospinal (cerebrospinal
fluidCSF) yang jernih dan tidak berwarna, yang merupakan bantal cairan
pelindung di sekitar SSP. CSF terdiri atas air, elektrolit, gas oksigen dan
karbondioksida yang terlarut, glukosa, beberapa leukosit (terutama
limfosit), dan sedikit protein. Cairan ini berbeda dari cairan ekstraseluler
lainnya karena cairan ini mengandung kadar natrium dan klorida yang lebih
tinggi, sedangkan kadar glukosa dan kaliumnya lebih rendah.

Gambar 3. Aliran Cairan Cerebrospinal


Sumber: Muttaqin (2008)
3) Ventrikel
Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak yang saling
berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel epitel yang
membatasi semua rongga otak dan medula spinalis serta mengandung
CSF). Pada setiap hemisfer serebri terdapat satu ventrikel lateral. Ventrikel
ketiga terdapat dalam diensefalon. Ventrikel keempat dalam pons dan
medula oblongata. Ventrikel lateral mempunyai hubungan dengan ventrikel
ketiga melalui sepasang foramen-interventrikularis (foramen monro).
Ventrikel ketiga dan keempat dihubungkan melalui suatu saluran sempit di
dalam otak tengah yang disebut akueduktus sylvius. Pada ventrikel
keempat terdapat tiga lubang sepasang foramen luschka di lateral dan satu
foramen magendie di medial, yang berlanjut hingga ke ruang subaraknoid
otak dan medula spinalis.
4) Serebrum (otak besar)

Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Serebrum memiliki
dua belahan (hemisfer) besar yaitu substansia grasia terdapat pada bagian
luar dinding serebrum dan substansia alba menutupi dinding serebrum
bagian dalam (Smeltzer & Bare, 2001). Fisura longitudinal membagi
serebrum menjadi dua yaitu hemisfer kanan dan kiri. Kedua hemisfer
tersebut memiki peranan masing-masing dalam sistem tubuh. Hemisfer
kanan mengendalikan sistem tubuh bagian kiri dan hemisfer kiri
mengendalikan sistem tubuh bagian kanan.

Gambar 4. Hemisfer otak kanan dan kiri


Keempat lobus serebrum adalah sebagai berikut (Muttaqin, 2008).
a) Lobus frontal merupakan bagian dari korteks serebrum bagian depan
yaitu dari sulkus sentralis (suatu fisura atau alur) dan di dasar sulkus
lateralis. Bagian ini memiliki area motorik dan paramotorik. Area
broca terletak di lobus ini dan mengontrol ekspresi bicara. Area
asosiasi menerima informasi dari seluruh otak dan menggabungkan
informasi-informasi tersebut menjadi pikiran, rencana, dan perilaku.
Lobus ini bertanggung jawab untuk perilaku bertujuan, penentuan
keputusan moral, dan pemikiran yang kompleks. Lobus ini
memodifikasi dorongan-dorongan emosional yang dihasilkan oleh
sistem limbik dan refleks vegetatif dari batang otak.
b) Lobus parietal berada di tengah, daerah korteks yang terletak di
belakang sulkus sentralis di atas fisura lateralis, dan meluas ke
belakang ke fisura prieto-oksipitalis. Lobus ini merupakan area

sensorik primer otak untuk sensasi raba dan pendengaran. Lobus ini
menyampaikan infromasi sesnsorik ke banyak daerah lain di otak,
termasuk area sosiasi motorik dan visual di sebelahnya.
c) Lobus oksipital, ada di bagian paling belakang, terletak di sebelah
posterior dari lobus parietal dan di atas fisura parieto-oksipitalis, yang
memisahkan serebelum. Lobus ini adalah pusat asosiasi visual utama.
Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan
manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap
oleh retina mata.
d) Lobus temporal berada di bagian bawah, mencakup bagian korteks
serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura lateralis dan ke sebelah
posterior dari fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini adalah area asosisasi
primer untuk informasi auditorik dan mencakup area Wernicke tempat
interpretasi bahasa. Lobus ini juga terlibat dalam interpretasi bau dan
penyimpanan memori.

Gambar 5. Bagian dan fungsi lobus pada serebrum


5) Serebelum (otak kecil)
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater

yang

menyerupai

atap

tenda

yaitu

tentorium,

yang

memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah


sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot,
serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan sikap tubuh (Muttaqin, 2008).

Gambar 6. Bagian otak serebelum


6) Batang otak
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata,
pons dan mesensefalon (otak tengah) (Muttaqin, 2008).

Gambar 7. Bagian-bagian Batang Otak


Sumber: Muttaqin (2008)
a) Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk
jantung,

vasokonstriktor,

pernafasan,

pengeluaran air liur dan muntah.

bersin,

batuk,

menelan,

b) Pons merupakan serabut yang menghubungkan kedua hemisfer


serebelum serta menghubungkan mesensefalon di sebelah atas dengan
medula oblongata di bawah (Gambar 6). Pons merupakan mata rantai
penghubung yang penting pada jaras kortikoserebelaris yang
menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Bagian bawah pons
berperan dalam pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial V
(trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat di sini.
c) Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus

serabut

saraf

asenden

dan

desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.


7) Diensefalon
Diensefalon dibagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus
dan hipotalamus (Muttaqin, 2008).
a) Talamus terdiri atas dua struktur ovoid yang besar (Gambar 7),
masing-masing

mempunyai

kompleks

nukleus

yang

saling

berhubungan dengan korteks serebri ipsilateral, serebelum, dan dengan


berbagai kompleks nuklear subkortikal seperti yang ada dalam
hipotalamus, formasio retikularis batang otak, ganglia basalis, dan
mungkin juga subtansia nigra. Semua jaras sensorik utama (kecuali
sistem olfaktorius) membentuk sinaps dengan nukleus talamus dalam
perjalanannya menuju korteks serebri. Bukti-bukti menunjukkan
bahwa talamus bertindak sebagai pusat sensasi primitif yang tidak
kritis, yaitu individu dapat samar-samar merasakan nyeri, tekanan,
raba, getar, dan suhu yang ekstrem.

Gambar 8. Hubungan anatomis diensefalon dengan batang otak. (a) Dari sisi
lateral; (b) Dari sisi posterior. (Sumber: Simon dan Schuster,
Fundamental of Anantomy dan Physiology, edisi ke-4, New Jerdey:
Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:14)
b) Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi
pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai
dengan gerakan kaki atau tangan yang kuat pada satu sisi tubuh.
c) Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar
seseorang.
d) Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem
susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan
emosi yaitu pengendalian secara tidak sadar dari kontraksi otot-otot
skeletal, pengendalian fungsi otonom, koordinasi aktivitas system
persarafan dan endokrin, sekresi hormone, menghasilkan dorongan
emosi dan perilaku, koordinasi antara fungsi otonom dan volunter, dan
mengatur suhu tubuh.

Gambar 8. Kiris hipotalamus dilihat ssecara melintang. Kanan: tabel komponen


dan fungsi hipotalamus. (Sumber: Simon dan Schuster,
Fundamental of Anantomy dan Physiology, edisi ke-4, New Jerdey:
Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:15)
2. Sistem Limbik
Bagian yang termasuk dari sistem limbik adalah nukleus dan terusan batas
traktus antara serebri serta diensefalon yang mengelilingi korpus kalosum.
Sistem ini merupakan suatu pengelompokan fungsional bukan anatomis serta
mencakup komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Struktur
kortikal utama adalah girus singuili (kingulata), girus hipokampus, dan
hipokampus. Bagian subkortikal mencakup amigdala, traktus olfaktorius, dan
septum (Muttaqin, 2008).

Gambar 9. (a) Diagram sistem limbik dengan gambaran melintang; (b)


Rekonstruksi dari gambaran tiga dimensi sistem limbik. Fungsi
utamanya berhubungan dengan bangkitan emosi. (Sumber: Simon
dan Schuster, Fundamental of Anantomy dan Physiology, edisi ke-4,
New Jerdey: Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:16)
Secara fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal di bawah ini.
1) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada tingkah
laku individu.
2) Suatu respons sadar terhadap lingkungan.
3) Memberdayakan fungsi intelektual korteks serebri ssecara tidak sadar dan
mengfungsikan secara otomatis batang otak untuk merespons keadaan.
4) Memfasilitasi penyimpanan memori dan menggali kembali simpanan
memori yang diperlukan.
5) Merespons suatu pengalaman dan ekspresi alam perasaan, terutama reaksi
takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku seksual.
3. Medula spinalis
Medula spinalis merupakan bagian dari sistem susunan saraf pusat.
Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki
sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramina
intervertebrales. Terdapat 8 pasag saraf servikal (dan hanya 7 vertebra servikalis),
12 pasang saraf torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf sakralis, dan 1
pasang saraf koksigeal. Saraf spinal dilindungi oleh tulang vertebra, ligament,
meningen spinal, dan CSF.
Struktur internal medulla spinalis terdapat substansi abu abu dan substansi
putih. Substansi Abu-abu membentuk seperti kupu-kupu dikelilingi bagian

luarnya oleh substansi putih. Terbagi menjadi bagian kiri dan kanan oleh anterior
median fissure dan median septum yang disebut dengan posterior median septum.
Keluar dari medula spinalis merupakan akar ventral dan dorsal dari saraf spinal.
Substansi abu-abu mengandung badan sel, dendrit, neuron efferen, akson tak
bermyelin, saraf sensoris dan motoris, dan akson terminal dari neuron. Substansi
abu-abu membentuk seperti huruf H dan terdiri dari tiga bagian yaitu: anterior,
posterior dan comissura abu-abu. Bagian posterior sebagai input/afferent, anterior
sebagai output/efferent, comissura abu-abu untuk refleks silang dan substansi
putih merupakan kumpulan serat saraf bermyelin.

4.

Gambar 10. Struktur medula spinalis


Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi terdiri dari 12 saraf kranial dan 31 saraf spinal.
a. Saraf kranial
Saraf kranial langsung berasal dari otak dan keluar meninggalkan
tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina
(tunggal, foramen). Terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan
dengan nama atau dengan angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah
olfaktorius (I), optikus (II), okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus
(V),

abducens

(VI),

fasialis

(VII),

vestibulokoklearis

(VIII),

glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), dan hipoglosus (XII).

Gambar 11. Gambaran 12 saraf kranial

Tabel 1. Ringkasan fungsi saraf kranial


SARAF KRANIAL KOMPONEN
FUNGSI
I Olfaktorius
Sensorik
Penciuman
II Optikus

Sensorik

Penglihatan

III Okulomotorius

Motorik

IV Troklearis

Motorik

V Trigeminus

Motorik

Mengangkat kelopak mata atas,


konstriksi pupil, sebagian besar
gerakan ekstraokular
Gerakan mata ke bawah dan ke
dalam
Otot temporalis dan maseter
(menutup rahang dan

Sensorik

VI Abdusens

Motorik

VII Fasialis

Motorik

Sensorik
VIII Cabang
Vestibularis
vestibulokoklearis

Sensorik

Cabang koklearis
IX Glossofaringeus

Sensorik
Motorik
Sensorik

X Vagus

Motorik
Sensorik

b.

XI Asesorius

Motorik

XII Hipoglosus

Motorik

mengunyah) gerakan rahang ke


lateral
- Kulit wajah, 2/3 depan kulit
kepala, mukosa mata,
mukosa hidung dan rongga
mulut, lidah dan gigi
- Refleks kornea atau refleks
mengedip, komponen
sensorik dibawa oleh saraf
kranial V, respons motorik
melalui saraf kranial VI
Deviasi mata ke lateral
Otot-otot ekspresi wajah
termasuk otot dahi, sekeliling
mata serta mulut, lakrimasi dan
salivasi
Pengecapan 2/3 depan lidah
(rasa, manis, asam, dan asin)
Keseimbangan

Pendengaran
Faring: menelan, refleks
muntah
Parotis: salivasi
Faring, lidah posterior,
termasuk rasa pahit
Faring: menelan, refleks
muntah, fonasi; visera abdomen
Faring, laring: refleks muntah,
visera leher, thoraks dan
abdomen
Otot sternokleidomastoideus
dan bagian atas dari otot
trapezius: pergerakan kepala
dan bahu
Pergerakan lidah

Sumber: Muttaqin, 2008:17


Saraf spinal
Saraf-saraf spinal pada manusia dewasa berukuran panjang sekitar 45 cm
dan lebar 14 mm. medulla spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf
dan masing-masing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari

kanalis vertebralis melalui foramina intervertebralis. Pada saraf spinal


terdapat 8 pasang saraf servikal (dan hanya 7 vertebra servikalis), 12
pasang saraf torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf sakralis, dan
1 pasang saraf koksigeal (Muttaqin, 2008).

Gambar 12. Bagian-bagian saraf spinal


Sumber: Muttaqin (2008)
5.

Sirkulasi darah ke otak (Muttaqin, 2008)


Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi

oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh
dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam rongga
kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem
anastomosis, yaitu sirkulus willisi.

Gambar 13. Sirkulasi Darah Otak


Aliran darah vena otak tidak sellau parallel dengan suplai darah arteri.
Pembuluh darah vena meninggalkan otak melalui sinus durameter yang besar dan
kembali ke sirkulasi umum melalui vena jugularis interna. Arteri medulla spinalis

dan sistem vena paralel satu sama lain dan mempunyai hubungan percabangan
yang luas untuk mencukupi suplai darah ke jaringan.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak
dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri
anteriordan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada strukturstruktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna,
korpus

kolosum

dan

bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan

parietalis serebri,termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri


media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalisdan frontalis korteks
serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklaviasisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri
basilaris, terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan disini bercabang menjadi
dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem
vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak
tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya
memperdarahi sebagian diensefalon,sebagian lobus oksipitalis dan temporalis,
aparatus koklearis dan organ-organ vestibular.
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula
(yang tidak mempunyai nama) ke vena serta didrainase ke sinus duramatris. Dari
sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.
B. Pengertian/Definisi
Intracerebral hemorargic adalah salah satu perdarahan otak bagian dari stroke
hemorargi akibat pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi yang mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk
masa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan
TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi
otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan oleh hipertensi sering dijumpai di
daerah putamen, thalamus, pons, dan serebelum (Muttaqin, 2008).

Intrasecerebral hemoragi adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri.


Hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala
terbuka. Intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemorgik
akibat melebarnya pembuluh nadi (Corwin, 2009).

Gambar 14. Intracerbral Hemarargi


C. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2001) intraserebral hemorargi merupakan
perdarahan di substansi dalam otak yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu sebagai berikut.
1) Hipertensi
2) Aterosklerosis serebral
3) Malformasi arteri-vena
4) Hemangioblastoma
5) Trauma
6) Akibat dari penyakit tertentu seperti tumor otak
7) Pemakaian medikasi (antikoagulan oral, amfetamin, dan berbagai obat
aditif).
D. Manifestasi Klinik
Menurut Batticaca (2008), gejala yang dapat muncul pada intraserebral
hemorargi (parenchymatous hemorrhage) adalah sebagai berikut.
1) Tidak jelas, kecuali nyeri kepala berat karena hipertensi
2) Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan emosi atau marah
3) Mual atau muntah pada permulaan serangan
4) Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan
5) Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65% terjadi kurang
dari setengah jam sampai 2 jam; < 2% terjadi setelah 2 jam- 9 hari)
E. Patofisiologi (Muttaqin, 2008)
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah.

Perdarahan intraserebral akan lebih sering

meyebabkan kematian karena perdarahan yang luas mengakibatkan destruksi


massa otak, peningkatan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan

herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat
disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak
sekunder atau ekstensi perdarahan k ebatang otak. Perembesan darah ke ventrikel
otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nucleus kaudatus, thalamus,
dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat menjadi anoksia serebral.
Perubahan yang disebabkan anoksia serebral dapat reversible untuk waktu 4-6
menit. Perubahan irreversible jika anoksia lebih dari 10 menit.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat perdarahan yang relative banyak akan
mengakibatkan peningkatan tekanan intra kranial dan penurunan perfusi otak serta
gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena
darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan
prognosis. Jika volem darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93%
pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan jika
perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75%, namun volume darah 5cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal.
F. Pemeriksaan khusus dan penunjang
Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada pasien stroke hemoragi
menurut Muttaqin (2008) adalah sebagai berikut.
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.

Gambar 15. Hasil Angiografi pada Pasien dengan Stroke Hemorargi


Sumber: Muttaqin (2008)
2) CT Scan

Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi henatoma, adanya


jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.

Gambar 16. The dynamic evolution of a CT Perfusion Spot Sign. A 86-year old
female patient presenting within 105 min of symptom onset. Individual
frames extracted from a dynamic CT perfusion study are presented.
(A,B) No contrast enhancement is seen within the first 9 s. (C,D) At 18
s early contrast is seen within a CT Spot Sign, peaking at 36 s (E).
Dissipation of contrast material is seen on delayed image at 36 s (F).
3) Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan
adanya proses inflamasi.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/luas terjadinya perdarahan otak.

Gambar 17. Hasil MRI pada Pasien dengan Stroke Hemorargi


Sumber: Muttaqin (2008)
5) USG Doppler.
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
6) EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
7) EKG
Pemeriksaan EKG dapat membantu menentukan apakah terdapat disritmia,
yang dapat menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya yang dapat
ditemukan adalah inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan serta
perpanjangan QT.
G. Diagnosis Banding pada ICH
Intraserebral hemorargik adalah salah satu bentuk dari stroke gemorargic.
Stroke pada manusia terbagi menjadi dua yaitu stroke nonhemoragi dan stroke
hemoragi. Berikut adalah diagnosis banding dan perbedaan dari kedua jenis stroke
tersebut (Baticaca, 2008).

Gambar 18. Perbedaan antara Stroke hemorargik dengan Stroke Non Hemorargik
Sumber: Baticaca (2008)
Untuk dapat menegakkan diagnosa stroke apakah termasuk stroke
perdarahan ataupun non perdarahan, terdapat algoritma atau cara dimana
memudahkan untuk menegakkan diagnosa awal sebelum dilakukan pemeriksaan
penunjang lainnya yaitu dengan algoritma gajah mada dan sirijaj skor.

Gambar 19. Algoritma Gajah Mada


Interpretasi:

Apabila terdapat pasien stroke akut dengan atau tanpa penurunan


kesadaran, nyeri kepala dan terdapat reflek babainski atau dua dari ketiganya
maka merupakan stroke hemoragik. Jika ditemukan penurunan kesadaran atau
nyeri kepala ini juga merupakan stroke non hemoragik. Sedangkan bila hanya
didapatkan reflek babinski positif atau tidak didapatkan penurunan kesadaran,
nyeri kepala dan reflek babinski maka merupakan stroke non hemoragik.

Gambar 20. Sirijaj Score


Siriraj Stroke Score = (2,5 X Derajat Kesadaran) + (2 X muntah) + (2 X
sakit kepala) + (0,1 X tekanan darah diastol) (3 X ateroma) 12. Apabila skor

yang didapatkan <1 maka diagnosisnya stroke non perdarahan dan apabila
didapatkan skor 1 maka diagnosisnya stroke perdarahan.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan stroke hemoragi
adalah sebagai berikut (Muttaqin, 2008).
1) Penatalaksanaan umum 5 B dengan penurunan kesadaran
a) Breathing (pernapasan)
(1) Usahakan jalan napas lancar
(2) Lakukan penghisapan lendir jika sesak
(3) Posisi kepala harus baik, jangan sampai saluran napas tertekuk
(4) Oksigenisasi terutama pada pasien tidak sadar
b) Blood (tekanan darah)
(1) Usahakan otak mendapat cukup darah
(2) Jangan terlalu cepat menurunkan tekanan darah pada masa akut
c) Brain (fungsi otak)
(1) Atasi kejang yang timbul
(2) Kurangi edema otak dan tekanan intra cranial yang tinggi
d) Bladder (kandung kemih)
(1) Pasang katheter bila terjadi retensi urine
e) Bowel (Pencernaan)
(1) Defekasi lancar
(2) Bila tidak bisa makan per-oral pasang NGT/Sonde
2) Menempatkan klien pada posisi yan tepat, harus dilakukan secepat
mungkin. Posisi klien harus diubah tiap 2 jam dan dilakukan latihanlatihan gerak pasif.
3) Pengobatan konservatif
a) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri
b) Dapat diberikan histamine, aminophilin, asetazolamid, papverin
intraarterial
c) Pemberian antitrombosit

karena

trombosit

berperan

dalam

pembentukan thrombus dan embolisasi.


d) Antikoagulan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya thrombosis
atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
4) Tindakan pembedahan, tujuannya memperbaiki aliran darah sereberi.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
a) Endosterektomi karotis untuk membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis pada leher
b) Revaskularisasi
c) Evaluasi bekuan darah pada stroke akut
d) Ligase arteri karotis komunis di leher khusunya pada aneurisma.

I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul pada pasien dengan stroke hemoragi adalah
sebagai berikut (Kowalak, 2011).
1)
Tekanan darah yang tidak stabil (akibat kehilangan kontrol vasomotor)
2)
Edema serebral
3)
Ketidakseimbangan cairan
4)
Kerusakan sensorik
5)
Infeksi seperti pneumonia
6)
Perubahan tingkat kesadaran
7)
Aspirasi
8)
Kontraktur
9)
Emboli paru
10) Kematian

J. Clinical Pathway

K. Asuhan Keperawatan
1) Anamnesis
Usia (kebanyakan terjadi pada usia tua) dan kebanyakan terjadi pada laki-laki.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat penyakit saat ini
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah,
bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada
tingkat kesadaran dalam hal perubahan didalam intrakranial. Keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
4) Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan.

Pengkajian

pemakaian

obat

antihipertensi,

antilipidemia,

penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan obat


kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
lanjut dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus
atau riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6) Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan

fokus pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhankeluhan dari klien.
a) Keadaan umum
Umumnya

mengalami

penurunan kesadaran. Suara bicara kadang

mengalami gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan
tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
b) B1 (breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi didapatkan bunyi napas tambahan seperti ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk
yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis pada pengkajian
inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil
premitus seimbang kiri dan kanan. Auskultasi tidak didapatka bunyi napas
tambahan.
c) B2 (blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan syok hipovolemik
yang terjadi pada klien stroke. TD biasanya terjadi peningkatan dan bisa
terdapat adanya hipertensi masif TD > 200 mmHg.
d) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi
otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3
merupakan pemerikasaan terfokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
e) B4 (bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontenensia urine sementara
kerena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol
motorik dan postural.
f) B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,


mual, dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan
dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan
masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
g) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunteer terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas
melintas, gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawananaro otak
7) Pemeriksaan sistem neurologis
a) Tingkat Kesadaran
(1) Kualitatif adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
- CM sadar akan diri dan punya orientasi penuh
- APATIS tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
- LATARGIE tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
- DELIRIUM penurunan kesadaran disertai pe abnormal
-

aktifitas psikomotor gaduh gelisah


SAMNOLEN keadaan pasien yang selalu mau tidur

dirangsang bangun lalu tidur kembali


- KOMA kesadaran yang hilang sama sekali
(2) Kuantitatif yaitu dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
- Respon membuka mata ( E = Eye )
a) Spontan (4)
b) Dengan perintah (3)
c) Dengan nyeri (2)
d) Tidak berespon (1)
- Respon Verbal ( V= Verbal )
a) Berorientasi (5)
b) Bicara membingungkan (4)
c) Kata-kata tidak tepat (3)
d) Suara tidak dapat dimengerti (2)
e) Tidak ada respons (1)
- Respon Motorik (M= Motorik )
a) Dengan perintah (6)
b) Melokalisasi nyeri (5)
c) Menarik area yang nyeri (4)
d) Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)

e) Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)


f) Tidak berespon (1)
8) Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I. Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer
diantara

mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial

(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian kebagian tubuh.
c) Saraf III, IV, dan VI. Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis sesisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
d) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah. Penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral dan
kelumpuhan sesisi otot-otot pterigoideus internus daneksternus.
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot
wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.
f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g) Saraf IX dan X. kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka
mulut.
h) Saraf XI. Tidak ada atrofi sternokleidomastoideus dan trapezius.
i) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat devisiasi pada satu sisi dan fasikulasi.
Indra pengecapan normal.
9) Sistem motorik
a) Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b) Kaji cara berjalan dan keseimbangan (Observasi cara berjalan, kemudahan
berjalan dan koordinasi gerakan tangan, tubuh kaki)
c) Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap; tidak ada gerakan pada sendi.

2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi


3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya
berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
d) Fesikulasi didapatkan pada otot-otot ektremitas.
e) Tonus otot didapatkan meningkat.
f) Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan nilai kekuatan otot
pada sisi yang sakit didapatkan nilai 0.
g) Keseimbangan dan koordinasi, mengalami gangguan kerena hemiparese
dan hemiplegia.
10)

Pemeriksaan refleks
a) Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya
dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan.
Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala 0 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
b) Reflek Fisiologis
(1) Reflek Tendon
(a) Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih
dari 300. Tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas
tibiae) dipukul dengan reflek hamer. Respon berupa kontraksi otot
guardrisep femoris yaitu ekstensi dari lutut.
(b) Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan
lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa
ditempat kan pada tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian
dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps,
sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif
maka akan tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
(c) Reflek trisep

Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan


dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekronon) respon yang normal adalah kontraksi otot trisep, sedikit
meningkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila
ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot otot bahu.
(d) Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan
reflek ini kaki yang di[eriksa diletakan/disilangkan diatas tungkai
bawah kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer,
respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
(e) Reflek Superfisial
- Reflek kulit perut
- Reflek kremeaster
- Reflek kornea
- Reflek bulbokavernosus
- Reflek plantar
c) Reflek Patologis
(1) Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospital.untuk melakukan tes ini, goreslah kuatkuat bagian lateral telapak kaki bagian lateraltelapak kaki dari tumit
ke arah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki.
Respon babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsofleksi dan
jari-jari lain menyebar, kalau normalnya adalah fleksi plantar pada
semua jari kaki.
(2) Cara chaddock
Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian lateral maleolus
hasil positif bila gerakan dorsoekstensi dari ibu jari dan gerakan
abduksi dari jarijari lainnya.
(3) Cara Gordon
Memencet (mencubit) otot betis
(4) Cara Oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah mengurut
kebawah (distal)
(5) Cara Gonda
Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya
sekonyong koyong.
d) Rangsangan Meningeal

Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)


dilakukan pemeriksaan :
(1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
(2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain
di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala
klien difleksikan kedada secara pasif.Brudzinsky I positif (+)
(3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi
panggul dan lutut.
(4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap
tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa
sakit tebila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.
(5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang Mischiadicus.

No.

Nama Reflek

Gambar

Penilaian

1.

Babinski

Positif

apabila

dorsofleksi jari
besar

dan

pengembangan jarijari
2.

Hoffman

yang

kecil.
Positif

lebih
apabila

dorsofleksi jari
besar

dan

pengembangan jarijari
3.

Tromner

yang

kecil.
Positif

lebih
apabila

dorsofleksi jari
besar

dan

pengembangan jarijari
4.

Wartenberg

yang

kecil.
Positif

lebih
apabila

dorsofleksi jari
besar

dan

pengembangan jarijari
5.

Chaddoks

yang

kecil.
Positif

lebih
apabila

dorsofleksi jari
besar

dan

pengembangan jarijari
kecil.

yang

lebih

6.

Oppenheim

Positif

apabila

dorsofleksi jari
besar

dan

pengembangan jarijari
7.

Gordon

yang

kecil.
Positif

lebih
apabila

dorsofleksi jari
besar

dan

pengembangan jarijari

yang

lebih

kecil.
8.

Schaeffer

Positif

apabila

dorsofleksi jari
besar

dan

pengembangan jarijari

yang

kecil.

Pemeriksaan penunjang
a) CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak.
b) MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
c) Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan

seperti

aneurisma atau malformasi vaskuler


d) Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu
tanda hipertensi kronis pada penderita stroke
e) Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal

lebih

f) Elektro encephalografi/EEG: mengidentifikasi masalah didasarkan pada


gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g) Pemeriksaan EKG: dapat membantu menentukan apakah terdapat
disritmia, yang dapat menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya yang
dapat ditemukan adalah inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan
serta perpanjangan QT.
h) Ultrasonografi Dopler: Mengidentifikasi penyakit arteriovena
i) Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor

masih

normal

(xantokhrom)

sewaktu

hari-hari

pertama.

Pemeriksaan darah termasuk hematocrit dan hemoglobin mengalami


peningkatan dan dapat menunjukkan oklusi yang lebih parah; masa
protrombin dan masa protrombin parsial, yang memberikan dasar
dimulainya terapi antikoagulasi; dan hitung sel darah putih, yang dapat
menandakan infeksi seperti endokarditis bacterial sub akut.
L. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan tahanan
pembuluh darah dan infark serebral
2) Pola nafas tidak efektif b.d medulla oblongata tertekan
3) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial (TIK)
4) Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan fungsi neuromuscular pada
ekstremitas
5) Gangguan komunikasi verbal b.d kerusakan pada hemisfer kiri
6) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori,
penurunan penglihatan
7) Ketidakseimbangan nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

ketidakmampuan menelan
8) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama

b.d

M. Rencana tindakan keperawatan


No.
Diagnosa
1 Ketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral
berhubungan dengan
Tahanan pembuluh
darah; infark (NANDA:
236)

Tujuan & Kriteria Hasil


NOC:
Tissue Perfusion: Cerebral (NOC: 543b)
Circulation Status (NOC: 138b)

Intervensi
NIC:
Neurologic Monitoring
a. Monitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan, dan

Neurological Status (NOC: 376b)

b.
Cardiac Pump Effectiveness (NOC: 115b)
c.
d.
e.
Setelah dilakukan asuhan
selamaketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral teratasi dengan
kriteria hasil:
a.

diharapkan (sistol: <140 mmHg;


diastole: <90 mmHg)
b.

Tidak ada
ortostatikhipertensi

c.

respirasi
f. Monitor status respirasi: level AGD, oksimetri nadi,
kedalaman, pola, laju, dan usaha napas
g. Monitor Intra Cranial Pressure (ICP) dan Cerebral

Tekanan systole
dan diastole dalam rentang yang

reaktifitasnya
Monitor level kesadaran
Monitor level orientasi
Monitor Glasgow Coma Scale
Monitor tanda vital: suhu, tekanan darah, nadi, dan

h.
i.
j.
k.
l.
m.

Perfusion Pressure (CPP)


Monitor refleks kornea
Monitor tonus otot pergerakan
Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus
Monitor status cairan
Pertahankan parameter hemodinamik
Tinggikan kepala 0-45o tergantung pada konsisi pasien
dan order medis

Komunikasi
jelas Menunjukkan konsentrasi dan

Intracranial Pressure (ICP) Monitoring

orientasi (GCS : E4V5M6)


a. Pupil seimbang dan reaktif
b. Bebas dari aktivitas kejang
c. Tidak mengalami nyeri kepala

n. Monitor intake dan output


o. Cek kaku kuduk klien
p. Posisikan klien dengan kepala dan leher pada posisi
normal, menghindari hip fleksi yang ekstrim
q. Sesuaikan kepala di tempat tidur untuk
mengoptimalkan pefusi serebral
r. Batasi perawatan untuk meminimalkan peningkatan

2.

Pola Nafas tidak efektif


b.d medula oblongata
tertekan
Batasan karakteristik:
a. Perubahan
kedalaman
pernafasan
b. Perubahan ekskursi
dada
c. Mengambil posisi
tiga titik
d. Bradipneu
e. Penurunan tekanan
ekspirasi
f. Penurunan ventilasi
semenit
g. Penurunan kapasitas
vital

NOC:
a. Respiratory status: Ventilation
b. Respiratory status: Airway patency
c. Vital sign Status
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ..pasien
menunjukkan keefektifan pola nafas,
dibuktikan dengan kriteria hasil:
a. Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dg mudah, tidakada
pursed lips)
b. Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan

ICP
NIC:
a.
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b.
Pasang mayo bila perlu
c.
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
d.
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
e.
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
f.
Berikan bronkodilator
g.
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
h.
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
i.
Monitor respirasi dan status O2
j.
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
k.
Pertahankan jalan nafas yang paten
l.
Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi

3.

h. Dispnea
i. Peningkatan diametr
anterior posterior
j. Pernafasan cuping
hidung
k. Ortopnea
l. Fase ekspirasi
memanjang
m. Pernafasan bibir
n. Takipnea
o. Penggunaan otot
aksesorius untuk
bernafas

dalam rentang normal, tidak ada


suara nafas abnormal)
c. Tanda Tanda vital dalam rentang
normal: TD= 100-140/60-90
mmHg; N=60-100x/menit; RR=
16-24x/menit

Nyeri akut berhubungan


tekanan intracranial

NOC:
Pain Control (NOC: 615b)
Pain Level (NOC: 392b)
Comfort Status (NOC: 158b)

(TIK) (NANDA: 440)

Setelah

dengan peningkatan

dilakukan
nyeri,

p.
q.

Pain Management
a. Lakukan
tinfakan

dengan

n.
o.

Monitor adanya kecemasan pasien terhadap


oksigenasi
Monitor vital sign
Informasikan pada pasien dan keluarga tentang
tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
Ajarkan bagaimana batuk efektif
Monitor pola nafas

NIC:

keperawatan selama . Pasien tidak


mengalami

m.

pengkajian

nyeri

secara

komprehensif

termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,


kualitas dan faktor presipitasi

kriteria b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

hasil:
a.

Mampu

mengontrol c. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan

nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu


menggunakan

tehnik d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri

nonfarmakologi untuk mengurangi


nyeri, mencari bantuan)
b.

berkurang

bahwa f. Kaji tipe dan sumber nyeri


dengan g. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dada,

menggunakan manajemen nyeri


c.

Mampu

seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan


e. Kurangi faktor presipitasi nyeri

Melaporkan
nyeri

menemukan dukungan

relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin

mengenali h. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ...

nyeri (skala, intensitas, frekuensi i. Tingkatkan istirahat


dan tanda nyeri)
d.

j. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab

Menyatakan

rasa

nyaman setelah nyeri berkurang


e.

Tanda

vital

dalam

rentang normal (Suhu : 36,5-3,5C;


TD: 100/70-140/90 mmHg; nadi:
60-100

x/menit;

RR:

16-24

x/menit)
f.

Tidak
gangguan tidur

mengalami

nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi


ketidaknyamanan dari prosedur

4.

Gangguan mobilitas fisik NOC:


Joint Movement : Active
berhubungan
dengan
Mobility Level
Kelemahan
Self care : ADLs
neutronsmiter (216)
Transfer performance
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama.gangguan
mobilitas fisik teratasi dengan kriteria
hasil:
a. Klien meningkat dalam aktivitas
fisik
b. Mengerti tujuan dari peningkatan
mobilitas
c. Memverbalisasikan perasaan
dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah
d. Memperagakan penggunaan alat
Bantu untuk mobilisasi (walker)

5.

Kerusakan komunikasi Setelah dilakukan tindakan


verbal b.d penurunan keperawatan selama 3 x 24 jam,

NIC:
Exercise therapy : ambulation
a. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat
respon pasien saat latihan
b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
ambulasi sesuai dengan kebutuhan
c. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan
dan cegah terhadap cedera
d. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang
teknik ambulasi
e. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
f. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai kemampuan
g. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs ps.
h. Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
i. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
a. Libatkan keluarga untuk membantu memahami /
memahamkan informasi dari / ke klien

sirkulasi ke otak

diharapkan klien mampu untuk


berkomunikasi lagi dengan kriteria
hasil:
a. dapat menjawab pertanyaan yang
diajukan perawat
b. dapat mengerti dan memahami
pesan-pesan melalui gambar
c. dapat mengekspresikan
perasaannya secara verbal maupun
nonverbal

b. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh


perhatian
c. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam
komunikasi dengan klien
d. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
e. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap
interaksi dengan klien
f. Programkan speech-language teraphy
g. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi
dengan klien

N. Discharge Planning (NIC: 150)


a.

Kaji kemampuan klien untuk

meninggalkan RS
b.

Kolaborasikan dengan
terapis, dokter, ahli gizi, atau petugas kesehatan lain tentang kebelanjutan
perawatan klien di rumah

c.

Identifikasi bahwa pelayanan


kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau petugas kesehatan di rumah
klien) mengetahui keadaan klien

d.

Identifikasi pendidikan
kesehatan apa yang dibutuhkan oleh klien yaitu hindari penyebab
peningkatan TIK, kontrol tekanan darah dengan diet hipertensi dan gaya
hidup sehat, hindari benturan pada kepala, dan mengenali tanda dan
gejala timbulnya perdarahan serebral.

e.

Komunikasikan dengan klien


tentang perencanaan pulang

f.

Dokumentasikan
perencanaan pulang

g.

Anjurkan klien untuk


melakukan pengontrolan kesehatan secara rutin

DAFTAR PUSTAKA

Baticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United
Sates of America: Elsevier.
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mangunkusuma, Vidyapati W,
1988, Penanganan Cidera Mata dan Aspek Sosial Kebutaan, Universitas
Indonesia, Jakarta
Kowalak, J. P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC.
Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Volume 1. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai