Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CVA


DI WIJAYA KUSUMA D RS Dr.SOEDONO MADIUN

Untuk memenuhi tugas


Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah 2

Oleh:
NAMA : Rama Juan Bagus Yusnanda Putra
NIM : P17230201015

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN BLITAR
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan ini telah di responsi dan disetujui pembimbing pada:

Hari :
Tanggal :
Judul : LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN CVA DI WIJAYA KUSUMA D RS Dr.SOEDONO MADIUN

Pembimbing Institusi Pembimbing Ruangan

....................................... .........................................
Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan pada Pasien CVA
BAB I
KONSEP DASAR CVA

1.1 Pengertian

CVA (Cerebro Vascular Accident) atau yang sering dikenal dengan stroke merupakan
sindrom yang terdiri dari tanda dan gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat lokal (global)
yang berkembang cepat dalam detik atau menit, gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam
dapat menyebabkan kematian.
Stroke merupakan kondisi gawat darurat yang perlu ditangani secepatnya, karena sel otak
dapat mati dalam hitungan beberapa menit. Tindakan penanganan yang cepat dan tepat dapat
meminimalkan tingkat kerusakan otak dan mencegah kemungkinan munculnya komplikasi.
(Yudiansa, Rohman (2020).
1.2 Etiologi
Faktor–faktor yang menyebabkan stroke :
1. Faktor yang tidak dapat dirubah (non-reversibel)
- Jenis kelamin : Pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding wanita.
- Usia : makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke.
2. Faktor yang dapat dirubah :
- Hipertensi
- Penyakit jantung
- Kolestrol tinggi
- Obesitas
- Diabetes melitus
- Polisetemia
- Stress emosional
3. Kebiasaan Hidup
Merokok, peminum alkohol, obat-obatan terlarang, aktivitas yang tidak sehat : kurang
olahraga, makan berkolestrol.
1.3 Klasifikasi
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu : stroke iskemik dan stroke hemoragik.
a. Stroke iskemik ( non hemoragic ) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke
iskemik.
Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Stroke trombotik : proses terbentuknya thromus yang membuat penggumpalan atau
terjadinya trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau leher).
2. Stroke embolik : tertutupnya pembuluh darah arteri oleh bekuan darah.
3. Hipoperfusion sistemik : berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena
adanya gangguan denyut jantung.
b. Stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke
hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.
Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu :
1. Hemoragik intraserebral : perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
2. Hemoragik subaraknoid : perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutup otak).
1.4 Patofisiologi
Hipertensi kronik yaitu menjadi penyebab utama pembuluh arteriona mengalami
perubahan patologi dimana dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinisis, nekrosis
fibrinoid serta timbulnyaa
aneurisme tipe bouchard. Arterional-arterional yang terdapat dari cabangcabang
lentikulostriate, cabang ini tembus ke arteriostalamus dan bercabang-cabang ke paramedian
arteria vertebra-basilar yang kemudian
mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. kenaikan tekanan darah yang
“abrupt” atau mengalami kenaikan dalam jumlah yang sangat mencolok hal tersebut dapat
mengedukasi pecahnya pembuluh darah terutama terjadi pada pagi harridan juga sore hari.
Jika pembuluh darah pecah, maka akan berlanjut samapai 6 jam dan apabila volumenya besar
dapat merusak struktur anatomi otak dan tentunya akan menimbulkan gejala klinik (Nurarif
& Kusuma, 2018).
Jika pembuluh darah yang timbul memiliki ukuran yang kecil, maka hanya dapat
merasuk dan menyala diantara selaput akson dan massa putih akan tampak rusak. Dalam
keadaan ini absobsi darah pun akan
diikuti oleh pulihnya fungsi neurologi. Sedangakan pendarahan yang luas akan terjadi
distruksi pada massa otak. tingginya penekanan intracranial dan yang lebih berat akan
menyebabkan herniasi otak pada falk selebri ataupun lewat foramen magnum. Kematian pun
dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemifer otak, dan perdarahan yang menuju
batang otak. Kemudian perembesan darah yang menuju ventrikel otak sering kali terjadi
sepertiga kasus perdarahan otak pada nekleus kaudatus, thalamus dan pons. Selain terjadinya
kerusakan pada parenkim otak, akibat dari volume perdarahan yang telah relative banyak
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranatal dan akan menyebabkan turunnya tekanan
perfusi otak serta dapat mengganggu drainase pada otak.
Clinical Pathway
Hipertensi, aneurisma serebral, penyakit
CV jantung perdarahan serebral,DM,
usila, rokok, alkohol, peningkatan kolestrol, obesitas

Trombus, Emboli, Perdarahan serebral

Penyempitan PD (oklusi PD menjadi kaku dan pecah Ateriosklerosis


vaskuler)
Aliran darah terhambat Kompresi Thrombus/emboli di
S. Hemoragik cerebral
jaringan otak
Eritrosit bergumpal, endotel
rusak Heriasi S. Non Hemoragik
Cairan plasma hilang
Proses metabolisme dalam
otak terganggu
Edema cerebral Peningkatan TIK

↓suplai darah dan O2 ke otak

Nyeri Akut Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif


Aretri cerebri media

Disfungsi N.XI (assesoris)

Pe ↓ fungsi motorik dan muskuluskeletal

Kelemahan pada ekstremitas

Gangguan Mobilitas Gangguan rasa nyaman


Fisik

Lingkungan yang baru

Gangguan Pola Tidur


1.5 Tanda dan Gejala
1. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan.
2. Tiba-tia hilang rasa peka.
3. Bicara cedal atau pelo.
4. Gangguan bicara dan bahasa.
5. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai.
6. Gangguan penglihatan.
7. Gangguan daya ingat.
8. Nyeri kepala hebat.
9. Vertigo.
10. Kesadaran menurun.
11. Proses kencing terganggu.
12. Gangguan fungsi otak.
1.6 Pemeriksaan Penunjang
.a. CT Scan (Computerized Tomograpy Scanner)
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark
b. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteru.
c. Pungngsi Lumbabal
1) Menunjukkan adanya tekanan normal
2) Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Menunjukkan daerah yang mengalami infark
e. EEG (Elektro enchepalo graph)
Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
f. Ultrasononografi Dopler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arterikaroti saluran darah/muncul
plak)
g. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan darah, kekentalan darah,
penggumpalan trombosit yang abnormal, dan mekanisme pembekuan darah.
1.7 Penatalaksanaan
1. Mengatasi kerusakan iskemia serebral : beri O2 sesuai program, glukosa dan aliran darah
yang adekuat.
2. Mengendalikan TD (mencegah TIK) : posisi kepala 15-30, hindari fleksi rotasi kepala,
diuretik osmotik (manitol), pemberian dexameason (anti inflamasi).
3. Terapi farmakologi :
a. Mempertahankan perfusi dan oksigenasi otak : tonral.
b. Mempertahankan metabolisme jaringan otak : nicolin, nootropil.
c. Mempertahankan daya tahan tubuh : neurobion.
d. Hemodinamik : menurunkan viskonsitas darah.
e. Pembedahan (craniotomi).
BAB II
KONSEP DASAR PROSES KEPERAWATAN PADA CVA

2.1 Pengkajian
a. Identitas klien
1) Identitas Klien meliputi :
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan
diagnosa medik.
2) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status hubungan.
b. Keluhan utama
Biasanya pasien menyatakan perasaan frustasi atau mengungkapkan
bahwa dia tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti
sebelumnya layaknya orang yang sehat, pasien merasa sangat bergantung
dengan orang yang lain (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
c. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Serangan stroke non hemoragik ini sering kali terjadi secara mendadak, biasanya
terjadi pada saat klien melakukan aktivitas. Biasanya juga pasien akan mengalami
nyeri kepala, mual, muntah, bahkan akan mengalami kejang dan tidak sadar,
disamping dengan kelumpuhan separo badan atau gangguan fungsi otak yang lainnya.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Terdapatnya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, penggunaan obat kougulan, aspirin, obat-obat adaktif,
kegemukan/obesitas.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya terdapat riwayat keluarga yang memiliki penyakit hipertensi ataupun
diabetes militus.
4. Riwayat kesehatan psikologi
Stroke merupakan sutu penyakit yang mahal, biasanya biaya pemeriksaannya,
pengobatannya serta perawatannya bisa mengacau keuangan keluarga sehingga biaya
dari faktor keluarga ini bias mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran anggota
keluarga.
d. Pola Pola Kesehatan
1. Pola nutrisi
Adanya kesulitan pada saat pasien menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah
pada fase akut.
2. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekatif biasanya akan terjadi
konstipasi karena akibat penurunan paristaltik usus.
3. Pola aktivitas
Adanya kesusahan dalam melakukan aktivitas karena pasien mengalami kelemahan,
kehilangan sensori dan paralisme, mudah lelah.
4. Pola istirahat
Biasanya pasien cenderung mengalami kesusahan untuk tidur karena kerusakan
otot/nyeri otot.
5. Pola hubungan dan peran
Terdapat perubahan hubungan dan peran karena pasien mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi akibat dari gangguan berbicara.
6. Pola presepsi dan konsep diri
Pasien merasa sudah tidak berguna lagi, tidak berdaya, tidak ada harapan lagi, mudah
marah, tidak kooperatif.
7. Pola sensori dan kognitif
Pada pola ini klien akan mengalami gangguan penglihatan/kekaburan dalam
pandangan, sentuhan menurun pada wajah sampai dengan ekstermitas yang terasa
sakit. Pada pola kognitif biasanya akan terjadi
penurunan memori dan proses pikir.
8. Pola produksi seksual
Biasanya pasien akan mengalami penurunan gairah seksual akibat
beberapa pengobatan, seperti obat anti kejang, anti hipertensi.
9. Pola penanggulangan stress
Pasien biasanya akan mengalami kesulitan untuk memecahakan suatu
masalah karena dia mengalami gangguan pola pikir dan kesulitan saat
berkomunikasi.
10. Pola tata nilai kepercayaan
Pasien biasanya akan jarang melakukan ibadah karena keeadanya yang
tidak stabil, kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu bagian tubuhnya.
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan cara sistematis, bias berupa inspeksi, palpasi,
perkusi maupun auskultasi. Pemeriksaan fisik ini dapat dilakukan secara head to toe
(Kepala sampai dengan kaki) dan dapat dilakukan secara riview os system (system
tubuh).
a. Keadaan umum
Yaitu seorang klien dapat mengalami suatu gangguan musculoskeletal dan
mendapatkan keadaan umum yang lemah. Timbanglah berat badan dari klien, cek
apakah terdapat gangguan penyakit karena malnutrisi ataupun obesitas.
b. Kesadaran
Pada pasien stroke biasanya akan mengalami tingkat kesadaran somnolen, sporr, sporos
coma, apatis, dengan GCS <2 terjadi pada awal terserannya stroke. Sedangkan
setelahpemulihan biasanya akan memmiliki tingkat kesadaran yang lateragi dan
compus metis dengan nilai GCS 13-15.
c. Tanda-tanda vital
1. Tekanan darah dengan pasien stroke hemoragik dia memiliki darah yang mempunyai
nilai yang tinggi dengan tekanan systole>140 dan diastole>80.
2. Nadi : biasanya nadi pun akan dalam batas normal.
3. Pernafasan pasien stroke hemoragik biasanya akan mengalami gangguan pada
kebersihan jalan nafas.
4. Suhu : tidak terdapat masalah suhu dengan pasien stroke hemoragik ini.
d. Pemeriksaan head to toe menurut Tarwoto (2013):
1. Pemeriksaan kepala dan muka
Biasanya kepala dan wajah akan berbentuk simetris ataupun tidak simetris, wajah
pucat. Pada pemeriksaan nervus V (trigeminal) : disitu pasien bias menyebutkan
lokasi usapan, pada pasien stroke yang koma ketika diusap kornea matanya
menggunakan kapas halus, maka klien akan menutup kelopak matanya. Sedangkan
pada nervus VII (facialis) maka alis mata simetris, pasien dapat mengangkat alis,
mengerutkan dahinya mengembungkan pipi, jika pada saat pasien menggembungkan
pipi muncul ketidak simetrisan kanan maupun kiri tergantung lokasi yang lemah dan
dimana letak posisi pasien kesulitan mengunyah.
2. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, sclera tidak ikterik, kelopak mata
tidak terdapat odema dan pada nervus II (optikus) : luas pandang biasanya 90 derajat
dan pada nervus III (okulomotirius) : reflek kedip biasanya dapat dinilai jika
pasienmau membuka matanya, nervus IV (troklearis) : pasien biasanya dapat
mengikuti arahan dari perawat. Nervus VI (abdusen) pasien biasanya dapat mengikuti
arahan arahan tangan perawat ke kiri maupun kekanan.
3. Hidung
Simetris kiri maupun kanan, tidak terdapat cuping hidung. Pada pemeriksaan nervus 1
(olfaktorius) : terkadang akan diberikan bau-bauan dari perawat namun ada juga yang
tidak diberikan, dalam keadaan ini biasanya ketajaman penciuman antara posisi kanan
dan kiri memiliki nilai yang berbeda. Nervus VIII (akustikus) : pada pasien yang tidak
lemah biasanya anggota gerak atasnya dapat melakukan gerak tangan-hidung.
4. Mulut dan gigi
Pada pasien apatis, spoor, spoors koma biasanya akan mengalami masalah bau mulut
dan mukosa bibir akan kering. Pemeriksaan nervus VII (fasialis) : lidah biasanya akan
mendorong pipi kekanan maupun ke kiri, bibir simetris, dan dapat membedakan rasa
asin maupun manis. Pada nervus IX
(glosofaringeal) : ovula yang terangkat biasanya tidak simetris dan akan mencong
kearah bagian tubuh yang lemah. Pada nervus XII (hipoglosus) : pasien biasanya
dapat menjulurkan lidah dan lidah dapat dipencongkan kekanan maupun kekiri.
5. Telinga
Daun telinga biasanya akan sejajar antara kanan dan kiri. Pemeriksaan nervus VIII
(askustikus) : pasien biasanya kurang dapat mendengar gerakan dari jari-jari perawat.
6. Leher
Biasanya bentuk leher, terdapat pembesaran kelenjar throid atau tidak, pemebesaran
vena jugularis. Dan biasanya keadan leher pun normal.
7. Dada thorak
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi bentuk dada, suara nafas, retraksi, suara
jantung, suara tambahan, ictus cordis, dan apasaja keluahan yang dirasakan.
8. Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan ini biasanya bentuk perut, terdapat nyeri tekan atau tidak, kembung,
bising usus, dan keluahan yang dirasakan.
9. Pemeriksaan genetalia
Biasanya pemeriksaan ini meliputi kebersihan dari genetalia, rambut pubis, terdapat
hemoroid ataupun tidak.
10. Ekstermitas
Meliputi pemeriksaan rentan gerak dalam batas normal ataupun tidak, edema, tremor,
terdapat nyeri tekan atau tidak, alat bantu jalan dan biasanya akan mengalami
penurunan otot(skala 1-5):
Kekuatan otot :
0 : Lumpuh
1 : Ada kontraksi
2 : Melawan gravitasi dengan sokongan
3 : Melawan gravitasi tapi tidak ada lawanan
4 : Melawan gravitasi dengan tahanan sedikit
5 : Melawan gravitasi dengan kekuatan penuh
11. Integument
Warna kulit biasanya sawo matang/putih/pucat, kulitg kering ataupun lembab,
terdapat lesi atau pun tidak, kulit bersih atau kotor, CRT <2 detik, turgor kulit.
e. Pemeriksaan nervus
Pemeriksaan syaraf kranial :
a. Nervus I (olfaktorosius) : pemeriksaan ini gunanakan untuk menguji saraf
penciuman yang biasanya menggunakan bahanbahan yang tidak mempunyai
rangsangan contohnya seperti kopi, teh, parfum dan tembakau.
b. Nervus II (Optikus) : dalam pemeriksaan ini ada enam cara yang dilakukan yaitu
penglihatan sentral, kartu snellen, reflek pupil, penglihatan prifer, fundus kopi dan tes
warna.
c. Nervus III (Okulomotorius) : yaitu pemeriksaan meliputi gerakan pupil dan juga
gerakan bola mata, mampu mengangkat bola mata keatas kebawah, kontriksi pupil.
d. Nervus IV (troklearis) : pemeriksaan mata meliputi gerakan keatas dan kebawah.
e. Nervus V (Trigeminus) : pemeriksaan meliputi tiga bagian sensori yang mengontrol
sensori wajah, kornea serta bagian motorik otot mengunyah.
f. Nervus VI (abdusen) : pemeriksaan ini meliputi syaraf gabungan tetapi syaraf ini
sebagian besar dari saraf motoric. Yang berfungsi untuk gerakan abduksi mata.
g. Nervus VIII (fasialis) : pemeriksaan ini meliputi pasien dalam keadaan diam dan
tas pemeriksaan kekuatan otot. Pada saat pasien diam maka akan diperhatikan
asimetris pada wajahnya.
h. Nervus IX (Glosofaringeus) : pemeriksaan ini meliputi sentuhan dengan lembut,
yang terletak pada bagian belakang faring pada setiap sisi spacula.
i. Nervus X (Vagus) : pemeriksaan ini meliputi inspeksi dengan menggunakan senter
dan perhatikan apakah terdapat gerakan uvala. Mempersarafi faring, laring serta langit
lunak.
j. Nervus XI ( aksesorius) pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
dengan cara minta pasien agar mengangkat bahunya dan kemudian rabalah masa
kekuatan ototnya dengan menekan kebawah dan kemudian menyuruh pasien memutar
kepala dengan lawan arah, digunakan untuk mengontol kepala dan bahu.
k. Nervus XII (hipoglosus) pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan inspeksi dalam
keadaan diam yang terletak didasar mulut, tentukanlah apakah ada atrofi dan
fasikular.Untuk menontrol lidah.

2.2 Diagnosis Keperawatan


1. Nyeri Akut (D.0077)
2. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
3. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017)
4. Gangguan Pola Tidur (D.0055)
2.3 Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam maka tingkat nyeri
menurun dengan kriteria hasil :
- keluhan nyeri menurun
- meringis menurun
- sikap protektif menurun
- gelisah menurun
- kesulitan tidur menurun
Intervensi Rasional
Manajemen nyeri (I.08238)
Observasi : Observasi :
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, - Mengetahui lokasi, karakteristik,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
- Identifikasi skala nyeri nyeri yang dirasakan pasien
- Identifikasi respon nyeri non verbal - Skala nyeri dapat menunjukan
kualitas nyeri yang dapat di rasakan
pasien.
Intervensi Rasional
Terapeutik Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk - Untuk Meminimalisir efek nyeri
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, - Mencegah pasien mengalami stress
hypnosis, akupresur, terapi musik, yang dapat meningkatkan skala
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, nyeri yang dirasakan pasien
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
- Control lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
Kolaborasi: Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika - Pemberian analgesic dapat
perlu mengurangi nyeri.

2. Gangguan Mobilitas Fisik


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam maka mobilisasi
fisik meningkat dengan kriteria hasil :
- Pergerakan ekstremitas meningkat
- Nyeri menurun
- Kekuatan otot meningkat
- Rentang gerak (ROM) meningkat
Intervensi Rasional
Dukungan Mobilisasi (I.05173)
Observasi : Observasi :
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan - Untuk mengetahui toleransi pasien
fisik lainnya terhadap mobilitas fisik
- Identifikasi toleransi fisik selama
melakukan pergerakan
Terapeutik Terapeutik

- Fasilitasi mobilisasi dengan alat bantu - Membantu pasien melakukan


(mis. Pagar tempat tidur) amulasi.
Intervensi Rasional
- Fasilitasi melakukan pergerakan, jika
perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi Edukasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini - Agar pasien dapat melakukan
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang mobilisasi dini secara mandiri.
harus dilakukan (mis. duduk di tempat
tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi)

3. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam maka perfusi
serebral meningkat dengan kriteria hasil :
- Gelisah menurun
- Kecemasan menurun
- Tekanan darah sistolik membaik
- Tekanan darah diastolik membaik
Intervensi Rasional
Observasi :
- Identifikasi penyebab peningkatan TIK - Untuk mengetahui penyebab dan
- Monitor tanda atau gejala peningkatan tanda gejala peningkatan TIK
TIK (misal tekana darah)
Terapeutik :
- Minimalkan stimulasi dengan - Memberikan rasa nyaman dan
menyedikan lingkungan yang tenang mengurangi efek dari peningkatan
- Berikan posis semi fowler TIK
Kolaborasi :
- Kolaorasi pemberian sedasi dan anti - Untuk mencegah atau mengatasi
konvulasi, jika perlu kejang.
- Kolaborasi diuretik osmosis, jika perlu - Untuk meningkatkan jumlah cairan
tubuh yang disaring keluar oleh
ginjal, sekaligus menghambat cairan
kebali oleh ginjal.

4. Gangguan Pola Tidur


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam maka tingkat tidur
membaik dengan kriteria hasil :
- kesulitan tidur menurun
- keluhan tidak puas tidur menuru

Intervensi Rasional
Dukungan Tidur (I.05174)
Observasi : Observasi :
- Identifikasi pola aktivitas dan tidur - Mengetahui aktivitas, karakteristik,
- Identifikasi factor pengganggu tidur durasi, frekuensi, waktu tidur yang
(fisik atau psikologis) dirasakan pasien
- Untuk mencegah factor pengganggu
tidur
Intervensi Rasional

Terapeutik Terapeutik
- Modifikasi lingkungan (mis. - Mengetahui adanya factor
pencahayaan, kebisingan, suhu, matras, pengganggu saat tidur
dan tempat tidur) - Untuk mengetahui kapan akan
- Tetapkan jadwal rutin tidur istirahat
Edukasi: Kolaborasi:
- Jelaskan pentingnya tidur cukup saat - Untuk memenuhi kebutuhan
sakit aktivitas

Daftar Pustaka

Yudiansa, Rohman (2020) LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. I DENGAN


CVA TROMBOSIS Di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang 2020. Vocational (Issue
c). UMM MALANG.
-
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Cetakan II. Jakarta ; Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Cetakan II. Jakarta ; Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Cetakan II. Jakarta ; Dewan Pengurus Pusat PP

Anda mungkin juga menyukai