Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK


DIRUANG GARUDA RSUD S.K LERIK KOTA KUPANG

OLEH :
NAMA : MARSELINA B MOLINA
NIM : PO.5303211211546
RUANGAN : GARUDA RSUD SK LERIK

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


PRODI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES KUPANG
2022
KONSEP PENYAKIT

A. Pengertian
Stroke non hemoragik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti (Nurarif Huda, 2016). Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder (Wijaya & Putri 2013)
B. Etiologi
Stroke dapat disebabkan oleh arteri yang tersumbat atau bocor (stroke iskemik) dan
dapat disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik). Beberapa orang
mungkin mengalami gangguan sementara aliran darah ke otak (transient ischemic attack
atau TIA) yang tidak menyebabkan kerusakan permanen.
1. Stroke Iskemik
Sekitar 80% kasus stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik terjadi karena arteri ke
otak menyempit atau terhambat, menyebabkan aliran darah sangat berkurang (iskemia).
Stroke iskemik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
a. Stroke trombotik. Stroke trombotik terjadi ketika gum palan darah (trombus) terbentuk
di salah satu arteri yang memasok darah ke otak. Gumpalan tersebut disebabkan oleh
deposit lemak (plak) yang menumpuk di arteri dan menyebabkan aliran darah berkurang
(aterosklerosis) atau kondisi arteri lainnya.
b. Stroke embolik. Stroke embolik terjadi ketika gumpalan farzad darah atau debris
lainnya menyebar dari otak dan tersapu melalui aliran darah. Jenis gumpalan darah ini
disebut embolus. Stroke embolik berkembang setelah oklusi arteri oleh embolus yang
terbentuk di luar otak. Sumber umum embolus yang menyebabkan stroke adalah jantung
setelah infark miokardium atau fibrilasi atrium, dan embolus yang merusak arteri karotis
komunis atau aorta. (Haryono & Utami, 2019)
2. Faktor Risiko
Banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko stroke. Beberapa faktor juga dapat
meningkatkan kemungkinan mengalami serangan jantung. Faktor risiko stroke yang ber
potensi dapat diobati meliputi:
a. Faktor risiko gaya hidup
1) Kelebihan berat badan atau obesitas
2) Ketidakaktifan fisik
3) Minuman berat atau pesta
4) Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan metamfetamin.
b. Faktor risiko medis
1) Memiliki tekanan darah lebih tinggi dari 120/80 mmHg
2) Merokok atau terpapar asap rokok bekas
3) Kolesterol tinggi
4) Diabetes
5) Penyakit kardiovaskular, termasuk gagal jantung, cacat jantung, infeksi jantung
atau irama jantung yang tidak normal
6) Riwayat pribadi atau keluarga terkait stroke, serangan jantung, atau serangan
iskemik transien.
Faktor-faktor lain yang terkait dengan risiko stroke, termasuk:
a. Usia : Orang berusia 55 tahun atau lebih memiliki risiko stroke yang lebih tinggi
daripada orang yang lebih muda.
b. Ras : Orang Afrika-Amerika memiliki risiko stroke yang Jebih tinggi daripada orang-
orang dari ras lain.
c. Jenis kelamin : Pria memiliki risiko stroke yang lebih tinggi daripada wanita.
Perempuan biasanya lebih tua ketika mereka mengalami stroke.
d. Hormon : Penggunaan pil KB atau terapi hormon yang termasuk estrogen, serta
peningkatan kadar estrogen dari kehamilan dan persalinan. (Haryono & Utami, 2019)
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada pasien stroke non hemoragik, yaitu :
1. Kesulitan berbicara dan kebingungan. Pasien mengalami kesulitan untuk mengucapkan
kata-kata dan/atau meng alami kesulitan memahami ucapan.
2. Kelumpuhan atau mati rasa pada wajah, lengan, atau kaki. Penderita stroke bisa
mengalami mati rasa tiba-tiba, kele mahan atau kelumpuhan di wajah, lengan atau kaki.
Hal ini sering terjadi di satu sisi tubuh.
3. Kesulitan melihat dalam satu atau kedua mata. Penderita stroke akan mengalami
gangguan penglihatan, seperti pandangan kabur atau hitam di satu atau kedua mata.
4. Sakit kepala. Sakit kepala yang tiba-tiba dan parah, yang mungkin disertai dengan
muntah, pusing, atau perubahan kesadaran, mungkin menunjukkan seseorang mengalami
stroke.
5. Kesulitan berjalan. Penderita stroke mungkin tersandung atau mengalami pusing
mendadak, kehilangan keseimbangan, atau kehilangan koordinasi (Haryono & Utami,
2019)
D. Patofisiologi
Patofisiologi utama stroke adalah penyakit jantung atau pembuluh darah yang
mendasarinya. Manifestasi sekunder di otak adalah hasil dari satu atau lebih dari penyakit
mendasari atau faktor risiko. Patologi utama termasuk hipertensi, aterosklerosis yang
mengarah ke penyakit arteri koroner, dislipidemia, penyakit jantung, dan hiperlipemia. Dua
jenis stroke yang dihasilkan dari penyakit ini adalah stroke iskemik dan hemoragik.
Stroke iskemik atau stroke penyumbatan disebab kan oleh oklusi cepat dan mendadak
pada pembuluh darah otak sehingga aliran darah terganggu. Jaringan otak yang kekurangan
oksigen selama lebih dari 60 sampai 90 detik akan menurun fungsinya. Trombus atau
penyum batan seperti aterosklerosis menyebabkan iskemia pada jaringan otak dan membuat
kerusakan jaringan neuron sekitarnya akibat proses hipoksia dan anoksia. Sumbatan emboli
yang terbentuk di daerah sirkulasi lain dalam sistem peredaran darah yang biasa terjadi di
dalam jan tung atau sebagai komplikasi dari fibrilasi atrium yang terlepas dan masuk ke
sirkulasi darah otak, dapat pula mengganggu sistem sirkulasi otak.
Oklusi akut pada pembuluh darah otak membuat daerah otak terbagi menjadi dua daerah
keparahan de rajat otak, yaitu daerah inti dan daerah penumbra. Daerah inti adalah daerah
atau bagian otak yang memiliki aliran darah kurang dari 10cc/100g jaringan otak tiap menit.
Daerah ini berisiko menjadi nekrosis dalam hitungan menit. Lalu daerah penumbra adalah
daerah otak yang aliran darahnya terganggu tetapi masih lebih baik daripa da daerah inti
karena daerah ini masih mendapat suplai perfusi dari pembuluh darah lainnya. Daerah
penumbra memiliki aliran darah 10-25cc/100g jaringan otak tiap menit. Daerah penumbra
memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan daerah inti (Gupta dkk., 2016). De fisit
neurologis dari stroke iskemik tidak hanya bergan tung pada luas daerah inti dan penumbra,
tetapi juga pada kemampuan sumbatan menyebabkan kekakuan pembu luh darah atau
vasospasme.
Kerusakan jaringan otak akibat oklusi atau tersum batnya aliran darah adalah suatu
proses biomolekular yang bersifat cepat dan progresif pada tingkat selular, proses ini disebut
dengan kaskade iskemia (ischemic cas cade). Setelah aliran darah terganggu, jaringan
menjadi kekurangan oksigen dan glukosa yang menjadi sumber utama energi untuk
menjalankan proses potensi mem bran. Kekurangan energi ini membuat daerah yang
kekurangan oksigen dan gula darah tersebut menjalankan me tabolisme anaerob.
Metabolisme anaerob ini merangsang pelepasan senyawa glutamat. Glutamat bekerja
pada reseptor di sel sel saraf (terutama reseptor NMDA/N-methyl-D-aspar tame),
menghasilkan influks natrium dan kalsium. Influks natrium membuat jumlah cairan
intraseluler meningkat dan pada akhirnya menyebabkan edema pada jaringan. Influks
kalsium merangsang pelepasan enzim protolisis (protese, lipase, nuklease) yang memecah
protein, lemak, dan struktursel. Influks kalsium juga dapat menyebabkan kegagalan
mitokondria, suatu organel membran yang ber fungsi mengatur metabolisme sel. Kegagalan-
kegagalan tersebut yang membuat sel otak pada akhirnya mati atau nekrosis (Haryono &
Utami, 2019).
E. Pathway

Penyebab Faktor Risiko :


1. Trombus HT, Merokok atau terpapar asap
2. Embolus rokok bekas, Kolesterol Tinggi,
Diabetes, Penyakit kardiovaskular
dll.

Penyumbatan di pembuluh darah

Kurangnya aliran darah ke Otak

Sel-sel otak kekurangan O2 dan


glukosa

sel otak mengalami mati (nekrosis)

Stroke Non Hemoragik Kurang Cemas Defisit


paparan pengetahuan
informasi
S. Pernapasan S. Muskuloskeletal S. Pencernaan S. Kardiovaskuler S. Integumen S. Pancaindra

Terjadi hipoksia Hipoksia serebri Tirah baring Kerusakan


Pasien datang di otak lama Neurorecebros
dengan koma Gangguan pada ponal N. Vll,
kel. Pituitary lX, Xll
Iskemik di Respon tubuh dengn
jaringan otak alirkan banyak darah
ke otak, untuk penuhi
O2 di otak.

Pola napas
tidak efektif

Peningkatan
Pusat pernapasan
Tekanan
eksternal >
Penurunan Produksi TSH
reflex batuk (Thyroid Kehilan
Lesi pada arteri
Stimulating Aliran darah ke gan
serebri media
Homon) jaringan sekitar Kurang fungsi
Penumpukan menurun menurun perawat tonus
Penurunan aliran
sekret Hilangnya control darah ke perifer an diri otot
volunter terhadap fasial
Hipoksia
gerakan motorik
Penurunan T3 jaringan Defisit
Bunyi napas
dan T4 Penurunan O2 perawatan
tambahan,
ke perifer diri Ganggu
penggunan otot Iskemia
Hemiplegia an
bantu pernapasan, jaringan
Penurunan laju komuni
RR > 20x/mnt
metabolisme Bradipnea, kasi
CRT >3, verbal
bradikrdia Dekubitus
Bersihan jalan Gangguan Intoleransi
napas tidak mobilitas aktvitas
efektif fisik Risiko perfusi
serebral tidak Risiko gangguan Luka terbuka
Penurunan laju efektif Integritas
metabolisme kulit/jaringan

Penurunan kerja usus Konstipasi Nyeri Risiko Infeksi


F. Komplikasi
Stroke dapat menyebabkan cacat sementara atau permanen, tergantung pada berapa
lama otak kekurangan aliran darah dan bagian mana yang terdampak. Komplikasi yang bisa
terjadi antara lain:
1. Kelumpuhan atau hilangnya gerakan otot
2. Kesulitan berbicara atau menelan
3. Kehilangan memori atau kesulitan berpikir
4. Masalah emosional
5. Rasa sakit
6. Dekubitus (Haryono & Utami, 2019).
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasiendengan stroke non hemoragik
adalah sebagai berikut :
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seprti perdarahan, obstruktif
arteri, oklusi / nuptur.
2. Elektro encefalography
Mengidentifikasi masalah didasrkan pada gelombang otak atau mungkin memperlihatkan
daerah lesi yang spesifik.
3. Sinar x tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawan dari masa
yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trobus serebral. Klasifikasi persial
dinding, aneurisma pada pendarahan sub arachnoid.
4. Ultrasonography Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis /alioran darah
/muncul plaque / arterosklerosis.
5. CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
.
6. Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran vertrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke, menggambarkn
perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari massa yang meluas.
7. Pemeriksaan laboratorium
a) Fungsi lumbal, Tekanan normal biasanya ada Trombosis,emboli dan TIA.
b) Pemeriksaan darah rutin.
c) Pemeriksaan kimia darah pada pasien strok akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah mencapai 250 mg.
H. Penatalaksanaan
Fase Akut:
1. Pertahankan fungsi vital seperti: jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan sirkulasi.
2. Reperfusi dengan trombolityk atau Antikoagulan: Nimotop. Pemberian ini diharapkan
mencegah adanya sumbatan baru pada pembuluh darah di otak.
3. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan
rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
4. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur
agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang .
6. Operasi untuk membuang sumbatan di pembuluh darah otak
7. Pemasangan stenting di pembuluh darah otak
8. Fisioterapi sebagai penanganan lanjutan.
Post Fase Akut:
1. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2. Program fisiotherapi
3. Penanganan masalah psikososial
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

a. Usia
Kejadian stroke meningkat seiring pertambahan usia, setelah umur memasuki 55
tahun keatas, resiko stroke meningkat dua kali lipat setiap kurun waktu 10 tahun. Namun
bukan berarti stroke hanya terjadi pada kelompok usia lanjut melainkan stroke juga dapat
menyerang berbagai kelompok umur. Namun sekarang ini ada kecenderungan juga
diderita oleh pasien dibawah 40 tahun. Hal ini dapat terjadi karena adanya perubahan
gaya hidup terutama orang muda perkotaan modern. Sejumlah perilaku seperti
mengkonsumsi makanan siap saji (fast food) yang mengandung kadar lemak tinggi,
merokok, minuman berakohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga dan stress, telah
menjadi gaya hidup seseorang terutama diperkotaan, padahal semua perilaku tersebut
merupakan faktor-faktor resiko penyakit stroke.
b. Jenis kelamin
Laki-laki lebih banyak terkena stroke non hemoragik, sedangkan pada perempuan
terkena stroke hemoragik. Kejadian stroke terjadi pada laki-laki karena pada laki-laki
terdapat hormon testosteron, dimana hormon ini dapat meningkatkan kadar LDL, apabila
kadar LDL tinggi maka dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah yang
merupakan faktor resiko terjadinya penyakit degeneratif seperti stroke (Watila dkk.,
2010). Laki-laki memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke pada usia
dewasa dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 2:1. Walaupun laki-laki
lebih rawan terkena penyakit stroke dari pada perempuan pada usia yang lebih muda,
tetapi perempuan akan menyusul setelah usia mereka mencapai menopause karena terjadi
menurunya hormone estrogen yang berperan melindungi perempuan sampai mereka
melewati masa-masa melahirkan anak.
c. Pekerjaan
Angka kematian stroke umpamanya sangat erat hubungannya dengan pekerjaan
dan pendapatan kepala keluarga, dan telah diketahui bahwa angka kematian stroke
meningkat pada status sosial ekonomi rendah (Noor, 2008, h.104). Menurut Hartono
(2007, h. 9) menyatakan bahwa pemicu terjadinya stroke adalah stress, karena apabila
tekanan stress terlampau besar sehingga melampaui daya tahan individu, maka akan
timbul gejala-gejala seperti sakit kepala, mudah marah, tidak bisa tidur, gejala-gejala itu
merupakan reaksi memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga
tekanan darah menjadi naik dan aliran darah ke otak dan otot perifer meningkat.
d. Ras
Ras, stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan kematian pada ras kulit
hitam, Asia, dan kepulauan Pasifik, serta Hispanik dibandingkan kulit putih. Pada kulit
hitam diduga karena angka kejadian hipertensi yang tinggi serta diet tinggi garam.
e. Gaya hidup
Diet tinggi lemak, aktivitas fisik kurang, serta stres emosional dapat
meningkatkan risiko terkena stroke. Seseorang yang sering mengonsumsi makanan tinggi
lemak dan kurang melakukan aktivitas fisik rentan mengalami obesitas, diabetes melitus,
aterosklerosis, dan penyakit jantung. Seseoraang yang sering mengalami stres emosional
juga dapat mempengaruhi jantung dan pembuluh darah sehingga berpotensi
meningkatkan resiko serangan stroke.
f. Riwayat kesehatan dahulu
1) Pernah terserang stroke, seseorang yang pernah mengalami stroke, termasuk TIA,
rentan terserang stroke berulang. Seseorang yang pernah mengalami TIA akan
sembilan kali lebih beresiko mengalami stroke dibandingkan yang tidak mengalami
TIA.
2) Hipertensi, merupakan faktor risiko tunggal yang paling penting untuk stroke iskemik
maupun stroke perdarahan. Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah mendapat
tekanan yang cukup besar. Jika proses tekanan berlangsung lama, dapat menyebabkan
kelemahan pada dinding pembilih darah sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah.
Hipertensi juga dapat menyebabkan arterosklerosis dan penyempitan diameter
pembuluh darah sehingga mengganggu aliran darah ke jaringan otak.
3) Penyakit jantung, beberapa penyakit jantung, antara lain fibrilasi atrial (salah satu jenis
gangguan irama jantung), penyakit jantung koroner, penyakit jantung rematik, dan
orang yang melakukan pemasangan katup jantung buatan akan meningkatkan resiko
stroke. Stroke emboli umumnya disebabkan kelainan-kelaianan jantung tersebut.
4) Diabetes melitus (DM), seseorang dengan diabetes melitus rentan untuk menjadi
ateroklerosis, hipertensi, obesistas, dan gangguan lemak darah. Seseorang yang
mengidap diabetes melitus memiliki resiko dua kali lipat dibandinkan mereka yang
tidak mengidap DM.
5) Hiperkolesterolemia, dapat menyebabkan arterosklerosis yang dapat memicu
terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke itu sendiri.
g. Riwayat kesehatan keluarga
Resiko stroke meningkat jika ada riwayat anggota keluarga yang pernah mengalami
stroke maupun faktor resiko stroke seperti hipertensi.
1) Usia
2) Jenis kelamin,
h. Keluhan utama
Biasanya pasien menyatakan perasaan frustasi atau mengungkapkan bahwa dia tidak
mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti sebelumnya layaknya orang yang
sehat, pasien merasa sangat bergantung dengan orang yang lain (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017).
i. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Serangan stroke non hemoragik ini sering kali terjadi secara mendadak,
biasanya terjadi pada saat klien melakukan aktivitas. Biasanya juga pasien akan
mengalami nyeri kepala, mual, muntah, bahkan akan mengalami kejang dan tidak
sadar, disamping dengan kelumpuhan separo badan atau gangguan fungsi otak yang
lainnya.
2) Riwayat kesehatan dahulu
3) Terdapatnya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, penggunaan obat kougulan, aspirin, obat-obat adaktif,
kegemukan/obesitas.
a) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya terdapat riwayat keluarga yang memiliki penyakit hipertensi ataupun
diabetes militus.
b) Riwayat kesehatan psikologi
Stroke merupakan sutu penyakit yang mahal, biasanya biaya pemeriksaannya,
pengobatannya serta perawatannya bisa mengacau keuangan keluarga sehingga
biaya dari faktor keluarga ini bisa mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran
anggota keluarga.
j. Pemeriksaan fisik head to toe:
1) Pemeriksaan kepala dan muka
Biasanya kepala dan wajah akan berbentuk simetris ataupun tidak simetris, wajah
pucat. Pada pemeriksaan nervus V (trigeminal) : disitu pasien bisa menyebutkan lokasi
usapan, pada pasien stroke yang koma ketika diusap kornea matanya menggunakan
kapas halus, maka klien akan menutup kelopak matanya. Sedangkan pada nervus VII
(facialis) maka alis mata simetris, pasien dapat mengangkat alis, mengerutkan
dahinya, mengembungkan pipi, jika pada saat pasien menggembungkan pipi muncul
ketidak simetrisan kanan maupun kiri tergantung lokasi yang lemah dan dimana
letak posisi pasien kesulitan mengunyah.
2) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, sclera tidak ikterik, kelopak mata
tidak terdapat odema dan pada nervus II (optikus) : luas pandang biasanya 90 derajat
dan pada nervus III (okulomotirius) : reflek kedip biasanya dapat dinilai jika pasien
mau membuka matanya, nervus IV (troklearis) : pasien biasanya dapat mengikuti
arahan dari perawat. Nervus VI (abdusen) pasien biasanya dapat mengikuti arahan
arahan tangan perawat ke kiri maupun kekanan.
3) Hidung
Simetris kiri maupun kanan, tidak terdapat cuping hidung. Pada pemeriksaan
nervus 1 (olfaktorius) : terkadang akan diberikan bau-bauan dari perawat namun ada
juga yang tidak diberikan, dalam keadaan ini biasanya ketajaman penciuman antara
posisi kanan dan kiri memiliki nilai yang berbeda. Nervus VIII (akustikus) : pada
pasien yang tidak lemah biasanya anggota gerak atasnya dapat melakukan
gerak tangan-hidung.
4) Mulut dan Gigi
Pada pasien apatis, spoor, spoors koma biasanya akan mengalami masalah bau mulut
dan mukosa bibir akan kering. Pemeriksaan nervus VII (fasialis) : lidah biasanya akan
mendorong pipi kekanan maupun ke kiri, bibir simetris, dan dapat membedakan rasa
asin maupun manis. Pada nervus IX (glosofaringeal) : ovula yang terangkat
biasanya tidak simetris dan akan mencong kearah bagian tubuh yang lemah. Pada
nervus XII (hipoglosus) : pasien biasanya dapat menjulurkan lidah dan lidah dapat
dipencongkan kekanan maupun kekiri.
5) Telinga
Daun telinga biasanya akan sejajar antara kanan dan kiri. Pemeriksaan nervus VIII
(askustikus) : pasien biasanya kurang dapat mendengar gerakan dari jari-jari perawat.
6) Leher
Biasanya bentuk leher, terdapat pembesaran kelenjar throid atau tidak, pemebesaran
vena jugularis. Dan biasanya keadan leher pun normal.
7) Dada thorak
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi bentuk dada, suara nafas, retraksi, suara
jantung, suara tambahan, ictus cordis, dan apasaja keluahan yang dirasakan.
8) Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan ini biasanya bentuk perut, terdapat nyeri tekan atau tidak, kembung,
bising usus, dan keluahan yang dirasakan.
9) Pemeriksaan genetalia
Biasanya pemeriksaan ini meliputi kebersihan dari genetalia, rambut pubis, terdapat
hemoroid ataupun tidak.
10) Ekstremitas
Meliputi pemeriksaan rentan gerak dalam batas normal ataupun tidak, edema,
tremor, terdapat nyeri tekan atau tidak, alat bantu jalan dan biasanya akan mengalami
penurunan otot (skala 1-5):
Kekuatan otot :
1 : Lumpuh
2 : ada kontraksi
3 : dapat melewati grativitas dengan sokongan
4 : dapat melewati grativitas tapi tidak ada lawan
5 : dapat melewati grativitas dengan sedikit tahanan
6 : dapat melewati grativitas dengan kekuatan yang penuh

11) Integument
Warna kulit biasanya sawo matang/putih/pucat, kulitg kering ataupun lembab, terdapat
lesi atau pun tidak, kulit bersih atau kotor, CRT <2 detik, turgor kulit.
12) Pemeriksaan nervus
Pemeriksaan syaraf kranial menurut Judha, M dan Rahli, H.N (2011) meliputi:
a) Nervus I (olfaktorosius): pemeriksaan ini digunakan untuk menguji saraf
penciuman yang bia0sanya menggunakan bahan- bahan yang tidak mempunyai
rangsangan contohnya seperti kopi, teh, parfum dan tembakau. Pemeriksaan
tersebut dengan cara letakan salah satu bahan tadi diantara salah satu lubang hidung
pasien dengan cara menutup mata pasien dan pasien harus menebak bau apakah itu
dan harus mampu membedakan bau dari masing-masing benda.
b) Nervus II (Optikus): dalam pemeriksaan ini ada enam cara yang dilakukan yaitu
penglihatan sentral, kartu snellen, reflek pupil, penglihatan prifer, fundus kopi dan
tes warna.
c) Nervus III (Okulomotorius): yaitu pemeriksaan meliputi gerakan pupil dan juga
gerakan bola mata, mampu mengangkat bola mata keatas kebawah, kontriksi pupil.
d) Nervus IV (troklearis): pemeriksaan mata meliputi gerakan keatas dan kebawah.
e) Nervus V (Trigeminus): pemeriksaan meliputi tiga bagian sensori yang mengontrol
sensori wajah, kornea serta bagian motorik otot mengunyah.
f) Nervus VI (abdusen): pemeriksaan ini meliputi syaraf gabungan tetapi syaraf ini
sebagian besar dari saraf motoric. Yang berfungsi untuk gerakan abduksi mata.
g) Nervus VIII (fasialis): pemeriksaan ini meliputi pasien dalam keadaan diam dan tas
pemeriksaan kekuatan otot. Pada saat pasien diam maka akan diperhatikan asimetris
pada wajahnya.
h) Nervus IX (Glosofaringeus): pemeriksaan ini meliputi sentuhan dengan
lembut, yang terletak pada bagian belakang faring pada setiap sisi spacula.
i) Nervus X (Vagus): pemeriksaan ini meliputi inspeksi dengan menggunakan senter
dan perhatikan apakah terdapat gerakan uvala. Mempersarafi faring, laring serta
langit lunak.
j) Nervus XI (aksesorius): pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan dengan cara minta
pasien agar mengangkat bahunya dan kemudian rabalah masa kekuatan ototnya
dengan menekan kebawah dan kemudian menyuruh pasien memutar kepala dengan
lawan arah, digunakan untuk mengontol kepala dan bahu.
k) Nervus XII (hipoglosus): pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan inspeksi
dalam keadaan diam yang terletak didasar mulut, tentukanlah apakah ada atrofi
dan fasikular. Untuk mengontrol lidah.
13) Pemeriksaan reflek
a) Reflek Fisiologis
1. Reflek Biceps
Posisi : Dilakukan dengan pasien duduk, dengan membiarkan lengan untuk
beristirahat di pangkuan pasien, atau membentuk sudut sedikit lebih dari 90
derajat di siku. Minta pasien memfleksikan di siku sementara pemeriksa
mengamati dan meraba fossa antecubital. Tendon akan terlihat dan terasa seperti
tali tebal.
Cara : Ketukkan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps
brachi, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku.
Respon : Fleksi lengan pada sendi siku
2. Reflek Triceps
Posisi : Dilakukan dengan pasien duduk dan perlahan tarik lengan keluar dari
tubuh pasien, sehingga membentuk sudut kanan di bahu atau lengan bawah harus
menjumpai ke bawah langsung di siku.
Cara : Ketukkan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku
dan sedikit pronasi
Respon : Ekstensi lengan bawah pada sendi siku.
3. Reflek Brachioradialis
Posisi : Dapat dilakukan dengan duduk. Lengan bawah harus berisitirahat
longgar di pangkuan pasien (hampir sama dengan posisi pada reflek
biceps).
Cara : Ketukkan pada tendon otot brachioradialis (tendon melintasi sisi ibu jari
pada lengan bawah) jari-jari sekitar 10 cm proksimal pergelangan tangan. Posisi
lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.
Respon : Fleksi pada lengan bawah, supinasi pada siku dan tangan
4. Reflek Patella
Posisi : Dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring terlentang
Cara : Ketukkan pada tendon patella
Respon: Ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m.quadriceps femoris
5. Reflek Achiles
Posisi : Pasien duduk dengn posisi kaki menggantung di tepi meja atau dengan
berbaring terlentang dengan posisi kaki di atas kaki yang lain
Cara : Ketukkan pada tendon Achilles
Respon : Plantar fleksi kai karena kontaksi m.gastroenemius
b) Reflek Patologis
1. Reflek Chaddok
Cara : Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis
dari posterior ke anterior
Respon : Positif apabila ada gerakan dorsofleksi ibu jari disertai
pengembangan jari-jari kaki lainnya (reflek seperti babinski)
2. Reflek Schaeffer
Cara : Menekan tendon Achilles
Respon : Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya
3. Reflek Oppenheim
Cara : Penggoresan atau pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari
proksimal ke distal
Respon : Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya
4. Reflek Gordon
Cara : Memberi penekanan pada musculus gastrocnemius (otot betis)
Respon : Amati ada tidaknya dorsofleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya
5. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting. Untuk melakukan test ini, goreslah
kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan
kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari
kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal
adalah fleksi plantar semua jari kaki.
6. Ankle Clonus
Posisi : Pasien tidur terlentang atau setangah duduk
Cara : Lutut dalam posisi fleksi, dan dengan cara manual lakukan gerakan
dorsofleksi secara kejut
Respon : Positif bila terjadi gerakan dorso/plantar fleksi yang terus menerus
7. Knee Clonus
Posisi : Pasien dalam posisi duduk di tepi bed
Cara : Dilakukan ketukan dengan reflek hammer pada tendon patella
Respon : Positif bila terjadi gerakan fleksi/ekstensi yang terus menerus pada
lututnya. (Sarani, Dita 2021. Asuhan Keperawatan Pada Paien Stroke Non
Hemoragik dengan Masalah Keperawatan Ketidakberdayaan. Thesis.
Universitas Muhammadiyah Ponogoro).
2. Diagnosa
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular (D.0054)
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kerusakan neuromuscular, kerusakan sentral bicara.
(D.0119)
c. Defisit Perawatan diri b.d Gangguan musculoskeletal (D.0109)
d. Defisit Pengetahuan b.d kurang terpaparnya informasi (D.0111)
e. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret (D.0001)
f. Pola Napas Tidak Efektif b.d Kecemasan (D.0005)
g. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif faktor risiko Hipertensi (D.0017)
h. Risiko Gangguan Integritas Kulit/Jaringan faktor risiko faktor mekanis (mis,penekanan
atau gesekan) (D.0139)
i. Resiko Infeksi faktor risiko peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
(D.0142)
j. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisiologis (,mis, inflamasi,iskemia,neoplasma) (D.0077)
k. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan (D.0056)
l. Konstipasi b.d penurunan mortilitas gastrointestinal (D.0049)
3. Intervensi
NO DX KEP LUARAN INTERVENSI
1. Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi (I.05173)
Gangguan mobilitas fisik Setelah di lakukan tindakan Tindakan keperawatan yang di
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam berikan yakni :
kerusakan neuromuskular Mobilitas Fisik pasien Observasi :
(D.0054) membaisk dengan kriteria 1. Identifikasi adanya nyeri
hasil : atau keluhan fisik lainnya
1. Pergerakan 2. Identifikasi toleransi fisik
ekstremitas meningkat melakukan pergerakan
2. Kekuatan otot 3. Monitor frekuensi jantung
meningkat dan tekanan darah sebelum
3. Rentang (gerak ROM) memulai mobilisasi
Meningkat 4. Monitor kondisi umum
4. Kelemahan fisik selama melakukan mobilisasi
menurun Terapeutik :
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
Duduk ditempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi)
2 Komunikasi verbal Promosi komunikasi : defisit
Gangguan komunikasi (L.13118) bicara (I.13492)
verbal b.d kerusakan Setelah di lakukan tindakan Tindakan keperawatan yang di
neuromuscular, keperawatan 3x24 jam berikan yakni :
kerusakan sentral bicara. Komunikasi verbal pasien Observasi :
(D.0119) membaik dengan kriteria 1. Monitor kecepatan, tekanan
hasil : kuantitas, volume, dan diksi
1. Kemampuan berbicara bicara
meningkat 2. Monitor proses kognitif,
2. Kemampuan anatomis dan fisiologis, yang
mendengar meningkat berkaitan dengan bicara
3. Kesesuaian ekspresi 3. Identifikasi perilaku
wajah/tubuh emosional dan fisik sebagai
meningkat bentuk komunikasi
4. Respon perilaku Terapeutik :
membaik 1. Gunakan metode komunikasi
alternatif
2. Sesuaikan gaya komunikasi
dengan kebutuhan
3. Memodifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bantuan
4. Ulangi apa yang
disampaikan pasien
5. Berikan dukungan psikologis
6. Gunakan juru bicara, jika
perlu
Edukasi :
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Anjurkan pasien dan
keluarga proses kognitif,
anatomis, dan fisiologis,
yang berhubungan dengan
kemampuan berbicara
Kolaborasi :
1. Rujuk keahli patologi bicara
atau terapis

3 Defisit Perawatan diri b.d Perawtan Diri (L.11103) Dukungan Perawatan Diri
Gangguan Setelah dilakukan tindakan (l.11348)
musculoskeletal (D.0109) keperawatan selama 3x24 jam Observasi :
di harapkan perawatan diri 1. Identifikasi kebiasan aktivitas
meningkat dengan kriteri perawatan diri sesuai usia
hasil: 2. Monitor tingkat kemandirian
1. Kemampuan mandi 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
meningkat (5) kebersihan diri, berpakaian,
2. Kemampuan berhias dan makan
mengenakan pakaian Terapeutik :
meningkat (5) 1. Sediakan lingkungan yang
3. Kemapuan makan terapeutik (misl.suasana
meningkat (5) hangat,rileks, privasi)
4. Kemampuan toilet 2. Siapkan keperluan pribadi
(BAB/BAK) (mis.sikat gigi,sabun mandi,dll)
meningkat (5) 3. Dampingi dalm melakukan
5. Verbalisasi keinginan perawatan diri samapai mandiri
melakukan perawatan 4. Fasilitas untuk menerima
diri meningkat (5) keadaan ketergantungan
6. Minat melakukan 5. Fasilitas kemandirian, bantu
perawatan diri jika tidak mampu melakukan
meningkat (5) perawatan diri
6. Jadwalkan rutinitas perawatan
diri
Edukasi :
1. Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
kemampuan

Perawatan Kuku (l.11355)
Observasi :
1. Monitor kebersihan dan
kesehatan kuku
2. Monitor perubahan yang terjadi
pada kuku
Terapeutik :
1. Rendam kuku dengan air hangat
2. Fasilitasi pemotongan dan
pembersihan kuku, sesuai
kebutuhan
3. Bersihan kuku dengan bahan
alami (mis.air
putih,lemon,belimbing wulluh)
4. Bersihkan bagian bawah kuku
dengan alat bantu pembersih
kuku
5. Oleskan minyak zaitun hangat
pada kuku
6. Lembabkan daerah sekitar kuku
untuk mencegah kekeringan
7. Fasilitasi mengoleskan cat kuku,
jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan memotong dan
membersihkan kuku secara rutin
2. Anjurkan mengkomsumsi
makanan kaya biotin (mis.susu,
telur, kacang-kacangan)

4 Goal: Pasien akan Edukasi Kesehatan (I.12383)


Defisit Pengetahuan b.d meningkatkan pengetahuan Tindakan
kurang terpaparnya selama dalam perawatan Observasi
informasi (D.0111) Objectif: Dalam jangka 1. Identifikasi kesiapan dan
waktu 1x24 jam pasien akan kemampuan menerima
menunjukan Kriteria hasil: informasi
Tingkat pengetahuan 2. Identifikasi faktor-faktor
(L.12111) yang dapat meningkatkan
1. Perilaku sesuai anjuran dan menurunkan motivasi
cukup meningkat (4) bersih dan sehat
2. Kemampuan menjelaskan Terapeutik
pengetahuan tentang 1. Sediakan materi dan media
suatu topik cukup penkes
meningkat (4) 2. Jadwalkan pendidikan
3. Kemampuan kesehatan sesuai dengan
menggambarkan kesepakatan
pengalaman sebelumnya 3. Berikan kesempatan untuk
yang sesuai topik cukup bertanya
meningkat (4) Edukasi
4. Perilaku sesuai 1. Jelaskan faktor risiko yang
pengetahuan cukup dapat mempengaruhi
meningkat (4) kesehatan
5. Pertanyaan tentang 2. Ajarkan perilaku hidup
masalah yang dihadapi bersih dan sehat
cukup meningkat (4) 3. Ajarkan strategi yang dapat
6. Persepsi yang keliru digunakan untuk
terhadap masalah cukup meningkatkankan perilaku
meurun (2) bersih dan sehat

5 Bersihan jalan napas Bersihan Jalan napas Latihan Batuk Efektif (I.01006)
tidak efektif b.d (L.01001) Tindakan
penumpukan sekret Setelah dilakukan tindakan Observasi :
(D.0001) keperawatan 1x24 jam pasien 1. Identifikasi kemampuan batuk
akan meningkatkan bersihan 2. Identifikasi adanya retensi
jalan napas selama dalam sputum
perawatan dengan kriteria 3. Identifikasi tanda dan gejala
hasil: infeksi saluran pernapasan
1. Batuk efektif cukup Terapeutik :
menurun (2) 1. Atur posisi semifowler atau
1. Produksi sputum cukup fowler
menurun (2) 2. Pasang perlak dan dan bengkok
2. Mengi cukup menurun dipangkuan pasien
(2) 3. Buang secret pada tempat
3. Whezing cukup menurun sputum
(2) Edukasi :
4. Pola napas Cukup 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
membaik (4) batuk efektif
5. Frekuensi napas Cukup 2. Anjurkan tarik napas dalam
membaik (4) melalui hidung 4 detik, ditahan
6. Gelisah Cukup membaik selama 2 detik kemudian
(4) keluarkan melalui mulut dengan
7. Dispnea Cukup bibir mencucu selama 8 detik
membaik (4) 3. Anjurkan mengulangi tarik
8. Orthopnea Cukup napas dalam 3x
membaik (4) 4. Anjurkan batuk dengan kuat
setelah tarik napas yang ketiga
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian obat
mukolitik dan ekspektoran
Fisioterapi dada (I.01004)
Tindakan
Observasi :
1. Identifikasi indikasi dilakukan
fisioterapi dada
2. Identifikasi kontraindikasi
fisioterapi dada
3. Ukur status pernapasan
4. Periksa segmen paru yang
mengandung banyak secret
5. Ukur status pernapasan
6. Ukur jumlah dan karakteristik
sputum
Terapeutik :
1. Posisikan pasien sesuai dengan
area paru yang mengalami
penumpukan sputum
2. Gunakan bantal untuk membantu
pengaturan posisi
3. Lakukan vibrasi dengan posisi
tangan ditangkupkan selama 3-5
menit
4. Lakukan fisiotetapi dada kurang
lebih 2 jam setelah makan
5. Hindari perkusi pada tulang
belakang, ginjal, payudara,
insisi, tulang yang patah.
6. Lakukan pengisapan lender, jika
pelu
Kolaborasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
fisiotetapi dada
2. Anjurkan batuk segera setelah
prosedur selesai
3. Anjurkan inspirasi perlahan dari
dalam hidung selama proses
fisioterapi

6 Pola Napas Tidak Efektif Pola Napas (L.01004) Pemantauan Respirasi (I.01014)
b.d Kecemasan (D.0005) Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan 3x24 jam di 1. Monitor frekuensi, irama,
harapkan pola napas tidak kedalaman, dan upaya napas
efektif dapat teratasi dengan 2. Monitor pola napas (seperti
kriteria hasil: bradipnea, takipnea,
1. Dispnea menurun (5) hiperventilasi, Kussmaul,
2. Penggunaan otot Cheyne-Stokes, Biot,
bantu napas menurun ataksik)
(5) 3. Monitor kemampuan batuk
3. Pemanjangan fase efektif
eksprasi menurun (5) 4. Monitor adanya produksi
4. Frekuensi napas sputum
membaik (5) 5. Monitor adanya sumbatan
5. Kedalaman napas jalan napas
membaik (5) 6. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik :
1. Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
7 Resiko perfusi jaringan Perfusi Serebral (L.02014) Manajemen peningkatan tekanan
serebral tidak efektif faktor Setelah dilakukan tindakan intracranial (I.06194)
risiko Hipertensi (D.0017) keperawatan 3x24 jam di Observasi :
harapkan perfusi serebral 1. Identifikasi penyebab
dapat teratasi dengan kriteria peningkatan TIK
Hasil: 2. Monitor tanda dan gejala
1. Tingkat kesadaran peningkatan TIK
meningkat (5) 3. Monitor MAP, CVP, PAWP,
2. TIK Menurun (5) ICP, PAP, CPP
3. Sakit Kepala menurun 4. Monitor gelombang ICP
(5)
5. Monitor status pernapasan
4. Gelisah menurun (5)
5. Nilai rata-rata TD 6. Monitor intake dan output
membaik (5) cairan
6. TDS membaik (5) 7. Monitor cairan serebro-spinalis
7. TDD membaik (5) Terapeutik :
1. Minimalkan stimulasi dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari maneuver valsave
4. Hindari penggunaan PEEP
5. Hindari pemberian cairan IV
hipnotik
6. Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian sedasi
dan anti konsvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretic
osmosis, jika perlu

8 Risiko Gangguan Integritas kulit dan jaringa Perawatan Integritas Kulit


Integritas Kulit/Jaringan (L.14125) (I.11353)
faktor risiko faktor Setelah dilakukan tindakan Tindakan:
mekanis (penekanan atau keperawatan selama 3x24 jam Observasi:
gesekan) pasien akan terbebas dari 1. Identifikasi penyebab gangguan
risiko kerusakan integritas integritas kulit (mis. Perubahan
kulit/jaringan dengan kriteria sirkulasi, perubahan status
hasil: nutrisi, penurunan kelembaban,
1. Elastisitas meningkat suhu lingkungan ekstrim,
2. Hidrasi meningkat penurunan mobilitas)
3. Perfusi jaringan Terapeutik:
meningkat 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
4. Kerusakan jaringan baring
menurun 2. Lakukan pemijatan pada area
5. Kerusakan lapisan kulit penonjolan tulang, jika perlu
menurun 3. Bersihkan perineal dengan air
6. Perdarahan menurun hangat, terutama selama periode
7. Kemerahan menurun diare
8. Hematoma menurun 4. Gunakan produk berbahan
9. Pigmentasi abnormal petrolium atau minyak pada
menurun kulit kering
10. Jaringan parut menurun 5. Gunakan produk berbahan
11. Nekrosis menurun ringan/ alami dan hipoalergik
12. Suhu kulit membaik pada kulit sensitive
13. Tekstur membaik 6. Hindari produk berbahan dasar
alcohol pada kulit kering
Edukasi :
1. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotion, serum)
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem
6. Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF minimal 30 menit saat
berada diluar rumah
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya
9 Resiko Infeksi faktor Tingkat infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi (I.14539)
risiko peningkatan Setelah dilakukan tndakan Observasi :
paparan organisme keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor tanda dan gejala
patogen lingkungan diharapkan glukosa derajat infeksi lokal dan sistemik
(D.0142) infeksi menurun dengan Terapeutik :
kriteria hasil: 1. Berikan perawatan kulit pada
1. Demam menurun (5) edema
2. Kemerahan menurun 2. Cuci tangan sebelum dan
(5) sesudah dengan pasien
3. Nyeri menurun (5) 3. Pertahankan teknik aseptik
4. Bengkak menurun (5) pada pasien beresiko tinggi
5. Kadar sel darah putih Edukasi :
menurun (5) 1. Jelaskantanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan cara memeriksa luka
3. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian imuniasi,
jika perlu
10 Nyeri Akut b.d agen Tingkat Nyeri (L.08066) Menejemen Nyeri (I.08238)
pencedera fisiologis Setelah dilakukan tindakan Observasi :
(mis,inflamasi)(D.0077) keperawatan selama 1x24 jam 1. lokasi, karakteristik, durasi,
diharapkan nyeri dapat frekuensi, kualitas, intensitas
teratasi dengan kriteria hasil: nyeri
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
menurun (5) 3. Identifikasi respon nyeri non
2. Meringis menurun (5) verbal
3. Sikap prootektif 4. Identifikasi faktor yang
menurun (5) memperberat dan memperingan
4. Gelisah menurun (5) nyeri
5. Kesulitan tidur 5. Identifikasi pengetahuan dan
menurun (5) keyakinan tentang nyeri
6. Frekuensi nadi 6. Identifikasi pengaruh budaya
membaik (5) terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik :
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri

Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
11 Intoleransi Aktivitas b.d Toleransi Aktivitas Manajemen Energi (I.05178)
Kelemahan (D.0056) (L.05047) Observasi :
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifkasi gangguan fungsi
keperatawatan selama 3x 24 tubuh yang mengakibatkan
jam diharapkan toleransi kelelahan
aktivitas meningkat dengan 2. Monitor kelelahan fisik dan
kriteria hasil: emosional
1. Frekuensi nadi
meningkat (5) 3. Monitor pola dan jam tidur
2. Kemudahan dalam
4. Monitor lokasi dan
melakukan aktivitas
ketidaknyamanan selama
sehari hari meningkat
melakukan aktivitas
(5)
3. Keluhan lelah
Terapeutik :
menurun (5)
1. Sediakan lingkungan nyaman
4. Dispnea saat aktivitas
dan rendah stimulus (mis.
menurun (5)
cahaya, suara, kunjungan)
5. Dispnea setelah
2. Lakukan rentang gerak pasif
aktivitas menurun (5)
dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menyenangkan
4. Fasilitas duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
12 Konstipasi b.d penurunan Eliminasi Fekal (L.04033) Manajemen Eliminasi Fekal
mortilitas gastrointestinal Setelah diberikan asuhan Observasi :
(D.0049) keperawatanselama 2x24 jam 1. Identifikasi masalah usus dan
diharapkan konstipasi dapat penggunaan oobat pencahar
membaik dengan kriteria 2. Identifikasi pengobatan yang
hasil: berefek pada kondisi
1. Kontrol pengeluaran feses gastrointestinal
meningkat 3. Monitor buang air besar (mis.
2. Keluhan defekasi lama warna, konsistensi, volume)
dan sulit menurun 4. Monitor tanda dan gejala diare,
3. Mengejan saat defekasi konstipasi, atau impaksi
menurun Terapeutik :
4. Distensi abdomen 1. Berikan air hangat setelah makan
menurun 2. Jadwalkan waktu defekasi
5. Teraba massa pada rektal bersama pasien
menurun 3. Sediakan makanan tinggi serat
6. Urgency menurun Edukasi :
7. Nyeri abdomen menurun 1. Jelaskan jenis makanan yang
8. Kram abdomen menurun membantu meningkatkan
9. Konsistensi feses keteraturan peristaltik usus
membaik 2. Anjurkan mencatat warna,
10. Frekuensi defekasi frekuensi, konsistensi, volume
11. Peristaltik usus membaik feses
3. Anjurkan meningkatkan aktifitas
fisik, sesuai toleransi
4. Anjurkan pengurangan asupan
makanan yang meningkatkan
pembentukan gas
5. Anjurkan mengkonsumsi
makanan yang mengandung serat
6. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan, jika tidak
terkontraindikasi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat
supositoria anal, jika perlu
Manajemen Konstipasi
Observasi :
1. Periksa tanda dan gejala
konstipasi
2. Periksa pergerakan usus,
karakteristik feses (konsistensi,
bentuk, volume dan warna)
3. Identifikasi faktor risiko
konstipasi (mis. obat -obatan,
tirah baring, dan diet rendah
serat)
4. Monitor tanda dan gejala ruptur
usus dan/atau periotinitis
Terapeutik :
1. Anjurkan diet tinggi serat
2. Lakukan masase abdomen, jika
perlu
3. Lakukan evaluasi feses secara
manual, jika perlu
Edukasi :
1. Jelaskan etiologi masalah dan
alasan tindakan
2. Anjurkan peningkatan asupan
cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
3. Latih buang air besar secara
teratur
4. Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi
Kolaborasi :
1. Konsultasi dengan tim medis
tentang penurunan / peningkatan
frekuensi suara usus

4. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi adalah tindakan yang di rencanakan dalam rencana
keperawatan. Perawat melakukan pengawasan terhadap efektifitas intervensi yang
dilakukan, bersamaan pula menilai perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan atau
hasil yang diharapkan. Pelaksanaan atau implementasi keperawatan adalah suatu komponen
dari proses keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan di mana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan dengan cara
menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam perumusan
evaluasi keperawatan menggunakan SOAP, yaitu:
S (Subjektif) merupakan data berupa keluhan pasien
O (Objektif) merupakan hasil dari pemeriksaan
A (Analisa Data) merupakan pembanding data dengan teori
P (Perencanaan) merupakan tindakan selanjutnya yang akan dilakukan oleh perawat.

DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan PraktisBerdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus( jilid 2.). Jogjakarta:
Mediaction Publishing.
Haryono, R., & Utami, M. P. (2019). Keperawatan Medikal Bedah II. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia(SDKI),  Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Radaningtyas, D. A. (2018). Asuhan Keperawatan Klien Cerebro Vaskular Accident Hemoragik.
Wijaya, & Putri. (2013). Stroke Non Hemoragik. Retrieved from http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/636/3/KTI UPLOAD BAB II.pdf

Anda mungkin juga menyukai