OLEH :
DEWI SUSANTI
NIM : 019 STYC 17
A. Pengertian
CVA (Cerebro Vascular Accident) atau stroke adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak (Andra W & Yessie P, 2013).
CVA (Cerebro Vascular Accident) atau stroke merupakan gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system
suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006)
CVA (Cerebro Vascular Accident) atau stroke merupakan kelainan fungsi otak
yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak yang bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak,
gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga
menyebabkan kematian (Muttaqin, 2013).
B. KLASIFIKASI CVA
Berdasarkan patologi dan manifestasi klinis :
1. Stroke Hemorhagic
Stroke hemoragi adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak. Hampir 70 persen kasus stroke hemoragi terjadi pada penderita
hipertensi (Ngoerah, 1991). Stroke hemoragi disebabkan oleh perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ke dalam ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara
permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
2. Stroke Non Hemorhagic (CVA Infark)
Stroke non hemorhagic yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hampir 85% disebabkan oleh
sumbatan karena bekuan darah, penyempitan sebuah arteri yang mengarah ke
otak. Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Muttaqin, 2013)
C. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat
kejadian yaitu:
1. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain.
3. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak,
yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori,
bicara, atau sensasi.
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;
1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat
menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat
mengganggu aliran darah cerebral.
2. Aneurisma pembuluh darah cerebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang
diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu
dapat menimbulkan perdarahan.
3. Kelainan jantung / penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis.
Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran
darah ke otak. Disamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada
kelainan jantung dan pembuluh darah.
4. Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu terjadinya
peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral
dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang
terjadi pada pembuluh darah serebral.
5. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah
otak.
6. Policitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat
sehingga perfusi otak menurun.
7. Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya
embolus dari lemak.
8. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat
mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.
9. Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi
aterosklerosis.
10. kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan
pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:
1. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke,
penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
2. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol
dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
D. Manifestasi Klinis
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (hemiparesis) yang timbul mendadak
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemisensorik).
3. Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letangi, stupor, atau koma).
4. Afasia (bicara tidak lancar, kurang ucapan, atau kesulitan memahami ucapan)
5. Disartia (Bicara cadel atau pelo)
6. Gangguan bicara dan bahasa
7. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia
8. Mulut mencong atau tidak simetris
9. Gangguan daya ingat
10. Vertigo, mual, dan muntah atau nyeri kepala.
11. Kesadaran menurun
12. Gangguan fungsi otak
Perbedaan cva hemoragik dan cva non hemoragik menurut Misbach (2011):
Gejala Cva Non Hemoragik Cva Hemoragik
Saat kejadian Mendadak, saat istirahat Mendadak, sedang aktivitas
Nyeri kepala Ringan, sangat ringan Hebat
Kejang _ +
Muntah _ +
Reflek patologis _ +
Pembengkakan otak _ +
Kesadaran menurun Kadang sedikit +++
Pupil edema _ +
Perdarahan retina _ +
Bradikardi Hari ke-4 Sejak awal
Penyakit lain _ Hampir selalu HP, Aterosklerosis,
HHD
E. Patofisiologi
Ketika suatu trombosis terbentuk maka pembuluh arteri otak menjadi tersumbat oleh
bekuan darah.Trombosis ini kemudian menyebabkan aliran darah menuju otak menjadi
terhambat.Begitu pula dengan emboli, ketika bekuan darah yang terbentuk di tempat
yang berjauhan dari otak terlepas, dan terbawa dalam aliran darah sampai tersumbat pada
suatu daerah tertentu.Maka aliran darah menuju otak juga menjadi terhambat.Hal inilah
yang kemudian mengakibatkan jaringan dan sel otak menjadi iskemik dan akhirnya
mengalami kematian.Berdasarkan lokasi, penyumbatan dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu penyumbatan pembuluh darah besar dan penyumbatan pembuluh darah
kecil.Penyumbatan pembuluh darah besar adalah penyumbatan yang mengenai arteri
yang besar seperti arteri carotis dan arteri cerebri media.Sementara penyumbatan
pembuluh darah kecil adalah penyumbatan pada arteri kecil yang masuk lebih dalam ke
otak (Aironi, 2018).
F. Pemeriksaan Penunjang
Periksaan penunjang pada pasien CVA menurut (Muttaqin, 2013) :
1. Laboratorium :
a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA),
Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen.
b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark
mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah
(LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah
mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang.
Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis,
panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l),
klorida,).
2. CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.
3. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali)
dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif.
4. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran
darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa stroke.
5. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara Spesifik
seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis
dan pembentukan thrombus di pembuluh besar.
6. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET): mengidentifikasi
seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan memetabolisme glukosa serta luas
cedera.
7. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus potensial.
8. MRI : menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar /
luasnya daerah infark.
G. Penatalaksanaan
Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA (Muttaqin, 2013):
1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
2. Terapi Konservatif
a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
d. Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
1) Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
2) Osmoterapi antara lain :
a. Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30
menit, 4-6 kali/hari.
b. Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
3) Posisi kepala head up (15-30⁰)
4) Menghindari mengejan pada BAB
5) Hindari batuk
6) Meminimalkan lingkungan yang panas
H. Komplikasi
Menurut pudiastuti (2011) pada CVA yang berbaring lama dapat terjadi masalah
fisik dan emosional dianataranya:
1. Bekuan darah (trombosit)
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbuan cairan,
pembengkakan (edema) selain itu juga dapat menyebabkan embolisme paru yaitu
sebuah bekuan yang terbentuk dalam suatu arteri yang mengalirkan darah ke paru.
2. Dekubitus
Bagian tubuh yang sering mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan
tumit. Bila memar ini tidak dirawat dengan baik maka akan terjadi ulkus dekubitus
dan infeksi.
3. Penumonia
Pada pasien tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini menyebabkan
cairan terkumpul di paru-paru dan selanjutnya menimbulkan pneumonia.
4. Atrofi dan kekakuan sendi (kontrakktur) hal ini disebabkan karena kurang gerak dan
imobilisasi.
5. Depresi dan kecemasan gannguan perasaan sering terjadi pada cva atau stroke dan
menyebabkan reaksi emosional dan fisik yang tidak diinginkan karena terjadi
perubahan dan kehilangan fungsi tubuh.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat
dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat mempengaruhi.
2) Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan kesadaran pasien.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penyalahgunaan obat (kokain).
5) Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau
adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.
6) Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
pikiran klien dan keluarga. Perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien
kesulitan untuk berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut akan
terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri.
7) Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Respirasi (Breathing)
Batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat
peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat
penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati
kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
b. Sistem Cardiovaskuler (Blood)
Dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya
murmur
c. Sistem neurologi (Brain)
1) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk
menilai tingkat kesadaran klien
2) Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan
intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding atau
infark
3) Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman
b) Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer
diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visula-spasial
sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c) Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-
otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral
disisi yang sakit
d) Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
e) Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indera
pengecapan normal.
d. Sistem perkemihan (Bladder)
Menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine,
anuria.
e. Sistem Gastrointestinal (Bowel)
Adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada
fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa
keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada
sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X
yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
f. Sistem muskuloskeletal dan integument
Kehilangan kontrol volenter gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau
hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat
immobilisasi fisik.
B. Analisa Data
No Symptom Etiologi Problem
1 DS : Infitrasi limfosit (trombbus) Gangguan
1. Mengeluh lemas secara tiba-tiba perfusi jaringan
Pembuluh darah menjadi kaku serebral
2. Tiba-tiba pusing atau kehilangan
keseimbangan Pembuluh darah menjadi pecah
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Perfusi jaringan serebral b.d aliran darah ke otak terhambat.
2. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neurovaskuler
3. Defisit nutirisi b.d proses menelan tidak efektif
4. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak
D. Intervensi Keperawatan
E. Implementasi Keperawatan
Merupakan tahap ke empat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan
berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam
rencana keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal
diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungn pada pasien, tehnik komunikasi,
kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta
dalam memahami tingkat perkembngan pasien (Nursalam, 2006)
Menurut Nursalam, (2006) Tindakan keperawatan mencakup tindakan independent
(mandiri), dan kolaborasi.
1. Tindakan mandiri adalah aktifitas keperawatan yang didasarkan pada kesimpulan atau
keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan
lain.
2. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama seperti
dokter dan petugas kesehatan lain.
F. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai (Nursalam, 2006)
Menurut Nursalam, (2006) evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP yang
operasional dengan pengertian:
S : Ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara obyektif oleh keluarga setelah
diberikan implementasi keperawatan.
O : Kedaan subyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamat
yang objektif setelah implemnatsi keperawatan.
A : Merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan masalah
keluarga yang dibandingkan dengan krietria dan standar yang telah ditentukan mengacu
pada tujuan rencana keperawatan keluarga.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis pada tahap ini ada 2
evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Andra W & Yessie P. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika.
Arif M. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aescuapoalius
Muttaqin, A. 2013. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gnagguan Sistem Persyarafan.
Jakarta : Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia