Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN KEGAWATDARURATAN

HEMIPARESIS DEXTRA

Disusun Oleh:
YENI SULISTYANINGSIH
( C1014066 )

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN DAN NERS

STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI

TAHUN 2017/2018

1. Definisi
Hemiparesis adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesif cepat, berupa
deficit neurologis fokal, atau/dan global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak non traumatik (Arif Muttaqin, 2011).
Hemiparase atau biasa di sebut Stroke adalah gangguan syaraf akut akibat gangguan darah
otak yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam
beberapa jam)dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu
(WHO, 1989).
Hemiparese dextra adalah kelemahan sebelah kanan di tandai dengan adanya tonus yang
abnormal.
2. Etiologi
Menurut Arif Muttaqin (2011) adapun penyebabnya, yaitu:
a. Tumor
Tumor otak kemungkinan disebabkan oleh : sisa sel embrional, factor bawaan, radiasi,
virus dan cranio pharingoma, sarcoma dan lain-lain. bila tumor di lobus frontalis atau di
lobus parientalis dapat menyebabkan hemiparese kontra lateral
b. Infeksi
Infeksi pada otak dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, dan virus. infeksi otak berupa
encephalitis dan meningitis (terjadi radang kuman TBC pada selaput meningen), hal ini
dapat menimbulkan hemiparese.
c. Cedera kepala
Cedera kepala akibat benturan kepala benda keras dapat mengakibatkan terjadinya
perlukaan pada kulit, otot, dan tendon kepala, peerdarahan subgaleal (perdarahan
dibawah kulit kepala).terjadi fraktur tulang tengkorak.
d. Congenital
Congenital atau kelainan bawaan juga dapat menyebabkan hemiparese seperti cerebral
palsy (kelumpuhan pada otak), hydrocephalus, dan lain-lain.
e. Stroke
Stroke disebabkan karena adanya penyumbatan (non haemorrage) atau karena
perdarahan otak (haemorage)
3. Manifestasi klinik
Menurut Arif Muttaqin (2011), gejala utama hemiparesis adalah timbulnya deficit
neurologist secara mendadak/subakut, di dahului gejala prodromal, terjadinya pada
waktu istirahat atau bangun pagi dan biasanya kesadaran tidak menurun, kecuali bila
embolus cukup besar, biasanya terjadi pada usia > 50 tahun.
a. Nyeri kepala bagian oksipital
b. Vertigo
c. Gangguan motorik dan sensorik
d. Kehilangan komunikasi
1) Disatria (kesulitan bicara) ditunjukkan dengan bicara yang sulit di mengerti yang
disebabkan oleh paralisis otak yang bertanggungjawab untuk menghasilkan suara.
2) Disfagia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara)
- Afasia sensorik
Adalah kehilangan kemampuan pemahaman, menulis, menciptakan,
mengucapkan kata-kata pada area werniek
- Afasia motorik
Adalah klien dapat memahami kata-kata tetapi tidak dapat menguraikan dengan
kata-kata, kerusakan pada area brocca
e. Home’s sindrome
Paralisis saraf simpatis pada bagian mata menyebabkan tenggelamnya bola mata
sebagian akibat prosis kelopak mata atas

4. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung

pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral

terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah

(makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler)

atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/

cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau

darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah.

Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang

bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih

besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang

sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena

thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah

serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi

akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa

infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah.

Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.

Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah.

Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan

penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan

tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak

sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada

sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan


disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh
karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan

peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya

drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya

tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan

lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko

kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi

perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 %

tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)

5. Pemeriksaan fisik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan menurut Arif Muttaqin (2011),
yaitu:
a. Pemeriksaan radiologi sietem saraf
1) Miografi
2) CT Scan kepala Menunjukkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jatingan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti.
3) Angiografi serebral, membantu menemukan penyebab dari stroke, secara spesifik
seperti perdarahan arteri, vena atau adanya rupture dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisa atau malformasi vaskuler.
4) MRI, menunjukkan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena (MAV).
5) EEG, untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya inpuls listrik dalam
jaringan otak.
6) fungsi lumbal, tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau perdarahan
intracranial
b. Laboratorium
1) Darah
2) Urine
3) Cairan serebrospinal
4) Analisa Gas Darah (AGD)
5) Biokimia Darah

6. Komplikasi
a. Odema
Biasanya terjadi pada tangan dan kaki, ini terjadi karena peningkatan volume
cairan ekstra cerebral dan ekstra seluler.
b. Dekubitus
Dapat terjadi karena posisi tidur yang menetap atau daerah yang mengalami
nekrosis jaringan kulit dan bawah kulit.
c. Kontraktur
Akibatnya sendi-sendi menjadi kontraktur karena berbaring dalam satu posisi.
d. Pneumonia hipostatik Karena posisi tidur yang terlentang terus menerus.

7. Penatalaksanaan
a. Demam
Demam dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus diobati secara
agresif dengan antipiretik (asetaminofen) atau kompres dingin, jika diperlukan.
Penyebab deman tersering adalah pneumonia aspirasi, lakukan kultur darah dan
urine kemudian berikan antibiotik intravena secara empiris
(sulbenisilin,sepalosporin, dll) dan terapi akhir sesuai hasil kultur.
b. Nutrisi
Pasien stroke memiliki risiko tinggi untuk aspirasi. Bila pasien sadar penuh tes
kemampuan menelan dapat dilakukan dengan memberikan satu sendok air putih
kepada pasien dengan posisi setengah duduk dan kepala fleksi kedepan sampai
dagu menyentuh dada, perhatikan pasien tersedak atau batuk dan apakah suaranya
berubah (negative). Bila tes menelan negative dan pasien dengan kesadaran
menurun, berikan makanan enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam
24 jam pertama setelah onset stroke.
c. Hidrasi intravena
Hipovolemia sering ditemukan dan harus dikoreksi dengan kristaloid isotonis.
Cairan hipotonis (misalnya dektrosa 5% dalam air, larutan NaCL 0,45%) dapat
memperhebat edema serebri dan harus dihindari.
d. Glukosa
Hiperglikemia dan hipoglikemia dapat menimbulkan sksaserbasiiskemia.
Walaupun relevansi klinis dari efek ini pada manusia belum jelas, tetapi para ahli
sepakat bahwa hiperglikemia (kadar glukosa darah sewaktu >200mg/dl)harus
dicegah. Skala luncur (sliding scale) setiap 6 jam selama 3-5 hari sejak onset
stroke.
e. Perawatan paru
Fisioterapi dada setiap 4 jam harus dilakukan untuk mencegah atelaktsis paru
pada pasien yang tidak bergerak.
f. Aktivitas
Pasien dengan stroke harus diimobilisasi dan harus dilakukan fisioterapi sedini
mungkin bila kondisi klinis neurologist dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterapi
pasif pada pasien yang belum bergerak, perubahan posisi badan dan ekstremitas
setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus, latihan gerakan sendi anggota badan
secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah kontraktur. Splin tumit untuk
mempertahankan kaki dalam posisi dorsofleksi dan dapat juga mencegah
pemendekan tendon Achilles. Posisi kepala 30 derajat dari bidang horisontal
untuk menjamin aliran darah yang adekuat ke otak dan aliran ballik vena ke
jantung, kecuali pada pasien hipotensi (posisi datar), pasien dengan muntah-
muntah (dekubitus lateral kiri), pasien dengan gangguan jalan nafas (posisi kepala
ekstensi). Bila kondisi memungkinkan, maka pasien harus diimobillisasi aktif ke
posisi tegak, duduk dan pindah kekursi sesuai toleransi hemodinamik dan
neurologist.
g. Neurorestorasi dini
h. Stimulasi sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta otak yang terganggu.
i. Profilaksis trombosis vena dalam
j. Pasien stroke iskemiok dengan imobilisasi lama yang tidak dalam pengobatan
heparin intravena harus diobati dengan heparin 5.000 unit atau fraksiparin 0,3 cc
setiap 12 jam selama 5-10 hari untuk mencegah pembentukan thrombus dalam
vena profunda, karena insidennya sangat tinggi . terapi ini juga dapat diberikan
dengan pasien perdarahan intraserebral setelah 72 jam sejak onset.
k. Perawatan vesika
l. Kateter urine menetap (kateter foley), sebaiknya hanya dipakai hanya ada
pertimbangan khusus (kesadaran menurun, demensia, afasia global). Pada pasien
yang sadar dengan gangguan berkemih, keteterisasi intermiten secara steril setiap
6 jam lebih disukai untuk mencegah kemungkinan infeksi, pembentukan batu,
dan gangguan sfingter vesika terutama pada pasien laki-laki yang mengalami
retensi urine atau pasien wanita dengan inkontinensia atau retensio urine. Latihan
vesika harus dilakukan bila pasien sudah sadar (Arif Muttaqin, 2011).

Anda mungkin juga menyukai