Anda di halaman 1dari 34

STROKE NON HEMORAGIK

DOSEN PEMBIMBING

Ns.Handayani Sitorus,S.Kep.,M.Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 7 :

ARIEF JUNKASALRI MAHALUENG NIM 03501717720004

SINTA NANDIA RIZKI NIM 035017177200063

WAHYU LIANTI NIM 035017177200066

POLITEKNIK HANG TUAH JAKARTA

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah memberikan nikmat berupa kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “ Stroke Non Hemoragik”. Dalam penyelesaian makalah ini,
kami mendapat banyak bantuan oleh berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan
terima kasih kepada :

1. Direktur Prodi D-III Keperawatan Politeknik Hang Tuah Jakarta, Kolonel


(Purn) Rita Wismajuwani, SKM,S.Kep, M.AP
2. Wadir I Prodi D-III Keperawatan Politeknik Hang Tuah Jakarta, Drs.
Agusman, Apt.,M.M
3. Wadir II Prodi D-III Keperawatan Politeknik Hang tuah Jakarta, Drs. Fakhren
Kasim. Apt.,M.H.Kes
4. Wadir III D-III Keperawatan Politeknik Hang Tuah Jakarta, Ns.Sugeng
Haryono, S.Kep, M.Kep
5. Kaprodi Keperawatan Politeknik Hang Tuah Jakarta Ns. Tri Purnamawati, M.
Kep, Sp. Kep. An.
6. Sekretaris Politeknik D-III Keperawatan Politeknik Hang Tuah Jakarta, Ns.
Handayani Sitorus M.Kep Sekaligus Koordinator Mata Ajar KMB 1 Serta
Dosen Pembimbing Pembuatan Makalah.
7. Orang tua kami yang tidak pernah lelah memberikan motivasi dan doa dalam
penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini, untuk itu
mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, 3 Okttober 2021

(Kelompok 7)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................................2
1.4 Metode Penulisan.............................................................................................2
1.5 Sistematika Penulisan......................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN...............................................................................................................4

2.1 Definisi .............................................................................................................4


2.2 Etiologi..............................................................................................................5
2.3 Patofisiologi......................................................................................................6
2.4 Patoflo................................................................................................................8
2.5 Manifestasi Klinis............................................................................................8
2.6 Komplikasi........................................................................................................9
2.7 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................10
2.8 Pelaksanaan Medis dan Non Medis.............................................................12
2.9 Pencegahan.....................................................................................................14
2.10 Asuhan Keperawatan.....................................................................................15
BAB 3 PENUTUP.....................................................................................................................27

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................27
3.2 Saran................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit degeneratif adalah kondisi kesehatan saat tubuh penderitanya


mengalami penurunan fungsi jaringan dan organ. Penyakit degeneratif dapat
memburuk seiring berjalannya waktu. Penyakit ini dapat memengaruhi sistem
saraf otak, sumsum tulang belakang, tulang, pembuluh darah, sampai jantung.
Beberapa penyakit degeneratif yang banyak terjadi dimasyarakat adalah
penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, stroke dan kanker. Penyakit
degeneratif seperti stroke juga sudah mulai ditemui tidak hanya oleh orang yang
berusia lanjut namun juga di kalangan umur muda (Indrawati, 2009). Stroke
adalah gangguan fungsi otak baik lokal maupun menyeluruh, karena pasokan
darah ke otak terganggu, yang terjadi secara cepat dan berlangsung lebih dari 24
jam, atau berakhir dengan kematian. Berdasarkan penelitian epidemiologi,
sebagian besar kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun
dan lebih banyak diderita laki-laki daripada perempuan. [ CITATION Nas13 \l
1033 ]. Masalah stroke di Indonesia menjadi semakin penting dan mendesak baik
stroke hemoragik maupun stroke non hemoragik. Di Indonesia sendiri, stroke
menempati urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung dan
kanker. Dari data nasional yang didapat, angka kematian yang diakibatkan
oleh penyakit stroke sebesar 15,4%. Topik yang akan kami bahas dalam
makalah ini salah satunya adalah stroke non hemoragik, Stroke non hemoragik
atau infark dalah cidera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis
yang mengalir ke otak dan tempat lain pada tubuh.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pernyataan yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah dalam


makalah ini adalah “ Bagaimana stroke hemoragik itu dan bagaimana asuhan
keperawatan dengan kasus stroke non hemoragik ? “

2
2

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Makalah ini ditulis agar pembaca dapat memahami tentang penyakit stroke
non hemoragik dan bagaimana asuhan keperawatan yang berkaitan dengan
stroke non hemoragik.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mampu mengetahui definisi stroke non hemoragik.

1.3.2.2 Mampu mengetahui etiologi stroke non hemoragik.

1.3.2.3 Mampu mengetahui patofisiologi stroke non hemoragik.

1.3.2.4 Mampu mengetahui patoflo stroke non hemoragik.

1.3.2.5 Mampu mengetahui komplikasi stroke non hemoragik.

1.3.2.6 Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang stroke non


hemoragik.

1.3.2.7 Mampu mengetahui manifestasi klinis stroke non hemoragik .

1.3.2.8 Mampu mengetahui penatalaksanaan medis dan non medis pada


stroke non hemoragik.

1.3.2.9 Mampu mengetahui cara pencegahan stroke non hemoragik.

1.3.2.10 Mampu mengetahui asuhan keperawatan stroke non hemoragik.

1.4 Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini kami menulis dan mengumpulkan data-data


yang berkaitan dengan stroke non hemoragik berdasarkan studi kepustakaan
melalui internet, e-book, buku-buku dari perpustakaan, jurnal dan lain-lain.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan makalah ini terdiri dari tiga bab yaitu :

BAB I PENDAHULUAN
3

Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II PEMBAHASAN

Bab ini berisikan pengertian, etiologi, patofisiologi, patoflo, komplikasi,


pemeriksaan penunjang, manifestasi klinis, penatalaksanaan medis dan non
medis, cara pencegahan dan asuhan keperawatan.

BAB III PENUTUP

Pada bab ini disampaikan mengenai kesimpulan dan saran dari penulis terhadap
topik makalah yang dibahas.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Stroke Non Hemoragik

Stroke non-hemoragik adalah jenis stroke yang terjadi akibat penyumbatan pada
pembuluh darah otak. Stroke yang juga disebut stroke infark atau stroke iskemik
ini merupakan jenis stroke yang paling sering terjadi. Diperkirakan sekitar lebih
dari 80% kasus stroke di seluruh dunia disebabkan oleh stroke non-hemoragik.
[ CITATION DIA21 \l 1033 ]

Stroke non-hemoragik atau iskemik merupakan stroke yang disebabkan karena


terdapat sumbatan yang disebabkan oleh trombus (bekuan) yang terbentuk di
dalam pembuluh otak atau pembuluh organ selain otak (Sylvia, 2005)

Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun
tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan.

Stroke non hemoragik, dibagi menjadi tiga jenis dan masing-masingnya bisa
terjadi di area tubuh berbeda, dan disebabkan oleh penyumbatan yang berbeda.
Berikut ini, perbedaan dari jenis stroke non hemoragik yang ada.

2.1.1 Stroke emboli

Stroke emboli terjadi saat gumpalan darah, plak atau benda lain yang
menyebabkan sumbatan di pembuluh darah, terbentuk di area lain pada

4
5

tubuh. Lalu, gumpalan tersebut bergerak menuju ke pembuluh darah di


otak.

2.1.2 Stroke thrombosis

Stroke thrombosis, terjadi apabila gumpalan yang menyebabkan sumbatan


terbentuk langsung pada pembuluh darah di otak.

2.1.3 Hipoperfusion sistemik

Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya


gangguan denyut jantung.

2.2 Etiologi

Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan dari salah


satu tempat kejadian, yaitu:

2.2.1 Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling
umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala
adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami
pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan
yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme
serebral. Secara umum, thrombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba,
dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada
setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam
atau hari.

2.2.2 Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak
dari bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang
-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis
atauhemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan
kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah
karakteristik dari embolisme serebral.
6

2.2.3 Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan


ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).
Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak, menyebabkan
kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau
permanen.

Ada banyak faktor penyebab yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena
penyakit stroke, di antaranya:

2.2.4 Lanjut usia

2.2.5 Riwayat nyeri kepala migrain.

2.2.6 Kelebihan berat badan (overweight) atau obesitas.

2.2.7 Jarang bergerak atau berolahraga.

2.2.8 Kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol.

2.2.9 Penggunaan obat-obatan terlarang, seperti kokain dan metamfetamin.

2.2.10 Penyakit tertentu, seperti gangguan irama jantung, penyakit jantung,


hipertensi, diabetes, dan kolesterol tinggi.

2.2.11 Riwayat stroke dalam keluarga.

2.3 Patofisiologi

Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis (Gumpalan darah abnormal)


akibat plak aterosklerosis (Menumpuknya lemak, kolesterol di dalam dinding
arteri) yang memberi vaskularisasi (pembentukan pembuluh darah secara
berlebihan) pada otak atau emboli dari pembuluh darah diluar otak yang
tersangkut di arteri otak. Saat terbentuknya plak fibrosis (ateroma) dilokasi yang
terbatas seperti di tempat percabangan arteri. Trombosit selanjutnya melekat
pada permukaan plak bersama dengan fibrin, perlekatan trombosit secara
perlahan akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk thrombus
(Gumpalan darah yang terbentuk pada dinding pembuluh darah).

Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawa hingga
terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan pengurangan
7

aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan mengalami kekurangan
nutrisi dan juga oksigen, sel otak yang mengalami kekurangan oksigen dan
glukosa akan menyebabkan asidosis atau tingginya kadar asam di dalam tubuh
lalu asidosis akan mengakibatkan natrium klorida, dan air masuk ke dalam sel
otak dan kalium meninggalkan sel otak sehingga terjadi edema setempat.
Kemudian kalium akan masuk dan memicu serangkaian radikal bebas sehingga
terjadi perusakan membran sel lalu mengkerut dan tubuh mengalami defisit
neurologis lalu mati (Esther, 2010).
8

2.4 Patoflo

2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari stroke non hemoragik adalah :


9

2.5.1 Kehilangan motorik


Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia yaitu
kesulitan menelan makanan atau cairan.

2.5.2 Kehilangan komunikasi


Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara) atau
afasia (kehilangan berbicara).

2.5.3 Gangguan persepsi


Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan
penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial
dankehilangan sensori.

2.5.4 Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).

2.5.5 Disfungsi kandung kemih meliputi : inkontinensiaurinarius transier,


inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik
dari kerusakan otak bilateral), inkontinensia urinarius dan defekasi yang
berlanjut(dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).

2.5.6 Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah.

2.5.7 Pengaruh secara fisik : paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan


sensasi serta gangguan penglihatan.

2.5.8 Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.

2.6 Komplikasi

Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah :


10

2.6.1 Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah


tertekan, konstipasi.

2.6.2 Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,


deformitas, terjatuh.

2.6.3 Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.

2.6.4 Hidrosefalus.

2.6.5 Edema serebral yang signifikan setelah stroke non hemoragi kini terjadi
meskipun agak jarang (10-20%).

2.6.6 Transformasi stroke non hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan


penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan
hematoma yang memerlukan evakuasi.

2.6.7 Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-
stroke non hemoragik biasanya bersifat lokal tetapi menyebar. Kejang
sekunder dari stroke non hemoragik harus dikelola dengan cara yang sama
seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat neurologis injury.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

2.7.1 CT Scan

Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi


henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
11

2.7.2 Angiografi serebral


Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan
atau obstruksi arteri.

2.7.3 Pungsi Lumbal


Merupakan prosedur pengambilan cairan tulang belakang dan otak
(serebrospinal).

2.7.3.1 Menunjukan adanya tekanan normal.

2.7.3.2 Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah


menunjukan adanya perdarahan.

2.7.4 MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Merupakan teknik pemindaian radiologi yang menggunakan magnet
magnet gelombang radio, dan komputer untuk menghasilkan gambar
struktur tubuh. Ini bertujuan untuk menunjukan daerah yang mengalami
infark, hemoragik.

2.7.5 EEG (Elektroensefalografi)

Merupakan suatu alat yang mempelajari gambar dari rekaman aktivitas


listrik di otak. untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.

2.7.6 Ultrasonografi Dopler

Merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk melihat gambar peredaraan


darah dipembuluh darah vena dan arteri. Dilakukan untuk mengidentifikasi
penyakit arteriovena.

2.7.7 Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.


12

2.8 Pelaksanaan Medis dan Non Medis

2.8.1 Penatalaksanaan Medis


Merupakan terapi pada penderita stroke non hemoragik yang bertujuan
untuk meningkatkan perfusi darah ke otak, membantu lisis bekuan darah
dan mencegah trombosis lanjutan, melindungi jaringan otak yang masih
aktif dan mencegah cedera sekunder lain, beberapa terapinya adalah :

2.8.1.1 Terapi trombolitik


Menggunakan recombinant tissue plasminogen activator (RTPA) yang
berfungsi memperbaiki aliran darah dengan menguraikan bekuan
darah, tetapi terapi ini harus dimulai dalam waktu 3 jam sejak
manifestasi klinis stroke timbul dan hanya dilakukan setelah
kemungkinan perdarahan atau penyebab lain disingkirkan.

2.8.1.2 Terapi antikoagulan


Adalah obat yang berfungsi mencegah penggumpalan darah. Terapi
ini diberikan bila penderita terdapat resiko tinggi kekambuhan emboli,
infark miokard yang baru terjadi, atau fibrilasi atrial.

2.8.1.3 Terapi antitrombosit


Merupakan obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga
menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus pada pembuluh
darah, seperti aspirin, dipiridamol, atau klopidogrel dapat diberikan
untuk mengurangi pembentukan trombus dan memperpanjang waktu
pembekuan.

2.8.1.4 Terapi suportif


Berfungsi untuk mencegah perluasan stroke dengan tindakannya
meliputi penatalaksanaan jalan nafas dan oksigenasi, pemantauan dan
pengendalian tekanan darah untuk 13 mencegah perdarahan lebih
lanjut, pengendalian hiperglikemi pada 30 pasien diabetes sangat
penting karena kadar glukosa yang menyimpang akan memperluas
daerah infark.
13

2.8.2 Penatalaksanaan Non Medis

2.8.2.1 Perubahan Gaya Hidup


Terapeutik Modifikasi diet, pengendalian berat badan, dan peningkatan
aktivitas fisik merupakan perubahan gaya hidup terapeutik yang
penting untuk semua pasien yang berisiko aterotrombosis. Diet
tinggi buah-buahan sitrus dan sayuran hijau berbunga terbukti
memberikan perlindungan terhadap stroke iskemik, setiap
peningkatan konsumsi per kali per hari mengurangi risiko stroke
iskemik sebesar 6%.

2.8.2.2 Aktivitas fisik


Inaktivasi fisik meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke
begitu juga dengan merokok. Pasien harus diberitahu untuk
melakukan aktivitas aerobik sekitar 30- 45 menit setiap hari. Latihan
fisik rutin seperti olahraga dapat meningkatkan metabolisme
karbohidrat, sensitivitas insulin dan fungsi kardiovaskular (jantung).

2.8.2.3 Latihan rentang gerak aktif dengan cylindrical grip.


Latihan cylindrical grip merupakan suatu bentuk latihan fungsional
tangan dengan cara 33 menggenggam sebuah benda berbentuk
silindris 22 seperti tisu gulung pada telapak tangan, yang bertujuan
untuk menunjang pemulihan kemampuan gerak dan fungsi tangan,
dengan melakukan latihan dengan menggunakan cylindrical grip
akan membantu proses perkembangan motorik tangan (Irfan, 2010
dalam Fitriani, 2016).

2.8.2.4 Terapi musik


Pengertian terapi musik adalah terapi yang menggunakan musik
secara terapeutik terhadap fungsi fisik, fisiologis, kognitif dan fungsi
sosial (American Music Therapy Association, 2011 dalam Fitriani,
2016). Musik merupakan seni mengatur suara dalam waktu yang
berkelanjutan, terpadu dan menggugah komposisi melalui melodi,
harmoni, ritme, dan timbre atau warna nada (Snyder, 2010 dalam
Fitriani, 2016).
14

Tujuan dan manfaat dari terapi musik yaitu untuk mengembalikan


fungsi individu sehingga dapat mencapai kualitas hidup yang lebih
baik, melakukan pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi dengan
pemberian terapi karena musik dianggap mempunyai kekuatan untuk
menyembuhkan (Wigram, 2004 dalam Fitriani, 2016).

2.9 Pencegahan

2.9.1 Menjaga pola makan.


Terlalu banyak mengonsumsi makanan asin dan berlemak dapat
meningkatkan jumlah kolesterol dalam darah dan risiko menimbulkan
hipertensi yang dapat memicu terjadinya stroke. Hindari konsumsi garam
yang berlebihan. Konsumsi garam yang ideal adalah sebanyak 6 gram atau
satu sendok teh per hari. Makanan yang disarankan adalah makanan yang
kaya akan lemak tidak jenuh, protein, vitamin, dan serat. Seluruh nutrisi
tersebut bisa diperoleh dari sayur, buah, biji-bijian utuh, dan daging rendah
lemak seperti dada ayam tanpa kulit.

2.9.2 Olahraga secara teratur.


Olahraga secara teratur dapat membuat jantung dan sistem peredaran darah
bekerja lebih efisien. Olahraga juga dapat menurunkan kadar kolesterol
dan menjaga berat badan serta tekanan darah pada tingkat yang sehat.

2.9.3 Berhenti merokok.


Perokok berisiko dua kali lipat lebih tinggi terkena stroke, karena rokok
dapat mempersempit pembuluh darah dan membuat darah mudah
menggumpal. Tidak merokok berarti juga mengurangi risiko berbagai
masalah kesehatan lainnya, seperti penyakit paru-paru dan jantung.

2.9.4 Hindari konsumsi minuman beralkohol.


Minuman keras mengandung kalori tinggi. Jika dikonsumsi secara
berlebihan, seseorang rentan terhadap berbagai penyakit pemicu stroke,
seperti diabetes dan hipertensi. Konsumsi minuman beralkohol berlebihan
juga dapat membuat detak jantung menjadi tidak teratur.
15

2.9.5 Hindari penggunaan NAPZA.

Beberapa jenis NAPZA dapat menyebabkan penyempitan arteri dan


mengurangi aliran darah.

2.10 Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
1) Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, tanggal, nomor register, diagnosa
medis.

2) Riwayat Kesehatan Klien


a. Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara


pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.

b. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat


klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan setengah badan atau gangguan fungsi otak yang lain.

c. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,


riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.

d. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun


diabetes melitus atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

e. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Memungkinkan untuk memperoleh persepsi mengenai status emosi,
kognitif, dan perilaku klien.
16

f. Pengkajian Fisik
a) Kesadaran
Pasien dengan stroke non hemoragik mengalami tingkat
keasadaran mengantuk namun dapat sadar saat dirangsang
(samnolen), pasien acuh tak acuh terhadap lingkungan (apati),
mengantuk yang dalam (sopor), spoor coma, hingga penrunn
kesadaran (coma).
b) Tanda-tanda vital saat pasien masuk rumah sakit
1. Tekanan Darah
pasien dengan stroke non hemoragik memiliki riwayat tekanan
darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole >
80. Tekanan darah akan meningkat dan menurun secara
spontan. Perubahan tekanan darah akibat stroke akan
kembali stabil dalam 2-3 hari pertama.
2. Nadi
Nadi biasanya normal 60-100 x/menit.
3. Pernafasan
Biasanya pasien stroke non hemoragik mengalami
gangguan bersihan jalan napas.
4. Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
non hemoragik.
c) Pemeriksaan secara per sistem (B1-B6)
1. B1 (Breathing) Pada inspeksi didapatkan klien batuk,
peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti ronkhi dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun.
2. B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan
renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien
stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat
terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
3. B3 (Brain) Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
17

tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan


aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
4. B4 (Bladder) Setelah stroke klien mungkin mengalami
inkontinensia urine.
5. B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan,
nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual
sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam
lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
6. B6 (Bone) Stroke adalah penyakit yang dapat mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis
pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah atu sisi tubuh, adalah tanda
yang lain. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat.
d) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
e) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung
dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage
yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang
tidak begitu nyata.
g. Pengkajian Saraf Kranial Menurut Muttaqin, (2008)
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II : Disfungsi persepsi visual (Penglihatan)
3) Saraf III, IV, dan VI. : Jika akibat stroke mengakibatkan
paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis.
18

4) Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan


paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus
dan eksternus.
5) Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
6) Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
7) Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
8) Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
9) Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
h. Pengkajian Aktivitas dan Istirahat
1) Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena
kelemahan,kehilangan sensasi atau paralisis
(hemiplegia), merasa mudah lelah, susah untuk
beristirahat (nyeri atau kejang otot).
2) Tanda : Gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi
kelemahan umum, gangguan pengelihatan serta
gangguan tingkat kesadaran.
i. Makan dan minum
Nafsu makan hilang, mual muntah, kehilangan sensasi pada lidah
dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatan
lemak dalam darah karena kesulitan menelan dan obesitas.
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respons individu,


keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan dan proses kehidupan
aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan
intervensi. NANDA (1990). Kemungkinan diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien dengan stroke non hemoragik adalah :
19

1) Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan embolisme.


2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan.
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
4) Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan.
5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
6) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
serebral.
7) Resiko gangguan integritas kulit kulit berhubungan dengan penurunan
mobilitas.
3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
1. Resiko Setelah 1. Monitor TTV 1. Untuk
perfusi dilakukan 2. Monitor AGD mengetahui
kondisi umum
serebral tidak tindakan klien
klien
efektif keperawatan 3 x 3. Monitor 2. Untuk
berhubungan 24 jam masalah adanya mengetahui
kadar oksigen
dengan resiko perfusi diplopia dan
dalam tubuh.
embolisme. serebral tidak pandangan 3. Untuk
SDKI efektif dapat kabur. mengetahui
apakah ada
(D.0017) teratasi dengan 4. Monitor tonus
gangguan
kriteria hasil : otot pada
1. Tekanan darah pergerakan penglihatan
dalam rentang 5. Catat 4. Mampu
mengetahui
yang normal perubahan tingkat respon
2. Tidak ada pasien dalam motorik
ortostatik merespon pasien
5. Untuk
hipertensi stimulus
mengetahui
3. Komunikasi perkembangan
jelas respon
stimulus klien
4. Menunjukkan
konsentrasi
20

dan orientasi
5. Pupil
seimbang dan
reaktif
6. Bebas dari
aktivitas
kejang
7. Tidak
mengalami
nyeri kepala.

2. Pola nafas Setelah 1. Monitor TTV 1. Untuk


tidak efektif dilakukan 2. Berikan posisi mengetahui
berhubungan tindakan yang nyaman kondisi umum
dengan keperawatan 3 x (semifowler) klien.
depresi pusat 24 jam masalah 3. Observasi pola 2. Agar klien merasa
pernapasan. pola nafas tidak dan frekuensi nyaman.
SDKI efektif dapat nafas. 3. Mengetahui
(D.0005) teratasi dengan 4. Auskultasi suara kualitas dan
kriteria hasil : nafas kuantitas
1. TV dalam 5. Lakukan frekuensi nafas
rentang fisioterapi nafas klien
normal : TD sesuai dengan 4. Untuk mengetahui
120/80 keadaan umum bunyi nafas klien.
mmHg, S: klien 5.Untuk merangsang
36˚C, N : 6. Kolaborasi otot pernapasan
88x/mnt, RR : dengan dokter klien.
18x/mnt. untuk 6. Agar pola nafas
2. klien tidak pemberian klien menjadi
merasa sesak. nabulizer lancar
3. Saat di
auskultasi 2.
tidak ada suara
nafas
21

abnormal.
3. Nyeri akut Setelah 1. Identifikasi 1. Untuk
berhubungan dilakukan lokasi, mengetahui
dengan agen tindakan karakteristik, karakteristik
cedera keperawatan 3 x kualitas, nyeri untuk
fisiologis. 24 jam masalah intesitas nyeri mempermudah
SDKI nyeri akut dapat dan skala nyeri. intervensi.
(D.0077) teratasi dengan 2. Berikan posisi 2. Agar klien
kriteria hasil : yang nyaman merasa relaks.
1. Skala nyeri 3. Ajarkan teknik 3. Teknik non
menurun (0) nafas dalam farmakologis
2. Wajah klien 4. Kolaborasi untuk
tidak nampak dengan mengurangi
meringis. pemberian nyeri.
3. Gelisah analgetik. 4. Mendukung
menurun keberhasilan
4. Sikap protektif intervensi agar
menurun nyeri klien
5. TTV dalam berkurang.
batas normal :
TD : 120/80
mmHg, N :
88x/mnt, RR :
18X/mnt, S :
36 ˚C
4. Resiko Setelah 1. Monitor BB 1. Untuk
defisit nutrisi dilakukan klien. mengetahui
berhubungan tindakan 2. Atur posisi apakah ada
dengan keperawatan 3 x semi fowler penurunan BB.
ketidakmamp 24 jam masalah atau fowler 2. Agar klien
uan menelan Resiko defisit selama makan. merasa nyaman
makanan. nutrisi dapat 3. Bantu makan 3. Untuk
SDKI teratasi dengan sesuai dengan mengetahui
(D.0032) kriteria hasil : kebutuhan perubahan nutrisi
22

1. Berat badan klien. serta untuk


klien stabil 4. Monitor pengkajian.
2. Porsi makan lingkungan 4. Menciptakan
meningkat selama makan. lingkungan untuk
( 1 porsi) 5. Kaji adanya kenyamanan
3. Nafsu makan alergi istirahat klien
meningkat makanan. serta untuk
4. Bising usus 6. Kolaborasi ketenangan.
membaik dengan ahli 5. Untuk
gizi untuk mengurangi
menentukan reaksi alergi.
jumlah kalori 6. Untuk
dan nutrisi mengetahui
yang kalori yang
dibutuhkan dibutuhkan klien
pasien serta untuk proses
penyembuhan
5. Gangguan Setelah 1. Monitor Vital 1. Untuk
mobilitas dilakukan sign. mengetahui
fisik tindakan 2. Konsultasikan keadaan klien.
berhubungan keperawatan 3 x dengan terapi 2. Untuk membatu
dengan 24 jam masalah fisik tentang peningkatkan
penurunan Gangguan rencana mobilitas pasien
kekuatan mobilitas fisik ambulasi sesuai seperti kolaborasi
otot. dapat teratasi dengan dengan
SDKI dengan kriteria kebutuhan. fisioterapis.
(D.0054) hasil : 3. Bantu klien 3. Untuk mencegah
1. Klien untuk terjadinya cedera.
meningkat menggunakan 4. Agar klien dapat
dalam tongkat saat memahami
aktivitas fisik berjalan mengenai teknik
2. Mengerti 4. Ajarkan pasien ambulasi.
tujuan dari tentang teknik 5. Untuk
mobilitas ambulasi mengetahui dan
23

fisik 5. Kaji mengukur tingkat


3. Adanya kemampuan kemampuan
peningkatkan pasien dalam klien.
kekuatan dan mobilisasi 6. Mempercepat
kemampuan 6. Latih pasien klien dalam
berpindah. dalam mobilisasi dan
4. Dapat pemenuhan merelakskan otot-
memperagak kebutuhan otot.
an ADL. 7. Mencegah
penggunaan 7. Dampingi dan terjadinya cedera
alat bantu Bantu pasien dan Pemberian
untuk saat mobilisasi. penguatan positif
mobilisasi selama aktivitas
(walker)
6. Gangguan Setelah 1. Beri satu 1. Untuk memonitor
komunikasi dilakukan kalimat simple komunikasi klien
verbal tindakan setiap bertemu apakah benar-
berhubungan keperawatan 3 x dan benar tidak bisa
dengan 24 jam masalah menggunakan melakukan
penurunan gangguan kata yang jelas. komunikasi.
sirkulasi komunikasi 2. Dorong pasien 2. Meningkatkan
serebral. verbal dapat untuk motivasi klien
SDKI teratasi dengan berkomunikasi untuk melatih
(D.0119) kriteria hasil : secara perlahan. bicara.
1. Adanya 3. Gunakan kartu 3. Mempermudah
peningkatan baca, kertas, klien serta
kemampuan pensil, bahasa perawat untuk
berkomunikasi tubuh, gambar, berkomunikasi.
2. Mampu daftar kosakata, 4. Mengetahui
mengkoordina untuk bagaimana
si gerakan memfasilitasi kemampuan
dalam komunikasi dua komunikasi klien.
menggunakan arah yang 5. Mengetahui
isyarat optimal. perkembangan
24

3. Klien mampu 4. Dengarkan komunikasi


untuk dengan penuh verbal klien
memperoleh, perhatian.
mengatur dan 5. Kolaborasi
menggunakan dengan ahli
informasi. wicara.
4. Mampu
mengontrol
respon
ketakutan dan
kecemasan
terhadap
ketidakmampu
an berbicara.

7. Resiko Setelah 1. Anjurkan 1. Kulit bisa


gangguan dilakukan pasien untuk lembap dan
integritas tindakan menggunakan mungkin merasa
kulit keperawatan 3 x pakaian yang tidak dapat
berhubungan 24 jam masalah longgar beristirahat atau
dengan Resiko 2. Jaga perlu untuk
penurunan gangguan kebersihan bergerak
mobilitas. integritas kulit kulit agar tetap 2. Cara pertama
SDKI dapat teratasi bersih dan untuk mencegah
(D.0139) dengan kriteria kering terjadinya infeksi.
hasil : 3. Mobilisasi 3. Mencegah
1. Dapat pasien (ubah terjadinya
mempertahan posisi pasien komplikasi
kan integritas setiap 2 jam selanjutnya.
kulit berupa sekali) 4. Mengetahui
sensasi, 4. Monitor kulit perkembangan
elastisitas, pasien terhadap
temperature 5. Oleskan lotion terjadinya infeksi
dan atau baby oil kulit.
25

pegmentasi. pada daerah 5. Menurunkan


2. Tidak ada yang tertekan pemajanan
luka atau 6. Berikan posisi terhadap kuman
lesi. yang infeksi pada kulit.
3. Perfusi mengurangi 6. Agar tidak
jaringan baik tekanan. terjadinya resiko
4. Mampu gangguan pada
melindungi kulit.
kulit dan
kelembapan
kulit serta
perawatan
alami.
5. Dapat
memahami
proses
perbaikan
kulit dan
mencegah
terjadinya
cedera
berulang.

1. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait
dengan dukungan dan pengobatan serta tindakan untuk memperbaiki kondisi
dan pendidikan untuk klien atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan
yang muncul dikemudian hari. Dalam pelaksanaannya terdapat tiga jenis
implementasi keperawatan, antara lain:
a) Independent implementations
26

Adalah implementasi yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk


membantu klien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan kebutuhan,
misalnya: membantu dalam memenuhi activity daily living (ADL),
memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur dan lain lain.
b) Interdependen / Collaborative implementations
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim
keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter.
Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus, kateter urin,
naso gastric tube (NGT), dan lain-lain.
c) Dependent implementations
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain, seperti
ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya, misalnya dalam
hal: pemberian nutrisi pada klien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh
ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian
fisioterapi.
2. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan. Evaluasi
merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu
masalah. (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan telah
tercapai. Terdapat dua jenis evaluasi yaitu :
a) Evaluasi formatif.
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada
saat atau setelah dilakukan tindakan keperawatan dan ditulis pada catatan
perawatan.
b) Evaluasi sumatif.
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan
sesuai waktu pada tujuan dan ditulis pada catatan perkembangan.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Stroke non hemoragik adalah jenis stroke yang terjadi akibat penyumbatan pada
pembuluh darah otak. Stroke yang juga disebut stroke infark atau stroke iskemik
ini merupakan jenis stroke yang paling sering terjadi. (DIANTI, 2021). Stroke
non hemoragik, dibagi menjadi tiga jenis yaitu stroke emboli dan trombotik dan
hipoperfusion sistemik. Penyebab dari stroke non hemoragik yaitu kelebihan
berat badan (overweight) atau obesitas, jarang bergerak atau berolahraga,
kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol dan embolisme serebral.
Patofisiologi Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis (Gumpalan darah
abnormal) akibat plak aterosklerosis (Menumpuknya lemak, kolesterol di dalam
dinding arteri) yang memberi vaskularisasi (pembentukan pembuluh darah
secara berlebihan) pada otak atau emboli dari pembuluh darah diluar otak yang
tersangkut di arteri otak. Saat terbentuknya plak fibrosis (ateroma) dilokasi yang
terbatas seperti di tempat percabangan arteri. Trombosit selanjutnya melekat
pada permukaan plak bersama dengan fibrin, perlekatan trombosit secara
perlahan akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk thrombus
(Gumpalan darah yang terbentuk pada dinding pembuluh darah). Beberapa
komplikasi yang dapat terjadi pada stroke non hemoragik yaitu infeksi
pernafasan, konstipasi dan hidrosefalus. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan adalah CT Scan, angiografi serebral, MRI dan EEG. Manifestasi klinis
dari stroke non hemoragik adalah gangguan motorik, gangguan persepsi,
paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,gangguan penglihatan.
Pelaksanaan medis stroke non hemoragik adalah dengan terapi trombolitik,
terapi antikoagulan, terapi antitrombosit dan terapi suportif. Penatalaksanaan
non medis dengan cara latihan rentang gerak aktif dengan cylindrical grip, terapi
musik dan aktivitas fisik. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah menjaga
pola makan, rutin berolahraga, berhenti merokok dan menghindari alkohol.

27
28

3.2 Saran

3.2.1 Saran bagi mahasiswa

Sebagian masyarakat masih tidak mengetahui mengenai stroke non


hemoragik maka dari itu mahasiswa harus mampu memahami dan
mempelajari mengenai ilmu serta asuhan keperawatan mengenai stroke
non hemoragik agar dapat menerapkan ilmu dan memberi asuhan
keperawatan yang didapat pada masyarakat.

3.2.2 Saran bagi institusi

Diharapkan institusi pendidikan dapat menambah literature yang terbaru


untuk pengerjaan makalah dalam pembuatan makalah selanjutnya serta
dapat mempersiapkan mahasiswa dengan baik sebelum praktik klinik
lapamgan dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Budianto, Pepi Dkk. (2020). Stroke Iskemik Akut : Dasar dan Klinis.

Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Dianti, Titis. (2021). Stroke Non Hemoragik.

Universitas Airlangga. https://bit.ly/3FzmtNf (diakses pada 5 oktober 2021


pada 19.00)

dr. Sarpini, Rusbandi. Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Paramedis.

Bogor : Penerbit IN MEDIA.

Nasution, Linda. (2013). STROKE NON HEMORAGIK PADA LAKI-LAKI USIA


65 TAHUN. Lampung : Medula Unila. 1(3):1-9

Putri, Nina. (2019). Mengenal Stroke Iskemik dan Perbedaannya dengan Stroke
Lain.https://www.sehatq.com/artikel/apa-itu-stroke-non-hemoragik-ini-
bedanya-dari-jenis-stroke-lain (Diakses pada tanggal 7 Oktober 2021 pada
14.30)

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Ratnasari. (2020). Stroke Non Hemoragik. Makalah.

http://eprints.umpo.ac.id/6185/3/BAB%202.pdf ( Diakses pada 9/10/21 pukul


17.00)

Rumah Sakit Annisa. (2019). SEPUTAR STROKE NON HAEMORRHAGIC.

http://www.rsannisa.co.id/artikel/kesehatan/seputar-stroke-non-haemorrhagic
(Diakses pada 5 oktober 2021 pada 19.30)

Scbrid. (2020). Kumpulan Diagnosa Keperawatan Nanda Nic Noc.


https://www.scribd.com/document/104033837/Kumpulan-Diagnosa-
Keperawatan-Nanda-NIC-NOC . (Diakses pada 6/10/2021 pukul 22.00)
Setyowati, Dwi. (2008). Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. R Dengan Masalah
Utama : Gangguan Sistem Persyarafan Stroke Non Hemoragik Pada Ny.S di
Wilayah Kerja Puskesmas Kartosuro II. Makalah.
http://eprints.ums.ac.id/2907/2/J200050064.pdf (Diakses pada 7/10/21 pada
16.00)

Sulistiyawati.(2020). Asuhan keperawatan pada klien dengan stroke non hemoragik


yang di rawat di rumah sakit. Makalah.

Anda mungkin juga menyukai