Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK (SNH) PADA

Tn.P DI WISMA III PANTI DEWANATA CILACAP

NAMA : ANANG WIJI SAPUTRO


NIM: 180104010

PROGRAM STUDI PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN


GERONTIK UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO
TAHUN 2018/2019
STROKE NON HEMORAGIK ( SNH )

A. PENGERTIAN
1. Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui system suplai arteri otak.
2. Stroke non hemoregik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul
mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau
global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000).
3. Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi
perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia
dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin,
2008).

B. ETIOLOGI
Stroke Non Hemorajik dapat di klasfikasikan menjadi 2 bagian di
tinjau dari penyebabnya Yaitu:
a) Stroke embolik
Stroke embolik adalah bekuan atau gumpalan darah yang
terbawa aliran darah bagian lain tubuh ke dalam otak sumber embolik
selebral yang paling sering adalah jantung dan arteri karotis riwayat
penyakit demam reumatik, fibrirasi atrium ( tersering) infrark
miokardium dan kelainan katup jantung biasanya rentan terkena stroke
embolik khususnya bila mereka mengalami kelainan irama jantung
(aritmia) (Thomas DJ 1996).
b) Sroke trombotik
Trombotik selebral dapat menjadi akibat proses penyempitan
(arterioskleosis).
Pembuluh nadi otak dengan derajat yang sedang / berat dan adanya
perlambatan sirkulasi selebral keadaan ini sangat berhubungan erat
dengan usia, tetapi dapat pula di timbulkan oleh tekanan darah tinggi
dan resiko lainnya seperti diabetes beserta kadar lemak termasuk
kolesterol yang tinggi dalam darah.

Menurut Arif Muttaqin (2008) penyebab Stroke non


hemoragik diakibatkan oleh:
a) Thrombosis (pembekuan cairan di dalam pembuluh darah otak)
yang terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menimbulkanoedema dan kongesti disekitarnya. Beberapa keadaan
dibawah ini dapat menyebabkan trombosis otak: Ateroskelosis,
hiperkoagulasi pada polisetimia, arthritis dan emboli
b) Embolisme Serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Menurut Arif Muttaqin
(2008) faktor – faktor resiko stroke non hemoragik adalah:
Hipertensi, Diabetes Mellitus, merokok, minum alkohol, strees dan
gaya hidup yang salah, Kontrasepsi oral (khususnya dengan disertai
hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi), Kolesterol tinggi,
Penyalahgunaan obat (kokain), makanan lemak dan faktor usia.
A. PATHWAY
- Faktor pencetus, hipertensi, DM, penyakit jantung
- Merokok, gaya hidupn yang tidak baik
- Faktor obesitas dan kolesterol yg meningkat dalam
darah

Arteri menyempit oleh trombus, embolus dan penguapan.

Arteri menyempit tersumbat

Suplay darah ke otak berkurang

ISKEMIK

Gangguan Kelumpuhan Area pada pusat Terkena pada


penglihatan, area motorik di bicara syaraf ke VII
disorientasi: otak (Nervus VII)
ataksia motoris (fasialis)
Kelumpuhan Kerusakan
Gangguan anggota gerak komunikasi
persepsi badan/tubuh verbal
sensori Fungsi pengecap
menurun

Terkena pada
saraf ke-12
(Hipoglosus) Imobilitas
Ansietas Harga diri Defisit
rendah fisik perawatan
diri
Menelan
terganggu/ Kurang
tidak simetris pengetahuan

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh
B. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Suzzane C. Smelzzer, dkk, (2001) menjelaskan ada enam
tanda dan gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Adapun gejala
Stroke non hemoragik adalah:
1. Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter. Gangguan kontrol
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada
neuron atas pada sisi yang belawanan dari otak. Disfungsi neuron
paling umum adalah hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi tubuh)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan hemiparises
(kelemahan salah satu sisi tubuh)
2. Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh
stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia
paling umum.
Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal
berikut:
a) Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab menghasilkan bicara.
b) Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif
atau reseptif.
c) Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya.
3. Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi
tubuh yang paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari
orang atau objek ditempat kehilangan penglihatan
4. Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan
kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh
5. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada
lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual
mungkin terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang
perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang
motivasi.
6. Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami
inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol motorik.

C. PATHOFISIOLOGI
Adanya aterotrombosis atau emboli dapat memutuskan aliran darah
otak (cerebral blood flow/CBF). Nilai normal CBF adalah 53 ml/100 mg
jaringan otak/menit, Jika CBF < 30 ml/100 mg/menit maka dapat
mengahkibatkan terjadinya iskemik, Dan jika CBF < 10 ml/100 mg/menit
maka otak kekurangan oksigen lalu terjadi proses fosforilasi oksidatif
terhambat dan produksi ATP (energi) berkurang mengahkibatkan pompa
Na-K-ATPase tidak berfungsi, hal ini memicu depolarisasi membran sel
saraf berupa pembukaan kanal ion Ca disertai kenaikan influks Ca secara
cepat yang berakibat gangguan Ca homeostasis (Ca merupakan signalling
molekul yang mengaktivasi berbagai enzim) dapat memicu proses
biokimia yang bersifat eksitotoksik dimana  dapat terjadi kematian sel
saraf (nekrosis maupun apotosis), gejala yang timbul tergantung pada saraf
mana yang mengalami kerusakan/kematian.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan diagnostik
a) CT scan (Computer Tomografi Scan) : Pembidaian ini
memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara
pasti. Hasil pemerikasaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang-kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.
b) MRI (Magnatik Resonan Imaging) untuk menunjukkan area yang
mengalami infark, hemoragik.
c) Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
d) Pemeriksaan foto thorax dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah
satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
e) Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal.
f) Elektro Encephalografi (EEG) Mengidentifikasi masalah didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
2. Pemeriksaan laboratorium
a) Fungsi lumbal: Menunjukan adanya tekanan normal dan cairan tidak
mengandung darah atau jernih.
b) Pemeriksaan darah rutin
c) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. (Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali.)
d) Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.

E. PENATALAKSANAAN
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah
dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila
perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan
kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang
dapat meningkatkan TIK.
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika
kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang
NGT.
11. Penatalaksanaan spesifik berupa:
 Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis,
antikoagulan, obat hemoragik.
 Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor,
tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran
darah serebral dan luasnya area cidera (Suzzane C. Smelzzer, dkk, 2001,
hlm. 2137)
1. Hipoksia serebral
Otak bergantung pada ketersedian oksigen yang dikirimkan ke
jaringan.
2. Penurunan darah serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung,
dan integritas pembuluh darah serebral.
3. Luasnya area cidera
Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibralsi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme
akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan
menurunkan aliran darah serebral. Distritmia dapat mengakibatkan
curah jantung tidak konsisten dan penghentian thrombus lokal.

G. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Dx 1 : Ketidakseimbangan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan gangguan sirkulasi darah ke otak
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi
jaringan efektif.
NOC : Perfusi jaringan : serebral
Kriteria hasil:
- Tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK (skala 4 )
- Tanda – tanda vital dalam batas normal (skala 4 )
- Tidak adanya penurunan kesadaran (skala 4 )
NIC : Peningkatan perfusi serebral

Intervensi

1. Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang


dapat menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan
TIK
Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien
secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepa
2. Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai
standart
Rasional : Untuk mengetahui tingkat perkembangan klien sebagai
pengukur
3. Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
Rasional : Untuk mengetahui tingkat perkembangan klien sebagai
pengukur
4. Pantau tekanan darah
Rasional : Untuk mengetahui sebagai pedoman pengukuran
5. Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman
pnglihatan dan penglihatan kabur
Rasional : Untuk mengetahui sebagai pedoman pengukuran
6. Pantau suhu lingkungan
Rasional : Untuk mengetahui sebagai pedoman pengukuran
7. Pantau intake, output, turgor
Rasional : untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien
8. Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk,muntah
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra
kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
9. Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak
sesuai
Rasional : untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien
10. Tinggikan kepala 15-45 derajat
Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan
draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
11. Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional : agar mudah bernafas
12. Kolaborasi obat sesuai indikasi
Rasional : Agar tidak ada sumbatan dalam pembuluh darah yang
dapat memperparah kondisi

2. Dx 2 : Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan


pusat pernapasan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam
diharrapkan pola nafas efektif.
NOC : Airway patency
Kriteria hasil:

- RR 16-24 x permenit (Skala 4)


- Ekspansi dada normal (Skala 4)
- Sesak nafas hilang / berkurang (Skala 4)
- Tidak suara nafas abnormal (Skala 4)

NIC : Airway manageman

Intervensi :
1. Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
Rasional : Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan
jalan nafas
2. Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
3. Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
Rasional : agar pasien nyaman
4. Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan
Rasional : untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien
5. Berikan oksigenasi sesuai advis
Rasional : agar mudah dalam bernafas
6. Kolaborasi obat sesuai indikasi
Rasional : agar tidak terjadi konmplikasi

3. Dx 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kebutuhan nutrisi adekuat.
NOC : Status nutrisi
Kriteria Hasil :

a. Tidak terjadi penurunan berat badan (skala 4)


b. Asupan nutrisi adekuat (skala 4)
c. Tidak terjadi tanda-tanda malnutrisi (skala 5)
NIC : Manajemen nutrisi
Intervensi :

1. Kaji status nutrisi pasien.


Rasional : Untuk memudahkan dalam pemberian nutrisi yang
dibutuhkan

2. Ketahui makanan kesukaan pasien.


Rasional : memudahkan dalam pemberian nutrisi

3. Timbang berat badan pada interval yang tepat.


Rasional : untuk mengetahui adanya penurunan berat badan

4. Anjurkan makanan sedikit tapi sering.


Rasional : agar nutrisi tetap terpenuhi

5. Sajikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk yang menarik.


Rasional : menggugah selera makan

6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat.


Rasional : agar pemberian nutrisi yang dibutuhkan tepat

7. Berikan informasi kepada keluarga tentang kebutuhan nutrisi dan


bagaimana untuk memenuhinya
Rasional : agar tidak salah dalam pemberian nutrisi

4. Dx 4 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan


neuromuskuler
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadi
peningkatan mobilisasi.
NOC:

- Mobility Level
- Self care : ADLs
Kriteria Hasil:
- Klien meningkat dalam aktivitas fisik (skala 4)
- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas (skala 4)
- Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah (skala 4)
- Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
(skala 4)
NIC :

Latihan : gerakan sendi (ROM)

1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan mobilitas fisik


2. Jelaskan kepada klien dan keluarga manfaat latihan
3. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk program latihan
4. Kaji lokasi nyeri/ ketidaknyamanan selama latihan
5. Jaga keamanan klien
6. Bantu klien untuk mengoptimalkan gerak sendi pasif manpun
aktif.
7. Beri reinforcement positif setipa kemajuan
Terapi latihan : kontrol otot

1. Kaji kemampuan aktifitas fisik pasien


Rasional : mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan.
2. Evaluasi fungsi sensorik
Rasional : mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan
3. kaji dan catat kemampuan klien untuk keempat ekstremitas,
ukur vital sign sebelum dan sesudah latihan
rasional : Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
4. Kolaborasi dengan fisioterapi
Rasional : peningkatan kemampuan dalam mobilisasi
ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim
fisiotherapis.
5. Beri reinforcement positif setipa kemajuan
Rasional : Memberi semangat pada klien agar lebih sering
melakukan komunikasi

5. Dx 5 : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan


neuromuskuler
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
kemampuan komunikasi verbal meningkat.

NOC: Kemampuan komunikasi: penerimaan

Kriteria Hasil :

- menggunaan isyarat nonverbal (skala 4 )


- Penggunaan bahasa tulisan, gambar (skala 4 )
- Peningkatan bahasa lisan (skala 4 )
NIC :

Mendengar aktif:

1. Kaji kemampuan berkomunikasi


2. Jelaskan tujuan interaksi
3. Perhatikan tanda nonverbal klien
4. Klarifikasi pesan bertanya dan feedback.
5. Hindari barrier/ halangan komunikasi
Peningkatan komunikasi: Defisit bicara

1. Libatkan keluarga untuk memahami pesan klien


Rasional : Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan
kemampuan klien
2. Sediakan petunjuk sederhana
Rasional : Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan
kemampuan klien
3. Perhatikan bicara klien dengan cermat
Rasional : Memberi semangat pada klien agar lebih sering
melakukan komunikasi
4. Gunakan kata sederhana dan pendek
Rasional : Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan
kemampuan klien
5. Berdiri di depan klien saat bicara, gunakan isyarat tangan.
Rasional : Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada
saat komunikasi
6. Beri reinforcement positif
Rasional : Memberi semangat pada klien agar lebih sering
melakukan komunikasi
7. Dorong keluarga untuk selalu mengajak komunikasi
dengan klien
Rasional : Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan
komunikasi yang efektif
8. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
Rasional : Melatih klien belajar bicara secara mandiri
dengan baik dan benar

6. Dx 6 : Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatn diharapkan klien dapat
melakukan perawatn diri secara optimal.

NOC : Self care : Activity of Daily Living (ADLs)

Kriteria Hasil :

- Klien terbebas dari bau badan (skala 4)


- Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk
melakukan ADLs (skala 4)
- Dapat melakukan ADLS dengan bantuan (skala 4)
NIC : Self-care assistant : ADLs

Intervensi

1. Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari –


hari
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan dan
kebutuhan klien.
2. Sediakan kebutuhan yang diperlukan untuk ADL
Rasional : Agar pasien tetap terjaga kebersihan dirinya
3. Bantu ADL sampai mampu mandiri.
Rasional : Agar upaya meningkatkan kemandirian dalam higine
tercapai
4. Latih klien untuk mandiri jika memungkinkan.
Rasional : Agar kemandirikan pasien terlatih
5. Anjurkan, latih dan libatkan keluarga untuk membantu
memenuhi kebutuhan klien sehari-hari
Rasional : Agar pasien tetap terjaga kebersihan dirinya
6. Berikan reinforcement positif atas usaha yang telah dilakukan
klien.
Rasional : Memberi semangat pada klien agar lebih sering
melakukan komunikasi

7. Dx 7 : Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan


perawatannya berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pengetahuan keluarga klien meningkat.

NOC : Knowledge : disease process


Kriteria Hasil :

- Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,


kondisi, prognosis dan program pengobatan. (skala 4 )
- Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar. (skala 4 )
- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya. ( skala 4 )
NIC : Teaching : disease process

Intervensi

1. Kaji pengetahuan keluarga tentang proses penyakit


Rasional : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga dan
klien
2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala
penyakit
Rasional : agar pasien memahami kondisi penyakitnya
3. Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit kalau
memungkinkan
Rasional : agar pasien memahami kondisi penyakitnya
4. Identifikasi penyebab penyakit
Rasional : agar pasien mengetahui penyebab penyakitnya
5. Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien,
komplikasi penyakit.
Rasional : agar pengetahuan klien meningkat
6. Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga dan rasional
therapy yang diberikan.
Rasional : mengurangi kecemasan klien dan keluaraga
7. Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih atau
mendapatkan pengobatan lain yang lebih baik.
8. Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan yang akan
dilakukan
Rasional : mengurangi kecemasan klien dan keluaraga

8. Dx 8 : Resiko tinggi injuri berhubungan dengan badrest total


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi injury.
NOC : Status risiko

Kriteria hasil : Pasien tidak mengalami injury

NIC : Kontrol risiko

Intervensi

1. Berikan posisi dengan kepala lebih tinggi.


Rasional : agar pasien nyaman
2. Kaji tanda-tanda penurunan kesadaran.
Rasional : agar tidak terjadi penurunan kesadaran
3. Observasi TTV
Rasional : sebagai tolak ukur pemeriksaan
4. Atur posisi pasien untuk menghindari kerusakan karena tekanan.
Rasional : agar pasien nyaman
5. Beri bantuan untuk melakukan latihan gerak.
Rasional : agar pasien merasa semangat dalam latihan
6. Bantu untuk miring kanan miring kiri
Rasional : mencegah terjadinya injury

DAFTAR PUSTAKA
Bruner, Sudarnth.2002.Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah Vol
2.Jakarta:EGC

Mansjoer, Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran Jilid2.Jakarta.Media


Aesculapius

Mutaqin, Arif.2008.Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan


Gangguan System Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika.

Tarwoto,Wartonah.2007.Keperawatan Medikal Bedah Gangguan System


Persarafan.Jakarta:Sagung Seto

NANDA. 2016. Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan


Klasifikasi. Yogyakarta : Prima Medika.

Anda mungkin juga menyukai